BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I TINJAUAN PUSTAKA

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme

ANTI-FOAMING DAN DISINFEKTAN

SANITASI DAN HYGIENE STERILISASI & DESINFEKSI. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESINFEKTANSIA DAN ANTISEPTIKA. Oleh : IMBANG DWI RAHAYU

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Antiseptik dan Desinfektans DRG. IKA ANDRIANI

TINJAUAN PUSTAKA Yogurt

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

SKRIPSI OLEH: MEDAN Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Deteksi Efektifitas Bahan Antiseptik Melalui Pengukuran Tegangan Permukaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. minor walaupun belum secara jelas diutarakan jenis dan aturan penggunaanya

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pembandingan Efektivitas Antiseptik Strong Acidic Water terhadap Antiseptik Standar Etanol 70%

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

I. PENDAHULUAN. Ternak itik yang berkembang sekarang merupakan keturunan dari Wild

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

PENGENDALIAN MIKROORGANISME

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

VII. PENGENDALIAN MIKROBA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terkumpul dilakukan pengolahan serta analisis data dengan hasil sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang pengaruh elektrodisinfeksi terhadap Coliform dan

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

MAKALAH KIMIA ANALITIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYEBAB KEMATIAN MIKROBA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LING KUNGAN MODUL IV ANGKA PERMANGANAT (TITRIMETRI) KELOMPOK IV

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yani dan Purwanto (2006) dan Atabany et al. (2008), sapi Fries Holland

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal bahkan mungkin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efektivitas Bonggol Nanas Sebagai Desinfektan Alami Terhadap Daya Hambat Milk can

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desinfektan Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga, laboratorium, dan rumah sakit (Shaffer, 1965; Larson, 2013). Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, ph, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Siswandono, 1995; Butcher and Ulaeto, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas desinfektan yang digunakan untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan komposisi populasi jasad renik, konsentrasi zat antimikroba, lama paparan, temperatur, dan lingkungan sekitar (Pratiwi, 2008).

sehingga merusak membran sel, mendenaturasi protein, dan menghambat enzim. Pada kadar optimal, senyawa ammonium kuartener menyebabkan sel mengalami lisis sedangkan pada kadar yang lebih tinggi, terjadi denaturasi protein enzim bakteri (Siswandono, 1995; Stevens, 2011). 2.2.3 Mengubah permeabilitas membran sel bakteri Membran sel berguna sebagai penghalang selektif terhadap zat terlarut dan menahan zat yang tidak larut. Beberapa zat diangkut secara aktif melalui membran, sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel akan mengubah sifat-sifat fisiknya sehingga membunuh dan menghambat sel (Ghanem, et al., 2012). Perubahan permeabilitas membran sel bakteri merupakan mekanisme kerja fenol, dan senyawa amonium kuartener. Terjadinya perubahan permeabilitas membran sel menyebabkan kebocoran kostituen sel yang esensial sehingga bakteri mengalami kematian (Siswandono, 1995; Butcher and Ulaeto, 2010). Senyawa kation aktif seperti klorheksidin dapat berinteraksi dengan gugus-gugus yang bermuatan negatif pada dinding sel bakteri. Interaksi ini menyebabkan netralisasi muatan yang memfasilitasi adsorpsi zat aktif sehingga terjadi kerusakan dinding sel bakteri. Selain itu, klorheksidin juga menyebabkan presipitasi protein plasma sel bakteri (Loughlin, et al., 2002; Steven, 2011).

2.2.4 Interkalasi dalam asam deoksiribo nukleat (ADN) Senyawa Turunan trifenilmetan seperti gentian violet dan akridin seperti akriflavin bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat. Ikatan ini akan menghambat sintesis ADN sehingga sintesis protein tidak terjadi. Turunan trifenilmetan dan turunan akridin merupakan kation aktif yang dapat membentuk ikatan hidrogen menghasilkan kompleks dengan gugus bermuatan negatif dari konstituen sel. Hal ini menyebabkan penghambatan proses biologi yang penting untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami kematian (Stevens, 2011). 2.2.5 Pembentukan khelat Beberapa turunan fenol, seperti heksaklorofen dan oksikuinolin dapat membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu masuk ke dalam sel bakteri, kemudian bentuk khelat tersebut masuk ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam di dalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim sehingga jasad renik mengalami kematian (Siswandono, 1995; Somani, et al., 2011). 2.3 Penggolongan Desinfektan Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat dibagi menjadi enam kelompok, yaitu: 2.3.1 Turunan aldehida Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur kimianya, misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Turunan

aldehid umumnya digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja dengan mendenaturasi protein sel bakteri (Siswandono, 1995; Somani, et al., 2011). Larutan formaldehid (formalin), mengandung formaldehid (HCOH) 37% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang lambat. Larutan formaldehid digunakan untuk pengawetan mayat, desinfektan ruangan, alat-alat, dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan formaldehid dalam air atau alkohol digunakan untuk mendesinfeksi tangan dengan konsentrasi maksimum 0,5 mg/l (Somani, et al., 2011). Struktur kimia formaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.4(a). Paraformaldehid diperoleh dengan menguapkan larutan formaldehid. Senyawa ini serupa dengan formalin. Paraformaldehid mempunyai bau kurang menyenangkan. Paraformaldehid bekerja pada konsentrasi maksimum 0,1 mg/l (Ghanem, et al., 2012). Struktur kimia paraformaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.4(b). O C H O O O O C C C C H (a) H H H H (b) Gambar 2.4 Struktur Kimia Formaldehid (a) dan Paraformaldehid (b) Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan bedah yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan

mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada ph 7,5 8,5 (Fazlara and Ekhtelat, 2012). Glutaraldehid mempunyai lebih efektif daripada Formaldehid dan tidak berpotensi karsinogenik sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi (Siswandono, 1995; Brewer, 2010). Mekanisme reaksinya dijelaskan pada Gambar 2.5 O H H H O C C C C C H H H H H Gambar 2.5 Glutaraldehid Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan spektrum luas. Misalnya, formaldehid membunuh jasad renik dalam ruangan, peralatan, dan lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk membunuh virus. Keunggulan turunan aldehid adalah sifatnya stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Namun senyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi jasad renik, berpotensi sebagai karsinogen dan mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa (Kahrs, 1995; Larson, 2013). 2.3.2 Turunan alkohol Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain turunan aldehid, misalnya etanol (C 2 H 5 OH), isopropanol (C 3 H 7 OH). Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan umumnya dibuat

dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri (Elisabeth, dkk., 2012). 2.3.3 Senyawa pengoksidasi Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah hidrogen peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganat, dan natrium perborat (Siswandono, 1995; Aboh, et al., 2013). Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang sering digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini diurai oleh enzim katalase menghasilkan oksigen yang aktif sebagai antiseptik. Hidrogen peroksida digunakan untuk mencuci luka dan penghilang bau badan dengan kadar 1-3% (Siswandono, 1995; Ghanem, et al., 2012). Benzoil peroksida dalam air melepaskan hidrogen peroksida dan asam benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10% digunakan sebagai antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan jerawat (Stampi, et al., 2002; Aboh, et al., 2013). Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida, mengandung hidrogen peroksida (34%) dan oksigen (16%). Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-lahan melepaskan hidrogen peroksida, dan digunakan untuk

antiseptik pada telinga dan pada luka (Siswandono, 1995; Elisabeth, dkk., 2012). Kalium permanganat dan natrium perborat digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena bersifat oksidatif. Pada umumnya, kedua senyawa tersebut digunakan untuk pemakaian lokal dalam bentuk larutan dalam air (Siswandono, 1995; Larson, 2013). 2.3.4 Turunan fenol Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid namun tidak bersifat sporisid. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah. Perubahan struktur kimia tersebut bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakteri (Brewer, 2010). Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran sabun dan deterjen. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik disebabkan kemampuannya merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan aktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah kresol (Siswandono, 1995; Kahrs, 1995). Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding sel dan membran sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak

sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri (Siswandono, 1995; Fazlara and Ekhtelat, 2012). Mekanisme kerja dan sasaran utama dari senyawa fenol dijelaskan pada Gambar 2.6 menurut Russel and Chopra (1987). fenol formaldehid NaOCl Hg 2+ fenol klorheksidin alkohol etilen oksida H 2 O 2 klorofor I 2 fenol glutaraldehid Hg 2+ Lisis Dinding sel Membran sitoplasma Konstituen plasma -SH Koagulasi ADN Sitoplasma -COOH ATPase membran Sistem transpor elektron turunan akridin klorheksidin heksaklorofen senyawa kationik Gambar 2.6 Mekanisme kerja dan sasaran utama desinfektan Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke inti fenol akan meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila jumlah halogen yang dimasukkan bertambah. Polihalogenisasi fenol akan membentuk senyawa yang mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Ikatannya dengan

reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya rendah. Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Sedangkan pemasukan gugus asam karboksilat dan asam sulfonat menurunkan aktivitas antimikroba karena menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke membran sel bakteri menurun (Pratiwi, 2008; Ghanem, et al., 2012). Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek antibakterinya besar tetapi tidak dapat digunakan secara sistemik karena toksisitasnya tinggi. Senyawa-senyawa tersebut hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan desinfektan. Contoh: timol, kresol, klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol (Pratiwi, 2008). 2.3.5 Turunan ammonium kuartener Turunan amonium kuartener seperti benzalkonium klorida, benzetonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen bromida. Turunan ini mempunyai efek bakterisid dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan protozoa. Tetapi, turunan ini tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti Mycobacterim tuberculosis dan virus (Loughlin, et al., 2002; Ghanem, et al., 2012). Keuntungan penggunaan turunan amonium kuartener sebagai desinfektan antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat logam. Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa kompleks organik (Fazlara dan Ekhtelat, 2012).

2.3.6 Turunan halogen dan halogenofor Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Kompleks klorin dengan senyawa organik disebut klorofor, sedangkan kompleks iodin dengan senyawa organik disebut iodofor. Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang. Contohnya, klorin dioksida, natrium hipoklorit, kalsium hipoklorit, dan triklosan. Sedang iodin dan iodofor digunakan untuk antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka. Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5% dan mampu mengoksidasi dalam rentang waktu 10-30 menit. Contohnya, povidon iodium (Brewer, 2010). 2.4 Koefisien Fenol Koefisien fenol merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan fenol baku dalam kondisi uji yang sama. Fenol dijadikan standar dalam uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik sudah teruji. Penentuan koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi kekuatan anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan efektivitasnya berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap mikroorganisme tertentu (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011).

Pengujian desinfektan yang baik harus mampu memprediksikan kekuatannya ketika digunakan. Desinfektan digunakan untuk pemeliharaan permukaan, peralatan-peralatan, air, kain linen, obat-obatan, bidang pertanian, dan industri makanan. Uji yang lebih spesifik telah dikembangkan untuk memberikan gambaran keefektifan suatu desinfektan. Metode pengujian desinfektan meliputi uji pembawa, uji suspensi, uji kapasitas, dan uji praktik (Cremieux dan Fleurette, 1991; Reybrouck, 1992a). 2.4.1 Uji pembawa (carrier tests) Uji pembawa merupakan metode yang telah lama digunakan. Pembawa yang digunakan pada uji ini adalah sutera yang dikontaminasi dengan inokulum mikroorganisme uji. Setelah dikeringkan, pembawa dimasukkan ke dalam larutan desinfektan dengan waktu kontak tertentu, kemudian diinokulasi dalam media pertumbuhan. Tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan kekuatan desinfektan uji (Borneff, et al., 1981; Jiang, et al., 2010). Kelemahan uji pembawa adalah jumlah bakteri yang terdapat pada pembawa sulit diperkirakan. Selain itu, bakteri yang bertahan hidup pada pembawa selama pengeringan tidak konstan (Borneff, et al., 1981; Fazlara and Ekhtelat, 2012). 2.4.2 Uji suspensi (suspension tests) Uji suspensi merupakan metode pengujian desinfektan yang paling sederhana. Metode ini dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji suspensi secara kualitatif dilakukan dengan mengambil satu sengkelit suspensi

mikroorganisme dan dimasukkan ke dalam larutan desinfektan. Suspensi kemudian diinokulasi pada media pertumbuhan. Kekuatan desinfektan ditunjukkan dengan ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme (Reybrouck, 1992; Jiang, et al., 2010). Koefisien fenol dihitung dengan membandingkan tingkat pengenceran desinfektan dengan fenol yang mampu membunuh mikroorganisme dalam kondisi yang sama (Rideal and Walker, 1903; Jiang, et al., 2010). Uji suspensi secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan jumlah mikroorganisme hidup sebelum dan sesudah kontak dengan desinfektan uji. Kekuatan desinfektan dihitung berdasarkan nilai efek mikrobiosid, yaitu perbandingan logaritma jumlah koloni mikroorganisme sesudah dan sebelum kontak. Jika nilai efek mikrobiosid 1, menunjukkan desinfektan mampu membunuh 90% koloni mikroorganisme. Jika nilai efek mikrobiosid 2, menunjukkan 99% mikroorganisme terbunuh. Syarat umum yang ditentukan adalah jika efek mikrobiosid > 5, maka 99,99% mikroorganisme terbunuh (CEN, 1996; Tafti, et al., 2012). 2.4.3 Uji kapasitas (capacity tests) Uji kapasitas adalah metode yang dilakukan untuk mengukur kemampuan desinfektan membunuh mikroorganisme tertentu dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap. Kapasitas desinfektan ditentukan berdasarkan jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh (Kelsy and Sykes, 1969; Tafti, et al., 2012).

2.4.4 Uji praktek (practical tests) Uji praktek dilakukan dengan mengukur hubungan waktu dan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga. Metode ini bertujuan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Uji ini umumnya digunakan untuk desinfektan permukaan (Reybrouck, 1992b; Jiang et al., 2010). Uji desinfeksi permukaan menggunakan sepotong polivinil klorida (PVC) yang sudah dikontaminasi oleh inokulum bakteri baku. Setelah dikeringkan, sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu dan dibilas dengan air suling steril. Air bilasan diinokulasi untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan bakteri (Reybrouck, 1992b; Tafti, et al., 2012).