LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

dokumen-dokumen yang mirip
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Masalah : Isolasi sosial Pertemuan : I (satu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA. No. MR : 60xxxx RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

KEHILANGAN DAN BERDUKA. Adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

Koping individu tidak efektif

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN KONSEP

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Stimulasi Persepsi Halusinasi

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II

spiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jl. Piere Tendean No. 24 Telp , fax Semarang, 50131

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) ORIENTASI REALITA

LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH REGIMEN TERAPEUTIK

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

NURSING CARE PLAN (NCP)

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI

BUKU PANDUAN LABORATORIUM KEPERAWATAN JIWA I

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB III TINJAUAN KASUS

PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) SOSIALISASI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB II TINJAUAN TEORETIS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Transkripsi:

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA Di Susun Oleh : 1. Al Adib Hilmi Fajri (14.401.15.003) 2. Ana Setyani Hadi (14.401.15.005) 3. Dewi Aprillya (14.401.15.025) 4. Inayatul Soleha (14.401.15.042) AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA PRODI D III KEPERAWATAN KRIKILAN GLENMORE BANYUWANGI 2017 1

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-nya sehingga penuis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Kehilangan dan Berduka dan dapat penulis selesaikan dengan baik sebagai persyaratan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Hendrik P.S.,S.Kep.,Ns.,MM selaku dosen pembimbing utama makalah ini yang memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tekun dan sabar 2. Eko Prabowo S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pjmk mata kuliah Keperawatan Jiwa 3. Sumarman S.kep.,Ns.,M.Kes dan Siswoto,AMK.,S.Pd,Msi selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa yang selalu memberikan masukan yang sangat positif. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis harapkan dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca serta perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya. Krikilan, 22 Februari 2017 Penyusun 2

Daftar Isi Cover... 1 Lembar pengesahan... 2 Kata pengantar... 3 Daftar isi... 4 Laporan pendahuluan... 5 1. Masalah utama... 5 2. Proses terjadinya masalah... 5 a. Definisi... 5 b. Penyebab... 5-6 c. Jenis... 7 d. Rentang respon... 8 e. Proses terjadinya masalah... 10 f. Tanda dan gejala... 10 g. Akibat... 11 h. Mekanisme koping... 11 i. Penatalaksanaan... 13 j. Pohon masalah... 14 k. Diagnosa keperawatan... 15 l. Rencana asuhan keperawatan... 15 Strategi pelaksanaan... 23-32 Daftar... 33 3

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA A. MASALAH UTAMA Kehilangan dan berduka B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Definisi a. Kehilangan Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243). b. Berduka Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244). 2. Penyebab a. Faktor predisposisi Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah : 1) Faktor genetik 4

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ). 2) Kesehatan jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116). 3) Kesehatan mental Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 : 246). 4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246). 5) Struktur kepribadian Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116). b. Faktor presipitasi Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi : 1) Kehilangan kesehatan 2) Kehilangan fungsi seksualitas 3) Kehilangan peran dalam keluarga 5

4) Kehilangan posisi dimasyarakat 5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai 6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117). 3. Jenis a. Kehilangan 1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana alam). 2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan). 3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan). 4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik). 5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243). b. Berduka Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain: 1) Berduka normal Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara. 2) Berduka antisipatif Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba. 3) Berduka yang rumit 6

Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain. 4) Berduka tertutup Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan atau ketika bersalin. 4. Rentang respon Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap tahap berikut (Menurut Kubler Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) : Tahap pengingkaran marah tawar menawar depresi Penerimaan a. Tahap pengingkaran Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan (Hidayat, 2009 : 245). Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 : 245). b. Tahap marah Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan 7

menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245). c. Tahap tawar menawar Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang terangan seolah olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245). d. Tahap depresi Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain lain (Prabowo, 2014 : 115). e. Tahap penerimaan Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245-246). 8

5. Proses terjadinya masalah Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama sama, perhiasan, uang atau pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo, 2014 : 116). 6. Tanda dan gejala a. Kehilangan Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya: 1) Perasaan sedih, menangis 2) Perasaan putus asa, kesepian 3) Mengingkari kehilangan 4) Kesulitan mengekspresikan perasaan 5) Konsentrasi menurun 6) Kemarahan yang berlebihan 7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain 8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan 9) Reaksi emosional yang lambat 9

10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117). b. Berduka Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya : 1) Efek fisik Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat, susah bernapas. 2) Efek emosi Mengingkari, bersalah, marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal. 3) Efek social. a) Menarik diri dari lingkungan. b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman. 7. Akibat Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014 : 117). 8. Mekanisme koping Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain : Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi 10

yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 118). a. Denail Dalam psikologi, terma denail artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial backfire effect atau efek bumerang sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 : 118). b. Represi Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118). c. Intelektualisasi Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 : 118). 11

d. Regresi Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118). e. Disosiasi Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118). f. Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118). g. Proyeksi Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118). 9. Penatalaksanaan Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah : 12

a. Electro Convulsive Therapy (ECT) Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25 30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak. Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118). b. Psikoterapi Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien. c. Terapi okupasi Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Tujuan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118). 13

10. Pohon Masalah Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Effect Isolasi Sosial : Menarik Diri Cor Problem A Koping individu inefektif B Causa Kehilangan objek eksternal Kehilangan lingkungan yang dikenal Kehilangan sesesuatu atau seseorang yang berarti Kehilangan suatu aspek diri Kehilangan hidup 11. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b. Isolasi sosial menarik diri (Prabowo, 2014 : 119). 12. Rencana Asuhan Keperawatan a. Isolasi social Menarik diri TUJUAN INTERVENSI Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi. TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling 1. Bina hubungan saling percaya percaya. dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik a. Sapa klien dengan ramah, baik 14

verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien. d. Jelaskan tujuan pertemuan. e. Jujur dan tepati janji. f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya. g. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan klien. TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keutungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda tandanya. 2. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul. 3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan gejala. 4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. 1. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang lain. 15

orang lain. 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 4. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain. 5. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 6. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap 1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. 2. Dorong dan bantu klien dengan orang lain. 3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai dirumah nanti. 4. Bantu klien mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain. 16

5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu luang. 6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok. b. Perubahan sensori persepsi halusinasi TUJUAN Tujuan umum: klien tidak menciderai diri sendiri/orang lain/ lingkungan INTERVENSI Tujuan khusus 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: a. Sapaklien dengan ramah dan baik verbal mauppun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan kesukaan klien. d. Jelaskan maksud dan tujuan interaksi. e. Berikan perhatian pada klien,perhatikan kebutuhan dasrnya. 2. Beri kesempatan klien mengungkapkan persaannya. 17

Tujuan khusus 2: klien dapat mengenali halusinasinya 3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati 1. Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap 2. Tanyakan apa yang di dengar dari halusinasinya. 3. Tanyakan kapan halusinasinya datang 4. Tanyakan isi halusinasinya 5. Bantu klien mengenalhalusinasinya a. Jika menemukan klien sedan halusinasinya, tanyakan apakah ada suara yang terdengar. b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan. c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidakmendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh tayu menghakimi) d. Katakana bahwa klien lain juga ada yangseperti klien. e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien. 18

Tujuan khusus 3: klien dapat mengontrol halusinasinya 6. Diskusikan dengan klien : a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi b. Waktu, frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,sore dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih) 7. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (murah/takut, sedih, senang) beri kesempatan mengngkapkan perasaan. 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa di lakukan bila terjadi halusinasi. 2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian. 3. Diskusikan cara baik memutus atau mengotrol timbulnya halusinasi a. Katakan saya tidak mau dengar kamu b. Temui orang lain (perawat atau teman atau anggota keluarga) untuk bercakap atau mengatakan halusinasi yang di dengar. 19

Tujuan khusus 4 : klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya c. Membuat jadwal kegiatan sehari hari. d. Meminta keluarga atau teman atau perawat menyapa klien jika tampak bicara sendiri, melamun atau kegiatan yang tidak terkontrol 4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap. 5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil. 6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok jenis orientasi realita, atau stimulasi persepsi 1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi. 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung atau kunjungan rumah) a. Gejala halusinasi yang dialami klien. b. Carayang dapat di lakukan klien dan keluarga untuk 20

Tujuan khusus 5: klien dapat menggunakan obat dengan benar untuk mengendalikan halusinasinya memutus halusinasi. c. Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi di rumah: beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpegian bersama. d. beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain 3. diskusikan dengan keluarga dank lien tantang jenis, dosis, frekuensi dan frekuensi dan manfaat obat. 4. Pastikan klien minum obat sesuai dengan progam dokter. 1. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan. 2. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa yang dirasakan. 3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar 21

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) PADA KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA SP I : Membina hubungan saling percaya, mengenal keuntungan dan kerugian mengenal orang lain. 1. Proses Keperawatan a. Kondisi pasien Klien tampak menangis, klien mengatakan bahwa ibunya tidak meninggal, sering mengurung diri dikamar dan menolak untuk makan, menundukan pandangan, menolak berinteraksi, tatapan mata kosong, sering terdiam ditengah pembicaraan. b. Diagnosa keperawatan Isolasi menarik : menarik diri c. Tujuan Khusus 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya. 2) Klien mampu mengungkapkan perasaan yang dialaminya. 3) Klien dapat berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain. d. Tindakan keperawatan 1) bina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap serta tujuan pertemuan. 2) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi. 3) Memberikan kepada pasien untuk bercerita mengenai masalahnya. 2. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan SP I : Membina hubungan saling percaya, mengenal keuntungan dan kerugian mengenal orang lain. 22

a. Fase orientasi 1) Salam terapeutik Assalamualaikum, selamat pagi mbak. Saya Ana Setyani Hadi, mbak bisa memanggil saya suster Ana. Saya maha siswa Akademi Kesehatan Rustida yang dinas pagi hari ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 dan yang akan merawat mbak. Nama mbak siapa? mbak senangya dipanggil apa? 2) Evaluasi Bagaimana keadaan mbak hari ini? apa ada yang dirasakan? 3) Kontrak Baiklah mbak, bagimana jika kita berbincang bincang sebentar tentang keadaan mbak? Agar mbak bisa lebih tenang, lebih rileks, dan mau berbagi cerita tentang masalah yang dihadapi itu mungkin bisa berkurang. Mau dimana kita bercakap cakap? Bagaimana kalau di taman? Mau berapa lama, mbak? Bagaimana kalau 20 menit. b. Fase kerja (jika pasien baru) Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan mbak? Siapa yang jarang berbincang-bincang dengan mbak? Apa yang membuat mbak jarang bercakap-cakap dengannya? (jika pasien sudah lama dirawat ) Apa yang ibu rasakan selama dirawat disini? O.. mbak merasa sendirian? Siapa saja yang mbak kenal diruangan ini Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang mbak kenal? Apa yang menghambat mbak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain? Menurut mbak apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa ) nah kalau kerugiannya tidak punya teman apa ya mbak? Ya, apa lagi? (sampai pasien menyebutkan beberapa) jadi banyak 23

ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah mbak bergaul dengan orang lain? Bagus bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain? Begini lo mbk? Untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, asal kita dan hobi. Contoh : nama saya T asal saya flores, hobi memancing. Selanjutnya mbak menyebutkan nama orang yang diajak kenalan. Contohnya begini, nama bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asal dari mna atau hobinya apa? Ayo mbak coba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan saya! Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali Setelah mbak berkenalan dengan orang tersebut mbak bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan mbak bicarakan. Missal tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya. c. Terminasi 1) Evaluasi subjektif Bagaimana perasaan mbak setelah kita latihan berkenalan? Mbak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali. 2) Evaluasi objektif Selanjutnya mbak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga mbak lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain saya mau praktekan kepasien lain 3) Kontrak a) Topik Bagaimana kalau besok saya akan mengajak mbak berkenalan dengan teman saya perawat N Bagaimana mbak mau kan? b) Waktu Kira-kira besok jam berapa kita bertemu mbak? 24

Apakah besok pagi jam 10? baiklah kalau begitu mbak c) Tempat Mbak maunya kita bertemu dimana besok? Di ruangan mbak apa di taman atau tempat lain? Di taman mungkin lebih baik ya mbak? baiklah kalau begitu kita bertemu di taman saja. Sampai jumpa besok mbak. 25

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) PADA KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA SP 2 : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama seorang perawat). 1. Proses Keperawatan a. Kondisi pasien Klien tampak menangis, klien mengatakan bahwa ibunya tidak meninggal, sering mengurung diri dikamar dan menolak untuk makan, menundukan pandangan, menolak berinteraksi, tatapan mata kosong, sering terdiam ditengah pembicaraan. b. Diagnosa keperawatan Isolasi menarik : menarik diri c. Tujuan Khusus 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya. 2) Klien mampu mengungkapkan perasaan yang dialaminya. 3) Klien dapat berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain. d. Tindakan keperawatan 1) bina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap serta tujuan pertemuan. 2) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi. 3) Memberikan kepada pasien untuk bercerita mengenai masalahnya. 2. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan SP 2 : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama seorang perawat). a. Fase orientasi 1) Salam terapeutik 26

Assalamualaikum mbak 2) Evaluasi Bagaimana perasaan mbak hari ini? Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan perawat Bagus sekali mbak, mbak masih ingat. 3) Kontrak Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu mencoba berkenalan dengan teman saya perawat T, tidak lama kok, sekitar 10 menit. Ayo kita temui perawat T disana. b. Fase kerja (Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N) Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N Baiklah mbak, mbak bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita praktekkan kemarin (Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya). Ada lagi yang ingin mbak tanyakan kepada perawat T. coba tanyakan tentang keluarga perawat T Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, mbak bisa sudahi perkenalan ini. Lalu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya jam 1 siang nanti. Baiklah perawat T, karena mbak sudah selesai berkenalan, saya dan mbak akan kembali ke ruangan mbak. Selamat pagi (Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan terminasi dengan klien di tempat lain) c. Fase terminasi 1) Evaluasi subjektif Bagaimana perasaan mbak setelah berkenalan dengan perawat T? Mbak tampak bagus sekali saat berkenalan tadi. 27

2) Evaluasi objektif Pertahankan terus apa yang sudah mbak lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. 3) Kontrak a) Topik Baiklah mbak Karena waktu telah selesai, bagaimana kalau kita sambung besok lagi dengan membicarakan tentang keluarga dan hobi dan sebagainya. Dan bagaimana mencoba dengan perawat lain?. b) Waktu Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? baiklah kalau begitu. c) Tempat Mbak maunya besok kita bertemu dimana apakah di ruangan atau di taman mbak? baiklah kalau di taman sampai jumpa besok mbak 28

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) PADA KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA SP 3: Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seorang pasien) 1. Proses Keperawatan a. Kondisi pasien Klien tampak menangis, klien mengatakan bahwa ibunya tidak meninggal, sering mengurung diri dikamar dan menolak untuk makan, menundukan pandangan, menolak berinteraksi, tatapan mata kosong, sering terdiam ditengah pembicaraan. b. Diagnosa keperawatan Isolasi menarik : menarik diri c. Tujuan Khusus 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya. 2) Klien mampu mengungkapkan perasaan yang dialaminya. 3) Klien dapat berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain. d. Tindakan keperawatan 1) bina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap serta tujuan pertemuan. 2) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi. 3) Memberikan kepada pasien untuk bercerita mengenai masalahnya. 2. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan SP 3: Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seorang pasien) a. Fase orientasi 1) Salam terapeutik Assalamualikum mbak 29

2) Evaluasi Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah mbak bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang? (jika jawaban pasien ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain). Bagaimana perasaan mbak mbak setelah bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang? Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi 3) Kontrak Kalau begitu mbak ingin punya banyak teman lagi? Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O? seperti biasa kira-kira 10 menit Mari kita temui dia di ruang makan. b. Fase kerja (Bersama-sama S saudara mendekati pasien) Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan Baiklah mbak, mbak sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah mbak lakukan sebelumnya. (pasien mendemonstrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama. Ada lagi yang mbak ingin tanyakan kepada pasien O. Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu mbak bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (mbak membuat janji untuk bertemu kembali dengan O). Baiklah pasien O, karena mbak sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali keruangan mbak, selamat pagi. (bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain). c. Fase terminasi 30

1) Evaluasi subjektif Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan pasien O. Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan O. 2) Evaluasi objektif Pertahankan apa yang sudah mbak lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti. 3) Kontrak a) Topik Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakapcakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian., mbak bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya mbak bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana mbak, setuju kan? Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman mbak. b) Waktu Bagaimana jika kita bertemu sebanyak tiga kali pada jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam mbak? Baiklah kalau begitu. c) Tempat Besok kita akan berjumpa di tempat yang sama ya mbak sampai besok. 31

DAFTAR PUSTAKA Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media. Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. 32