BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhannya. Berdasarkan asal pembuatannya pupuk dibedakan menjadi dua yaitu pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik adalah pupuk yang sengaja dibuat oleh manusia dalam skala pabrik dari senyawa anorganik, sedangkan pupuk organik menurut Prihmantoro (2004) merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan tanaman, hewan, manusia, dan kotoran hewan. Pupuk organik merupakan pupuk yang ramah lingkungan dan juga manusia. Jenis pupuk organik yang banyak dikenal diantaranya adalah pupuk kandang, kompos, pupuk guano, dan humus. Pupuk tersebut kesemuanya terbuat dari bahan organik yang berbahan dasar berbeda. Kompos misalnya, merupakan pupuk yang terbuat dari hasil pelapukan daun, cabang tanaman, kotoran hewan dan sampah sedangkan pupuk kandang adalah pupuk yang terbuat dari kotoran hewan ternak. Beberapa penelitian mengenai pengaruh pupuk kompos dilakukan oleh peneliti diantaranya Santi (2006) bahwa pemberian kompos sebanyak 30% memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah calon buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Penelitian pertumbuhan bayam dengan penambahan pupuk kompos dilakukan oleh Nugroho (2011), pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos enceng gondok. Menurut hasil penelitiannya hasil terbaik penambahan kompos terhadap pertumbuhan bayam merah dan putih adalah 20 ton/ha. Kandungan NPK dalam kompos yang tinggi meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar dan berat kering bayam. Pemberian dosis di bawah 20 ton/ha menunjukkan hasil variabel pengamatan pertumbuhan tanaman tidak optimal. Tidak hanya itu, penelitian pemberian pupuk kandang juga dilakukan oleh Sarawa (2014) yang menunjukkan bahwa 1
2 dibandingkan dengan pemberian 10 ton/ha dan tanpa pemberian pupuk kandang, pemberian pupuk kandang 20 ton/ha memberikan jumlah daun kedelai terbanyak. Pertumbuhan tanaman dapat tumbuh optimum dengan penambahan pupuk, namun kebutuhan air juga harus tercukupi. Air yang digunakan untuk menyiraman tanaman dapat memanfaatkan air limbah. Limbah merupakan buangan dari suatu proses produksi industri dan rumah tangga. Air cucian beras atau yang biasa disebut dengan leri merupakan limbah rumah tangga yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian Purnami (2014) air cucian beras putih mengandung unsur hara nitrogen, fosfor, dan magnesium. Kandungan sulfur pada beras putih lebih tinggi dari pada beras merah (0,027%). Sulfur akan mempengaruhi sintesis protein dan bagian dari asam amino sistein, biotin, dan thamin. Meningkatnya kandungan thiamin dapat menginisiasi pertumbuhan akar tanaman anggrek dengan perlakuan penyemprotan leri beras merah 2 atau 4 hari sekali. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Bukhari (2013) bahwa air cucian beras memberi pengaruh sangat nyata terhadap tinggi terong pada umur 20 dan 30 hari. Teknik budidaya tanaman yang beragam dapat menjadi pilihan masyarakat untuk menanam tanaman sesuai dengan kebutuhan dan kondisi tempat tinggal. Pekarangan rumah di perkotaan misalnya, umumnya sempit bahkan terkadang tidak mempunyai pekarangan. Optimalisasi pekarangan yang sempit dapat disiasati dengan vertikultur. Vertikultur merupakan suatu teknik budidaya tanaman yang cara penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penanaman teknik vertikultur pertama adalah jarak tanam. Jarak tanam akan mempengaruhi intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. Menurut hasil penelitian Noverita (2006) perlakuan jarak tanaman antar pot dalam satu tiang 30 cm akan menghasilkan tanaman yang lebih banyak, diameter batang dan jumlah daun lebih besar, berat bersih per tanaman serta per plot yang lebih besar dibanding dengan jarak tanam 20 cm dan 25 cm.
3 Air pada media tanam vertikultur hanya bersumber dari penyiraman. Penyiraman yang tidak tepat menyebabkan media terlalu lembab atau bahkan mengalami kekeringan. Menurut hasil penelitian Hatta (2009) frekuensi penyiraman air terbaik pada tanaman selada yang ditanam secara vertikultur adalah 2 kali sehari. Penelitian lain dilakukan oleh Sarawa (2014) bahwa penyiraman dengan interval 2 hari sekali memberikan tinggi, luas daun, jumlah daun kedelai lebih baik dibandingkan dengan perlakuan interval penyiraman 4, 6, 8 hari sekali. Penyiraman disesuaikan dengan tingkat kehilangan air setiap pot, sehingga kondisi setiap pot mencapai kapasitas lapang. Frekuensi penyemprotan leri terhadap pertumbuhan bibit anggrek yang dilakukan oleh Purnami (2014) menunjukkan hasil terbaik pada interval penyiraman 4 hari sekali. Tanaman yang banyak dibudidayakan dengan sistem vertikultur adalah jenis tanaman hias. Tanaman sayur juga dapat ditanam secara vertikultur dengan syarat mempunyai sistem perakaran pendek dan tajuk yang tidak lebar. Salah satu sayur yang memenuhi ciri di atas adalah bayam merah. Bayam merah banyak mengandung vitamin A, B, C dan niacin. Selain itu, bayam merah kaya akan mineral, serat, dan antioksidan. Antioksidan pada bayam merah dihasilkan oleh pigmen antosianin yang tidak terdapat di bayam hijau. Antioksidan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk mencegah terjadinya oksidasi radikal bebas yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Menurut hasil penelitian Pebrianti (2015), warna merah yang dimiliki oleh bayam merah belum tentu mengandung kadar antosianin tinggi. Tetapi, warna bayam merah yang lebih ungu dan pekat mengandung kadar antosianin yang lebih tinggi. Bayam merah yang menghasilkan kadar antosianin tertinggi adalah varietas Red Leaf pada daun (6350 ppm) dan batang (2480 ppm). Bayam merah dapat diolah menjadi tumis maupun sayur berkuah. Bayam merah dapat dikombinasikan juga dengan bahan makanan lainnya seperti ditambahkan pada pembuatan mie. Menurut hasil penelitian Suwita (2011) penambahan bayam merah dalam pengolahan mie kering memberikan pengaruh terhadap kadar serat, zat besi, dan kadar air pada mie kering. Kadar zat besi yang
4 terkandung dalam mie kering bayam merah adalah 4,97 mg/ 100 g bahan, kadar air 8,69 g/ 100 g bahan dan kadar seratnya 1,613 g/ 100 g bahan. Semakin banyak penambahan bayam merah maka semakin tinggi kadar zat besi, serat dan kadar air. Bayam merah juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada darah. Menurut hasil penelitian Rumimper (2014) perasan daun bayam merah dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus wistar. Semakin tinggi pemberian dosis perasan daun bayam merah maka semakin tinggi kadar hemoglobin dalam darah. Berdasarkan uraian latar belakang yang membahas mengenai jenis pupuk organik dan interval penyiraman air limbah cucian beras atau yang biasa disebut leri, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul EFEKTIVITAS PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN INTERVAL PENYIRAMAN LERI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM MERAH (Alternanthera Amoena Voss) DENGAN SISTEM VERTIKULTUR B. Pembatasan Masalah Dalam suatu penelitian supaya memiliki arah dan ruang lingkup yang jelas maka perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Subyek Penelitian ini adalah pupuk kandang, pupuk kompos, dan air leri. 2. Obyek Penelitian ini adalah pertumbuhan bayam merah dengan pemberian pupuk kandang, pupuk kompos, dan interval penyiraman air leri. 3. Parameter Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah dengan sistem vertikultur?
5 2. Berapakah interval penyiraman air leri yang efektif bagi pertumbuhan tanaman bayam merah dengan sistem vertikultur? 3. Bagaimana interaksi pemberian pupuk organik dan interval penyiraman air leri terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah dengan sistem vertikultur? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pertumbuhan tanaman bayam merah secara vertikultur dengan pemberian pupuk organik. 2. Mengetahui interval penyiraman air leri yang efektif bagi pertumbuhan tanaman bayam merah dengan sistem vertikultur. 3. Mengetahui pertumbuhan tanaman bayam merah dengan sistem vertikultur yang dipengaruhi oleh interaksi pemberian pupuk organik dan interval penyiraman air leri. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada: 1. Peneliti, menambah pengetahuan terutama pengaruh pupuk organik dan frekuensi penyiraman leri terhadap pertumbuhan bayam merah 2. Petani, diharapkan dapat menjadi masukan supaya hasil panen bayam merah organik maksimal dengan pemanfaatan limbah rumah tangga. 3. Bagi peneliti lain, menambah ilmu pengetahuan dan bahan penelitian selanjutnya 4. Bagi masyarakat, menambah informasi pemanfaatan lahan sempit atau perkotaan dengan menanam tanaman sayur yang memiliki nilai ekstetika.