BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

PENGARUH FREE CASH FLOW, PROFITABILITAS, DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap entitas bisnis (perusahaan) dalam operasinya tentu memiliki tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% di BEI adalah industri manufaktur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi persaingan tersebut perusahaan tidak bisa terus stagnan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup suatu perusahaan di era globalisasi sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan perusahaan adalah untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Brigham Gapensi menyatakan bahwa, tujuan utama. perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengelolaan pada manajer. Pengelolaan asset yang telah dipercayakan kapada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. maka para investor atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh profitabilitas, arus kas bebas, dan investment

BAB I PENDAHULUAN. telah diperoleh. Sumber dana dapat berasal dari dalam (internal) ataupun dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji.

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori mengenai kebijakan hutang dan pendanaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan. kemakmuran pemiliknya. Perkembangan perusahaan untuk menuju lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan tujuan utama perusahaan yaitu, meningkatkan. kemakmuran para pemegang saham perusahaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Selama setengah abad terakhir, sektor Consumer Goods telah. mencapai pertumbuhan yang signifikan dari segi pendapatan dan imbal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi dan Pengklasifikasian Hutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. struktur modal yang optimal sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Marcella Fransisca Santosa dan Paskah Ika Nugroho (2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan disebut principal.maksimalisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh: Kesempatan Investasi, dan Arus Kas Bebas, Terhadap Utang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Menurut Munawir (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membutuhkan beberapa teori yang mendasarinya, antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

Nurlaila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Menurut Neil Seitz (1999)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perusahaan selain meningkatkan nilai perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. (principle) bisa mempercayakan dananya kepada profesional (managerial)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembalian investasi baik dalam bentuk pendapatan dividen (dividend yield)

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Banyak perusahaan kecil maupun perusahaan besar yang

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang merupakan organisasi bisnis umumnya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Tujuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN NON- KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. struktur modal perusahaan yang akhirnya akan mempengaruhi suatu kinerja

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan dalam mencari sumber dana dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dividen (dividend policy). Keputusan pembagian dividen seringkali menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peluang yang akan dihadapi oleh Indonesia dengan adanya AFTA. AFTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham dengan cara menaikkan nilai perusahaan. Awalnya suatu

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Free Cash Flow (Aliran kas Bebas) Arti sederhana dari free cash flow atau arus kas bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode keuangan (kuartalan atau tahunan) setelah membayar gaji, biaya produksi, tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital expenditure) untuk pengembangan usaha. Jensen (1986) dalam Tarjo (2005) mendefinisikan free cash flow sebagai arus kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan. Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap (Ross et al, 2000 yang dikutip dari Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Free cash flow merupakan jumlah arus kas discretionary yang dimiliki atau dihasilkan perusahaan, yang biasanya oleh manajer digunakan untuk pembelian tambahan investasi, pembayaran hutang, pembelian saham-saham treasury atau hanya sebagai menambah likuiditas perusahaan, dengan kata lain pengukuran free cash flow ini mengindikasikan tingkat fleksiblitas keuangan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001), free cash flow menggambarkan seberapa besar kas tersedia untuk dibagikan kepada investor. Free cash flow 9

10 menggambarkan kepada investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Sementara bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan atau tidak. Hipotesis Jensen (1986) dalam Tarjo (2005) mengenai free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Konsep free cash flow merupakan perluasan dari konsep biaya keagenan di dalam struktur modal. Free cash flow sering menjadi masalah karena manajer sering menggunakannya untuk ekspansi perusahaan. Hal ini dikarenakan para manajer merasa bahwa kekuasaan dan kepuasan kerja meningkat dengan semakin besarnya perusahaan. Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik yang lain karena mereka menerima manfaat yang penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menangggung risiko dari biaya yang dikeluarkan (Pawestri, 2010). Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya misalnya, jika perusahaan menerbitkan hutang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham biasa yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi hutang ini,

11 secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Dengan adanya hutang ini, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi biaya agensi arus kas bebas. Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan free cash flow adalah dana berlebih di perusahaan yang seharusnya didistribusikan kepada para pemegang saham dimana keputusan pendistribusian ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. 2.1.2 Profitabilitas Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Pengertian lain menjelaskan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Myers dan Majluf (1984) menyarankan manajer untuk menggunakan pecking order dalam keputusan pendanaan. Pecking Order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai pilihan pertama, kemudian diikuti oleh hutang dan ekuitas.

12 Menurut Weston (1997) dalam Purba (2011), perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Bila tingkat profitabilitas meningkat atau tinggi berarti kinerja perusahaan berjalan dengan baik dan maksimal. Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup suatu badan usaha dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, dapat dilakukan dengan menggunakan rasio profitabilitas. Rasio ini memberikan gambaran mengenai perubahan-perubahan finansial perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio profitabilitas dapat juga digunakan sebagai bahan analisis bagi penentuan kebijakan periode selanjutnya, karena setiap perubahan yang terjadi akan berpengaruh terhadap pertimbangan pihak yang berkepentingan dalam mengambil

13 keputusan. Profitabilitas ini menjadi variabel dalam menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Jadi, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan keahliannya mengelola semua sumber daya yang dimiliki dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam jangka panjang. 2.1.3 Kepemilikan Institusional Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang mengawasi perusahaan. Sheiler dan Vishny (1986) dalam Indahningrum dan Handayani (2009) menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal. Kepemilikan Institusional merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) biaya keagenan dapat dikurangi, salah satu caranya dengan melakukan monitoring melalui investor-investor institusional. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2005). Distribusi saham antara pemegang saham dari luar seperti investor institusional dapat mengurangi agency

14 cost (Wahidahwati, 2002). Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan karena kepemilikan institusional mewakili sumber kekuasaan yang mampu digunakan untuk mendukung terhadap kedudukan manajemen atau sebaliknya. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, dan pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik. Aktivitas pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempatkan para komite penasehat yang bekerja untuk melindungi kepentingan investor (Susanto, 2011 dalam Andrianto 2013). Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Hal ini disebabkan jika tingkat kepemilikan manajerial tinggi, dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki posisi yang kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pemegang saham eksternal mengalami kesulitan untuk mengendalikan kegiatan manajer tersebut. Indahningrum dan Handayani (2009) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan

15 harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Dengan kebijakan tersebut mereka dapat mengalihkan pengangguhan risiko kepada pihak kreditor apabila proyek gagal. Namun apabila proyek berhasil, pemegang saham akan mendapat hasil sisa karena kreditor hanya akan dibayar sebesar tertentu yaitu berupa bunga (Faisal, 2000 dalam Murni dan Andriana, 2007). Menurut Haryono (2005), kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan. Dengan demikian, kepemilikan saham atas perusahaan mencerminkan hak atas kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan yang dimiliki pihak institusional maka kontrol perusahaan akan semakin tinggi pula. 2.1.4 Kebijakan Hutang Hutang didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomi yang kemungkinan besar akan terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat dari keharusan badan usaha tertentu pada saat ini untuk mentransfer aktiva dan memberikan pelayanan kepada badan usaha lain di masa mendatang sebagai akibat dari transaksi dan peristiwa masa lalu (Dewi, 2008 dalam Putri, 2013). Kebijakan hutang menggambarkan keputusan yang diambil oleh manajemen dalam menentukan sumber pendanaannya dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kebijakan hutang pada dasarnya menjadi kebijakan yang digunakan untuk menentukan nilai perusahaan. Kebijakan hutang adalah segala jenis hutang yang dibuat atau diciptakan oleh perusahaan, baik

16 hutang lancar maupun hutang jangka panjang (Indahningrum dan Handayani, 2009). Definisi lain kebijakan hutang adalah total hutang jangka panjang yang dimiliki perusahaan untuk membiayai operasionalnya (Yeniatie dan Destriana, 2010 dalam Andrianto, 2013). Penggunaan besarnya hutang dalam pendanaan sebuah perusahaan tergantung dari kebijakan manajer bersama para pemegang saham perusahaan tersebut. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Keputusan pendanaan melalui kebijakan hutang dapat diartikan sebagai keputusan manajemen dalam menentukan sumber-sumber pendanaan dari modal internal (laba ditahan) atau dari modal eksternal (modal sendiri atau melalui hutang). Menurut Murni dan Andriana (2007), untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan penggunaan hutang, hak pemegang saham terhadap perusahaan tidak akan berkurang dan dapat mencapai keinginan perusahaan. Namun sebaliknya manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dikarenakan hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya

17 pihak lain. Perilaku seperti ini dikenal sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality). Keputusan pendanaan merupakan salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda-beda. Pemegang saham menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan dapat saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi berkepentingan untuk kemakmuran manajer sendiri (Wiliandri, 2011 dalam Andrianto, 2013). Menurut Pecking Order Theory, perusahaan menggunakan pendanaan internal jika tersedia dan memilih hutang lebih dari ekuitas ketika pendanaan eksternal digunakan. Pada saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih dahulu akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan memulai dari hutang kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konvertibel, kemudian ekuitas sebagai langkah terakhir. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan hutang maka perusahaan akan melakukan pembayaran periodik atas bunga dan pokok pinjaman. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer menggunakan free cash flow untuk membiayai kegiatankegiatan yang kurang optimal sebab terdapat risiko yang akan diperoleh perusahaan yang menggunakan hutang dalam pendanaan dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut akan terancam likuidasinya sehingga pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen (Jensen, 1986 dalam Putri, 2013). Kebijakan hutang akan memberikan dampak pada pendisiplinan bagi manajer

18 untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Karena hutang yang cukup besar akan menimbulkan kesulitan keuangan dan atau risiko kebangkrutan. Kebijakan hutang berhuibungan positif dengan risiko sehingga peningkatan hutang meningkatkan risiko keuangan. Peningkatan risiko keuangan berarti menimbulkan konflik sehingga diperlukan pengaturan terhadap penggunaan hutang untuk mengurangi konflik keagenan. Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi akan mengurangi timbulnya hutang dan mengutamakan penggunaan dana internal sebagai biaya investasi dan untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan dan risiko keuangan sedangkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah yang menghasilkan profitabilitas rendah, perusahaan meningkatkan penggunaan hutang untuk membiayai perusahaan. Berdasarkan teori pertukaran (trade off theory) terdapat keuntungan yang akan diperoleh melalui penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak akibat dari pembayaran biaya bunga akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak sebesar beban bunga yang harus ditanggung perusahaan (Sujoko dan Subiantoro, 2007 dalam Putri, 2013). 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang sudah dilakukan beberapa peneliti dengan hasil yang berbeda-beda. Penelitian tersebut antara lain:

19 Pramudita Pawestri (2010) melakukan penelitian berjudul Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap Kebijakan Hutang perusahaan: Sebuah Perspektif pada Agency Theory. Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah free cash flow dan managerial ownership. Variabel moderasinya adalah investment opportunity set dan ukuran perusahaan. Sedangkan variabel dependennya adalah kebijakan hutang. Sampel yang digunakan adalah 25 perusahaan manufaktur yang terdaftar dan masih aktif di BEI pada periode 2005-2008. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Hal ini berarti bahwa free cash flow tidak dapat dijadikan sebagai indikasi dalam menentukan kebijakan hutang. Meskipun perusahaan memiliki free cash flow tinggi, tidak mendorong perusahaan untuk menambah hutangnya. Yeniatie dan Destriana (2010) melakukan penelitian dengan judul Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kepemilikan manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Deviden, Struktur Aset, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, dan Resiko Bisnis. Penelitian ini dilakukan di 120 perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode 2005-2007. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kepemilikan Institusional dan Profitabilitas berpengaruh

20 negatif terhadap kebijakan hutang. Hal ini berarti semakin tinggi kepemilikan institusional maka penggunaan hutang semakin menurun, karena peranan hutang sebagai salah satu alat agency cost sudah diambil alih oleh investor institusional. Demikian halnya dengan profitabilitas, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin rendah hutang yang digunakan untuk kegiatan pendanaan, karena perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang lebih kecil sebab perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui retained earnings. Indahningrum dan Handayani (2009) melakukan penelitian berjudul Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan. Penelitian ini dilakukan di 78 perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode 2005-2007. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Model yang digunakan yaitu model empiris. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Variabel bebasnya terdiri dari Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas, dan Free Cash Flow. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kepemilikan institusional dan free cash flow mempunyai hubungan yang positif dengan kebijakan hutang. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi kebijakan hutang. Hal ini sesuai teori bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain untuk cenderung memilih proyek yang lebih beresiko dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang tinggi dengan

21 memilih pembiayaan melalui hutang. Demikian pula dengan free cash flow, semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi kebijakan hutang. Ketika free cash flow tinggi perusahaan cenderung menggunakan hutang untuk kegiatan pendanaannya, atau dengan kata lain hutang tersebut untuk menambah jumlah dari discretionary cash flow yang digunakan untuk membeli tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau penambahan sederhana atas likuiditas perusahaan. Sebaliknya profitabilitas mempunyai hubungan negatif dengan kebijakan hutang. Semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah kebijakan hutang. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi dapat menghasilkan dana yang lebih banyak bagi perusahaan sehingga dapat menutupi kewajiban atau dapat berdampak pada berkurangnya tingkat hutang. Penelitian Isrina Damayanti (2006) berjudul analisa pengaruh free cash flow dan struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Periode yang digunakan adalah tahun 2000-2003. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Model yang digunakan untuk menguji hipotesa dalam penelitian ini adalah model linear berganda. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari free cash flow, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, sedangkan Investment Opportunity Set dan Deviden Yield sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kebijakan hutang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan free cash flow tinggi mempunyai level hutang tinggi karena peningkatan hutang akan menurunkan pelanggaran dalam penggunaan free cash flow sehingga akan

22 menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajer. Sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Jadi, semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi kebijakan hutang. Erni Masdupi (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang Dalam Mengontrol Konflik Keagenan. Variabel independen yang digunakan adalah kepemilikan insider, number of shareholders, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, asset strucuture, profitabilitas, dan pajak. Sampel yang digunakan adalah 100 Perusahaan yang terdaftar di BEJ selain perusahaan keuangan dan asuransi pada periode 1992-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Hal ini berarti semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin rendah penggunaan hutang, karena keberadaan investor institusional semakin efektif untuk memonitor perilaku manajemen. Sedangkan profitabilitas menunjukkan hasil yang negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Ketika profitabilitas mengalami kenaikan justru hutang ikut mengalami pertambahan pula. Namun, hasil yang tidak signifikan secara statistik ini menunjukkan bahwa profitabilitas belum dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam kebijakan hutang perusahaan. Penelitian Tarjo dan Jogiyanto (2003) berjudul analisis free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan publik di Indonesia. Sampel yang diambil sebanyak 59 perusahaan manufaktur di BEJ pada periode 1996-2000. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

23 sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow berhubungan positif dengan hutang pada perusahaan yang memiliki IOS rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku perusahaan publik di Indonesia yang memiliki IOS rendah ketika free cash flow tinggi cenderung menggunakan hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaan. Selanjutnya penelitian ini juga membuktikan bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Jadi, semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi pula kebijakan hutang perusahaan. Ringkasan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

24 Tabel 1 Ringkasan penelitian terdahulu No. Nama Peneliti, Tahun, dan Judul Penelitian 1. Pramudita Pawestri (2010) Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Managerial Ownership terhadap Kebijakan Hutang perusahaan: Sebuah Perspektif pada Agency Theory 2. Yeniatie dan Destriana (2010) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 3. Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani (2009) Sampel dan Periode Penelitian 25 perusahaan manufaktur di BEI) 2005 2008 120 perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI 2005 2007 78 perusahaan yang terdaftar di BEI Variabel Penelitian Dependen: Kebijakan hutang. Independen: Free cash flow dan managerial ownership. Variabel moderasi: Investment opportunity set dan ukuran perusahaan. Dependen: Kebijakan hutang. Independen: Kepemilikan manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Deviden, Struktur Aset, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, dan Resiko Bisnis Dependen: Kebijakan hutang. Independen: Metode Pengambilan sampel dan Teknik Analisis Data Metode Purposive sampling Model regresi berganda Metode Purposive sampling Model persamaan regresi berganda Metode Purposive sampling Hasil Penelitian Free cash flow dan managerial ownership tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan Institusional dan Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan Institusional, Profitabilitas dan Free

25 Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan 4. Isrina Damayanti (2006) Analisa Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia 5. Erni Masdupi (2005) Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang Dalam Mengontrol Konflik Keagenan 2005 2007 Perusahaan manufaktur 2000-2003 100 Perusahaan di BEJ selain perusahaan keuangan dan asuransi 1992-1996 Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas Dependen: Kebijakan hutang Independen: Free cash flow, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Kontrol: Investment Opportunity Set dan Deviden Yield. Dependen: Kebijakan hutang. Independen: Kepemilikan insider, number of shareholders, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, asset strucuture, profitabilitas, Model regresi berganda Metode Purposive sampling Model linear berganda Metode Purposive sampling Model persamaan regresi berganda Cash Flow berpengaruh terhadap Kebijakan Hutang. Kepemilikan institusional dan free cash flow berhubungan positif dengan kebijakan hutang, sedangkan profitabilitas berhubungan negatif dengan kebijakan hutang. Free cash flow mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Kepemilikan institusional negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan profitabilitas menunjukkan hasil yang negatif dan tidak signifikan terhadap

26 dan pajak kebijakan hutang. 6. Tarjo dan Jogiyanto (2003) Analisis Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Publik di Indonesia. 59 perusahaan manufaktur di BEJ 1996 2000 Dependen: Kebijakan hutang. Independen: Free cash flow dan kepemilikan manajerial. Metode purposive sampling. Model regresi berganda Free cash flow berhubungan positif dan signifikan terhadap hutang pada perusahaan.

27 2.3 Rerangka Pemikiran Berikut ini adalah model rerangka pemikiran pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang. Analisis Laporan Keuangan Free Cash Flow (FCF) Profitabilitas (PROF) Kepemilikan Institusional (INST) Kemampuan meningkatkan laba dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya. Investor menginginkan FCF didistribusikan untuknya dalam bentuk dividen dan menggunakan hutang dalam mendanai perusahaan. Investor institusi cenderung memilih proyek yang menguntungkan dan memilih pendanaan melalui hutang. Kebijakan Hutang Mengembangkan perusahaan dan memaksimumkan kesejahteraan pemilik Gambar 1 Model Rerangka Pemikiran Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Dalam menganalisis laporan keuangan, free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan intitusional merupakan beberapa komponen yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan. Kebijakan hutang merupakan keputusan yang direncanakan dengan sebaik-baiknya untuk dapat mencapai tujuan perusahaan yang tentunya akan mengembangkan perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan, dan memaksimumkan kesejahteraan pemilik.

28 Model penelitian pengaruh free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang adalah sebagai berikut: Free Cash Flow (X1) H 1 Profitabilitas (X2) Kepemilikan Institusional (X3) H 2 H 3 Kebijakan Hutang (Y) Gambar 2 Model Penelitian Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Dalam model penelitian tersebut variabel independen yang terdiri dari free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional akan memberikan pengaruh terhadap variabel dependennya yaitu kebijakan hutang. Jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan positif dengan variabel dependennya, maka semakin tinggi free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin tinggi pula tingkat kebijakan hutangnya. Demikian pula sebaliknya, jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan negatif dengan variabel dependennya, maka semakin semakin tinggi free cash flow, profitabilitas, dan kepemilikan institusional, akan semakin rendah tingkat kebijakan hutangnya.

29 2.4 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang Free cash flow dapat digunakan untuk pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan, pembayaran hutang dan pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Free cash flow yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat melakukan pembayaran hutang semakin besar (Jensen, 1986 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009)). Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang dan dividen. Penelitian Faisal (2004) menguji pengaruh antara free cash flow terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi free cash flow mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kebijakan hutang yang akan diambil oleh pihak manajemen. Perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi akan memiliki kemampuan untuk membayar hutang yang tinggi pula. Tarjo (2005) menguji pengaruh free cash flow terhadap kebijakan hutang dan membuktikan bahwa variabel free cash flow terhadap kebijakan hutang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama-sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Hal ini dibuktikan dengan chow test yang hasilnya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan kecil yang memiliki IOS (Investment Opportunity Set) rendah dalam mengelola free cash flow terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (2006), Free Cash Flow mempunyai hubungan yang positif dengan kebijakan hutang karena free cash flow dianggap menggambarkan kas yang

30 tersedia setelah memenuhi semua komitmen atau tanggung jawab yang ada, yaitu keperluan pembayaran untuk melanjutkan operasi (termasuk pembayaran hutang lancar, investasi kembali model regular untuk mempertahankan aktivitas operasi lancar). Semakin tinggi nilai free cash flow-nya semakin tinggi pula aktivitas yang akan menaikkan nilai perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan kebijakan hutang. Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Indahningrum dan Handayani (2009). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H1 : free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan 2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang Profitabilitas merefleksikan earnings untuk pendanaan investasi. Semakin besar tingkat pengembalian yang didapat dari investasi yang ditanamkan maka penggunaan hutang relatif kecil. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi cenderung menggunakan proporsi hutang yang relatif kecil, karena dengan profitabilitas yang tinggi, kebutuhan dana untuk pengembangan usaha atau investasi dapat diperoleh dari laba ditahan (Susanto, 2011 dalam Andrianto, 2013). Myers dan Majluf (1984), Ismiyanti dan Hanafi (2003), dan Nurbaiti (2006) menemukan pengaruh negatif dan signifikan antara profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009). Pada tingkat profitabilitas rendah, perusahaan menggunakan hutang untuk membiayai operasional. Sebaliknya pada

31 tingkat profitabilitas tinggi perusahaan mengurangi penggunaan hutang. Hal ini disebabkan perusahaan mengalokasikan sebagian besar keuntungan pada laba ditahan sehingga mengandalkan sumber internal dan menggunakan hutang rendah, tetapi pada saat menghadapi profitabilitas rendah perusahaan menggunakan hutang tinggi sebagai mekanisme pentransfer kekayaan antara kreditor kepada prinsipal. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut : H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan 2.3.3 Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang Sesuai dengan Agency Theory yang mendiskripsikan suatu hubungan atau kontrak antara principal (pemegang saham) dan agen (manajer), maka dapat kita lihat kekuatan pada kepemilikan institusional. Ketika suatu perusahaan dikuasai oleh institusional investor dalam jumlah atau tingkatan yang besar maka akan menimbulkan adanya kekuasaan yang besar pada institusional investor tersebut. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ismiyanti dan Hanafi (2003), Murni dan Andriana (2007) serta Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain dan cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk

32 membiayai proyek tersebut, investor memilih pembiayaan melalui hutang. Kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Haryono, 2005). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah : H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang