Deskripsi Keberadaan Kelas dan Siswa Pioneer Oleh Siswa Reguler di Sman X (Studi kasus di SMAN X di Kota Sidoarjo, Jawa Timur)

dokumen-dokumen yang mirip
Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Makna Penggunaan Jilbab di Kalangan Mahasiswi Muslim yang Tidak Berjilbab

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN METODE SQ3R TERHADAP PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN ARTIKEL ILMIAH SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 RANAH PESISIR ARTIKEL ILMIAH

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA NILAI SOSIOLOGI SISWA DI SMA NEGERI I BONJOL KECAMATAN BONJOL KABUPATEN PASAMAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

Oleh : Bambang Hermanto NIM :

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

Konstruksi Sosial Kesenian Dongkrek. (Studi Deskriptif Dalam Paguyuban Dongkrek Krido Sakti Desa Mejayan Kabupaten. Madiun) Oleh : Fitra Hananto

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

ARTIKEL ADE AGUS PUTRA NPM.

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS XI DKV DI SMK NEGERI 4 PADANG JURNAL

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. MAKNA KEMISKINAN (Studi Fenomenologi Pada Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidik Misi Universitas Airlangga)

PERBEDAAN HASIL PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN SMARTPHONE (KASUS : SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 2 PAINAN)

Oleh: Cici Fitri Rahayu* Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER

ARTIKEL E-JOURNAL WURI HANDAYANI NIM Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

ABSTRAK. Kata kunci : Dinamika Interaksi, Interaksi Sosial, Budaya Inklusif, Iklim Sekolah

Kata Kunci: Metode Examples and Examples, Minat Belajar

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

(The Influence of Cooperative Learning Model Type Structured Numbered Heads on Students Learning Result in Excretion System Material)

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI. Agustina Dwi Respati Wahyu Adi Muhtar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG PROSES PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT

BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa

HUBUNGAN GAYA BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 4 PADANG JURNAL

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI DI SMK NEGERI 4 PADANG

Inna Sakinah Manik dan Nurdin Bukit Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Unimed

KONSTRUKSI SOSIAL SUAMI PADA PEKERJAAN ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI LUAR NEGERI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

RIDA BAKTI PRATIWI K

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN DEMAK

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

Sosiologi dan Antropologi

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. (Studi Deskriptif Pada Keluarga Yang Suaminya Tidak Bekerja) SKRIPSI

HUBUNGAN METODE MENGAJAR GURU DAN LINGKUNGAN BELAJAR DI SEKOLAH DENGAN HASIL BELAJAR

JURNAL KORI HARTATI NIM

ABSTRAK. konstruk dilakukan sebelum hipotesis diuji. Analisis one way-anova digunakan

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI POKOK BAHASAN KETENAGAKERJAAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

KERJASAMA GURU BK DAN GURU MATA PELAJARAN DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT E JURNAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UPAYA GURU BK DALAM MENGATASI PESERTA DIDIK YANG UNDER ACHIEVER ARTIKEL. Gusri Defriani NPM :

IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM. (Studi pada sekolah yang berbasis bilingual di SMP Islam Al-Azhar 26 dan MTs Negeri 1 Yogyakarta)

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol. 1, No. 2, September 2013 ISSN:

Evaluasi Program Akselerasi di SMA N 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013. Dwi Astutik Universitas Sebelas Maret

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG

PENINGKATAN AKTIVITAS PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) PADA MATERI SISTEM EKSKRESI DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 4 KISARAN T.P.

Oleh: Eldawati. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACK

Economic Education Analysis Journal

KONSTRUKSI SOSIAL MEMBACA BUKU PERPUSTAKAAN DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN 2014/2015. Bayu Aji Kurniawan

PERUBAHAN IDENTITAS ORGANISASI PADA BANGUN ARTA GROUP SKRIPSI

Penggunaan Media Tiruan Untuk Meningkatkan Keterampilan dan Pemahaman Siswa Friska Eris Novitasari,Titin Kartini Abstrak:

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA FENOMENA PENGGUNAAN BEHEL GIGI SEBAGAI SIMBOL DALAM PROSES INTERAKSI SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI PERKOTAAN

HUBUNGAN LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA JURNAL. Oleh YSIYAR JAYANTRI CUT ROHANI LOLIYANA

Implementasi Model Pembelajaran... (Iqbal Wahyu Perdana) 1

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SRT (SEARCH, REWRITE, TEST) SISWA KELAS VIII MTsN KURANJI PADANG JURNAL ILMIAH

KONSTRUKSI SOSIAL TATTOO ARTIST : STUDI KASUS PADA STUDIO TATO DI LEGIAN, KUTA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG

Miftahul Jannah Karya Ilmiah 8 Desember 2014

PERSEPSI SISWA TERHADAP PROGRAM SEKOLAH AMAN BENCANA (SAB) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA DI SMP N 2 TABANAN TAHUN

Key Words : Reading Comprehension, Answer the Questions

INFLUENCE OF GIVING INFORMATION SERVICE ABOUT RAISING SELF-CONFIDENT AT STUDENTS IN CLASS XI IPA STATED-OWNED SENIOR HIGH SCHOOL 2 PEKANBARU 2014/2015

BAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI. karena semua faktor yang ada didalam maupun di luar masyarakat. Perubahan

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH DAN MOTIVASI DENGAN PRESTASI BELAJAR

Abstrak. Kata kunci :Eksperimen Inkuiri, Eksperimen Verifikasi, Tingkat Keaktifan, Hasil Belajar.

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL (FACEBOOK) SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI

Keywords: Constraints Teacher, Media, Learning History PENDAHULUAN

Oleh: Else Ervina, Buchori Asyik*, Dedy Mizwar** ABSTRACT

PERSEPSI TENTANG JAM PELAJARAN TAMBAHAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS UNGGULAN DAN REGULER

2 Eksternal a. Faktor Keluarga 77,62% Tinggi b. Faktor Sekolah 78,45% Tinggi c. Faktor Masyarakat 78,01% Tinggi Rata-rata 78,03% Tinggi

SKRIPSI. Disusun Oleh : Alboin Leonard PS D

KUASA HUKUM Alvon Kurnia Palma, S.H., dkk, yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan.

HUBUNGAN MINAT BACA DAN LINGKUNGAN BELAJAR DI SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYALURAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

PENGGUNAAN METOE TANYA JAWAB DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PERBANDINGAN TINGKAT KEBUGARAN JASMANI ANTARA SISWA PROGRAM IPA DAN SISWA PROGRAM IPS KELAS XII DI SMA NEGERI 1 LAMONGAN

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA (Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMP N 12 Padang)

PENGGUNAAN MEDIA PREZI DESKTOP FOREVER UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI DI SMA NEGERI 1 SUNGAI APIT

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACAKAN PUISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

KEEFEKTIFAN PENERAPAN STRATEGI SKIMMING TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SUNGAI GERINGGING KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Persepsi Warga Sekolah tentang Program Percepatan Belajar 1 Albertus Suwarto, Ishartiwi

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE INKUIRI DI KELAS VI SD NEGERI 30 SUNGAI NANAM KABUPATEN SOLOK

Peningkatan Aktifitas Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Jigsaw

KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL ANGGOTA MULTI LEVEL MARKETING FASHION DI KOTA JEMBER

Transkripsi:

Deskripsi Keberadaan Kelas dan Siswa Pioneer Oleh Siswa Reguler di Sman X (Studi kasus di SMAN X di Kota Sidoarjo, Jawa Timur) Oleh: Tania Wahyu Sadati NIM: 071014054 Program Studi Sosiologi Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Semester Genap/Tahun 2013/2014 Abstrak Keberadaan kelas khusus di salah satu SMAN menarik untuk dilakukan penelitian dikarenakan kelas khusus yang dibentuk oleh pihak sekolah ini berbeda dengan kelas khusus yang ada di sekolah pada umumnya. Kelas khusus yang ada di sekolah ini diberi nama kelas pioneer. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab fokus penelitian yaitu : Bagaimana Deskripsi keberadaan kelas dan siswa pioneer oleh siswa reguler di SMAN X. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Luckman, tentang konstruksi sosial. Terdapat 3 tahap terbentuknya konstruksi yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pemilihan informan mengunakan teknik snowball, dimana peneliti memiliki satu informan kunci yang kemudian memberikan informasi untuk informan selanjutnya. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan-temuan utama yang merupakan deskripsi dari siswa reguler terhadap keberadaan kelas dan siswa pioneer di SMAN X. Pertama, kelas pioneer sebagai bentuk diskriminasi yang diberikan oleh pihak sekolah. Kedua, kelas pioneer ini menjadi penyebab munculnya disintegrasi di antara siswa nya. Ketiga, kelas pioneer tidak menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas dan prestasi siswa. Kata kunci: Konstruksi, Pendidikan, Kelas Pioneer, dan Kelas Khusus.

Abstract The existence of a special class at one of the exciting research done for SMAN due to special classes are formed by the school is different from the existing special classes at school in General. Special classes in the school is named after the pioneer class. This research was conducted to answer a research focus, namely: how the existence of a class Description and the pioneer students by regular students at X High School. This research uses theories of social construction of Peter l. Berger and Luckman, about social construction. There are three stages of formation of the externalization of construction, objectivation and internalization. Research methods used in this research is descriptive qualitative approach method of Phenomenology. The selection techniques of informants using techniques of snowball, where researchers have one key informant who gave information to the informant further. This research resulted in some of the main findings was the description of regular students to the existence of classes and students at pioneer X Hish School. First, the pioneer class as a form of discrimination is provided by the school. Second, the pioneer class became the cause of disintegration among his students. Third, the pioneer class not to be an effective way to increase quality and student achievement. Keywords: Construction, Education, Class and Special Class Pioneer. Pendahuluan Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara sebagaimana diatur di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang bebunyi : setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan juga menjadi tujuan Negara untuk mencerdaskan rakyatnya sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada aliena keempat, yaitu : (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umun, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Merujuk pada tujuan negara tersebut, sehingga pihak pihak yang terkait di dalamnya berkewajiban untuk memberikan fasilitas dan akses yang sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan terbagi kedalam tiga kategori yaitu pendidikan formal, non-formal, dan informal. Negara seharusnya memberikan jaminan kepada setiap individu untuk mendapatkan pendidikan yang setara tanpa adanya pembedaan selain dikarenakan alasan tertentu seperti keterbatasan fisik atau mental dari peserta didiknya. Indonesia pernah menerapkan sistim pendidikan dengan memberlakukan sistim RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dan SBI (Sekolah Standar Internasional) di mana sistim pembelajaran dari kedua bentuk sekolah tersebut berbeda dengan sekolah reguler lainnya. Perbedaan ini terletak mulai dari kurikulum yang diajarkan, bahasa pengantar yang digunakan, buku pelajaran, jumlah siswa per kelas, dan biaya pendidikan yang dibebankan pada wali murid.

Sekolah RSBI dan SBI ini semula diharapkan menjadi sebuah trobosan baru dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, namun dalam perjalanannya terjadi banyak sekali penyimpangan yang dilakukan. Beberapa sekolah berlabel RSBI atau SBI seringkali menaikan tarif pendidikan bagi siswa yang ingin masuk ke sekolah yang berlabel internasional tersebut. Dalam hal ini sekolah yang memiliki label RSBI dan SBI seolah olah hanya diperuntukkan bagi mereka yang berduit. Hal inilah yang menjadi dasar dari munculnya surat edaran Mendikbud No. 017/MPK/SE/2013 tentang kebijakan transisi RSBI. Di mana surat edaran ini merupakan surat pembatalan dari Undang Undang No. 50 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. 1 Mengenai pembubaran sekolah RSBI maupun SBI yang dianggap tidak sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia. Sistim pendidikan di RSBI maupun SBI dianggap tidak sesuai dengan apa yang menjadi cita cita dari bangsa Indonesia yaitu memberikan kesetaraan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Salah satunya yaitu bahasa pengantar yang digunakan dalam kelas kelas RSBI ini. Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar, padahal bahasa nasional dari bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Selain itu, untuk dapat masuk ke kelas kelas RSBI, siswa juga dikenakan biaya pendidikan yang 1 http://www.antaranews.com/berita/352071/ mk-batalkan-aturan-sekolah-bertarafinternasional (diakses Tgl. 1 April 2014) relatif lebih mahal jika dibandingan dengan kelas reguler. Dengan dibubarkannya sekolah sekolah RSBI maupun SBI ini diharapkan sistim pendidikan di Indonesia dapat kembali ke prinsip awal yaitu pendidikan merupakan hak setiap orang. Jika melihat dari kegagalan penerapan sistim pendidikan yang memberikan perlakuan berbeda atau istimewa kepada peserta didik, seharusnya menjadi pelajaran bagi semua institusi pendidikan terkait agar tidak lagi menerapkan sistim pendidikan yang serupa. Meskipun pada realitas di lapangan masih ditemui sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji lebih dalam yang ditemukan di salah satu sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kota Sidoarjo. SMAN X ini memberlakukan dua model kelas yaitu kelas pioneer dan kelas reguler sejak tahun ajaran 2011 2012. Kelas pioneer yang dimaksud adalah kelas yang secara khusus dibentuk oleh sekolah dengan kelengkapan fasilitas fisik yang lebih baik. Sedangkan kelas reguler adalah kelas yang secara fisik hanya dilengkapi dengan fasilitas standart. Pembedaan yang diberikan oleh pihak sekolah ini hanya berdasarkan dari kemampuan secara finansial dari wali murid yang menginginkan anaknya masuk ke kelas pioneer. Kelas pioneer ini pada awalnya hanya diperuntukkan bagi siswa mutasi yang ada di SMAN X. Namun setelah memasuki semester II tahun ajaran 2011/2012 sekolah membuka kesempatan bagi semua siswa yang ingin masuk ke kelas pioneer ini dengan ketentuan biaya SPP yang dibebankan kepada siswa lebih mahal daripada siswa kelas reguler. Keberadaan kelas pioneer di SMAN X ini

memberikan perubahan suasana belajar yang tidak kondusif bagi pada siswa yang ada di SMAN X. Dari fenomena tersebut maka fokus pada penelitian ini adalah : (1) Bagaimana deskripsi keberadaan kelas dan siswa pioneer oleh siswa reguler, (2) Bagaimana prestasi belajar yang diperoleh siswa di SMAN X. Kajian Teori dan Metode Penelitian Kajian Teori Penelitian ini menggunakan teori Konstruksi Sosial dari Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori konstruksi sosial digunakan untuk mengetahui proses pemberian deskripsi keberadaan kelas dan siswa pioneer oleh siswa reguler. Menurut Peter L. Berger 2 dalam buku tafsir sosial atas kenyataan dijelaskan bahwa untuk memahami sebuah konstruksi yang ada di dalam masyarakat maka perlu diadakan sebuah proses dialektika secara simultan dan telah melembaga serta memiliki legitimasi di dalam masyarakat. Kenyataan sosial lebih diterima sebagai kenyataan ganda daripada hanya sebagai kenyataan tunggal. Manusia memiliki dimensi subyektif dan objektif. Berger memandang manusia sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk dari masyarakat sehingga menghasilkan sebuah proses dialektika yang menghasilkan tesa-antitesa-sintesa yang berlangsung secara terus menerus sehingga menghasilkan tesa baru, antitesa baru, sintesa baru dan begitu seterusnya. 1. Eksternalisasi 2 Peter L. Berger dan Thomas Luckaman. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Jakrta LP3ES : xx Yaitu : proses penyesuaian diri dengan keadaan sosio-kultural sebagai produk manusia. Misalnya, siswa-siswa yang berada di kelas reguler akan melakukan penyesuaian diri dengan situasi sosial dan kultur yang ada di dalam kondisi kelompok tersebut. Seperti cara mereka bekerjasama, berkompetisi dan dalam hal pergaulan. Begitu pula yang dilakukan siswa yang berada di kelas pioneer, mereka akan melakukan penyesuaian dengan situasi yang ada di dalam kelompoknya yang pasti bebeda dengan apa yang ada di situasi kelompok kelas reguler. Maka cara penyesuain yang dilakukan oleh kedua kelompok ini akan berbeda pula. 2. Objektivasi Yaitu : proses interaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami instansional. Misalnya, siswa yang telah melalui proses penyesuaian dengan situasi sosial dan kutural yang ada, maka penyesuaian tersebut akan menghasilkan sebuah tindakantindakan yang dilakukannya secara terus menerus dan akan membentuk sebuah pola perilaku dari kelompok tersebut yang kemudian akan melembaga dan mendapatkan legitimasi dari anggota kelompok tersebut. 3. Internalisasi Yaitu : proses individu mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Misalnya, siswa yang telah melalui tahap objektivasi, maka siswa akan mengidentifikasikan dirinya sesuai dengan apa yang dilihat dan dipelajari dalam kelompoknya.

Seperti ketika akan meminjam buku, maka siswa reguler akan memilih untuk meminjam buku dari siswa kelas reguler juga karena mereka telah mempelajari pola yang sedemikian itu. Begitu pula sebaliknya dengan siswa pioneer yang ketika akan meminjam buku mereka juga akan memilih untuk meminjam buku pada teman sesama kelas pioneer. Hal ini muncul dikarenakan adanya rasa sama di antara anggota kelompok tersebut. Untuk memudahkan melakukan analisis dari teori diatas, maka dibuatlah kerangka konseptual dan analisis di bawah ini : Struktur Makro (Lingkungan Sekolah) Aktor Struktur Realitas Aktor Aktor Struktur Makro (Lingkungan Sekolah) Eksternalisasi Objektivikasi Internalisasi Konstruksi Sosial Gambar : Kerangaka konseptual dan kerangka analisis Metode Penelitian Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif, studi ini bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci berbagai data yang didapatkan dari para informan. Lokasi penelitian yang dipilih adalah salah satu SMAN favorit di Kota Sidoarjo. Pemilihan lokasi didasarkan pada penemuan fenomena kelas khusus di sekolah tersebut. Dalam studi ini, pemilihan informan menggunakan teknik snowball sampling. Kriteria informan yang dimaksudkan adalah siswa reguler kelas XII di SMAN X. Jumlah informan dalam studi ini adalah tujuh orang. Studi ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Data yang didapatkan kemudian dianalisa menggunakan teknik analsis data oleh Huberman dan Miles yang terdiri atas tiga hal, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pembahasan Kelas pioneer merupakan kelas khusus yang dibentuk oleh pihak sekolah semenjak tahun ajaran 2011/2012. Pada awalnya sekolah membentuk kelas pioneer ini untuk siswa mutasi yang ada di SMAN X

namun semenjak semester II tahun ajaran 2011/2012 sekolah mebuka kelas pioneer ini bagi semua siswa yang ingin masuk ke kelas pioneer. Sekolah tidak memberikan pesyaratan khusus secara akademik bagi siswa yang ingin masuk ke kelas pioneer. Siswa yang ingin masuk kelas pioneer hanya perlu membayar biaya SPP yang lebih mahal, tanpa perlu melalui kualifikasi baik berupa tes ataupun standart nilai tertentu. Perbedaan biaya SPP tersebut dikarenakan sekolah memberikan fasilitas yang berbeda untuk kelas pioneer dan reguler. Adapun perbedaan fasilitas yang diberikan oleh pihak sekolah dan besarnya biaya SPP yang dibebankan kepada para siswa akan disajikan pada tabel berikut : Tabel 1 Fasilitas Penunjang Dan Biaya SPP Pada Semester I TA 2011-2012 Fasilitas Kelas SPP Regular Pioneer Reguler Pioneer Fasilitas di Meja kayu dalam kelas Kursi kayu Kipas angin Papan tulis white board Speaker Jendela Meja besi Kursi besi AC Papan tulis white board Speaker Gorden Tralis jendela LCD Proyektor Rp 150.000,-/ bulan Fasilitas kurikulum Buku Ajar Tenaga Pengajar Sumber : Hasil wawancara dengan informan utama dan pendukung Rp 250.000,-/ bulan

Tabel 2 Fasilitas Penunjang Dan Biaya SPP Pada Semester II TA 2011 - Sekarang Fasilitas SPP Fasilitas Regular Pioneer Reguler Pioneer Fasilitas di Meja kayu dalam kelas Kursi kayu AC Papan tulis white board Speaker Jendela Meja besi Kursi besi AC Papan tulis white board Speaker Gorden Tralis jendela LCD Proyektor Rp 175.000,-/ bulan Fasilitas kurikulum Buku Ajar Tenaga Pengajar Sumber : Hasil wawancara dengan informan utama dan pendukung Rp 250.000,-/ bulan Keberadaan kelas pioneer di SMAN X ini memberikan perubahan situasi dan kondisi belajar mengajar yang ada di sekolah tersebut. Sebelum adanya kelas pioneer, gap yang ada di antara siswa tidak terlalu tampak sedangkan setelah adanya kelas pioneer ini gap tersebut terlihat secara jelas dan dirasakan oleh kedua kelompok siswa (reguler dan pioneer). Suasana belajar yang tidak kondusif inilah yang harus dihindari oleh pihak sekolah. Pihak sekolah harus memperhitungkan dampak yang akan dimunculkan dari penetapan kebijakkan pembentukan kelas pioneer ini. Keberadaan kelas pioneer ini dianggap oleh siswa reguler sebagai salah satu bentuk diskriminasi yang diberikan oleh pihak sekolah. Selain itu, keberadaan kelas pioneer ini juga memicu munculnya gap/pemisahan dalam interaksi di antara siswa yang ada. Siswa cenderung berkelompok dengan siswa yang berasal dari kelas yang sama dengan kata lain, telah terjadi disintegrasi di antara siswa SMAN X. Selain itu, kompetisi yang terjadi di antara kedua kelompok siswa terjadi dengan cara yang negative. Kompetisi terlihat dari adanya cara-cara curang yang dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok untuk menjatuhkan satu sama lain, tidak adanya komunikasi yang baik di antara kedua kelompok siswa tersebut. Semua informan yang ada pada penelitian ini memilih untuk masuk ke kelas reguler dikarenakan mereka tidak menemukan adanya perbedaan kualitas belajar yang akan mereka terima ketika mereka masuk ke kelas pioneer. Selain itu, siswa juga beralasan dengan masuk ke kelas pioneer maka interaksi mereka akan lebih terbatasi.

Deskripsi Keberadaan Kelas dan Siswa Pioneer Di SMAN X Eksternalisasi Sebagai Proses Awal Pengetahuan dan Pemahaman Keberadaan Kelas Pioneer Proses awal yang dilalui oleh aktor dalam hal ini adalah siswa reguler yaitu tahap eksternalisasi. Pada tahap ini aktor (siswa reguler) menerima pemahaman yang didapatkan dari lingkungan atau masyarakat yang memberikan pemahaman akan realitas kelas pioneer tersebut. Sejak awal pembentukannya, kelas pioneer ini telah menerima banyak sekali penolakan dari siswa yang ada di SMAN X. Bentuk dari penolakan ini mulai dari siswa yang sering melakukan kekerasan verbal berupa olokan, ejekan, ataupun sindiran yang diberikan kepada siswa pioneer. Objektivasi Sebagai Proses Aktor (Siswa Reguler) Behadapan Langsung Dengan Fenomena Keberadaan Kelas Pioneer. Setalah melalui tahap eksternalisasi yaitu aktor telah menerima pengetahuan dan pemahaman yang berasal dari masyarakat. Aktor berada pada tahap objektivasi. Dalam tahap ini aktor mulai memiliki ruang untuk memberikan kritik terhadap pemahaman yang telah diterima sebelumnya. Pada tahap ini aktor mulai menjadi bagian dari pembentukan pemahaman mengenai keberadaan kelas pioneer. Dengan berhadapaan langsung dengan realitas yang ada, aktor memiliki kesempatan untuk membenarkan pemahaman yang telah diterima sebelumnya ataupun menolak pemahaman yang telah diterimanya. Internalisasi Sebagai Proses Identifikasi Diri Masing-masing siswa pada tahap ini telah melakukan identifikasi diri sebagai anggota kelompok siswa reguler yang menolak pembentukan kelas pioneer di SMAN X. Bentuk penolakan yang dilakukan oleh para informan berbeda-beda ada yang secara terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya kepada pihak guru meskipun informan tersebut hanya menggutarakan ketidaksetujuannya melalui bahasa lisan. Dari ketiga tahapan yang telah dilalui oleh siswa reguler, kebanyakan dari mereka memiliki pemahaman tersendiri dari keberadaan kelas dan siswa pioneer di SMAN X. Siswa reguler pada dasarnya tidak setuju apabila yang menjadi dasar dari klasifikasi siswa hanya kemampuan secara finansial dari orang tua mereka karena hal inilah yang menjadi dasar dari terciptanya kondisi sekolah yang tidak lagi kondusif. Prestasi Belajar Siswa yang Ada di Sman X Pembedaan pemberian fasilitas belajar yang diberikan oleh pihak sekolah kepada kedua kelompok siswa di SMAN X tidak mempengaruhi hasil prestasi belajar dari siswanya. Siswa kelas pioneer yang mendapatkan fasilitas lebih baik tidak mampu memberikan capaian prestasi akademik yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa reguler. Tidak adanya perbedaan hasil belajar di antara kedua kelompok siswa ini dilihat dari penempatan siswa berprestasi secara pararel dikedua jurusan yang ada di SMAN X di dominasi oleh siswa

reguler, meskipun untuk siswa pioneer yang ada pada jurusan IPS cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik tetapi perbedaan tersebut tidak terlihat begitu menonjol. Untuk jurusan IPA siswa reguler memperoleh prestasi akademik yang lebih baik. Tidak adanya perbedaan capaian prestasi akademik yang diperoleh para siswa di SMAN X menunjukkan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh sekolah dengan membentuk kelas pioneer tidak tepat jika yang diinginkan sekolah adalah perbaikan mutu kualitas belajar. Selain prestasi akademik, siswa reguler juga lebih aktif dalam kegiatan non-akademik di sekolah seperti kegiatan OSIS dan kegiatan ekstrakulikuler yang ada di SMAN X. Data dilapangan menujukkan bahwa siswa yang mengikuti OSIS di SMAN X mayoritas adalah siswa reguler sedangkan siswa pioneer lebih bersikap pasif dan cenderung mengikuti dinamika yang ada di sekolah. Hal inilah yang kemudian membentuk kesan eksklusif pada siswa pioneer itu sendiri. Kesan eksklusif ini tidak hanya dirasakan oleh siswa reguler saja, tetapi siswa pioneer pun mengakui bahwa mereka memang lebih membatasi diri dalam bergaul. Setelah melalui dua tahap sebelumnya, aktor (siswa reguler) memasuki tahap akhir dari satu rangkaian proses dialektika yaitu tahap internalisasi. Pada tahap ini masing-masing aktor yang telah memiliki pemahaman baik dari luar (intersubjektif) maupun dari diri sendiri (subjektifitas) kembali melakukan peresapan akan nilai-nilai yang terkandung di dalam realitas yang ada sebagai suatu pemahaman objektif dan mengidentifikasikan ke dalam dirinya sebagai realitas subjektif. Kesimpulan Deskripsi yang diberikan oleh siswa reguler terhadap keberadaan kelas dan siswa pioneer merupakan hasil dari ketiga tahapan yang telah dilalui oleh informan sehingga mereka dapat memberikan gambaran mengenai keberadaan kelas pioneer di mana keberadaan kelas pioneer bukan menjadi alternatif yang baik jika sekolah memang menginginkan perbaikan kualitas belajar yang ada pada siswanya. Keberadaan kelas pioneer ini justru menimbulkan perubahan kondisi belajar mengajar yang tidak kondusif. Selain itu keberadaan kelas pioneer ini juga merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang diberikan sekolah kepada siswa yang ada di SMAN X, sehingga di antara siswa muncul gap serta perilaku perilaku yang seharusnya dapat dimininalkan seperti adanya kompetisi yang tidak sehat, pembatasan interaksi antar siswa, rasa iri di antara siswa dan perilaku negatif lainnya. Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan formal seharusnya memberikan kesempatan belajar yang sama dan setara bagi semua peserta didiknya bukan memberikan perlakuan yang lebih istimewa untuk salah satu kelompok siswa hanya dikarenakan kemampuan finansial dari siswa tersebut. Daftar Pustaka Buku Berger & Luckmann. (1990) Dalam Tafsir Sosial atas Kenyataan: sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.

Craib, Ian. (1990) Teori-teori Sosial Modern: Dari Parson sampai Habermas. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Koentjaraningrat. (1994) Metodemetode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Poloma, Margaret. (2003) Sosiologi Kontemporer: Memahami Kembali Sosiologi: Kritik Terhadap Teori Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajakrafind Persada. Ritzer, George & Douglas J. Goodman. (2008) Teori Sosial Modern. Jakarta: Kencana. Wirawan, I.B. (2012) Teori-Teor Sosial Dalam Tiga Paradigma.Jakarta: Kencana. Jurnal dan Artikel Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Ridaul Inayah, Trisno Martono, Heri Sawiji. Pengaruh Kompetensi Guru, Motivasi Belajar Siswa, dan Fasilitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas http://nasional.sindonews.co m/read/2013/01/09/16/70513 8/dihapusnya-rsbi http://www.antaranews.com/b erita/352071/mk-batalkanaturan-sekolah-bertarafinternasional Skripsi Kurnia, Anny. (2006) Interaksi Sosial Siswa Yang Tersegregasi Di SMPN 1 Dan SMA 5 Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga.