BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Ged. RSCM Kirana 23 Juli 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, epilepsy, stroke,

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

DAFTAR ISI. Halaman i ii iii v viii ix x xi xii xiii

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

PELAYANAN CANCER DI ERA JKN

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Evaluasi Pelayanan JKN-KIS Tahun 2017 Wilayah DKI Jakarta Dan Implementasi Vedika. BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Jabodetabek

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

dr. Mohammad Edison, MM., AAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

SOP. KOTA dr. Lolita Riamawati NIP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dewan Pertimbangan Medis Dalam BPJS. dr. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.K.L (K), FICS

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER. Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN.

KEBIJAKAN PELAYANAN DAN PEMBAYARAN DALAM PROGRAM JKN. Maya Amiarny Rusady Direktur Pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEKANISME KAPITALISASI DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Maulana Yusup STIE Pasundan Bandung

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG, Program Rujuk Balik & PROLANIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. medical service yang berbentuk pelayanan individu, atau untuk saat ini dikenal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGELOLAAN PELAYANAN RUJUKAN DALAM MERESPON MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN RAWAT JALAN TINGKAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun berupaya untuk memberikan kemudahan kepada setiap warganya tanpa terkecuali untuk akses ke pelayanan kesehatan dengan memperbaiki sistem pelayanan kesehatan yang ada. Salah satu bukti nyata yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan yaitu diimplementasikannya kebijakan mengenai sistem jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Komitmen Pemerintah Indonesia tersebut diperkuat dengan diterbitkannya Undang-undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diberlakukan Indonesia melalui konsep asuransi sosial yang mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta (Pemerintah RI, 2014). Upaya pemerintah Indonesia untuk mempercepat terselenggaranya jaminan kesehatan nasional bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu dengan membentuk suatu badan hukum publik yang bersifat nirlaba yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan dasar hukum Undang-undang RI No. 24 Tahun 2011 (Pemerintah RI, 2011). Manfaat yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan sangat komprehensif, meliputi kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. Kegiatan promotif dan preventif merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk mengendalikan biaya dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatan promotif dan preventif dilakukan di fasilitas kesehatan diberbagai tingkatan (Pemerintah RI, 2013). Jaminan Kesehatan Nasional dalam penyelenggaraanya diatur menggunakan prinsip-prinsip managed care yaitu suatu teknik yang mengintegrasikan pembiayaaan dan pelayanan kesehatan melalui penerapan kendali mutu dan kendali biaya yang bertujuan mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang tidak perlu dengan cara meningkatkan kelayakan dan efisiensi 1

2 pelayanan kesehatan (Murti, 2010a). Managed care diharapkan dapat menekan perilaku moral hazard dalam pelayanan kesehatan yang dapat mengakibatkan misalokasi biaya kesehatan masyarakat (social cost) yang terselubung atau inefisiensi (Mukti, 2007b). Mekanisme rujukan berjenjang dan gatekeeper concept merupakan konsep managed care yang diberlakukan BPJS Kesehatan dalam menjalankan program JKN. Pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta dilaksanakan melalui mekanisme rujukan berjenjang. Pelaksanaan mekanisme berjenjang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang meliputi : Puskesmas, Klinik, Dokter Prakter Perorangan dan Rumah Sakit Tipe D. Fasilitas kesehatan tingkat pertama berperan sebagai gatekeeper menentukan sejauh mana peserta membutuhkan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Pelayanan kesehatan tingkat lanjut (FKRTL) meliputi Klinik Pratama, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus dapat di akses peserta dengan membawa surat rujukan dari FKTP. Sistem rujukan berjenjang dan gatekeeper concept yang baik diharapkan mampu menurunkan angka utilisasi sehingga dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2012). Pada saat ini, Indonesia sedang mengalami pergeseran pola penyakit secara epidemiologi, dimana terdapat kecenderungan penurunan prevalensi penyakit menular dan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular tersebut diantaranya penyakit hipertensi, stroke, kanker dan Diabetes Millitus. Pergeseran pola penyakit secara epidemiologi dapat dilihat pada Gambar 1 (Kemenkes, 2013).

3 Prevalensi Penyakit Menular Prevalensi Penyakit Tidak Menular 60 50 40 30 20 10 0 2007 (%) 2013 (%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2013 (%) 2007 (%) Gambar 1. Prevalensi Penyakit Menular dan Tidak Menular Bedasarkan RISKESDAS Tahun 2007 & 2013 Beban biaya pelayanan kesehatan cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Total klaim yang harus dibayar BPJS Kesehatan pada tahun 2014 mencapai 42,6 T dimana rasio klaim mencapai 104%. Pada tahun 2015 sampai dengan bulan Agustus total klaim yang harus dibayar BPJS Kesehatan mencapai 36,4 T dan masih memiliki kemungkinan untuk meningkat sampai dengan akhir tahun. Terdapat peningkatan jumlah kunjungan rawat inap dan rawat jalan di FKTP maupun di FKRTL. Tabel 1. Utilisasi Katastropik bulan Januari-September 2015 KATASTROPIK TOTAL KASUS BIAYA Jantung 4.430.768 4.791.207.762.681 Gagal Ginjal 1.568.732 1.971.535.366.941 Kanker 937.943 1.638.517.591.981 Stroke 593.759 801.836.467.803 Thallasemia 77.426 299.884.058.459 Chirrosis Hepatic 90.895 180.770.772.528 Hemophilia 19.072 68.382.404.846 Leukemia 43.961 126.635.836.349 Sumber : BPJS Kesehatan 2015 Penyakit katastropik merupakan penyakit yang menimbulkan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi. Terdapat 8 penyakit katastropik, diantaranya merupakan penyakit kronis. Penyakit kronis menyumbangkan jumlah klaim yang cukup tinggi dalam jangka waktu Januari hingga September 2015.

4 Tabel 2. Sepuluh Kode INA-CBG s Terbanyak Pada Layanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut Januari Juli 2015 No GROUP CBG'S KASUS BIAYA (Rp) 1 Penyakit Kronis Kecil lainlain 12.148.505 2.308.758.482.573 2 Prosedur Dialisis 1.307.544 1.294.285.689.329 3 Prosedur Operasi Katarak 59.480 351.039.006.462 4 Prosedur Rehabilitasi 717.987 205.966.879.568 5 Prosedur Therapi Fisik dan Prosedur Kecil 1.009.487 176.197.850.205 Muskoloskeletal 6 Prosedur Ultrasound Ginekologik 532.420 174.653.456.459 7 Penyakit Akut Kecil lain-lain 1.099.546 163.031.843.098 8 Prosedur Radioterapi 134.659 157.254.259.900 9 Perawatan Luka 715.171 145.504.447.577 10 Prosedur Ultrasound lain-lain 300.167 127.257.701.156 Sumber : BPJS Kesehatan 2015 Hasil monitoring dan evaluasi dari BPJS Kesehatan tahun 2015 menyebutkan bahwa terdapat 10 group INA-CBG S rawat jalan berbiaya terbesar. Salah satu diantaranya merupakan penyakit kronis kecil lain-lain yang menghabiskan biaya hingga Rp. 2.308.758.482.573 dalam jangka waktu Januari hingga September 2015. Upaya BPJS Kesehatan untuk mengoptimalkan peran FKTP sebagai gatekeeper dalam penanganan penyakit kronis dengan mengembangkan Program Pengelolan Penyakit Kronis (PROLANIS). Prolanis merupakan program preventif dan promotif dalam rangka pemeliharaan kesehatan peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis agar tidak terjadi komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang optimal. Prolanis dilaksakan oleh fasilitas tingkat tingkat pertama dengan fokus pada penyakit DM dan hipertensi (BPJS Kesehatan, 2014a). Pasien penyakit kronis yang tidak mampu ditangani di FKTP akan dirujuk ke FKRTL sesuai indikasi medisnya. Salah satu upaya kendali mutu dan kendali biaya yang diberlakukan di tingkat Rumah Sakit untuk pasien penyakit kronis yaitu dengan Program Rujuk Balik. Landasan hukum yang melatarbelakangi Program Rujuk balik meliputi Permenkes No.71 tahun 2013, Peraturan BPJS

5 Kesehatan No.1 tahun 2014 dan Surat Edaran Menkes RI No.HK/Menkes/32/2014. Program Rujuk Balik diberikan kepada pasien penderita penyakit kronis dengan kondisi yang stabil namun masih membutuhkan pengobatan dan perawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi/ rujukan dari dokter spesialis. Program rujuk balik bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mempermudah akses pasien penyakit kronis dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Program Rujuk Balik merupakan contoh manajemen kasus yang dilaksanakan BPJS Kesehatan untuk efisiensi dan efektivitas pembiayaan kesehatan mengingat biaya yang cukup tinggi untuk pengobatan penyakit kronis. Pengelolaan penyakit kronis yang baik di FKTP maupun FKTL diharapkan dapat menekan angka klaim sehingga dapat menjaga sustainbilitas program JKN (BPJS Kesehatan, 2014b). Program Rujuk Balik adalah program yang berintegrasi dengan Program Prolanis di FKTP. Program Rujuk Balik merupakan salah satu bagian dari sistem rujukan yang menjamin kesinambungan perawatan pasien di pelayanan primer dan sekunder. Sistem rujukan membutuhkan kerjasama tanpa persaingan antara pelayanan primer dan sekunder dengan informasi dua arah yang diperoleh melalui sistem pencatatan yang terintegrasi (Harris et al.,2007). PRB melibatkan dokter layanan primer sebagai gatekeeper sekaligus manager peserta. Selain itu, PRB melibatkan dokter spesialis di FKRTL yang berperan sebagai koordinator, konsultan manajemen penyakit dan bertugas dalam transfer of knowledge ke dokter umum di FKTP.

Jumlah Peserta 6 Jumlah Peserta PRB bulan Januari-September 2015 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 15-15- 15-15- 15-15- 15-15- 15- Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep KCU Yogyakarta 3.442 11.601 11.046 11.423 11.446 12.892 13.557 14.395 14.893 Sumber : BPJS Kesehatan, 2015 Gambar 2. Jumlah Peserta PRB Bulan Januari- September 2015 Berdasarkan data Jumlah peserta PRB Bulan Januari-September 2015 dari penanggungjawab MPKP BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta menujukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah peserta PRB yang dikelola oleh dokter layanan primer di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat peningkatan jumlah peserta yang tajam di bulan Januari ke bulan Februari 2015. Tabel 3. Data Rasio Peserta PRB pada Bulan Januari-September 2015 BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta Jumlah Peserta BPJS Kesehatan 2.476.575 Jumlah Peserta Penyakit Kronis 37.147 Jumlah Peserta PRB 14.893 Rasio Pasien Kronis 0,01 Rasio Peserta PRB 0,4 Sumber : BPJS Kesehatan 2015 Pada Tabel 3 menunjukkan jumlah peserta BPJS Kesehatan sampai dengan bulan September 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 2.476.575 orang, dimana 37.147 orang menderita penyakit kronis. Dari 37.147 penderita penyakit kronis, hanya 40% atau 14.893 orang yang terdaftar menjadi peserta PRB. Terdapat 60% atau 22.254 penderita penyakit kronis yang belum terdaftar

7 menjadi peserta PRB. Hal tersebut menunjukkan bahwa program rujuk balik masih belum berjalan secara optimal dikarenakan 60% dari pasien penderita penyakit kronis belum terdaftar menjadi peserta PRB sehingga memiliki kemungkinan besar masih melakukan kunjungan pelayanan kesehatan di FKRTL. Tabel 4. Frekuensi kunjungan ke RS per peserta PRB bulan Juli-September 2015 BPJS Jumlah Peserta PRB Total Kunjungan ke Rata-rata frekuensi Kesehatan yang masih ke RS RS kunjungan per peserta KCU 481 620 1.29 Yogyakarta Sumber : BPJS Kesehatan 2015 Tabel 4 menunjukkan bahwa sebelum 3 bulan sejumlah 481 peserta PRB masih mencari pelayanan kesehatan di FKRTL. Total kunjungan peserta PRB tersebut mencapai 620 kunjungan. Rata-rata frekuensi kunjungan per peserta PRB yang masih memanfaatkan pelayanan kesehatan tingkat lanjut sebesar 1-2 kali kunjungan. Jika mengikuti alur PRB seharusnya pasien melakukan kunjungan ke rumah sakit dalam waktu 4 bulan. Namun, kunjungan peserta PRB ke rumah sakit dapat dilakukan jika kondisi peserta PRB memburuk. Hal ini dapat menyebabkan frekuensi kunjungan peserta PRB meningkat dari yang seharusnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan rujuk balik dipengaruhi oleh perilaku dokter spesialis dalam menjawab surat rujukan, perilaku dokter umum dalam menulis surat rujukan, komunikasi antara dokter spesialis dan dokter umum dan faktor pasien. Salah satu komponen penting yang digunakan dalam proses komunikasi antara dokter spesialis dan dokter primer yaitu surat rujuk balik. Surat rujuk balik merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk pertukaran informasi antara dokter spesialis dan dokter primer yang berkaitan dengan perawatan pasien. Menjawab surat rujukan dari dokter umum merupakan metode yang efektif untuk keberlanjutan perawatan pasien (Ramanyeke et al., 2014a). Perilaku seseorang dilatar belakangi oleh persepsi, pengetahuan, sikap, keinginan, kehendak, motivasi dan niat terhadap suatu hal. Faktor-faktor tersebut

8 merupakan hasil interaksi beberapa faktor yaitu pengalaman, keyakinan, fasilitas dan sosial budaya (Notoatmojo, 2010). Rujuk balik dari dokter spesialis sulit dilakukan karena anggapan kemampuan dokter primer yang kurang dalam manajemen penyakit (Brez et al., 2009). Hasil penelitian Paramaputri (2009) menyebutkan bahwa faktor terbesar yang menyebabkan program rujuk balik tidak berjalan secara optimal dikarenakan perilaku dokter spesialis yang menahan pasien di rumah sakit dan faktor kompetensi dokter umum yang kurang dalam menangani berbagai penyakit. Hal serupa juga disebutkan oleh Wulandari (2012) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi rujuk balik pasien DM tipe 2 yaitu dokter spesialis menganggap bahwa kemampuan dokter primer dalam mengelola penyakit DM tipe 2 kurang sehingga pasien merupakan wewenang dokter spesialis. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui mengapa program rujuk balik belum berjalan optimal dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi program rujuk balik tidak berjalan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah penelitian : Mengapa program rujuk balik pasien kronis belum dapat berjalan? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Rujuk Balik pasien penyakit kronis peserta BPJS Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu

9 a. Mengidentifikasi pengetahuan dokter spesialis penyakit dalam mengenai program rujuk balik b. Mengidentifikasi persepsi dokter spesialis penyakit dalam mengenai kompetensi dokter layanan primer dalam penanganan penyakit kronis c. Mengidentifikasi persepsi dokter spesialis penyakit dalam mengenai hubungan/komunikasi antara dokter spesialis penyakit dalam dan dokter layanan primer D. Manfaat Penelitian 1. Bagi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Yogyakarta a. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam pelaksanaan Program Rujuk Balik pasien penderita penyakit kronis peserta BPJS Kesehatan di DIY b. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dalam pelaksanaan, monitoring dan evaluasi Program Rujuk Balik 2. Bagi Dokter Layanan Primer a. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan fungsi dokter layanan primer sebagai gatekeeper dari aspek pelayanan yang komprehensif b. Sebagai bahan masukkan dan informasi dalam meningkatkan hubungan dokter layanan primer dan dokter spesialis di rumah sakit khususnya dalam penanganan kasus penyakit kronis. 3. Bagi Rumah Sakit a. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan pelayanan spesialistik di rumah sakit b. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan managemen penyakit E. Keaslian Penelitian No. Peneliti Judul Perbedaan Hasil 1. Ramanyake, Why spesialist - Subjek penelitian Faktor-faktor et al (2014) reluctant to terdiri dari dokter mempengaruhi yang dokter

10 2. Wulandari, (2012) 3. Smith & Khutoane, (2009) reply to referral letters Faktor-faktor yang mempengaruhi Rujuk Balik Pasien Penderita DM Tipe 2 Peserta Askes Sosial Dari Rumah Sakit ke Dokter Keluarga di Kabupaten Kudus Why doctors do not answer referral letters spesialis penyakit dalam, dokter layanan primer dan pasien PRB. - Pengumpulan data dengan melakukan FGD dengan dokter spesialis dan dokter primerserta wawancara mendalam dengan peserta PRB. - Pengumpulan data dengan melakukan FGD dengan dokter spesialis dan dokter primer serta wawancara mendalam dengan peserta PRB - Terdapat penambahan variabel dan pertanyaan penelitian pada instrumen penelitian - Subjek penelitian terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter layanan primer dan pasien PRB. - Pengumpulan data dengan melakukan FGD spesialis tidak menjawab surat rujukan dari dokter umum yaitu kendala waktu, tidak ada bantuan asisten, kondisi pasien dan kualitas surat rujukan yang buruk Faktor-faktor yang mempengaruhi Rujuk Balik yaitu : beban kerja yang berlebih dan waktu yng tidak mencukupi, dokter spesialis menganggap rujuk balik penting dan bermanfaat namun belum dilaksanakan secara konsisten, dokter spesialis menganggap kemampuan dokter keluarga kurang dalam menangani pasien DM, hubungan komunikasi dokter spesialis dan dokter keluarga tidak harmonis sehingga menimbulkan konflik, pasien merasakan akses ke dokter spesialis semakin sulit karena dokter keluarga membatasi pemberian rujukan, pasien merasakan pelayanan dan pengelolaan penyakit lebih baik di dokter keluarga dibandingkan di RS terutama di RS Pemerintah Faktor-faktor yang menyebabkan dokter spesialis tidak menulis jawaban surat rujukan yaitu : situasi/ lingkungan kerja, persepsi dokter terhadap peran mereka dalam sistem pelayanan kesehatan, tidak ada

11 4. Harries et.al, (2006) Reply letter utilization by secondary level specialist in municipality in Brazil : a qualitative study dengan dokter spesialis dan dokter primer serta wawancara mendalam dengan peserta PRB. - Subjek penelitian terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter layanan primer dan pasien PRB. - Pengumpulan data dengan melakukan FGD dengan dokter spesialis dan dokter primer serta wawancara mendalam dengan peserta PRB keuntungan finansial, faktor yang berkaitan dengan rujukan, persepsi dokter yang menganggap sia-sia untuk membalas surat rujukan dari dokter umum Rendahnya surat jawaban dari dokter spesialis ke dokter umum dipengaruhi oleh : workplace organization (organisasi/lingkungan kerja), communication inhibition(hambatan komunikasi), professional isolation (pemisahan profesi), medical education (pendidikan kedokteran)