BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia. Menurut World Health Organization sekitar seperlima dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. masa keserasian bersekolah. Umur anak sekolah dasar adalah antara 6-12 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. distribusi lemak pada daerah pinggul. Selama ini sebagian masyarakat merasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki yang akan ditunjukan pada orang lain agar terlihat berbeda dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

ELSA PERNANDA UTARI NIM I

BAB I PENDAHULUAN. tumpuan harapan yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mendapatkan ciri-ciri fisik dan sifat yang memungkinkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN SIKAP REMAJA PRE MENARCHE DI SMPN 1 BRATI

HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 1 PLERET BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN KESIAPAN REMAJA MENGHADAPI PUBERTAS DI SMP N 2 KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERAN ORANG TUA DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PUBERTAS DI SALAH SATU SMP NEGERI BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita di masa pubertas sekitar usia tahun. Menarche merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, perilaku, kognitif, biologis serta emosi (Efendi &

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Menstruasi pertama kali disebut dengan menarche (Wong,2008).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau remaja awal (Monks, 2006). Masa pra pubertas ini memiliki banyak potensi

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah harapan suatu bangsa, karena masa depan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. penduduk muda yaitu umur tahun. Menurut Badan Pusat Statistik DIY

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA MENOPAUSE DI DUSUN CANDI WINANGUN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA NEGERI 2 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

2013 GAMBARAN TINGKAT STRES PADA ANAK USIA SEKOLAH MENGHADAPI MENSTRUASI PERTAMA (MENARCHE) DI SEKOLAH DASAR NEGERI GEGERKALONG GIRANG

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir ke dunia akan mengalami pertumbuhan dan. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ini merupakan pertanda biologis dari kematangan seksual. Perubahan ini terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa pubertas adalah

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization

ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN CEMAS PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kematangan seksual. Perubahan-perubahan ini terjadi pada masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan persalinan, namun lebih luas lagi yaitu menarche sampai

BAB I PENDAHULUAN. produksi zat prostaglandin (Andriyani, 2013). Disminore diklasifikasikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara berkesinambungan dan saling berkaitan yang berlangsung secara teratur dimulai sejak konsepsi sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah seorang anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Dalam masa remaja ini seorang anak akan mengalami pacu tumbuh (growth spurt), kemudian timbul ciri-ciri seks sekundernya, hingga tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologi serta kognitif. Tercapainya tumbuh kembang yang optimal sangat bergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik (keturunan) dan lingkungan (Soetjiningsih, 2007). Banyak pendapat yang mengemukakan tentang jenjang umur seorang anak dikatakan sebagai remaja, baik di Indonesia atau dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, seorang anak dikatakan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun. Di dalam UU Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 pasal 1 ayat (1) bahwa anak atau remaja adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 Tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun.

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan stigma mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosional dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanantekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan. Perubahan-perubahan tersebut seperti perubahan fisik yang dipengaruhi oleh laju hormon pertumbuhan mencakup tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuh. Perubahan sosial dimana individu harus bisa menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan di luar keluarga dan sekolah seperti individu mulai mengenal adanya kelompok-kelompok dalam memilih teman (Hurlock, 2007). Kemudian perubahan secara emosional dimana individu lebih sensitif, mudah cemas, mudah menangis, frustasi tetapi mudah juga untuk tertawa, agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan (Primursanti, 2013). Pada masa remaja sering muncul masalah-masalah yang terkadang sulit untuk diatasi seperti masalah pada emosional (kepekaan perasaannya), sosialisasi (hubungan pertemanan), keagamaan, hubungan keluarga dan moralitas. Hal tersebut disebabkan karena adanya perubahan biologis dan psikologis yang pesat, orang tua dan pendidik yang kurang siap memberikan informasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan banjirnya arus informasi sehingga sulit untuk diseleksi (Tanuwidjaya, 2008). Kelompok remaja di dunia diperkirakan berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014). Sedangkan 900 juta remaja berada di Negara

berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Pada tahun 2015 data dari badan pusat statistik (BPS)menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 254,9 juta jiwa, dimana diproyeksikan bahwa 27% dari penduduk Indonesia atau 66 juta jiwa adalah remaja (Kompasiana, 2015). Persebaran penduduk di Indonesia termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2014 memiliki penduduk sebanyak 3.553.100 jiwa yang tersebar di 5 kabupaten. Jumlah penduduk tersebut diantaranya adalah remaja (10-19 tahun) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 213.200 jiwa dan perempuan sebanyak 201.500 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014).Salah satu kabupaten yang berada di DIY yaitu Kabupaten Bantul pada tahun 2015 memiliki jumlah penduduk sebesar 913.407 jiwa diantaranya adalah remaja (9-12 tahun). Jumlah penduduk remaja laki-laki sebanyak 27.526 jiwa dan perempuan sebanyak 25.450 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul, 2015). Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa persebaran remaja di Indonesia memiliki proporsi yang cukup banyak dilihat dari data remaja secara keseluruhan maupun dari daerah spesifik seperti Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu masa terjadinya perubahan fisik yang berhubungan dengan pubertas, dimana anak perempuan akan 2 tahun lebih cepat memasuki masa pubertas bila dibandingkan dengan laki-laki. Pubertas adalah suatu bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah proses

biologis yang pada akhirnya mengarah kepada kemampuan bereproduksi (Nancy, 2008). Pada masa pubertas, berbagai macam masalah dapat timbul dalam diri seorang remaja terutama pada masalah perubahan biologis dan fisiknya. Masalah tersebut antara lain telars premature yaitu berkembangnya payudara pada salah satu atau kedua bagian pada perempuan di usia kurang dari 8 tahun tanpa disertai munculnya tanda-tanda seks sekunder lainnya. Pubarche premature adalah munculnya rambut kemaluan sebelum usia 8 tahun pada perempuan dan 9 tahun pada laki-laki tanpa disertai tanda-tanda seks sekunder lainnya. Ginekomastia adalah berkembangnya payudara pada laki-laki sehingga menyerupai payudara pada perempuan dan Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP) adalah keadaan dimana seorang remaja mengeluhkan perawakan pendek pada dirinya dan lebih sering dijumpai pada anak laki-laki sekitar 90% (Ikatan Dokter Anak Indonesia,2013). Kejadian paling akhir dari pubertas adalah menarche. Sembilan puluh lima persen dari perempuan mengalami menarche antara usia 11-15 tahun yang disebut dengan masa pra-pubertas atau pueral. Masa ini ditandai oleh perubahan fisik anak yang mulai sedikit berubah. Pada usia ini juga ciri paling menonjol adalah rasa harga diri yang makin menguat (Kartono, 2007). Menarche merupakan kejadian yang biasanya meningkatkan harga diri pada anak perempuan di antara teman-teman sebayanya. Apabila seorang anak perempuan secara psikologis tidak mempersiapkan diri menghadapi menarche, dikarenakan kurangnya informasi mengenai

menarche maka menyebabkan perasaan negatif seperti perasaan cemas apabila menarcheterjadi (Vasta et al., 2004). Kecemasan adalah sebuah respon emosional terhadap penilaian yang terjadi pada individu, namun hal tersebut bergantung dari bagaimana individu mempersepsikan rasa cemasnya, dapat berasal dari stimulasi stresor yang bersumber dari luar (interpersonal) atau dari dalam (interpsikis). Kecemasan merupakan reaksi terhadap ancaman yang berasal dari luar atau konflik di dalam yang merupakan suatu kemampuan emosional yang berhubungan dengan perasaan takut dan respon fisiologi (Nash & Potokar, 2004).Penyebab timbulnya gangguan kecemasan dan depresi pada remaja putri salah satunya adalah menarche (Sudjana, 2015). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di SD Negeri 3 Bantul pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan metode wawancara pada 8 siswi kelas 6 yang dipilih secara acak yang belum mengalami menarche diketahui bahwa ada 5 siswi yang tidak begitu memahami tentang menarche dan tidak tahu sikap yang harus dilakukan ketika mendapatkan menarche. Hal ini terjadi karena siswi tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang reproduksi terutama tentang menstruasi baik dari orang tua terutama ibu dan dari pihak sekolah. Berdasarkan wawancara terhadap wali/guru kelas 6 juga menyatakan bahwa informasi yang diberikan mengenai reproduksi terutama menstruasi pada siswi tidak maksimal karena terkendala dengan waktu/jam pelajaran di sekolah, juga tidak adanya tempat khusus atau wadah berbagi seperti bimbingan konseling dan keputrian.

Guru hanya memberikan informasi sesuai dengan materi yang ada pada buku pelajaran IPA yang tidak begitu membahas secara mendalam mengenai reproduksi terutama menstruasi, sehingga dampaknya adalah pada pengetahuan siswi yang kurang tentang menarche. Berdasarkan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa pada umumnya mereka belajar dan mendapatkan pengetahuan tentang menarche dari ibu, tetapi informasi yang diberikan hanya sekilas mengenai pengertian menarche secara umum dan nasehat-nasehat seperti tidak boleh berdekatan dengan lawan jenis, tidak boleh mengkonsumsi minuman bersoda dan es (dingin) serta harus bisa menjaga diri sehingga timbul rasa takut dan cemas dengan apa yang akan terjadi selama mengalami menarche. Hal inilah yang membuat penulis tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan terhadap Kecemasan Remaja Menghadapi Menarche di SD Negeri 3 Bantul. B. Rumusan Masalah Adakah hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja di sekolah dasar menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul.

2. Tujuan khusus a. Diketahuinya tingkat pengetahuan remaja putri tentang menarche di SD Negeri 3 Bantul. b. Diketahuinya tingkat kecemasan remaja putri dalam menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat penelitan secara teoritis merupakan aplikasi dari ilmu keperawatan anak. Harapannya dapat memberikan manfaat bagi sesama yang bisa diberikan oleh mahasiswa khususnya keperawatan dan institusi kesehatan dalam menghadapi perubahan pada anak dan remaja. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswi Manfaat penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan remaja putri mengenai menarche sehingga akan lebih siap dalam menghadapi menstruasi pertamanya. b. Bagi pihak sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan sebuah kegiatan khusus seperti bimbingan konseling atau keputrian dimana siswi dan guru dapat saling berbagi informasi dan pengetahuan mengenai menarche dan menstruasi.

c. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan dan dapat dikembangkan lagi untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan kecemasan menghadapi menarche. E. Keaslian Penelitian 1. Madina (2011) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri kelas III-V terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche di SD Negeri Mulyorejo I-237 Surabaya. Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sample menggunakan Systemic Random Sampling dengan analisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan sikap positif sebanyak 20 orang (37,0%), pengetahuan baik dengan sikap negative sebanyak 18 orang (33,3%), pengetahuan kurang dengan sikap positif sebanyak 10 orang (18,5%) sedangkan pengetahuan kurang dan negative menghadapi menarche sebanyak 6 orang (11,1%). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja putri terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah dari tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche, teknik sampling yang digunakan purposive sampling, tingkatan kelas yaitu kelas IV-VI dan

perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul. Sedangkan persamaan penelitian ini terletak pada respondennya yaitu siswi sekolah dasar dan jenis penelitiannya. 2. Nastiti, et al., (2013) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan menarche dengan kesiapan siswi kelas V-VI menghadapi menarche di SD Negeri 1 Gedanganak.Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan desain penelitiannya adalah cross-sectional. Tehnik pengambilan data dengan tehnik Total Sampling melalui instrument kuesioner, dengan subyek 31 responden. Uji analisis pada penelitian ini berupa pendeskripsian data secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan siswi yang kurang pengetahuan dan mengatakan tidak siap (73,3%) sedangkan siswi yang memiliki pengetahuan cukup dan siap (26,7%) sehingga dapat diketahui adanya hubungan pengetahuan yang dapat mempengaruhi kesiapan siswi dalam menghadapi menarche. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada desain penelitiannya dan respondennya yaitu siswi sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah dari tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche, teknik sampling yang digunakan purposive sampling, tingkatan kelas yaitu kelas IV-VI dan perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul.

3. Rifrianti (2013) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui tingkat kecemasan siswi kelas VII dalam menghadapi menarche di SMP Warga Surakarta. Penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif dengan populasi siswi kelas VII yang berjumlah 175 siswi dan sampel yang digunakan sebanyak 35 siswi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan siswi kelas VII dalam menghadapi menarche di SMP Warga Surakarta tahun 2013 pada tingkat tidak ada kecemasan sebesar 0%, tingkat kecemasan ringan dialami oleh 8 responden (22,9%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 17 responden (48,6%) dan tingkat kecemasan berat sebanyak 10 responden (28,5%). Persamaan penelitian terletak pada variable kecemasan dalam menghadapi menarche, tetapi perbedaannya terletak pada tingkatan kelas responden, dan perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul.