BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nabila Fatimah, 2013

2014 PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS ZONE OF PROXIMAL DEVELOPMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP BERDASARKAN GENDER PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

2015 PERUBAHAN KONSEPSI SISWA PADA MATERI HAKIKAT DAN PERAN ILMU KIMIA MELALUI CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT)

2015 PERUBAHAN KONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT MELALUI CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya kimia dibentuk dari berbagai konsep dan topik abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan salah satu pelajaran sains yang tidak hanya perlu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari sifat dan komposisi materi

2015 PERUBAHAN KONSEPSI SISWA PADA MATERI STOIKIOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT)

PENGARUH CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT) TERHADAP PERUBAHAN KONSEPSI PESERTA DIDIK PADA MATERI STRUKTUR ATOM

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan, sifat,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pepy Susanty, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian terhadap pembelajaran kimia menunjukkan bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Anonim. (2014) NaCl. [Online]. Tersedia di Diakses 15 Februari 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Hasil studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in. International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang

I. PENDAHULUAN. Pembaharuan sistem pendidikan nasional telah menetapkan visi, misi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Intan Fitriyani, 2014 Profil model mental siswa pada materi termokimia dengan menggunakan TIM_POE

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lia Apriani, 2014

2014 PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN YANG MENGINTEGRASIKAN LEVEL MAKROSKOPIK, SUB- MIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan

BAB I PENDAHULUAN. dan komposisi zat menggambarkan bagaimana partikel-partikel penyusun zat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lukman Hadi, 2014 Pengembangan Software Multimedia Representasi Kimia Pada Materi Laju Reaksi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang strukur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fareka Kholidanata, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai bagian dari ilmu sains, kimia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta, teori, prinsip atau hukum-hukum saja, tetapi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 PROFIL MODEL MENTAL SISWA PADA POKOK BAHASAN TITRASI ASAM LEMAH OLEH BASA KUAT BERDASARKAN TDM- IAE

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai materi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun bidang IPA yang fokus

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. mata pelajaran kimia merupakan bagian ilmu sains di SMA/MA yang bertujuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang termasuk ke dalam rumpun IPA yang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses,

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN Rika Novi Marantika, 2014 Profil Model Mental Siswa Pada Penentuan H Reaksi Penetralan Dengan Tdm-Iae

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Kemampuan Siswa Menghubungkan Tiga Level Representasi Melalui Model MORE (Model-Observe-Reflect-Explain)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. dengan IPA, dimana dalam pembelajarannya tidak hanya menuntut penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai materi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan yang modern ditandai dengan semakin majunya teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arin Ardiani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. energi yang ditinjau dari aspek struktur dan kereaktifan senyawa. Struktur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Belajar sains harus sesuai dengan karakteristiknya yaitu belajar yang dimulai

G 1 G 2 O 1 O 2 O 3 O 4

BAB I PENDAHULUAN. (IPTEK) semakin pesat. Perkembangan tersebut menghendaki siswa untuk

2015 PROFIL MODEL MENTAL SISWA PADA SUB-MATERI ASAM BASA DENGAN MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK MODEL MENTAL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (TDM-POE)

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER MULTIPLE CHOICE UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andika Nopihargu, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cicih Juarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

2015 PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER BERBASIS PIKTORIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

Pendekatan Pembelajaran Metacognitive Scaffolding dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indra Lesmana, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan salah satu ilmu yang memunculkan fenomena yang abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu disiplin bidang Ilmu Pengetahuan Alam

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007) mendefinisikan kimia sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peserta didik di Indonesia sebagian besar lebih memilih menghindari pembelajaran di bidang sains.

diselenggarakan secara internasional dapat dijadikan acuan guna mengetahui sejauh mana daya saing siswa Indonesia secara global (Fatmawati dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang, yakni behavioristik dan kognitivistik (Wahyu, 2007). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kimia merupakan pelajaran yang mengandung konsep-konsep abstrak (Gabel, Treagust & Chittleborough dalam Ramnarain & Joseph, 2012: 462). Johnstone (dalam Davidowitz, et al., 2010: 154) mengusulkan tiga level representasi kimia, yaitu: (1) Makroskopik, level representasi kimia yang dapat diamati oleh siswa seperti terbentuknya endapan pada hidrolisis garam CuSO 4, (2) Submikroskopik, level representasi kimia yang mengacu pada tingkat molekuler yang tidak dapat diamati langsung oleh siswa, dan (3) Simbolik, level representasi kimia yang mengacu pada simbol, rumus, persamaan kimia, dan grafik. Ketiga level representasi dalam ilmu kimia dipahami sebagai sarana untuk mempelajari, memahami, menganalisis, serta memecahkan masalah konsepkonsep yang bersifat abstrak dan memiliki peran sebagai perantara diantara pelajar dan obyek yang bersifat abstrak. Ketiga level representasi kimia mendukung pembentukan pemahaman konseptual siswa ketika ia mengaitkan informasi yang dimilikinya dengan representasi kimia yang ada. Dengan mengaitkan representasi yang berbeda, siswa mampu membangun pemahaman konseptual dengan baik (Madden, et al., 2011: 283-285). Keterkaitan antara ketiga level representasi kimia telah banyak diteliti dengan kesimpulan bahwa siswa tidak memiliki pemahaman lengkap tentang fenomena kimia dan antara masing-masing tingkat representasi kimia (Chandrasegaran, et al., 2007; Ramnarain & Joseph, 2012; Davidowitz, et al., 2010). Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan untuk memahami tingkat submikroskopik dan membangun pengetahuan dari satu konteks ke konteks yang lain (Johnston dalam Ramnarain & Joseph, 2012: 463). Untuk dapat memahami suatu konsep kimia dengan utuh maka harus mengenal konsep tersebut baik dari tingkat makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Ketiga tingkat representasi kimia harus terintegrasi secara proporsional dalam 1

2 pembelajaran karena aspek representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik mengandung informasi konsep-konsep yang tidak dapat dipisahkan. Siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari kimia akibat ketidakmampuan memodelkan struktur dan proses pada level submikroskopik dan tidak mampu menghubungkannya dengan level representasi kimia yang lain (Ben Zvi dalam Davidowitz, 2010: 155). Satu diantara penyebab ketidakmampuan siswa memodelkan dan menghubungkan ketiga level representasi adalah cara mengajar guru yang cenderung menjelaskan konsep kimia mengikuti penjelasan yang tertera dalam buku ajar dan tidak mengaitkan ketiga level representasi kimia dalam pembelajaran melainkan menyampaikan salah satu representasi tanpa menyoroti hubungan dalam ketiga level representasi tersebut sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan pemahaman konsep kimia (Gabel dalam Chandrasegaran, et al., 2007: 294). Penelitian yang telah dilakukan oleh Selviyanti (2009) menyatakan hal sama, ternyata hanya 1,53% dari sebagian besar siswa memiliki pemahaman mengenai level submikroskopik pada materi pokok hidrolisis garam dengan lengkap dan benar baik secara tulisan maupun gambar. Sementara itu, hampir 34,34% siswa memiliki pemahaman sebagian dengan kecenderungan miskonsepsi mengenai level submikroskopik baik secara tulisan maupun gambar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kimia perlu adanya pengenalan level submikroskopik sehingga siswa mampu memahami setiap fenomena kimia dan mengetahui sebab munculnya simbol-simbol, rumusrumus serta persamaan kimia. Ketidakmampuan siswa dalam mengintegrasikan ketiga tingkat representasi mengakibatkan adanya miskonsepsi. Adanya miskonsepsi dalam pengetahuan siswa menyebabkan kesulitan dalam mengadopsi dan memahami konsep yang dapat diterima secara ilmiah (Posner, et al., dalam Sendur & Toprak, 2013). Salah satu cara mengatasi miskonsepsi siswa adalah dengan menggunakan buku ajar yang dapat dengan mudah dipahami oleh siswa, tidak menimbulkan

3 miskonsepsi, serta mengaitkan ketiga level representasi ilmu kimia. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis buku ajar yang dilakukan oleh Fatimah (2013: 24) buku ajar yang beredar dan digunakan oleh siswa di sekolah-sekolah tidak cukup baik dalam menonjolkan ketiga level representasi yang seharusnya ada dalam buku ajar dan tidak mengaitkan ketiga level representasi tersebut sehingga pemahaman siswa mengenai materi pada buku ajar tidak terintegrasi dengan baik. Selain itu, buku ajar juga harus menonjolkan penampilan fisik yang menarik untuk menumbuhkan motivasi dan minat siswa untuk membaca dan mempelajarinya. Kelemahan pada buku ajar yang beredar adalah kurangnya menonjolkan penampilan fisik, sehingga siswa kurang tertarik untuk mempelajari buku ajar tersebut. Kesesuaian bahasa harus sangat diperhatikan karena berpengaruh pada motivasi dan minat untuk membaca. Buku ajar yang memiliki bahasa yang baik akan mempengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar. Kelemahan buku ajar yang tersebar dan digunakan di sekolah-sekolah SMA memiliki bahasa yang kurang baik sehingga siswa bosan mempelajari buku ajar tersebut. Berbeda dengan buku-buku ajar yang ada, Conceptual Change Text (CCT) merupakan buku ajar tertulis yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi, memperbaiki secara ilmiah, dan kemudian memperkenalkan konsep baru hasil perbaikan yang lebih memuaskan. CCT diawali dengan pertanyaan yang berhubungan dengan konsep sains. Setelah diberikan pertanyaan, beberapa miskonsepsi siswa mengenai pertanyaan yang diberikan dapat diidentifikasi. Kemudian, siswa diperkenalkan pada penjelasan ilmiah. Selain itu, dijelaskan pula ketiga level representasi kimia yang berkaitan dengan materi kimia yang dipelajari serta mengintegrasikan ketiga level tersebut, sehingga pemahaman konsep siswa terintegrasi dan utuh. CCT yang digunakan menonjolkan penampilan fisik yang dapat menarik minat siswa dalam mempelajarinya seperti gambar makroskopik dalam kehidupan seharihari, gambar submikroskopik, serta mengaitkannya dengan simbol-simbol yang digunakan dalam persamaan reaksi dan perhitungan. Bahasa yang digunakan

4 dalam CCT mudah dipahami sehingga membantu siswa dalam memahami setiap bacaan yang ada dalam buku teks. Roth mengembangkan CCT dengan mengadopsi tahapan teori perubahan konseptual (Onder & Geban, 2006: 167). CCT bertujuan membantu pembaca untuk mengurangi hingga menghilangkan miskonsepsi. Dengan tersedianya CCT dapat membantu proses pembelajaran secara mandiri, dapat dipahami oleh siswa dan tidak menimbulkan miskonsepsi, membantu meningkatkan keterampilan pemahaman membaca siswa sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung efektif dengan adanya pengetahuan awal dari siswa. Pengetahuan awal yang baik akan membantu proses pembelajaran di kelas untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik (Hailikari, 2009: 3). Salah satu cara untuk mengembangkan pengetahuan awal yang baik ialah dengan membiasakan membaca. Dengan membiasakan membaca, diharapkan setiap siswa mampu mengembangkan keterampilan pemahaman membaca yang dimiliki. Akan tetapi, realitas menunjukkan bahwa keterampilan pemahaman membaca siswa di Indonesia belum memuaskan. Berdasarkan studi PISA posisi Indonesia dibanding negara negara lain untuk literasi membaca tahun 2000 berada di peringkat 39 dari 41 negara dan pada tahun 2003 Indonesia berada di peringkat 39 dari 40 negara. Sekitar 37,6% dari siswa hanya bisa membaca tanpa bisa menangkap makna dari isi bacaan dan sebanyak 24,8% hanya bisa mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan. Pada tahun 2006 Indonesia berada di peringkat 48 dari 56 negara, dan pada tahun 2009 berada diperingkat 57 dari 65 negara (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011). Berdasarkan hasil PISA 2012 yang dipublikasikan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Indonesia berada diposisi ke 64 dari 65 Negara yang ikut berpartisipasi dalam literasi membaca (Mohandas dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Dari data tersebut terlihat bahwa keterampilan pemahaman membaca siswa di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang menuntut siswa dalam membiasakan membaca sehingga memberikan pengaruh baik terhadap kemampuan siswa dalam memahami

5 suatu bacaan dan memberikan kontribusi terhadap hasil belajar di kelas. Dengan membiasakan siswa membaca, guru sebagai fasilitator di dalam kelas hanya membantu kesulitan siswa pada bagian materi yang tidak dikuasai oleh seluruh siswa secara mandiri sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan tidak memerlukan waktu yang lama. Kondisi pembelajaran kimia yang terjadi di sekolah-sekolah menunjukkan pembelajaran yang masih dikategorikan sebagai pembelajaran konvensional, guru menyampaikan semua materi yang begitu banyak di dalam kelas dengan waktu terbatas, mengakibatkan pembelajaran di kelas kurang efektif karena tidak adanya kontribusi dari siswa. Akibatnya siswa hanya menghafal setiap konsep dan tidak memahaminya dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Bodner, Westbrook dan Marek, Hesse dan Anderson, Kaya, Hsu, Tarhan dan Acar Sesen (dalam Sendur & Toprak, 2013) bahwa pembelajaran konvensional tidak cukup baik untuk memberikan pemahaman konsep yang benar. Dengan demikian pada dasarnya pembelajaran yang ada di lapangan tidak berbasis pada pembelajaran yang memperhatikan kemampuan siswa. Oleh karena itu, sangat diperlukan pembelajaran yang memperhatikan kemampuan siswa yang dikenal dengan Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky (dalam Shabani, et al., 2010: 238) mendefinisikan Zone of Proximal Development sebagai jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dengan bantuan teman sebaya yang lebih mampu. Dengan mengetahui ZPD dari masing-masing siswa, dapat membantu pendidik dalam merencanakan pembelajaran baik untuk kebutuhan seluruh kelas, kelompok-kelompok kecil, maupun setiap individu. Pada akhirnya, pembelajaran berbasis ZPD, dapat membantu pendidik lebih efektif membimbing semua siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Vygotsky dalam Lui, 2012: 2-4). Mengacu pada kriteria pengembangan CCT, peneliti sebelumnya telah mengembangkan CCT dengan topik hidrolisis garam. Alasan dipilihnya materi

6 tersebut karena menuntut ketiga level representasi kimia (Ikhsanudin & Widhiyanti, 2007: 3). Merujuk pada kondisi di atas peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait pengaruh keterampilan pemahaman membaca CCT melalui pembelajaran berbasis ZPD pada materi hidrolisis garam. Hasil belajar merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan sebagai acuan apakah tujuan pembelajaran, metode, pendekatan dan konsep yang diterapkan dapat membantu siswa mendapatkan hasil belajar yang baik atau tidak. Oleh karena itu, peneliti menggunakan hasil belajar sebagai acuan dari pengaruh keterampilan pemahaman membaca melalui pembelajaran berbasis ZPD pada materi hidrolisis garam. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian Penelitian ini menggunakan CCT yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. CCT digunakan siswa untuk memperoleh pengetahuan awal secara mandiri sebelum siswa mengikuti pembelajaran berbasis Zone of Proximal Development (ZPD) dan mengukur keterampilan pemahaman membaca siswa. Penelitian yang menerapkan pembelajaran berbasis ZPD pada materi hidrolisis garam dikaji dari berbagai aspek, yang meliputi actual development, pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar, peran ZPD dalam meningkatkan pemahaman konsep, dan dalam meningkatkan pemahaman konsep berdasarkan gender. Penelitian yang dikaji dibatasi pada pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran berbasis ZPD pada materi hidrolisis garam. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran berbasis Zone of Proximal Development (ZPD) pada materi hidrolisis garam?.

7 Adapun pertanyaan penelitiannya adalah : 1. Bagaimana pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran berbasis Zone of Proximal Development pada materi hidrolisis garam? 2. Bagaimana pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran tidak berbasis Zone of Proximal Development pada materi hidrolisis garam? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh informasi mengenai pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran berbasis Zone of Proximal Developmen pada materi hidrolisis garam. 2. Memperoleh informasi mengenai pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran tidak berbasis Zone of Proximal Development pada materi hidrolisis garam. D. Manfaat Penelitian Secara umum manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain untuk meningkatkan keterampilan pemahaman membaca siswa, serta memberikan distribusi terhadap pembelajaran di kelas. Secara khusus manfaat penelitian yang dilakukan sebagai berikut: 1. Bagi Guru a. Memberikan informasi mengenai pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar siswa. b. Memberikan informasi tentang media teks yang dapat digunakan di kelas mengenai materi hidrolisis garam. c. Memberikan informasi mengenai pentingnya memperhatikan kondisi siswa ketika melangsungkan pembelajaran pada bahasan materi hidrolisis garam.

8 2. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Memberikan gambaran untuk dilakukan penelitian lain terkait pengaruh keterampilan pemahaman membaca terhadap hasil belajar melalui pembelajaran berbasis ZPD pada materi kimia yang lain. b. Memberikan gambaran untuk dilakukan penelitian lain terkait pengembangan CCT dan pembelajaran berbasis ZPD pada materi kimia yang lain.