Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

dokumen-dokumen yang mirip
KEADILAN IKLIM: PERBAIKAN TATA

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Moratorium Hutan Berbasis Capaian

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi Nasional REDD+

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Infografis Kemakmuran Hijau v5.2 PRINT.pdf PROYEK KEMAKMURAN HIJAU

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

KERTAS POSISI Kelompok Masyarakat Sipil Region Sulawesi Sistem Sertifikasi Bukan Sekedar Label Sawit Berkelanjutan

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

No Indonesia. Selain itu, hasil karya Arsitektur dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam melakukan kegiat

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Profil Wilayah Heart Of Borneo

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REDD+: Selayang Pandang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAPPEDA Planning for a better Babel

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Provinsi Kalimantan Timur. Muhammad Fadli,S.Hut,M.Si Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RENCANA STRATEGIS

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global yang terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil yang selama ini memantau dan terlibat dalam upaya penyelesaian permasalahan tata kelola kehutanan Indonesia. Berdasarkan pemantauan dan keterlibatan kami selama ini, kami sampai pada sebuah prinsip umum dan usulan-usulan konkrit yang menurut hemat kami harus dijadikan landasan pengelolaan hutan Indonesia, yakni sebagai berikut. Prinsip Umum Tata kelola kehutanan Indonesia harus diwujudkan di atas prinsip sehat, adil, berdaulat, mandiri dan berkelanjutan. Sehat merupakan terjemahan yang kami anggap sepadan untuk konsep good. Kondisi sehat merupakan tujuan sekaligus merefleksikan kondisi sebaliknya dari tata kelola kehutanan Indonesia yang saat ini sedang sakit. Dalam makna sehat, terkandung juga tindakan afirmatif (affirmative action), terutama bagi kelompok masyarakat yang tidak teruntungkan dalam proses penguasaan hak dan tata kelola kehutanan selama ini. Adil berarti penguasaan sumber daya hutan yang mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat hutan dengan mengakui hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal serta mengintegrasikan keadilan gender, termasuk keadilan antargenerasi, dalam pengelolaan sumber daya hutan. Berdaulat mempunyai makna bahwa penguasaan sumber daya hutan menempatkan rakyat Indonesia, terutama komunitas yang kehidupan dan penghidupannya tergantung pada hutan (masyarakat adat dan komunitas lokal), sebagai tuan di rumahnya sendiri. Ekstraksi dan eksploitasi sumber daya hutan harus dilandaskan pada penghormatan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal, termasuk hak untuk menyatakan keinginannya, baik menolak maupun menerima suatu kebijakan, program, atau proyek, dalam keadaan yang bebas dan didahului dengan penyampaian dan pemahaman atas informasi yang penuh dan seluas-luasnya (free prior and informed consent). Mandiri berarti segala upaya yang digunakan untuk memperkuat tata kelola kehutanan dengan mengatasi ketimpangan penguasaan hutan, menyelesaikan konflik, serta berbagai agenda dan program kehutanan lainnya harus memampukan berbagai pihak, khususnya masyarakat, untuk dapat berdikari dan bukannya diseret ke dalam jebakan konseptual yang melemahkan kemandirian. Berkelanjutan, berarti pemanfaatan sumber daya hutan telah mempertimbangkan kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Setiap generasi merupakan penjaga segala sumber daya yang ada di hutan untuk kemanfaatan generasi yang berikutnya sekaligus penerima manfaat dari generasi sebelumnya. 1 P a g e

Berkaitan dengan prinsip ini, kami mengangkat tiga tema utama yakni Sistem Hutan Kerakyatan, Moratorium dan Pendanaan yang berkeadilan serta mengutamakan keselamatan rakyat, yang harus diperhatikan oleh Pemerintah maupun berbagai pihak yang mendorong kebijakan maupun skema-skema program atau proyek terkait kehutanan saat ini. Sistem Hutan Kerakyatan 1 Prinsip 1. Sistem Hutan Kerakyatan harus menjadi bagian dari kebijakan pembangunan yang mempedulikan keberlanjutan fungsi ekologis kawasan serta mengakui, melindungi, dan menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Sistem pengelolaan hutan kerakyatan harus diarahkan untuk kesejahteraan rakyat yang mencakup aspek budaya, ekonomi, sosial, dan politik; 2. Pemerintah mengintegrasikan kebijakan Moratorium dan pelestarian lingkungan yang berbasis pada sistem yang berlaku pada masyarakat adat dan komunitas lokal; 3. Pemerintah harus melindungi struktur, pola dan fungsi ruang, serta keanekaragaman sistem yang berlaku di dalam masyarakat adat dan komunitas lokal dengan kondisi dan karakteristik yang berbeda-beda, yang pendekatan serta modelnya disesuaikan dengan karakteristik lokal. Kriteria 1. Kebijakan dan praktik pengelolaan kehutanan yang dicanangkan oleh pemerintah wajib menghormati, melindungi dan mengakomodasi hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas identitas kultural yang unik serta mengakui hak mereka untuk menentukan arah pembangunannya sendiri; 2. Kebijakan dan praktik pengelolaan kehutanan yang dilakukan pemerintah wajib menghormati tata kelola komunitas yang secara tradisional telah mengintegrasikan ekosistem alam dengan ruang kehidupan dan penghidupan mereka dan menjamin keutuhan, kesinambungan, dan produktivitas pengelolaan hutan; 3. Pemerintah maupun pihak-pihak lainnya wajib menjunjung etika, saling menghargai dan melindungi untuk mendukung kehidupan masyarakat adat dan komunitas lokal. Indikator 1. Adanya jaminan atas hak akses dan kontrol masyarakat adat dan komunitas lokal di dalam dan sekitar kawasan hutan; 2. Adanya pengakuan hukum dan dukungan kebijakan maupun program atas hak masyarakat adat dan komunitas lokal untuk menentukan pembangunan yang tepat bagi masyarakatnya itu sendiri; 3. Adanya upaya untuk menindaklanjuti hak konstitusional rakyat atas tanah dan sumber daya alam, termasuk hutan, dalam bentuk kebijakan dan aturan yang operasional, antara lain kebijakan yang melaksanakan keputusan MK No 35/PUU- X/2012 dan penjabaran lebih lanjut dari mandat reformasi Tap MPR IX Tahun 2001; 4. Adanya pengakuan atas tata cara kelola masyarakat adat dan komunitas lokal di kawasan hutan sebagai bagian dari kebijakan pembangunan yang mengakui, melindungi dan menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal; 5. Adanya peta wilayah kelola masyarakat adat dan lokal yang terintegrasi dengan peta moratorium dan tata ruang wilayah. 2 P a g e

Moratorium Prinsip 1. Moratorium bukan merupakan tujuan akhir, melainkan sebuah proses untuk menuju deforestasi nol dan perbaikan tata kelola kehutanan secara menyeluruh yang melampaui karbon; 2. Moratorium merupakan periode untuk menata ketimpangan penguasaan dan pengelolaan hutan; 3. Moratorium tidak dibatasi oleh waktu, melainkan oleh pencapaian yang jelas dan terukur. Keberhasilan pelaksanaan moratorium ditentukan oleh pemenuhan prasyarat dasar yang diukur melalui kriteria dan indikator pengelolaan hutan yang berkelanjutan, yang turut mencakup pemenuhan safeguards lingkungan dan sosial; 4. Moratorium tidak hanya diberlakukan pada izin baru, tetapi juga meliputi kaji ulang atas izin-izin yang telah ada dan disertai juga dengan penghentian kegiatan penebangan/perkebunan/pertambangan berdasarkan izin-izin yang telah ada tersebut (moratorium menitikberatkan pada kaji ulang perizinan dan penegakan hukum); 5. Moratorium menjadi upaya awal atas jaminan perlindungan total terhadap hutan alam dan keanekaragaman hayati yang tersisa (baik primer maupun sekunder) serta ekosistem rawa gambut. Kriteria 1. Tidak ada konversi di dalam kawasan hutan alam, kesatuan bentang alam hutan dan rawa gambut yang tersisa untuk kepentingan industri/komersial; 2. Tidak ada tumpang tindih fungsi kawasan dalam tata ruang wilayah; 3. Adanya jaminan hak atas akses dan kontrol terhadap ruang kelola masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal di dalam dan sekitar kawasan hutan; 4. Tidak ada lagi pemberian izin di atas kawasan yang bernilai ekologi penting, bernilai konservasi, dan bernilai karbon tinggi; 5. Dipulihkannya kawasan-kawasan yang berfungsi lindung. Pemberian izin restorasi dan rencana konservasi harus dilakukaan secara transparan berdasarkan prinsip Free Prior and Informed Consent; 6. Memberdayakan sistem pengelolaan hutan kerakyakatan yang diarahkan untuk kesejahteraan rakyat yang mencakup aspek budaya, ekonomi, sosial, dan politik; Indikator 1. Tersedianya satu peta yang jelas dan menjadi referensi bersama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang bersifat lintas sektoral, yang mencakup di antaranya sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertambangan dan Sistem Pengelolaan Hutan Kerakyatan; 2. Terbangunnya sistem pangkalan data kehutanan yang akurat dan mudah diakses sebagai dasar/rujukan dalam pengelolaan sumber daya hutan, 3. Terbitnya satu kebijakan yang kuat tentang ambang batas konversi hutan Indonesia untuk menyelamatkan hutan dan sumber-sumber kehidupan masyarakat; 4. Terbangunnya mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan mudah diakses, yang disertai dengan sebuah badan yang kredibel sebagai pelaksana dan penanggungjawabnya; 5. Terbitnya kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan reforma agraria; 3 P a g e

6. Dilibatkannya masyarakat dan organisasi masyarakat sipil dalam setiap proses perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kebijakan dan program-program kehutanan yang ketentuannya diatur secara khusus di dalam UU Kehutanan. 7. Adanya sanksi yang jelas dan tegas bagi para pelanggar moratorium, tidak hanya bersifat pembenahan administratif tetapi juga sanksi hukum (administratif, perdata, pidana). 4 P a g e

Pendanaan Prinsip 1. Pendanaan terkait perubahan iklim/hutan harus dikelola oleh Negara dengan menerapkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas, keberdaulatan, keadilan, dan kemandirian; 2. Inisiatif masyarakat adat/lokal dan berbagai komunitas lainnya dalam penyelamatan hutan harus dihitung sebagai internalities; 3. Berbagai investasi terkait perubahan iklim/hutan tidak boleh ditujukan untuk offset dan/atau green washing; 4. Bantuan Internasional dalam rangka menyelamatkan hutan Indonesia dan/atau mengatasi perubahan iklim dan dampak-dampaknya tidak boleh dalam bentuk hutang; 5. Penerapan suatu model pembanguanan ekonomi berbasiskan ekonomi hijau (green economy) untuk mengurangi dampak negatif aktivitas ekonomi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global. Kriteria 1. Pemerintah menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas sumber daya hutan; 2. Pemerintah memastikan bahwa dana-dana terkait perubahan iklim di sektor kehutanan digunakan secara tepat sasaran untuk memperbaiki tata-kelola hutan, meningkatkan kapasitas masyarakat, dan memastikan bahwa pendanaan tersebut mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkannya; 3. Pendanaan yang berbentuk hibah haruslah tidak bersyarat dan diperuntukkan bagi perbaikan tata kelola kehutanan yang sebelumnya direncanakan secara partisipatif dengan menggunakan pendekatan dari bawah (bottom up approach); 4. Penggunaan dana yang berasal dari sektor privat diperuntukan untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat dan bukan semata-mata untuk membiayai aktivitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR dari perusahaanperusahaan perusak hutan; 5. Perbaikan tata kelola hutan dititikberatkan pada perbaikan sistematis yang memaksimalkan efektivitas sumber pendapatan dari sektor kehutanan sendiri daripada mengandalkan dana investasi/hibah dari pihak luar. Indikator 1. Adanya perangkat kebijakan pengaman (safeguards) yang jelas dan dapat menjamin hak-hak masyarakat dan lingkungan tidak dilanggar dalam semua skema pendanaan terkait perubahan iklim di sektor kehutanan; 2. Terdapat mekanisme audit dan mekanisme pengajuan keberatan yang efektif dan mudah diakses dalam skema pendanaan program/proyek terkait perubahan iklim di sektor kehutanan; 3. Program/proyek terkait perubahan iklim di sektor kehutanan adalah hasil dari proses partisipatif yang dilakukan tidak hanya di antara para pemangku kepentingan, melainkan harus mengutamakan para pemegang hak yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan dari bawah; 4. Pemerintah tidak hanya mengandalkan skema-skema pendanaan yang berasal dari investasi dan bantuan hibah dari pihak luar, melainkan juga yang berasal dari sumber-sumber pendanaan dari dalam negeri; 5. Pendekatan ekonomi hijau dimulai pada sektor prioritas seperti pengembangan energi bersih, pembangunan pertanian berkelanjutan, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. 5 P a g e

-Diusung oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global- 6 P a g e

Catatan Akhir 1 Sistem dalam SHK adalah kesatuan unit yang terbentuk dalam lingkungan yang dikelola langsung oleh rakyat. Bentuk pengelolaan ini dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi serta pemeliharaan dan pengembangannya Kerakyatan mengandung arti demokratisasi yang melekat pada pengelolaan sumber daya alam. De ga de ikia rakyat e jadi pelaku uta a (subjek) dalam pengelolaan sumber daya alam, bukan sebagai objek dalam pembangunan. Sistem ini disebut sebagai Sistem Hutan Kerakyatan karena di dalamnya terkandung makna pengelolaan sumber daya alam/hutan yang melingkupi juga pengelolaan pengetahuan (knowledge) dan dalam kondisi yang setara-berkeadilan (demokratis). Sistem Hutan Kerakyatan tidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa lain agar dipahami bahwa maknanya tidaklah sempit, melainkan luas sehingga turut mencakup keseluruhan sumber daya alam yang dikelola oleh masyarakat secara erat sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, yang melingkupi tidak hanya hutan, melainkan juga perkampungan dan wilayah penunjangnya. 7 P a g e