3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Andisol Nama Andisol yang sebelumnya adalah Andosol diperkenalkan pada tahun 1947. Nama tersebut mengidentifikasikan order tanah pada sistem Amerika Serikat, dengan arti tanah gelap yang berasal dari bahasa Jepang yaitu An (gelap) dan Do (tanah) (Roy, 1979). Andisol merupakan tanah yang berkembang dari abu vulkan pada kondisi dingin dan iklim lembab (FA, 1987). Andisol adalah tanah yang memiliki sifat andik. Sifat Andik terbentuk pada saat proses pelapukan tephra atau bahan induk lain yang mengandung gelas vulkan. Beberapa sifat andik adalah sebagai berikut: memiliki Corganik kurang dari 25 persen bulk density 0.9 g/cm 3 atau kurang yang diukur pada hisapan matriks pf 2.4, retensi fosfat 85% atau lebih dan Al + ½ (diekstrak oleh ammonium oksalat) sama dengan 2% atau lebih (USDA, 2006). Mineral liat Andisol adalah mineral liat amorf seperti alofan, imogilit, dan ferihidrit. Beberapa sifat fisikokimia Andisol secara umum adalah ph H 2 antara 5.0 7.0. Kandungan bahan organik sekitar 10 30%, teksturnya lempung hingga debu, struktur remah dan konsistensi gembur. Andisol umumnya terbentuk pada topografi yang bergelombang melandai dan berbukit, di kerucut dan lahar volkan, atau di dataran tinggi volkan, dengan keadaan curah hujan 2500 2700 mm per tahun. Andisol sering digunakan untuk tanaman sayuran, tanaman bunga, teh, kopi, kina dan hutan pinus (Soepraptohardjo, 1975). 2.2 Fosfor (P) dalam Tanah dan Tanaman P merupakan salah satu unsur hara esensial makro yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Fungsi fosfor di antaranya berperan dalam; pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga dan biji,
4 mempercepat pematangan, memperkuat batang, perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayurmayur dan makanan ternak, sebagai penyusun gen, metabolisme karbohidrat dan hal lainya (Hardjowigeno, 1987). Tanaman mengambil P dalam larutan tanah sebagian besar melalui proses difusi. Fosfor di dalam tanah berada dalam bentuk organik dan inorganik. P inorganik umumnya tererap pada komplek erapan. P menjadi relatif tidak tersedia bagi tanaman Pada tanah masam dengan ph sekitar 4, dikarenakan P diikat oleh Al dan melalui pertukaran ligan atau terpresipitasi oleh Al 3+ dan 3+ dalam larutan menjadi bentuk senyawa AlP dan P. Senyawasenyawa ini akan menjadi P yang sukar larut dengan berjalannya waktu (Hardjowigeno, 1987). P diikat dalam bentuk CaP (Ca 3 (P 4 ) 2 ) pada tanah alkalin (Leiwakabessy, 1988). P organik terimobilisasi dalam bahan organik tanah dan jika sudah termineralisasi P organik dapat juga tererap dalam komplek jerapan. Tan (1982) melaporkan bahwa tanaman juga mengambil P dalam bentuk organik. P dalam bentuk organik berupa fitin, asam nukleat, dan fosfolipid. Sementara pada Andisol umumnya P dierap melalui pertukaran spesifik yaitu pertukaran ligan karena banyaknya mineral liat amorf seperti alofan yang banyak mengandung gugus fungsional H (Tan, 1965). P terdiri dari beberapa fraksi menurut tingkat ketersediaan dan kekuatan ikatannya di dalam tanah. Tiessen and Moir (1993) mendefinisikan fraksifraksi P berdasarkan bentukbentuk P yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu. Fraksi fraksi P tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fraksi P yang siap dimanfaatkan oleh tanaman. Fraksi ini diekstrak dengan menggunakan resin (anion exchange resin) dan sodium bikarbonat (NaHC 3 ) 0.5 M. 2. Fraksi yang dierap melalui pertukaran ligan oleh hidrous oksida besi dan alumunium (P dan AlP). Fraksi ini di ekstrak dengan 0.1 M NaH. 3. Fraksi berikutnya adalah fraksi P yang diikat oleh Ca dari senyawa CaC 3 (CaP). Fraksi ini diekstrak oleh HCl 1M.
5 4. Fraksi P residu yang merupakan P yang diikat secara kuat. Fraksi ini diekstrak melalui destruksi H 2 2 dan H 2 S 4. 2.3 Mekanisme Erapan P P merupakan contoh anion yang dijerap secara spesifik paling penting. Tanah yang banyak mempunyai muatan variabel karena adanya Al dan hidrus oksida akan mempunyai erapan maksimum P yang tinggi. Tingkat kekuatan erapan P tergantung pada jumlah Al dan hidrus oksida yang mengikatnya. Jika pertukaran ligan itu terjadi oleh satu gugus fungsional dari Al atau hidrus oksida, maka kekuatan ikatan itu labil yang disebut monodentat. Akan tetapi jika pertukaran ligan itu terjadi oleh lebih dari satu gugus fungsional maka kekuatan ikatan itu sangat kuat dan disebut fiksasi (Tisdale dan Nelson, 1975). Selain Al dan hidrus oksida terdapat pula Al dan bebas dalam larutan tanah yang dapat melakukan reaksi elektrostatik dengan P yang dalam bentuk ion H 2 P 4 sehingga membentuk presipitasi AlP dan P ( Anwar dan Sudadi, 2007). 2 Pertukaran ligan, penetrasi anion, H 2 P 4 pada permukaan oksida dijelaskan pada Gambar1 berikut. H H P + 2 H + 2 H 2 P 4 H H P Gambar 1. Pertukaran H 2 P 4 ke dalam Permukaan ksida Sementara itu fiksasi fosfat pada mineral silikat sering dilaporkan dalam dua tahap. Tahap pertama berlangsung sangat cepat, selesai sekitar satu hari,
6 yang kemudian diikuti oleh tahap kedua yang lebih lambat. Reaksi pertama yang sangat cepat dapat dijelaskan sebagai kombinasi jerapan nonspesifik dan pertukaran ligan pada ujung mineral. Reaksi yang lebih lambat merupakan kombinasi reaksi perlarutan mineral dan presipitasi fosfor dengan kation dapat ditukar atau pun kation dari kisi kristal. Sebagai contoh adalah erapan P oleh kaolinit meningkat dengan konsentrasi P yang ditambahkan. Konsentrasi silika dalam larutan meningkat secara simultan Pada waktu yang bersamaan (Bohn et al., 1979). Reaksi pertukaran ligan dapat digambarkan sebagai berikut: Al 2 Si 2 5 (H) 4 2Al(H) + 2 2 + Si 2 5 2Al(H) 2 + + 2H 2 P 4 2Al(H) 2 H 2 P 4 Reaksi pertukaran ligan secara keseluruhan: Al 2 Si 2 5 (H) 4 + 2H 2 P 4 2AL(H) 2 H 2 P 4 + Si 2 5 2 Hasil retensi dan fiksasi fosfat lebih umum dijumpai dalam bentuk tidak murni sebagai P atau AlP, tetapi lebih merupakan campuran. Hasil akhir dengan Al hidrus oksida disebut varisit (AlP 4.2H 2 ) dan hasil akhir dengan Al hidrus oksida disebut strengit (P 4.2H 2 ). Bentuk dalam tanah umumnya berupa campuran yang disebut sebagi seri isomorf varisitstrengit. 2.4 Metode Fraksionasi P Metode Fraksionasi P awalnya pertama kali dikembangkan oleh Chang dan Jakson (1957). Chang dan Jackson (1957) menggunakan NH 4 Cl untuk mengekstrak labile P diikuti dengan NH 4 F untuk fraksi AlP. Kemudian fraksionasi dilanjutkan dengan NaH untuk mengekstrak P dan dithionitecitrate untuk P yang teroccluded. Untuk penetapan CaP digunakan larutan HCl. Penetapan P organik dilakukan melalui pengurangan total P dengan jumlah fraksifraksi P yang telah ditetapkan (Saunders dan Williams, 1955). Prosedur di atas memiliki banyak masalah dalam interpretasi, seperti kesulitan dalam membedakan antara P yang diekstrak oleh NH 4 F dan NaH
7 adalah benar berasal dari ikatan AlP dan P. Kemudian metode Chang dan Jackson (1975) tidak dapat membedakan bentuk P organik berdasarkan kekuatan ikatannya (William dan Walker, 1969). Sebuah alternatif dari fraksionasi P dikembangkan oleh Hedley et al (1982). P tersedia secara biologis baik orgnaik maupun inorganik diekstrak menggunakan resin dan bikarbonat. AlP dan P dimana P dalam bentuk inorganik dan organik ditetapkan dengan menggunakan larutan NaH dengan konsentrasi yang relatif encer. Untuk CaP ditetapkan dengan menggunakan larutan HCl dengan konsentrasi yang relatif encer. 2.5 Pengaruh Si 2 3 (Silikat) terhadap P pada Tanah Pengaruh silikat dilaporkan dapat meningkatkan ph tanah dan KTK serta mengurangi erapan P Andisol Sumatra (Fiantis et al., 2002). Penggunaan Silikat dalam bentuk CaSi 3 pada Andisol Lembang dilaporkan oleh Hartono (2007) dapat mentransformasikan P dalam ikatan AlP dan P menjadi resinp yang merupakan fraksi P yang sangat tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian Hartono (2007) menununjukkan bahwa silikat berpotensi digunakan untuk menambang P pada Andisol. Silikat merupakan salah satu cara untuk mensubtitusi P pada komplek erapan. Pemberian silikat pada tanah juga membantu memperbaiki kondisi baik fisik maupun secara kimia pada tanah yang telah diberi perlakuan silikat pada konsentrasi tertentu. Hal ini terbukti oleh Hartono (2007), aplikasi dari CaSi 3 meningkatkan ph tanah, KTK tanah dan kandungan Ca 2+ namun tidak mengubah Mg 2+, K +, dan Na +. Penambahan Na 2 Si 3 (natrium silikat) dilaporkan oleh Preez (1970) mengurangi kelarutan dari alumunium (Preez, 1970). Sementara itu, Lee (2007) melaporkan bahwa penambahan natrium silikat memperbaiki beberapa sifat kimia tanah seperti kenaikan ph dan mengurangi erapan P.