BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

dokumen-dokumen yang mirip
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh:

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

PERAN PERADILAN TUN DALAM PENYELENGGARAAN GOOD GOVERNANCE PASCA UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

Pdengan Persetujuan Bersama

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yaitu negara yang

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN. Pada dasarnya

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN)

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 86/PUU-XII/2014 Pengangkatan Tenaga Honorer/Pegawai Tidak Tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Dewasa ini, kebutuhan untuk menjaga lingkungan hidup dan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam Perkara Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan sebuah institusi yang cukup penting keberadaannya dalam kehidupan sebuah negara hukum (rechtsstaat), yang erat dicirikan oleh adanya pembatasan dan pengawasan (control) terhadap setiap aspek tindakan pemerintah, khususnya di negaranegara berkembang, dalam kehidupan masyarakat sekarang ini lewat program pembangunan nasional bagi terciptanya negara kesejahteraan (welfare state), yang memang memerlukan kelincahan yang lebih besar dibandingkan dalam suatu negara di mana pemerintah hanya bersikap sebagai polisi dan hanya bertindak atas permintaan perorangan atau apabila ada kepentingan yang dilanggar. 1 Peradilan Tata Usaha Negara merupakan keseluruhan proses atau aktifitas Hakim Tata Usaha Negara yang didukung oleh seluruh fungsionaris 1 Paulus Effendi Latulung, 2013, Lintasan Sejarah dan Gerak Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Salemba Humanika, hal. 1. 1

2 pengadilan dalam melaksanakan fungsi mengadili baik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) maupun Mahkamah Agung. 2 Badan peradilan yang ada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kemudian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. 3 Kewenangan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menentukan bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Yang dimaksud sengketa Tata Usaha Negara tersebut, menurut Pasal 1 Angka 10 Undang Nomor 51 Tahun 2009) adalah: 4 Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, Keputusan Tata Usaha Negara merupakan dasar lahirnya sengketa Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 mengatur bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha 2 W. Riawan Tjandra, 2009, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN): Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, Hal. 5 3 R.Wiyono, 2013, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, hal. 2. 4 Ibid, hal. 6.

3 Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sedangkan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa Keputusan Tata Usaha Negara/Keputusan Administrasi Pemerintahan adalah: 1. Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual; 2. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya 3. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB 4. Bersifat final dalam arti lebih luas 5. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau 6. Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat Masalah mengenai Sengketa Tata Usaha Negara salah satunya yaitu sengekta yang tercantum dalam Putusan Nomor 080/G/2015/PTUN.Smg. Kasus sengketa tersebut bermula ketika Penggugat yaitu PT. Amira Sinergi Ferrindo mengajukan permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Tergugat yaitu Kepala Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap. Terhadap permohonan Izin Prinsip yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Tergugat, Izin tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan alasan bahwa sudah keluar Surat Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap Tentang Izin Prinsip Penanaman Modal Nomor: 348/3301/IP/I/PMDN/2014 tanggal 09 september 2014 atas nama PT. Primandiri Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengambil penelitian hukum dengan judul: ANALISIS

4 PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN MASALAH SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL (Studi Kasus Putusan No. 080/G/2015/Ptun.Smg) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kasus sengketa izin prinsip penanaman modal dalam Putusan No. 080/G/2015/PTUN.Smg dilihat dari kompetensi absolut PERATUN? 2. Bagaimana analisis pertimbangan hukum hakim dalam memutus sengketa izin prinsip penanaman modal dalam putusan No. 080/G/2015/ PTUN.Smg? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kasus sengketa izin prinsip penanaman modal dalam Putusan No. 080/G/2015/PTUN.Smg dilihat dari kompetensi absolut peratun. 2. Untuk mengetahui analisis pertimbangan hakim dalam memutus sengketa izin prinsip penanaman modal.

5 Manfaat yang diharapkan dan diambil oleh penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan berpikir serta ilmu pengetahuan di bidang ilmu Hukum Administrasi Negara. 2. Manfaat Praktis a. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pembaca, karena dengan adanya penelitian ini memberi pemahaman mengenai penyelesaian sengketa tata usaha negara tentang izin prinsip penanaman modal. b. Sebagai masukan bagi badan penanaman modal dan perizinan terpadu Kabupaten Cilacap, pejabat terkait, pegawai serta lembaga peradilan (PTUN). D. Kerangka Pemikiran Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap keputusan serta tindakan Badan/pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas-asas umum pemerintahan yang baik dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) yaitu meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan publik.

6 Timbulnya sengketa Tata Usaha Negara dikarenakan adanya keputusan Tata Usaha negara yang melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Seperti yang sudah diatur dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang nomor 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Mengenai ketentuan kompetensi absolut peratun, maka diketahui bahwa di dalam lingkungan peratun terdapat: 1. Tergugat, yaitu badan atau pejabat tun yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. (Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009) 2. Penggugat, yaitu orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara (KTUN). (Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004) 3. Obyek sengketa gugatan adalah keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisikan tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual, final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Permasalahan dalam sengketa ini adalah keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap yang ditujukan kepada PT. Primandiri Indonesia (Wistina) sebagai Tergugat, dan PT. Amira Sinergi Ferindo sebagai

7 Penggugat. Penggugat dalam hal ini berpendapat bahwa tindakan Tergugat dalam mengeluarkan surat keputusan obyek sengketa telah melanggar ketentuan PERDA Kabupaten Cilacap Nomor 12 Tahun 2014 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas keadilan dan kewajaran. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan/ pejabat tata usaha negara dapat dikatakan sah menurut hukum apabila dalam perbuatannya memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Selain itu sesuai dengan penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang sah dalam pembuatannya juga harus memperhatikan tiga aspek yaitu aspek wewenang, substansial/materiil, dan prosedural. 5 Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang melalui Pengadilan Tata Usaha Negara akan berakhir dengan adanya putusan Hakim. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mengenal adanya dua macam putusan, yaitu putusan yang bukan putusan akhir dan putusan akhir. Putusan yang bukan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim sebelum pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara dinyatakan selesai. Tujuan dari dijatuhkannya putusan yang bukan putusan akhir adalah untuk memungkinkan 5 S.F.Marbun, 2011, Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di Indonesia, Yogyakarta: FH.UII Press, hal. 162.

8 atau mempermudah pelanjutan pemerikasaan sengketa Tata Usaha Negara di sidang Pengadilan. 6 Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadolan tertentu. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 97 ayat (7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dapat diketahui bahwa putusan akhir dapat berupa antara lain sebgai berikut: a. Gugatan ditolak b. Gugatan dikabulkan c. Gugatan tidak diterima d. Gugatan gugur Hakim sebelum menjatuhkan amar putusan terhadap perkara yang diperiksanya tentunya akan mempertimbangkan hal-hal yang ada kaitannya terhadap perkara yang diperiksa. Pertimbangan hukum Hakim berisi antara lain argumentasi atau alasan Hakim yang dijadikan pertimbangan bagi putusan yang akan dijatuhkan oleh Hakim. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis lebih cenderung menekankan penelitian dengan pendekatan hukum yuridis normatif, karena penelitian yang dilakukan adalah studi literatur dan dikumentasi peraturan 6 R. Wiyono, 2013, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 2

9 perundang-undangan dan kebijakan serta mempelajari teori-teori maupun asas-asas yang berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran serta mendeskripsikan data seteliti mungkin secara sistematis dan menyeluruh mengenai pertimbangan hakim tata usaha negara dalam memutus sengketa tata usaha negara khususnya dalam kasus PTUN No. 080/G/2015/PTUN.Smg. 3. Bentuk dan Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 3) Putusan No. 080/G/2015/PTUN.Smg tentang Izin Prinsip Penanaman Modal b. Bahan hukum sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka maupun dari dokumen berupa bahan hukum, yang

10 memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa literaturliteratur yang berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara serta analisis terhadap pertimbangan hukum hakim Tata Usaha Negara dalam Putusan No. 080/G/2015/PTUN.Smg. 4. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dengan mencari, mencatat, melakukan inventarisasi, dan mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kajian yang akan diteliti. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus atau individual. Data pada penulisan hukum dilakukan melalui pendekatan kualitatif yaitu analisa terhadap analisa data yang tidak bisa dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan, dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan diinterpretasikan untuk menjawab persoalan dalam perumusan masalah dan diharapkan dapat memperluas wawasan khususnya dalam bidang hukum administrasi negara.

11 F. Sistematika Skripsi Untuk memberikan pemahaman isi dari penelitian ini maka penulis memyusun sistematika dalam penulisan penelitian ini sebagai berikut: Bab I berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II berisi Tinjauan Pustaka yang menguraikan dasar teori yang berkaitan dengan judul penelitian seperti berbagai terminologi dalam kaitannya dengan Hukum Acara Tata Usaha Negara, Keputusan Tata Usaha Negara, Kompetensi Abolut Peratun, Perizinan, serta Penanaman Modal. Bab III berisi tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan dimana penulis akan menguraikan dan membahas mengenai jawaban atas permasalahan yang dikaji, yaitu tentang kasus sengketa izin prinsip penanaman modal dilihat dari kompetensi absolut peratun, serta analisis pertimbangan hukum hakim dalam memutus sengketa izin prinsip penanaman modal dalam putusan No. 080/G/2015/PTUN.Smg. Bab IV berisi Penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.