3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

GEOLOGI DAN STUDI INFILTRASI AIR TANAH DAERAH CIHIDEUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT SKRIPSI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Ciri Litologi

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Transkripsi:

3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar tuf kasar-lapili, maka satuan ini diendapkan dengan mekanisme aliran / pyroclastic flow deposits (McPhie dkk., 1993). 3.2.3 Satuan lava basalt Satuan ini menempati kurang lebih 5 % dari luas daerah penelitian, warna satuan ini pada peta geologi adalah warna merah (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap dengan baik di sepanjang Sungai Cihideung Barat. Batuan yang tersingkap terdiri dari lava basaltis. A B C D Gambar 3-24. (A) Singkapan lava basalt di RCH-9, (B) Singkapan lava basalt di Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 RCH-10, (C) Struktur vesikuler di RCH-4, dan (D) Struktur kekar berlembar di RCH-8. 33

3.2.3.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini memiliki penyebaran litologi dan geometri berupa aliran lava di Sungai Cihideung Barat. Berdasarkan pada rekontruksi penampang satuan ini diperkirakan memiliki ketebalan 50 m. 3.2.3.2 Ciri litologi Satuan ini terdiri atas litologi lava basalt yang memiliki ciri-ciri megaskopis : warna abu-abu gelap, masif, porfiritik, hipokristalin, masa dasar mineral mafik, fenokris terdiri dari piroksen dan plagioklas, kondisi segar sampai sedang, terdapat vesikuler (Gambar 3-24. C) akibat adanya pelepasan gas pada saat proses pembekuan, selain itu terdapat pula struktur kekar berlembar yang mencirikan lava yang baru membeku didesak oleh aliran lava baru yang mengalir di atasnya atau adanya pembebanan sehingga membentuk struktur tersebut (Gambar 3-24. D). Secara mikroskopis lava basalt (lihat Lampiran B5) mempunyai ciri-ciri: hipokristalin, tekstur trakhitik, fenokris 20%, butiran terdiri dari plagioklas 10% jenis labradorit, piroksen 5%, olivin 5%, subhedral-anhedral, berukuran 0,1-1mm, dan massadasar 80% berupa plagioklas, piroksen dan opak. 3.2.3.3 Umur dan hubungan stratigrafi Umur dari satuan batuan ini berdasarkan data literatur, yaitu memiliki umur absolut 0,040±0,003 juta tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada endapan lava yang dilakukan oleh Sunardi dan Kimura (1998; dalam Kartadinata, 2009) dimana satuan ini merupakan produk dari letusan Gunung Tangkubanparahu yang termasuk dalam anggota endapan Tangkubanparahu Muda. Berdasarkan kesamaan ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Cikidang (Koesoemadinata dan Hartono, 1981) berumur Plistosen Atas - Holosen, sedangkan menurut Silitonga (1973), satuan ini merupakan Hasil Gunungapi Muda. Hubungan stratigrafi antara satuan lava basalt dengan satuan tuf skoria dibawahnya tidak dapat ditentukan karena tidak dijumpai kontak antara keduanya. Untuk itu penulis mengacu pada Koesomadinata dan Hartono (1981) dimana satuan lava basalt yang disetarakan dengan Formasi Cikidang dieendapkan selaras diatas satuan tuf skoria yang disetarakan dengan Formasi Cibeureum. 34

3.2.3.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan ciri litologi terutama dengan adanya tekstur aliran pada pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa lava diendapkan melalui mekanisme aliran yang berasal dari letusan efusif gunungapi. Berdasarkan ciri diatas, maka satuan ini diendapkan dengan mekanisme lava flows (McPhie dkk., 1993) 3.2.4 Satuan tuf lapili Satuan Tuf Lapili merupakan satuan termuda di daerah penelitian, menempati 55 % daerah penelitian (Lampiran A3). Warna satuan ini pada peta geologi adalah warna merah muda. Satuan ini tersingkap dengan baik di bagian utara Sesar Lembang dan di daerah Gunung Sereh. A B C D Gambar 3-25. (A) Singkapan Tuf Lapili di SU-3, (B) Singkapan SU-3 dilihat dari dekat, (C) Singkapan Tuf lapili di SU-4, dan (D) Singkapan tuf lapili di CG-8 35

3.2.4.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini memiliki penyebaran litologi dan geometri berupa endapan jatuhan yang melingkupi hampir seluruh daerah penelitian terutama di daerah utara dan di daerah selatan. Sifat satuan ini yang relatif lunak maka tidak dijumpai satuan ini di lembah sungai kecuali di lembah sungai Cipaganti bagian selatan yang memiliki kemiringan lereng lebih landai, ketebalan satuan ini berdasarkan rekontruksi penampang ini diperkirakan sekitar 40 m dengan singkapan yang memiliki ketebalan paling besar di lapangan terdapat di daerah Gunung Sereh di stasiun SU-4 yaitu sekitar 15 meter. 3.2.4.2 Ciri litologi Satuan ini terdiri atas litologi tuf lapili yang memiliki ciri-ciri megaskopis: warna cokelat - kuning terang dengan fragmen litik terdiri dari basalt berukuran lapili (0,5 5 cm) dan butir debu vulkanik berukuran halus-lapili dengan dominan berukuran lapili, terpilah sedang - baik, kemas tertutup. Secara mikroskopis nama batuan tuf gelas (lihat Lampiran B6), memiliki tekstur hipokristalin, klastik, terpilah sedang - buruk, kemas terbuka, butiran 40% terdiri dari kristal kuarsa, plagioklas, gelas, dan opak, ukuran butir 0,25-1,5 mm, bentuk butir subrounded - subangular, massadasar 60% berupa gelas. 3.2.4.3 Umur dan hubungan stratigrafi Umur dari satuan batuan ini berdasarkan data literatur, yaitu memiliki umur absolut 9.980 ± 50 tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada yang dilakukan oleh (Kartadinata, 2009) dimana satuan ini merupakan endapan tefra Tangkubanparahu Muda yang merupakan produk dari letusan Gunung Tangkubanparahu. Berdasarkan kesamaan ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Cikidang (Koesoemadinata dan Hartono, 1981) berumur Holosen, sedangkan menurut Silitonga (1973), satuan ini merupakan Hasil Gunungapi Muda. Hubungan stratigrafi antara Satuan Tuf Lapili dengan Satuan Lava Basalt dibawahnya tidak dapat ditentukan karena tidak dijumpai kontak antara keduanya, dan penulis menyimpulkan bahwa Satuan Tuf Lapili berumur lebih muda dibandingkan Satuan Lava Basalt berdasarkan intepretasi tanah pelapukan yang 36

berada di Sungai Cihideung Barat dimana tanah pelapukan tersebut memiliki ciri-ciri berwarna kecoklatan, bersifat lepas-lepas, berukuran pasir sedang-kasar. 3.2.4.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pengamatan lapangan, mengacu pada ciri litologi berupa pemilahan baik, kemas tertutup, maka penulis menyimpulkan satuan ini termasuk endapan piroklastik jatuhan / pyroclastic fallout deposits (McPhie dkk., 1993). 3.2.5 Lingkungan pengendapan Pengendapan batuan di daerah penelitian secara umum terdapat di lingkungan gunung api darat. Menurut Bogie dan MacKenzie (1998), daerah penelitian terletak pada bagian proksimal atau lereng atas suatu kerucut gunung api dengan indikasi adanya litologi tuf skoria, lava, dan tuf lapili secara bersamaan (Gambar 3.26). Gambar 3-26. Pembagian fasies gunung api (Bogie dan MacKenzie, 1998) 3.3 STRUKTUR GEOLOGI Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa struktur primer yang berupa kekar berlembar (lihat Gambar 3-24), kekar kolom (lihat Gambar 3-22), 37

dan struktur sekunder berupa sesar yaitu Sesar Lembang. Terdapat satu sesar utama pada daerah penelitian, yaitu Sesar Lembang. Struktur sesar diamati di lapangan dengan gejala-gejala gawir sesar, serta adanya pembelokan sungai. Penafsiran dari peta topografi dan foto udara memperlihatkan gawir terjal dengan pola kelurusan barat-timur di sekitar daerah Gunung Sereh di bagian Barat sampai daerah Sukanegara di bagian timur daerah penelitian, kemudian bukti lainnya menunjukkan adanya pembelokan arah sungai, yaitu di bagian barat daerah penelitian, Sungai Cibeureum dan Sungai Cihideung dari relatif berarah utara selatan menjadi barattimur, kemudian di bagian timur peta, Sungai Cisungapan yang semula relatif berarah timur laut-barat daya menjadi barat laut-tenggara yang terletak di bagian utara daerah penelitian (Gambar 3-27). Gambar 3-27. Aliran sungai di daerah penelitian yang menunjukkan pembelokan arah Pengamatan morfologi di daerah observatorium Boscha menunjukkan adanya gawir sesar dimana blok di utara gawir relatif lebih turun dibandingkan blok di bagian selatan gawir sesar (Gambar 3-28). 38

Blok Naik Blok Turun Gambar 3-28. Gawir sesar di daerah Observatorium Boscha Pengamatan di lapangan tidak ditemukan adanya bidang sesar, karena pada umumnya kondisi singkapan yang telah lapuk dan proses erosi yang intensif serta vegetasi yang lebat. Mekanisme pergerakan Sesar Lembang berupa sesar normal, dan hal ini juga didukung oleh analisis sagpond yang dilakukan oleh Hidayat, dkk., (2008). Berdasarkan mekanisme ini maka diduga kehadiran Sesar Lembang akibat proses volcano tectonic. Oleh karena itu, data struktur pada daerah penelitian ini mengacu pada peta geologi lembar Bandung (Silitonga, 1973) yang menyatakan bahwa sesar tersebut adalah sesar normal, dengan blok yang bergerak relatif turun pada blok bagian utara sesar lembang. Sesar Lembang pertama kali terbentuk diperkirakan pada Pleistosen Atas yang kemungkinan disebabkan runtuhnya Gunung Sunda serta pembentukan kaldera Gunung Sunda (Koesoemadinata, 1981). 3.3.1 Pola kelurusan Berdasarkan data kelurusan punggungan, lembah, dan sungai dari citra DEM daerah penelitian, terdapat dua pola umum yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Pola umum tersebut diinterpretasikan sebagai sumber material vulkanik, dan sesar (Gambar 3-29). Pola yang berarah timurlaut-baratdaya diinterpretasikan sebagai arah dari sumber material vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkubanparahu (Kartadinata, 2009), sedangkan pola yang berarah baratlaut-tenggara diinterpretasikan sebagai arah sesar di daerah penelitian. 39

Gambar 3-29. Pola kelurusan di daerah penelitian (modifikasii peta topografi digital Bakosurtanal, 2001) 3.4 SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Plistosen Atas dengan terjadinya aktivitas vulkanik dari Gunung Sunda. Letusan besar dari Gunung Sunda yang terakhir ini menghasilkan satuan breksi piroklastik dengann mekanisme aliran dengan penyebaran luas dan menutupi seluruh daerah penelitian (Gambar 3-30). Keterangan : : Sungai : Satuan Breksi Piroklastik Gambar 3-30. Satuan breksi piroklastik diendapkan dengan mekanisme aliran hasil letusan pertama Gunung Sunda (Plistosen Atas) 40

Satuan breksi piroklastik ini memiliki kesamaan ciri litologi dengan Formasi Cikapundung (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Umur absolut satuan breksi piroklastik menurut Kartadinata, (2009) memiliki umur absolut 0,210 ± 0,310 juta tahun yang lalu. Hal ini diikuti juga dengan runtuhnya Gunung Sunda, pembentukan Sesar Lembang yang pertama kali dan lahirnya Gunung Tangkubanparahu (Gambar 3-31). Keterangan : Sungai : Sesar : Satuan Breksi Piroklastik Gambar 3-31. Proses penyesaran pertama Sesar Lembang (Plistosen Atas) Letusan pada periode Gunung Tangkubanparahu Tua (Kartadinata, 2009) menghasilkan satuan tuf skoria dengan mekanisme aliran (Gambar 3-32). Umur absolut satuan ini menurut Kartadinata, (2009) memiliki umur absolut 0,040.750 ± 270 juta tahun tahun yang lalu. Selanjutnya, masih pada periode Gunung Tangkubanparahu Tua, aktivitas vulkanik kembali terjadi dan menghasilkan letusan kedua. Letusan kedua dari gunung ini mengalirkan satuan lava basalt yang memiliki umur absolut 0,040±0,003 juta tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada endapan lava yang dilakukan oleh Sunardi dan Kimura (1998; dalam Kartadinata, 2009) di bagian lembah daerah penelitian (Gambar 3-33) yang masih termasuk pada fasies proksimal. 41

Keterangan : Sungai : Sesar : Satuan Breksi Piroklastik : Satuan Tuf Skoria Gambar 3-32. Satuan Tuf Skoria diendapkan dengan mekanisme aliran hasil letusan pertama Gunung Tangkubanparahu Tua (Plistosen Atas) Setelah pengendapan satuan lava basalt, kemudian masuk pada periode Gunung Tangkubanparahu Muda. Letusan pada periode ini berupa letusan eksplosif yang mengendapkan Satuan Tuf Lapili. Satuan tersebut memiliki penyebaran luas dan menutupi seluruh daerah penelitian (Gambar 3-34). Sesar Lembang kembali mengalami pergerakan akibat letusan Gunung Tangkubanparahu pada periode kedua ini, dan menghasilkan gawir sesar di bagian timurlaut daerah penelitian. Sifat Satuan Tuf Lapili yang lunak menyebabkan hampir seluruh satuan ini tererosi di bagian lembah. Sehingga memunculkan kembali satuansatuan yang sebelumnya telah terendapkan dimana pada bagian timur daerah penelitian erosi berlangsung secara lebih sering diakibatkan kemiringan lereng yang lebih besar dibandingkan di bagian timur daerah penelitian sehingga satuan Breksi Piroklastik menjadi tersingkap (Gambar 3-35). 42

Keterangan : : Sungai : Sesar : Satuan Breksi Piroklastik : Satuan Tuf Skoria : Satuan Lava Basalt Gambar 3-33. Satuan Lava Basalt diendapkan dengan mekanisme aliran hasil letusan kedua Gunung Tangkubanparahu tua disertai dengan erosi di bagian timur sehingga Satuan Breksi Piroklastik terendapkan (Plistosen Atas-Holosen) Keterangan : : Sungai : Sesar : Satuan Breksi Piroklastik : Satuan Tuf Skoria : Satuan Lava Basalt : Satuan Tuf Lapili Gambar 3-34. Satuan Tuf Lapili diendapkan dengan mekanisme jatuhan hasil letusan Gunung Tangkubanparahu muda (Holosen) 43

Keterangan : : Sungai : Sesar : Satuan Breksi Piroklastik : Satuan Tuf Skoria : Satuan Lava Basalt : Satuan Tuf Lapili Gambar 3-35. Satuan Tuf Lapili diendapkan dengan mekanisme jatuhan hasil letusan Gunung Tangkubanparahu muda dan kemudian mengalami erosi sehingga tersingkap seperti sekarang (Holosen) 44