BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

dokumen-dokumen yang mirip
PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan. hipertensi tidak mempunya keluhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAULUAN. morbiditas dan mortalitas di perkirakan pada abad ke-21 akan terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).


BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. kearah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. terkadang tidak disadari penderitanya sebelum memeriksakan tekanan

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh banyak orang khususnya masyarakat Medan. Hipertensi merupakan akibat dari pola hidup yang salah dan beban fikiran yang semakin meningkat. Hipertensi tidak lagi diderita dari kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja. Di belahan dunia manapun, termasuk Indonesia, orang kerap salah paham dengan penyakit hipertensi. Statistik menunjukkan, penyakit-penyakit maut, misalnya jantung dan stoke sering diawali dengan tekanan darah tinggi. Hanns Peter Wolf, seorang dokter berkebangsaan Jerman, menyebutkan bahwa sekitar 40% kematian di bawah 65 tahun berawal dari tekanan darah tinggi (Marliani dan Tantan, 2007). Penyakit tidak menular khususnya hipertensi telah menyumbang 3 juta kematian. Pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup banyak memengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada tahun 2005, telah menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2001). Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali muncul tanpa gejala, sehingga disebut sebagai the silent killer atau sering disebut sebagai pembunuh diam-diam. Secara global, tingkat prevalensi hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi (WHO, 2001).

Kerusakan yang disebabkan dari hipertensi dapat berakibat fatal yang menimbulkan kompikasi berupa serangan jantung, stroke, perdarahan dan gangguan ginjal. Hasil survey kesehatan yang dilakukan pada tahun 2001 oleh Departemen Kesehatan RI, menunjukkan perbandingan orang yang menderita penyakit hipertensi cukup tinggi, yaitu 56 orang dari 100 orang disurvey, mengidap penyakit hipertensi (Depkes RI, 2001). Menurut Bustan (2000) hipertensi merupakan suatu jenis penyakit tidak menular yang menjadi penyebab tingginya angka kesakitan di Indonesia. Hipertensi akan memberi gejala yang berkesinambungan untuk suatu organ tubuh, seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), serta otot jantung (left ventricle hypertrophy). Oleh karena itu, penderita hipertensi yang mengalami gejala berkesinambungan harus menjalani rawat inap di Rumah Sakit (Bustan, 2000). Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Hipertensi mengadakan pertemuan di Jenewa, E. Barmes, wakil Direktur Divisi Penyakit Tidak Menular menjabarkan bahwa hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama bagi masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi dan epidemiologi. Hipertensi merupakan salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan kardiovaskular yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian (WHO, 2001). Menurut Ristiana (2009) yang mengutip pendapat Lawrence, penderita hipertensi umumnya tidak sadar dengan karakter yang timbul tenggelam. Yang bisa dilakukan adalah dengan mengonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat.

Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan cara medis dan non medis. Melalui cara non medis, penderita hipertensi yang rawat inap dapat menjalani diet sesuai dengan keluhan penyakit komplikasinya. Jenis diet diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dokter tentang penyakit komplikasi yang diderita oleh penderita hipertensi rawat inap yang bertujuan untuk memenuhi status gizi, sehingga mempercepat proses penyembuhan. Status gizi merupakan konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan seseorang. Status gizi yang baik diyakini dapat membantu proses penyembuhan penyakit serta memperlambat timbulnya komplikasi dari hipertensi terutama pada pasien hipertensi yang menjalani rawat inap. Status gizi pasien hipertensi rawat inap dapat diukur melalui indeks massa tubuh pasien tersebut. Status gizi yang baik pada penderita hipertensi dapat dicapai melalui pengendalian berat badan dan penatalaksanaan diet (Hart dan Tom, 2010). Penderita hipertensi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu penderita hipertensi rawat jalan dan rawat inap. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Medan menjelaskan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan 2009, jumlah penderita hipertensi baik yang rawat inap maupun rawat jalan di seluruh Kota Medan sangat fluktuatif. Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 92.230 penderita, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebanyak 74.894 penderita, dan menurun lagi pada tahun 2008 yakni sebanyak 72.218 penderita. Pada tahun 2009 hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di seluruh Puskesmas Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak 73.542 orang (BPS Kota Medan, 2010).

Menurut Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak 60.628 orang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi selalu menduduki peringkat lima teratas dalam hal penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita yang sangat tidak bisa diprediksi jumlahnya (Dinkes Kota Medan, 2011). Dalam penelitian ini, penulis merasa tertarik untuk melihat penderita hipertensi yang rawat inap karena terkait dengan penatalaksanaan diet yang diberikan oleh pihak rumah sakit telah sesuai atau tidak dengan syarat diet yang seharusnya. Fenomena yang terjadi sampai saat ini, rumah sakit sering sekali salah menyediakan makanan untuk pasien yang rawat inap di rumah sakit. Penentuan makanan sering sekali tidak didasari atas kebutuhan zat gizi si pasien tersebut. Diet yang diberikan pun tidak sesuai dengan diet yang seharusnya dikonsumsi sesuai dengan keluhan kesehatannya. Di samping itu, tindakan kepatuhan pasien yang rawat inap juga memengaruhi keberhasilan penatalaksanaan diet di rumah sakit. Namun, tindakan kepatuhan pasien yang rawat inap dalam melaksanakan diet yang diberikan sering sekali mengecewakan. Pasien cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan yang bertentangan dengan diet nya dengan alasan untuk meningkatkan nafsu makan agar cepat sembuh atau keluar dari rawat inap. Rumah Sakit Umum (RSU) Bandung merupakan salah satu rumah sakit swasta di kota Medan. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSU Bandung, pasien di rumah sakit ini selalu ramai terutama dengan pasien hipertensinya. Penyakit

hipertensi menduduki peringkat kedua dari lima penyakit tidak menular terbesar di rumah sakit ini (RSU Bandung Medan, 2011). Menurut data rekam medik Rumah Sakit Umum Bandung Medan pada tahun 2009 menerangkan bahwa jumlah pasien hipertensi yang menjalani pelayanan rawat inap adalah sebanyak 150 pasien (6,45%). Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan yakni sebanyak 158 pasien (5,96%). Dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2011 yakni sebanyak 200 pasien (6,66%) (RSU Bandung Medan, 2011). Di RSU Bandung, terdapat jumlah pasien hipertensi rawat inap yang mengalami komplikasi seperti PJK, stroke, dan gangguan ginjal yang terjadi peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 ada sebanyak 130 orang, tahun 2010 ada sebanyak 150 orang, dan meningkat lagi pada tahun 2011 ada sebanyak 155 orang. Mayoritas, pasien hipertensi rawat inap adalah penderita hipertensi dengan komplikasi penyakit jantung. Pada bulan Januari sampai bulan Februari tahun 2012 pasien hipertensi rawat inap yang mengalami komplikasi jantung ada sebanyak 30 orang. Perlu diketahui, bahwa yang menjadi faktor penyebab terbesar pasien hipertensi rawat inap di RSU Bandung adalah keadaan stress yang dikarenakan terlalu banyak berfikir dan pola makan yang kurang baik (RSU Bandung Medan, 2011). Penatalaksanaan diet pada penderita hipertensi rawat inap dengan komplikasi penyakit jantung di Rumah Sakit Umum Bandung didasari atas anjuran dokter. Di RSU Bandung Medan, pasien diberikan makanan diet jantung tipe IV dalam bentuk makanan biasa dengan garam rendah selama satu hari. Pemberian diet jantung tipe IV didasari atas anjuran dokter oleh karena mayoritas pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan merupakan pasien hipertensi

komplikasi jantung dengan keadaan ringan sehingga hanya diberikan makanan dalam bentuk makanan biasa dengan garam rendah. Namun, komposisi zat gizi pada pemberian diet oleh rumah sakit belum tentu memenuhi syarat diet jantung. Penatalaksanaan diet jantung di RSU Bandung juga dipengaruhi oleh status gizi dan tindakan kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet jantung di RSU Bandung yang bertujuan untuk mempercepat masa penyembuhan sehingga tidak dirawat inap lagi. Hal ini yang menjadi latar belakang peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah bagaimana gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi penyakit jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi penyakit jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kesesuaian diet jantung dalam hal pemberian jenis diet jantung dan komposisi zat gizi khususnya kalori, protein, lemak, karbohidrat dan natrium berdasarkan standar yang seharusnya dengan menilai menu dan menghitung

komposisi zat gizi makanan dalam diet jantung yang diberikan pada pasien hipertensi komplikasi jantung. 2. Menggambarkan kepatuhan pasien penderita hipertensi yang rawat inap dalam melaksanakan diet jantung yang diberikan di RSU Bandung Medan. 3. Mengetahui status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan. 1.4. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan bagi pihak rumah sakit tentang kepatuhan untuk melaksanakan diet jantung yang diberikan bagi penderita hipertensi yang rawat inap dan sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi RSU Bandung Medan mengenai komposisi zat gizi khususnya zat gizi kalori, protein, lemak, karbohidrat dan natrium dalam diet jantung yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi masyarakat tentang pentingnya mengatur pola hidup sehat dengan mempertahankan status gizi yang baik untuk mencegah timbulnya gejala komplikasi hipertensi khususnya penyakit jantung.