aspirasinya kategori rendah. Motivasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A kategori tinggi dan Desa C sebaliknya, demikian juga sikap mereka terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
PERSEPSI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG KELUARGA KECIL (KASUS PADA ETNIS BATAK TOBA DI DAERAH ASAL DAN PERANTAUAN)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan persepsi tentang kepemimpinan

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian berupa gambaran atau

BAB III PENDEKATAN LAPANG

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI DESA SUMBER CANGKRING KECAMATAN GURAH KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

RINGKASAN EKSEKUTIF UMI RETNOWATI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pertama, penulis bermaksud mengembangkan konsep pemikiran,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Alokasi waktu penelitian tentang persepsi mahasiswa IAIN Palangka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian ex post facto dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jatisura Kecamatan Jatiwangi

BAB I PENDAHULUAN. produksi akan mengakibatkan terjadinya tekanan- tekanan pada sector penyediaan

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan merupakan langkah terakhir yang penulis lakukan dalam

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Data yang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELETIAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian ex post facto, yaitu penelitian

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu penelitian Populasi

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan. pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya

III. METODE PENELITIAN. oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode dan jenis penelitian

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

III. METODOLOGI PENELITIAN. perencanaan, prosedur hingga teknis pelaksanaan dilapangan. Hal ini

MOTIVASI BELAJAR, PERSEPSI SISWA ATAS KEMAMPUAN PEDAGOGIK GURU, DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA SD

III. METODE PENELITIAN. suatu keadaan atau situasi. Jenis penelitian eksplanatori tersebut sama

BAB III METODE PENELITIAN. Jumoyo Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN. dan akurat yang dirasa mendesak untuk segera dicarikan solusinya.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa erat hubungannya dengan

PENGARUH AKTIFITAS, KREATIFITAS, DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR KOMPETENSI ALAT UKUR DI SMK INSTITUT INDONESIA KUTOARJO


III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Bagian ketiga ini akan membahas beberapa hal mengenai metode penelitian,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pengembangan sumber daya manusia. Meskipun

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif jenis korelasional, menggunakan

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian. data melalui wawancara untuk menjelaskan hubungan yang mungkin tejadi diantara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 82 / HUK / 2006 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah mencanangkan programprogram

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. juga sebuah kinerja terus menerus serta sebuah usaha pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengungkapkan tentang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2005:247) Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani

METODOLOGI PENELITIAN

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI (FAST FOOD) SISWA SMAN 2 JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kayumerah Kecamatan Limboto

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendapat Surakhmad (1994:131) yang menyatakan bahwa metode

belum tertampung di SLTP/MTs; (2) Kekurangan ruang kelas sebanyak orang; (2) Guru yang tidak layak mengajar

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN MORAL KERJA GURU DI SMK NEGERI 2 BUKITTINGGI

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI

METODOLOGI. Batasan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. pengetahuan, sikap maupun keterampilan kejuruan yang dibutuhkan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

KEPUASAN SISWA TEKNIK PEMESINAN TERHADAP PENGEMBANGAN KEAHLIAN DI SMK NASIONAL BERBAH SLEMAN. Oleh: Jeffri Setiawan *) dan Edy Purnomo, M.

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

,.., .. Kabupaten Cianjur khususnjra. Kecamatan Ciranjang dan Bojongpicung memiliki

HUBUNGAN MINAT, MOTIVASI BELAJAR DAN SIKAP DENGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 13 MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

?/I PARTlSlPASl TOKOH MASYARAKAT DESA PADA

III. METODOLOGI PENELITIAN. penelitian korelasional, karena penelitian melibatkan tindakan pengumpulan

METODE PENELITIAN Populasi dan Contoh

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah karakteristik peternak

BAB I PENDAHULUAN. Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang

Transkripsi:

Nunu Heryanto, "Partisipasi Orang Tua dalam Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun" (Kasus di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan Margono Slamet sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Pang S. Asngari dan Prabowo Tjitropranoto sebagai anggota komisi pembimbing. RINGKASAN Kebijakan Pemerintah dalam pencanangan dan implementasi program Wajar Dikdas 9 yang diresmikan pada tanggal 2 Mei 1994 mempunyai implikasi pada penyediaan dan pengerahan dana dan daya Pemerintah dalam promosi dan implementasi program tersebut dengan harapan pada akhir Pelita VI 85 prosen dari populasi usia pendidikan dasar (7-15 tahun) telah menamatkan SLTP. Propinsi Jawa Barat dalam aktivitas pembangunan selalu menjadi tolak ukur keberhasilan program untuk propinsi lainnya, akan tetapi dalam pembangunan pendidikan khususnya pelaksanaan Wajar 9 tahun Jawa Barat menduduki rengking terakhir, yaitu baru mencapai 25,09 prosen, sedangkan angka partisipasi nasional mencapai 62,39 prosen. Program Pendidikan Dasar telah dirintis mulai tahun 1990 akan tetapi sampai saat ini masih dirasakan banyak hambatan, terutama menggerakkan partisipasi masyarakat dalam program tersebut, oleh sebab itu dipandang perlu penemuan data empirik mengenai faktor penyebab rendahnya partisipasi menyekolahkan ke SLTP, penelitian yang telah dlakukan lebih cenderung pada variabel subjek didik dan hambatan kependidikan, oleh sebab itu penelitian ini lebih mengutamakan subjek penelitiannya kepada satuan unit kepala keluarga (orang tua) sebagai penanggung jawab dan pengambil keputusan dalam menyekolahkan khususnya pada jenjang SLTP. Partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi orang tua dalam menyekolahkan anaknya pada jenjang SLTP yang ditandai dengan perilaku; (1) kegigihan dan kesungguhan mencari informasi pendidikan bagi anaknya, (2) mendaftarkan sekolah bagi anaknya ke SLTP, (3) kesungguhan dalam membimbing anaknya dalam kegiatan belajar di rumah dan lingkungannya, (4) aktif mengikuti kegiatan rapatlpertemuan yang diadakan oleh sekolah atau instansi terkait lainnya, (5) aktif menyumbangkan pemikiranlpendapat, tenaga, harta benda, kemahiranlketrampilan tertentu untuk kemajuan pendidikan, dan (6) aktif menyebarluaskan informasi pendidikan kepada yang lain. Dalam mempelajari variabel tersebut diatas didekati dari dua variabel yaitu, pertama variabel karakteristik individu yaitu meliputi latar belakang (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) jumlah anak, (4) orbitasi wilayah, (5) status sosial ekonomi, (6) kemampuan berkomunikasi, dan (7) nilai dan norma sosial. Kedua dimensi variabel kawasan afektif yaitu mencakup ; (1) persepsi mengenai masa depan pendidikan anaknya, (2) aspirasi mengenai masa depan pendidikan anaknya, (3) motivasi menyekolahkan, dan (4) sikap terhadap program Wajar Dikdas 9 Tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu, kawasan afektif dan partisipasi. responden, selanjutnya bertujuan pula mengungka~kan dan menggambarkan pola.hibungan antara karakteristik individu dengan kawasan afektif, pola hubungan karakteristik individu dengan partisipasi serta hubungan karakteristik kawasan afektif dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP serat menjelaskan perbedaan partisipasi mereka diantara wilayah yang berbeda... Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat, karena wilayah tersebut memiliki hteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini, untuk kepentingan penelitian ini wilayah Kabupaten Garut dibagi pada tiga kategori yaitu: (I) kategori wilayah dekat (kode A), (2) kategori wilayah sedang (kode B), dan (3) kategori wilayah jauh (kode C). Penelitian ini dirancang dengan rancangan penelitian "ex-post facto disign", maksudnya hanya mengungkapkan data pada saat penelitian berlangsung, karena tidak mengadakan perlakuan (treatment) sebelumnya. Metode yang digunakan adalah metode stud kasus dengan pendekatan analisis korelasional, karena penelitian ini mengungkapkan hubungan antara variabel yang mempengamhi dan yang dipengaruhi, sedangkan data lain yang tidak bisa terungkap dengan pendekatan tersebut dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Responden adalah satuan kepala keluarga (orang tua) yang mempunyai anak usia SLTP (13-15 tahun) dm telah menamatkan SDM yaitu bejumlah 5.724' orang. Pengambilan contoh digunakan teknik "stratified proportional random sampling", penentuan besaran sampling didasarkan pada tingkat pendidikan dan peke rjaan yang dimiliki orang tua saat penelitian. Hasil perhitungan dengan rumus Cochran (1977) diperoleh sebanyak 287 orang dengan proporsi masing-masing kelompok sebesar 5 prosen. Instrumen penelitian (konversioner) digunakan untuk memperoleh data langsung dari responden, sedang observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran daerah penelitian, dan untuk memperoleh datalinformasi penunjang lainnya dari beberapa instansi dilakukan dengan studi dokumentasi. Karakteristik responden dilihat dari.segi usia sebagian besar kategori usia setengah baya dan dewasa akhir. Dan hanya sebagian kecil saja kategori usia tua baik di Desa A, B clan C. Tingkat pendidikan mereka di Desa A sebagian besar berpendidikan tinggi sediing di Desa C terjadi sebaliknya. Pemilikan jumlah anak di Desa A sebagian besar kategori sedikit anak sedangkan Desa B dan C sebagian ' besar dari mereka memiliki anak banyak (>4 orang). Tempat tinggal mereka khusus Desa C sebagian besar jauh dari pusat informasi dan lembaga pendidikan lanjutan sedangkan di Desa A pada umumnya dekat dan ditunjang sarana transportasi yang memadai. Tingkat perekonomian masyarakat di Desa A lebih banyak berada pada level atas, sedangkan di Wilayah C sebagian besar berada pada level bawah. Kemarnpuan berkomunikasi mereka di Desa A sebagian besar berkemampuan tinggi, sedangkan di Desa C sebaliknya, disertai dengan masih banyaknya masyarakat yang masih terikat dengan nilai dan norma sosial setempat, sedangkan di Desa A te rjadi sebaliknya. Persepsi dan aspirasi mereka mengenai pendidikan masa depan anaknya di Desa A kategori tinggi, karena ditunjang dengan pusat informasi yang relatif memadai dibanding Desa B dan C. Oleh sebab itu di Desa C persepsi dan

aspirasinya kategori rendah. Motivasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A kategori tinggi dan Desa C sebaliknya, demikian juga sikap mereka terhadap program Wajar di Desa A sebagian besar katcgori positif dan Desa C sebaliknya. Dari gambaran diatas tergambar pula lukisan partisipasi menyekolahkan di Desa A kategori tinggi, karena kecuali didasari pemahaman, motivasi dan sikap yang mendukung, juga faktor pendidikan, sosial ekonomi, kemampuan berkomunikasi mereka tinggi pula, sedangkan di Desa C sebaliknya. Hasil penelitian dengan analisis teknik korelasi peringkat Spearman membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara latar belakang usia responden dengan karakteristik kawasan afektif. Artinya, faktor usia bukan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya persepsi dan aspirasinya mengenai masa depan pendidikan anaknya, motivasi menyekolahkan dan sikapnya terhadap program Wajar Dikdas 9 Tahun. Latar belakang tingkat pendidikan terbukti mempunyai hubungan sangat nyata dengan karakteristik kawasan afektif baik di Desa A, B dan C, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi persepsi dan aspirasinya, motivasi menyekolahkan dan sikapnya terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun. Jumlah anak terbukti tidak mempunyai hubungan dengan persepsi responden terhadap pendidikan dasar, sedangkan dengan variabel aspirasi dan motivasi menyekolahkan serta sikapnya terhadap program Wajar Dikdas terdapat hubungan yang sangat nyata (tejadi hubungan terbalik), maksudnya bahwa semakin sedikit jumlah anak yang dimiliki responden, maka semakin tinggi aspirasi dan motivasi menyekolahkan pada pendidikan SLTF' dan semakin positif sikapnya terhadap program Wajar 9 tahun. Jarak antara tempat tinggal mereka dengan SLTP temyata memiliki hubungan terbalik yang nyata dengan karakteristik kawasan afektif, artinya semakin dekat tempt tinggal mereka dengan pusat informasi dan lembaga pendidikan maka semakin tinggi persepsi dan aspirasi pendidikan, motivasi menyekolahkan dan sikapnya semakin positif terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun. Demikian pula tingkat status sosial ekonomi mereka mempunyai hubugan sangat nyata dengan kawasan afektif tersebut diatas, maksudnya semakin tinggi level tingkat sosial ekonomi, maka semakin tinggi pula presepsi dan aspirasi mereka terhadap pendidikan, motivasi menyekolahkan, dan semakin positif sikapnya terhadap program pendidikan dasar 9 tahun. Faktor kemampuan berkomunikasi responden juga mempunyai hubungan sangat nyata dengan karakteristik kawasan afektifnya. Artinya mereka yang memiliki kemampuan berkomunikasi tinggi, maka lebih cenderung persepsi dan aspirasinya terhadap pendidikan juga semakin tinggi, demikian juga keterikatan mereka dengan sistem nilai dan norma sosial setempat mempunyai hubungan sangat nyata (tejad hubungan terbalik) dengan kawasan afektifnya (psikis).. Maksudnya semakin loiiggar keterikatan mereka dengan nilai dan norma sosial yang menghambat pembangunan pendidikan maka semakin tinggi tingkat persepsi dan aspirasinya terhadap pendidikan semakin tinggi motivasi menyekolahkan, dan semakin positif sikapnya terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun Faktor usia responden tidak mempunyai hubungan dengan partisipasi menyekolahkan ke jenjang SLTF'. Artinya faktor mudaltuanya usia seseorang tidak mempengaruhi aktifitas menyekolahkan analcnya pada jenjang SLTP baik di

Desa A, B dan C. Akan tetapi faktor latar belakang pendidikan terbukti mempunyai hubungan sangat nyata dengan intensitas partisipasi mereka. Variabel jumlah anak terbukti mempunyai hubungan sangat nyata (tejadi hubungan terbalik) dengan partisispasi menyekolahkan ke SLTP, artinya semakin sedikit pemilikan anak, semakin tinggi partisispasi responden dalam menyekolahkan anaknya ke SLTP, atau sebaliknya. Faktor jarak antara rumah ke sekolah (SLTP) mempunyai hubungan terbalik yang sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A, B dan C. Maksudnya semakin dekat tempat tinggal mereka dengan pusat infonnasi dan lembaga pendidikan cenderung partisipasi mereka meningkat. Beberapa orang tua di Desa A menyatakan kami bukan orang berada tetapi kami memaksakan diri menyekolahkan ke SLTP karena tidak beriikir biaya transport dan uang jajan, karena sekolah sangat dekat dari rumah. Demikian juga faktor perekonomian masyarakat terbukti memiliki hubungan sangat nyata denga partipsipasi mereka di Desa A, B dan C. Artinya mereka yang memiliki level status sosial ekonomi tinggi cenderung lebih tinggi partisipasinya, dan demikian pula sebaliknya kecederungan lain berarti apabila partisipasi mereka ingin ditingkatkan maka harus di barengi dengan peningkatan perekonornian mereka. Faktor lain adalah kemampuan berkomunikasi responden, terbukti mempunyai hubungan sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A,B dan C. Maksudnya semakin tinggi kemampuan mereka &lam mencari, menerima dan menafsirkan pesan program Wajar, maka semakin tinggi kecenderungannya untuk berpartisipasi. Juga terdapat hubungan sangat nyata (te jadi hubungan terbalik) antara sistem nilai dan norma sosial dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP. Artinya semakin longgar dengan sistem nilai dan nonna sosial maka cenderung semakin meningkat pula partisipasi mereka, atau upaya peningkatan partisipasi mereka bisa dilakukan melalui penghapusan nilai dan norma sosial lama yang menghambat partisipasinya dan mengenalkan nilai dan norma sosial baru yang mendorong mereka kearah yang diharapkan. Persepsi dan aspirasi responden mengenai masa depan pendidikan anaknya mempunyai hubungan sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan pada jenjang SLTP. Maksudnya, semakin tinggi tingkat pemahaman dan cita-citanya mengenai masa depan pendidikan anaknya maka semakin tinggi intensitas partisipasi menyekolahkan khususnya pada jenjang SLTP. Terdapat hubungan sangat nyata antara motivasi dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP. Maksudnya semakin tinggi dorongan pada dirinya untuk kemajuan pendidikan anaknya, maka semakin tinggi partisipasi menyekolahkan pada jenjang SLTP. Kecuali itu juga terbukti bahwa antara sikap terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun mempunyai hubungan sangat nyata dengan partisipasi rnenyekolahkan ke SLTP. Maksudnya semakin positif mereka menyikapi program Wajar, maka semakin tinggi partisipasinya, atau apabila partisipasi mereka ingin ditingkatkan, maka hams diupayakan pembentukan sikap mereka terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun. Dilihat dari perbedaan karakteristk wilayah menunjukkan adanya perbedaan intensitas partisipasi diantara wilayah A, B dan C, di Desa A sebagian besar katagori intensitas partisipasinya tinggi sedangkan di- Desa C tejadi sebaliknya.

Hasil uji kebermaknaan perbedaan partisipasi dengan menggunakan tewanalisis mkal Wallis diperoleh H sebesar 30,99 dari df =2. Artinya bahwa perbedaan intensitas partisipasi diantara Desa A, B, dan C sangat berarti, karena H > a 2 baik pada tamp nyata 0,05 (5,99) atau pada tarap nyata 0,01 (9.21)..,, Berdasarkan temuan empirik diatas, maka untuk meningkatkan partisipasi menvekolahkan ke SLTP disarankan keoada ~embuat kebiiakan. Tim Pokia ~ajir, untuk melakukan (1) pendekatan dan &ataan model-pemdrataan SL~? baik untuk pengadaan gedungbaru atau tambahan ruang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah (2) penggalian danalpotensi masyarakat, disamping dana APBN dan APBD dan sumber lainnya untuk penyelenggaraan pendidikan (3) melakukan dipersifikasi program clan pola pelaksanaan program Wajar Dikdas 9 tahun, baik melalui Pendidikan Formal maupun melalui Pendidikan Non Formal dan (4) melakukan intensifikasi penyuluhan program Wajar secara langsung atau melalui berbagai media.