BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi data, analisis ini dilakukan dengan melihat nilai maksimum, minimum, mean, dan standar deviasi suatu data. Hasil analisis deskriptif ini menggunakan aplikasi SPSS 21. Variabel yang diteliti yaitu nilai perusahaan, investment opportunity set, dividend payout ratio, cash holding dan intellectual capital. Data yang diamati adalah perusahan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan jumlah sampel 9 (Sembilan) perusahaan yang diteliti selama 5 (lima) tahun, sehingga didapat sampel sebanyak 45 (N=45). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS 21 diperoleh hasil uji deskriptif sebagai berikut. Tabel 4.1 Analisis Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation NILAI_PERUSAHAAN 45.1404 5.6105 1.774739 1.2655098 IOS 45.7087 8.3056 3.204256 1.9010710 DPR 45.1500.7267.428867.1558310 CASH_HOLDING 45 16382100860 16200470000 46072110005 42761796289 1.0000 000.0000 28.820000 80.3910000 VAIC 45 2.1719 15.0589 6.167494 2.8990670 Valid N (listwise) 45 Sumber data : Output SPSS 1. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan. Nilai perusahaan diukur dengan rasio Tobin s Q, semakin tinggi nilai Tobins Q maka perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang lebih baik. Nilai 49
50 Tobin s Q diatas 1 (satu) menunjukan bahwa investasi atas aset untuk menghasilkan laba yang memberikan nilai lebih tinggi dari pengeluaran investasi untuk merangsang investasi yang baru. Berdasarkan output data diatas menunjukan bahwa nilai perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ada yang masih sangat kecil jauh dibawah 1(satu) dengan nilai minimal 0,1404 oleh PT Adhi Karya Tbk. Berarti menunjukan masih ada perusahaan yang belum mampu memberikan keuntungan atau kekayaan maksimal terhadap investornya. Disisi lain nilai perusahaan BUMN yang terbesar dengan nilai maksimal 5.6105 oleh PT Bukit Asam Tbk, hal ini menunjukan bahwa perusahaan tersebut mampu memberikan persepsi positif terhadap investor dan mampu memberikan kemakmuran terhadap pemegang sahamnya. Rata-rata nilai perusahaan adalah 1,775, sehingga menunjukan secara keseluruhan nilai perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mampu memberikan persepsi baik dan memberikan kemakmuran terhadap pemilik sahamnya. Lebih lanjut, standard deviasi sebesar 1,2655 yang lebih kecil dari rata rata menunjukan bahwa data cukup mewakili populasi dan menjadikan sampel ini baik untuk dilakukan analisis data berikutnya. 2. Investment opportunity set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi dari aset yang dimiliki sekarang dengan opsi investasi di masa yang akan datang. Semakin tinggi nilai IOS menunjukan pertumbuhan nilai sahamnya semakin tinggi. Berdasarkan output data diatas, nilai minimal IOS adalah 0,7087 oleh PT Kimia Farma Tbk yang
51 berada dibawah 1 (satu) hal ini menunjukan bahwa masih ada perusahaan yang memiliki pertumbuhan nilai saham yang rendah. Kemudian Nilai maksimal sebesar 8,3056 oleh PT Bukit Asam Tbk yang menunjukan bahwa ada perusahaan yang memiliki pertumbuhan nilai saham tinggi. Secara keseluruhan nilai IOS cukup tinggi dengan nilai rata-rata 3,204 yang menunjukan bahwa perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki pertumbuhan perusahaan dimasa akan datang yang tinggi. Kemudian standard deviasi sebesar 1,9011 yang berada dibawah rata-rata menunjukan sampel ini sangat baik untuk dianalisis lebih lanjut karena telah mewakili populasi. 3. Dividend payout ratio merupakan persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas. Berdasarkan output data menunjukan bahwa ada perusahaan yang memiliki DPR kecil dengan nilai minimal 0,15 oleh PT Kimia Farma Tbk ini menunjukan bahwa ada perusahaan membagikan persetase laba atas kas yang diterima investor sebesar 15%. Perusahaan seperti ini berati memilih membagikan dividen dengan persentase 15% dan sisanya disimpan sebagai laba ditahan. DPR terbesar dengan nilai maksimal senilai 0,7267 oleh PT Telkom Tbk yang menunjukan bahwa persentase laba yang diterima investor sebesar 72,67%. Secara keseluruhan perusahan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia membayarkan dividen dengan rata-rata 0,429 atau perusahaan membagikan kas sebesar 42.9% atas laba yang diperoleh.
52 Lebih lanjut, standard deviasi sebesar 0.1558 yang berada dibawah ratarata menunjukan bahwa sampel cukup mewakili populasi. 4. cash holding adalah jumlah kepemilikan kas yang dimiliki perusahaan. Nilai minimal sebesar 163.821.008.601 oleh PT Kimia Farma Tbk, berarti ada perusahaan dengan dana senilai 163 miliar rupiah untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Kemudian nilai maksimal sebesar 16.200.470.000.000 oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang menunjukan bahwa dana yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional perusahaan cukup besar yaitu senilai 16,2 triliun. Secara keseluruhan nilai cash holding perusahaan BUMN dengan rata-rata senilai 4.607.211.000.528,820 rupiah yang menunjukan bahwa perusahaan BUMN memiliki kas dan setara kas senilai 4,6 triliun rupiah sebagai dana untuk kegiatan operasionalnya. Lebih lanjut, standar deviasi sebesar 4.276.179.628.980,3910 yang berada dibawah rata-rata menunjukan bahwa sampel data telah cukup mewakili populasi. 5. Intellectual capital adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai tambah. Nilai minimal sebesar 2.1719 oleh PT Kimia Farma Tbk, menunjukan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah atas asset yang dimiliki adalah sebesar 2.1719 semakin tinggi nilai VAIC maka kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah (value added) juga semakin tinggi. Sedangkan nilai maksimal sebesar 15,0589 oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk, menunjukan bahwa ada perusahaan yang memiliki value
53 added tinggi. Secara keseluruhan Perusahaan BUMN memiliki nilai VAIC dengan rata-rata sebesar 6.167494. kemudian standard deviasi sebesar 2.8990670 menunjukan bahwa sampel data telah cukup mewakili populasi untuk dilakukan analisis beriktunya. B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Normalitas data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Uji Normalitas data digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Data yang baik adalah data yang berdistribusi normal. Berikut ini adalah hasil uji one-sample kolmogorov-simonov test. Tabel 4.2 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N 45 Normal Parameters a,b Std..29892737 Mean.0000000 Deviation Absolute.086 Most Extreme Positive.086 Differences Negative -.086 Kolmogorov-Smirnov Z.580 Asymp. Sig. (2-tailed).890 Sumber data : Output SPSS Dasar dalam pengambilan keputusan adalah jika 2-tailed > 0,05, maka model regresi memenuhi asumsi. Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0.580 dan signifikan pada 0.890. nilai signifikan
54 yang jauh lebih besar dari 0,05 yang berarti menunjukan bahwa data terdistribusi secara normal. Berdsarkan asumsi ini maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.. Multikolinearitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai Tolerance < 0.10 atau nilai VIF 10. Hasil multikolonieritas dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut : Model Tabel 4.3 Hasil Uji Multikololonieritas Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics 1 B Std. Error Beta Toleran ce VIF (Constant).256.181 1.413.165 IOS.682.033 1.024 20.361.000.551 1.815 DPR.384.502.047.765.449.365 2.743 CASH_HOLDING 1.648E-.000.219 3.427.001.342 2.928 013 VAIC -.183.023 -.420-7.988.000.505 1.980 Sumber data : Output SPSS Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi
55 antara variabel independen. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukan rasio yang sama, tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. Dari hasil pengujian dan tabel 4.3 diatas, terlihat bahwa : a. Variabel investment opportunity set (IOS) tidak ditemukan masalah multikolonieritas, karena angka tolerance sebesar 0,551 dan angka VIF sebesar 1,815 < 10. b. Variabel dividend payout ratio (DPR) tidak ditemukan masalah multikolonieritas, karena angka tolerance sebesar 0.365 dan angka VIF sebesar 0,743 < 10. c. Variabel cash holding (CASH) tidak ditemukan masalah multikolonieritas, karena angka tolerance sebesar 0,342 dan angka VIF sebesar 2,928 < 10. d. Variabel Intellectual capital (VAIC) tidak ditemukan masalah multikolonieritas, karena angka tolerance sebesar 0.342 dan angka VIF sebesar 1.980 < 10. 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dapat dilihat melalui grafik scatterplot apabila titiktitik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji regresi pada penelitian ini grafik scatterplot pada model penelitian menggambarkan titik-titik yang menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Berikut ini merupakan hasil dari
56 pengujian heteroskedastiditas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana SUMBU Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediks Y sesungguhnya). Dasar analisisnya adalah: a. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemdian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, sertai titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 (sumbu origin) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber data : Output SPSS
57 Berdasarkan data grafik scatterplot di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. 4. Uji autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan di mana terjadinya korelasi antara residual pada satu pengamatan dengan dengan pengamatan lain pada model regresi. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi. Untuk menguji Autokorelasi digunakan dengan uji Durbin Waston (DW test). Menurut Santoso (2014) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dilakukan dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : a. Angka Durbin Watson dibawah -2, dikatakan ada autokorelasi positif. b. Angka Durbin Watson diantara -2 sampai +2, dikatakan tidak ada autokorelasi. c. Angka Durbin Watson diatas +2, dikatakan ada autokorelasi negatif Tabel 4.4 Uji Durbin-Waston Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1.972 a.944.939.3135177 1.079 a. Predictors: (Constant), VAIC, DPR, IOS, CASH_HOLDING b. Dependent Variable: NILAI_PERUSAHAAN Sumber data : Output SPSS
58 Hasil Tabel 4.4 menunjukan bahwa nilai DW pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 1,079 (diantara -2 sampai 2). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi antara variabel investment opportunity set, dividend payout ratio, cash holding, intellectual capital dengan variabel Nilai perusahaan. Untuk memperkuat ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan uji Runs Test dengan hasil uji sebagai berikut. Tabel 4.5 Uji Runs Test Runs Test Unstandardiz ed Residual Test Value a -.02637 Cases < Test Value 22 Cases >= Test 23 Value Total Cases 45 Number of Runs 20 Z -.902 Asymp. Sig. (2-.367 tailed) a. Median Sumber data : Output SPSS Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukan bahwa nilai tes adalah -0,02637 dengan probabilitas pada 0,367. Nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (0,367 > 0,05) menunjukan bahwa residual adalah random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. Sehingga disimpulkan bahwa Penelitian ini tidak terjadi autokorelasi antar residual.
59 C. Uji Kesesuaian Model 1. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Nilai R 2 terletak antara 0 sampai dengan 1 (0 R 2 1). Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1.972 a.944.939.3135 Sumber data : Output SPSS Bersarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa besarnya koefiien korelasi (R) = 0,972 yang menunjukan bahwa derajat hubungan korelasi antara variabel independen dan variabel dependen sebesar 97,2 % artinya Nilai perusahaan mempunyai hubungan yang kuat dengan variabel independen yaitu Investment opportunity set, Dividend payout ratio, Cash holding dan Intellectual capital. Kemudian besarnya adjused R 2 diperoleh sebesar 0,939. Hal ini berarti 93,9% atas variabel dependen yaitu nilai perusahaan dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yaitu Investment opportunity set, Dividend payout ratio, Cash holding dan Intellectual capital. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan variabel independen dalam dalam menjelaskan variabel independen adalah tinggi dan sisanya 6,1% (100-93,9%) dipengaruhi oleh factor lain yang tidak termasuk dalam model regresi.
60 2. Uji F (F-Test) Uji kesesuaian model digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen dengan tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 0.05. Apabila tingkat signifikansi uji F lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen, dan jika tingkat signifikansi uji F lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji F dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Uji F ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 66.535 4 16.634 169.225.000 b 1 Residual 3.932 40.098 Total 70.467 44 a. Dependent Variable: NILAI_PERUSAHAAN b. Predictors: (Constant), VAIC, DPR, IOS, CASH_HOLDING Sumber data : Output SPSS Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai F hitung sebesar 169.225 dengan probabilitas 0.000. karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Nilai perusahaan (Tobins Q) atau dapat dikatakan bahwa. Investment opportunity set (IOS), dividend payout ratio (DPR), cash holding (CASH) dan intellectual capital (VAIC) secara bersamasama berpengaruh terhadap Nilai perusahaan (Tobins Q).
61 D. Uji Hipotesis 1. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Dari hasil pengujian terhadap asumsi klasik, diperoleh bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas, multikolonieritas,heteroskadastistas dan autokorelasi, Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil pengujian model regresi secara parsial diperoleh sebagai berikut. Model 1 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Statistik t Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients B Std. Error Beta (Constant).256.181 1.413.165 IOS.682.033 1.024 20.361.000 DPR.384.502.047.765.449 CASH_HOLDING 1.648E- 013 T Sig..000.219 3.427.001 VAIC -.183.023 -.420-7.988.000 a. Dependent Variable: NILAI_PERUSAHAAN Sumber data : Output SPSS a. Variabel investment opportunity set (IOS) memiliki nilai t sebesar 20,361 dan tingkat probabilitas signifikansi sebesar 0.000 yang signifikan pada 0.05, hal ini menunjukan bahwa investment opportunity set (IOS) berpengaruh Nilai perusahaan (TOBINS Q).
62 b. Variabel dividend payout ratio (DPR) memiliki nilai t sebesar 0,765 dan nilai signifikan sebesar 0.449 dan masih diatas 0.05, hal ini menunjukan bahwa dividend payout ratio (DPR) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (TOBINS Q). c. Variable Cash Holding (CASH_HOLDING) memiliki nilai t sebesar 3,427 dan tingkat probabilitas signifikansi pada 0.001 yang signifikan pada 0.05, sehingga dikatakan bahwa cash holding berpengaruh terhadap nilai perusahaan (TOBINS Q). d. Variable Intellectual capital (VAIC) memiliki nilai t -7,988 dan tingkat probabilitas signifikansi pada 0.000, yang jauh dibawah 0.05 sehingga disimpulkan bahwa Intellectual capital (VAIC) berpengaruh terhadap nilai perusahaan(tobins Q). 2. Analisis Regresi Berganda Berdasarkan Tabel 4.8 diatas dapat diperoleh persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut: NILAI_PERUSAHAAN = 0,256 + 0,682 IOS + 0,384 DPR + 1.648E-013 CASH_HOLDING - 0.183 VAIC + ε Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan sebagai berikut : a. Constant = 0.256, artinya bila IOS, DPR, CASH_HOLDING dan VAIC konstan atau tetap maka besarnya rata-rata nilai perusahaan sebesar 0.256. IOS, DPR, CASH_HOLDING memiliki arah koefisien regresi positif, sedangkan variabel VAIC memiliki koefisien regresi dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan investment opportunity
63 set, dividend payout ratio dan cash holding yang tinggi akan menyajikan nilai perusahaan yang tinggi. Dan perusahaan dengan VAIC yang tinggi akan menyebabkan nilai perusahaan yang rendah. b. Koefisien regresi IOS sebesar 0.682 menyatakan bahwa setiap penambahan investment opportunity set sebesar 1 maka akan meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0.682. c. Koefisien regresi DPR 0.384 menyatakan bahwa setiap penambahan dividend payout ratio sebesar 1% maka akan meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0,384. d. Koefisien regresi CASH_HOLDING sebesar 1.648E-013 (1.648 * 10-13 ) menyatakan bahwa setiap penambahan 1 cash holding maka akan meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0.00000000000001648 atau setiap penambahan 1 triliun cash holding akan menaikan nilai perusahaan sebesar 0.0648. e. Koefisien regresi VAIC sebesar -0.183 menyatakan bahwa setiap penambahan intellectual capital 1 maka akan menurunkan nilai perusahaan sebesar 0.183. E. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil pengujian hipotesis dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil Analisis Hipotesis Kode Hipotesis Kesimpulan H1 Investment opportunity set berpengaruh terhadap nilai perusahaan Diterima H2 Dividend payout ratio berpengaruh terhadap nilai perusahaan Ditolak H3 Cash holding berpengaruh terhadap nilai perusahaan Diterima H4 Intellectual capital berpengaruh terhadap nilai perusahaan Diterima
64 1. Pengaruh investment opportunity set (IOS) terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan Tabel 4.9, untuk H1 (hipotesis pertama) menunjukkan bahwa variabel investment opportunity set (IOS) berpengaruh terhadap nilai perusahaan sehingga hipotesis 1 diterima. Ketika tingkat investasi pada perusahaan tinggi maka akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut. Sesuai dengan signalling theory yang menunjukan bahwa pertumbuhan investasi tersebut merupakan sinyal positif bagi investor. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasnawati (2005), Rachmawati (2007), Putri dan Rohman (2012) dan wijaya (2014) yang menyatakan bahwa Investment opportunity set berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 2. Pengaruh Dividend Payout Ratio (DPR) terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan Tabel 4.9, untuk H2 (hipotesis kedua) menunjukkan bahwa variabel dividend payout ratio (DPR) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan sehingga hipotesis 2 ditolak. Penelitian ini tidak mendukung wijaya dan wibawa (2010) yang menyatakan bahwa perusahaan harus membagikan labanya kepada saham dalam bentuk dividen dari pada dijadikan sebagai capital gain. Penelitian ini mendukung Modigliani dan Miller (1961) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan yang berarti tidak ada kebijakan dividen yang optimal. Sehingga besar kecilnya pembagian laba dalam bentuk dividen tidak akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan akan tetapi investor akan lebih menilai presespi baik ketika perusahaan menyimpan laba sebagai laba ditahan. Dalam agency theory, manajer (agent) akan memilih menyimpan laba sedangkan pemilik perusahaan
65 (principal) menginginkan pembagian dividen yang lebih tinggi. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak membuktikan bahwa dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat dijelaskan bahwa dividend payout ratio tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 3. Pengaruh Cash Holding terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan Tabel 4.9, untuk H3 (hipotesis ketiga) menunjukkan bahwa variabel cash holding berpengaruh terhadap nilai perusahaan sehingga hipotesis 3 diterima, semakin besar kepemilikan kas yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Sesuai dengan agency theory ketika adanya pemisahan antara agent dan principal, jika tujuan pengelola perusahaan (agent) yang mengatur kepemilikan kas dengan jumlah yang tinggi adalah untuk kemakmuran investor (principal), maka hal ini mampu meningkatkan nilai perusahaan. hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh isshaq et al (2009) dan soltani dan ravenmehr (2011) yang menyatakan bahwa cash holding berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 4. Pengaruh Intellecual capital (VAIC) terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan Tabel 4.9, untuk H4 (hipotesis keempat) menunjukkan bahwa variabel Intellectual capital (VAIC) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. sehingga hipotesis 4 diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Randa dan Solon (2012) yang menyatakan bahwa Intellectual capital berpengaruh terhadap nilai perusahaan tetapi dengan arah yang berlawanan. Hal ini menunjukan bahwa pasar memberikan nilai yang lebih tinggi terhadap perusahaan yang mempunyai modal intelektual rendah. Modal intelektual
66 memainkan peran utama dalam efisiensi biaya, semakin efisiennya biaya yang digunakan dalam pembentuk value added maka persepsi investor terhadap perusahaan akan naik,hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan non keuangan lebih mengutamakan VAIC rendah, berbeda dengan perusahaan sektor keuangan yang sangat mengutamakan VAIC tinggi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Sunarsih dan Mendra (2012) yang menyatakan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.