Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I LATAR BELAKANG

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten Brebes

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA USIA 0-2 TAHUN DI RUANG PERAWATAN BAJI MINASA RSUD. LABUANG BAJI MAKASSAR VIDIANTI RUKMANA

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka


BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOSIAL KECAMATAN SUKARAME PALEMBANG Zairinayati 1, Ari Udiyono, Yusniar Hanani 1 Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang Program Studi Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Email: zairinayati@yahoo.co.id ABSTRAK Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan kaum lanjut usia di dunia. Word Health Organization (WHO) tahun 005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 -, juta. Pada tahun 005 ada sekitar 303 kasus pneumonia. Tiga perempat kasus pneumonia di dunia terdapat di 15 negara dan Indonesia menduduki peringkat ke 6. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan faktorfaktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sosial Kecamatan Sukarame Palembang. Penelitian ini merupakan kasus-kontrol dengan metode retrospective study. Kelompok kasus sebanyak 65 responden dan kelompok kontrol 65 responden. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan Chi Square dan besarnya resiko dengan Odd Ratio serta analisis multivariat untuk mengetahui kemaknaan hubungan (p) variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat dengan regresi logistik. Hasil penelitian ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia (p=0,011; OR = 3,3; CI 95%), kualitas suhu dalam rumah (p = 0,031; OR =,6; CI 95%), tingkat kelembaban dalam rumah (p=0,006; OR = 3,4; CI 95%), kualitas pencahayaan (p=0,001; OR = 4,3; CI 95%), luas ventilasi (p=0,00; OR = 3,9; CI 95%), kepadatan hunian (p=0,018; OR =,8; CI 95%), Kesimpulan hasil penelitian: jenis lantai, kualitas suhu, tingkat kelembaban, kualitas pencahayaan mempunyai hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Kata Kunci : Pneumonia, Balita, Lingkungan Fisik Rumah, Palembang PENDAHULUAN Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan kaum lanjut usia di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6-, juta, sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 005 ada sekitar 303 kasus pneumonia. Tiga perempat kasus pneumonia di dunia terdapat di 15 negara dan Indonesia menduduki peringkat keenam. (1) Menurut Riskesdas 007 Pneumonia selalu menduduki peringkat kedua setelah diare (15,5% di antara semua balita), dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi tingginya angka kematian balita di Indonesia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan 11

proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. (3) Tingginya angka mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak usia balita di negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, antara lain berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, overcrowded, pendidikan orangtua yang rendah, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok). Salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia dikarenakan rendahnya pengetahuan ibu balita mengenai penyakit pneumonia yang menimpa anaknya sehingga mereka terlambat membawa anak balitanya berobat ke puskesmas. Hasil penelitian di Kabupaten Cilacap tahun 008 menunjukkan ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia (OR = 3,9), kondisi dinding rumah (OR =,9, ventilasi rumah (OR = 6,3, tingkat kepadatan hunian (OR =,7, tingkat kelembaban (OR =,8, penggunaan jenis bahan bakar kayu (OR =,8, kebiasaan anggota keluarga responden yang merokok (OR=,7). (3) Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Trenggalek tahun 010 menunjukkan bahwa rumah tangga tidak sehat memiliki risiko untuk mengalami pneumonia 6.8 kali lebih besar daripada anak balita yang tinggal dengan rumah tangga sehat. Peningkatan risiko tersebut secara statistik signifikan (OR=6,8). (4) Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian pneumonia pada balita adalah kepadatan hunian bahan dinding (OR=5,9). (5) Peningkatkan lingkungan yang sehat dapat diwujudkan dengan menciptakan lingkungan rumah sehat. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih. (6) Kejadian pneumonia pada balita serta kaitannya dengan kondisi tempat tinggal. Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi 1

udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu. Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia adalah kondisi fisik rumah serta lingkungannya yang merupakan tempat hunian dan langsung berinteraksi dengan penghuninya. (7) Kepemilikan rumah sehat yang ada di kota Palembang pada tahun 010 yang tersebar di 16 Kecamatan, yang ditunjukkan dengan persentase rumah sehat persentase yang terendah adalah 7,08%. (8) Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dengan kondisi kepadatan penduduk yang terus meningkat didukung kondisi fisik rumah yang tidak sehat maka peneliti ingin melakukan sebuah penelitian dengan judul analisis faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sosial Kecamatan Sukarame Palembang. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah kasuskontrol yaitu dengan metode retrospective study, yaitu penelitian analitik yang bersifat observasional, dengan membandingkan antara sekelompok orang yang menderita penyakit (kasus) dengan sekelompok lainnya yang tidak menderita penyakit (kontrol), kemudian dicari faktor penyebab timbulnya penyakit tersebut. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan di Puskesmas Sosial yaitu anak balita yang berumur bulan sampai dengan 5 tahun yang berobat dan bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas sosial dan dinyatakan menderita pneumonia oleh dokter/petugas paramedis. Terhitung mulai bulan Januari - Oktober tahun 011. Kasus adalah balita yang telah dinyatakan positif menderita pneumonia oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih (dokter, bidan, perawat) dengan metode MTBS (Manajemen Balita Balita Sakit). Populasi kontrol adalah balita tetangga kasus yang bertempat tinggal di dekat rumah kasus, dinyatakan tidak menderita pneumonia oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih (dokter, bidan, perawat) dengan metode MTBS dan berumur bulan sampai dengan 5 tahun. Jumlah control diambil sesuai dengan jumlah kasus. Prakiraan besar sampel yang dibutuhkan dihitung berdasarkan rumus besar sampel sebagai berikut : ( OR) P P1 ( OR) P (1 P ) Z n 1 / 1/ P1 (1 P1 ) 1/ P (1 P ) 1 n(1 Keterangan: n : besar sampel Z : nilai pada kurva normal (1,960) P1 : proporsi terpapar pada kelompok kasus P : proporsi terpapar pada kelompok 13

pembanding 0,4 (0,01 s/d 0,90) ε : presisi/penyimpangan 0,5 (0,1;0,;0,3;0,4;0,5) OR : besar faktor resiko paparan factor resiko berkisar antara 1,5-4,0 Berdasarkan rumus tersebut dan nilai OR, maka dapat dihitung besar sampel kasus dalam penelitian ini dengan OR sebesar dan proporsi terpapar adalah 0,4 sebagai berikut : ()0,4 P 1 ()0,4 (1 0,4) = 0,57 Dimasukkan ke dalam rumus : 0,57(1 0,57) 1/ 0,4(1 0,4) 1,96 1 / 1/ n In(1 0,5) 3,8416 4,0799 4,1667 n 0,480 31,679 n 0,480 n = 65 penderita pneumonia dan kontrol sebanyak 65 balita yang tidak menderita pneumonia. Untuk sampel akan dilakukan matching antara kontrol dan kasus dalam faktor usia dan jenis kelamin. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik status gizi pada kelompok kasus menunjukkan status gizi yang tidak baik (69,%) hal ini berarti bahwa penderita pneumonia lebih banyak terjadi pada balita dengan status gizi yang tidak baik. Status imunisasi pada kelompok kasus menunjukkan status imunisasi yang tidak lengkap (44,%) hal ini berarti bahwa penderita pneumonia lebih banyak terjadi pada balita dengan status status imunisasi yang tidak lengkap. Dari hasil perhitungan diperoleh besar sampel kasus sebanyak 65 balita No Jenis Lantai 1. 1. Tidak Permanen. Permanen. Kualitas Suhu Ruangan 1. > 30 0 C. 18-30 0 C Karakteristik kondisi fisik rumah Kasus Kontrol Jumlah Kondisi Fisik n = 5 n = 5 Rumah F % f % f % 3 9 31 19 44, 55,8 59,6 40,4 10 4 19 33 19, 80,8 36,5 63,5 33 71 50 54 31,7 68,3 48,1 51,9 3. Tingkat Kelembaban Ruangan 1. < 40%. 40-70% 37 15 71, 8, 30 4,3 57,7 59 45 56,7 43,3 4. Kualitas Pencahayaan Ruangan 1. < 60 lux. 60 lux 37 15 71, 8, 19 33 36,5 63,5 56 48 53,8 46, 5. Luas Ventilasi 1. < 10%. > 10% 34 18 65,4 34,6 17 35 3,7 67,3 51 53 49,0 51,0 6. Kepadatan Hunian 1. Tidak Memenuhi Syarat. Memenuhi Syarat 30 57,7 4,3 17 35 3,7 67,3 47 57 45, 54,8 14

Kondisi fisik rumah menunjukkan jenis lantai (44,%), pencahayaan (71,), luas ventilasi (65,4%) dan kepadatan hunian kelompok kasus. Hal ini berarti bahwa pada kelompok kasus banyak ditemukan kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi (57,7%) sedangkan pada kelompok syarat. kontrol kejadiannya lebih sedikit dari Hasil Analisis Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian Pneumonia Jenis Lantai Kasus Kontrol Jumlah f % f % f % Tidak memenuhi syarat 3 44, 10 19, 33 31,7 Memenuhi syarat 9 55,8 4 80,8 71 68,3 Jumlah 5 100,0 5 100,0 104 100,0 OR = 3,331; 95% CI(1,381-8,034) Nilai p 0,011 Hasil uji statistik Chi Square ternyata ada hubungan antara jenis (31,7%). Dengan nilai OR 3,331, artinya balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai dengan kejadian pneumonia (p = lantai yang tidak memenuhi syarat 0,011 ; OR = 3,331; CI 95% 1,381-8,034). Proporsi jenis lantai yang tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus adalah 3 orang (44,%), sementara mempunyai risiko terjadinya pneumonia 3,33 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal dengan jenis lantai yang memenuhi syarat. pada kelompok kontrol ada 33 orang Hasil analisis hubungan tingkat pencahayaan dalam rumah dengan kejadian pneumonia Pencahayaan Kasus Kontrol Jumlah dalam rumah f % f % f % <60 lux 37 71, 19 36,5 56 53,3 60 lux 15 8,8 33 63,5 48 46, Jumlah 5 100,0 5 100,0 104 100,0 OR = 4,84; 95% CI (1,880-9,764) Nilai p 0,001 Hubungan antara kualitas pencahayaan dalam ruangan dengan kejadian pneumonia (p = 0,001; OR = 4,84; CI 95% 1,880-9,764). Proporsi kualitas pencahayaan dalam ruangan yang tidak memenuhi syarat (<60 lux) pada kelompok kasus adalah 37 orang (71,%), sementara pada kelompok kontrol ada 19 orang (36,5%). Dengan nilai OR 4,84 artinya balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat (<60 lux) mempunyai risiko terjadinya pneumonia 4,8 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal dengan pencahayaan yang memenuhi syarat. 15

Hasil analisis hubungan luas ventilasi dengan kejadian pneumonia Luas Kasus Kontrol Jumlah Ventilasi f % f % f % < 10% 34 65,4 17 3,7 51 49,0 > 10% 18 34,6 35 67,3 53 51,0 Jumlah 5 100,0 5 100,0 104 100,0 OR = 3,889; 95% CI (1,74-8,774) Nilai p 0,00 Hasil uji statistik ternyata ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia (p = 0,00; OR = 3,889; CI 95% 1,74 8,774). Proporsi luas ventilasi dalam ruangan kontrol ada 17 orang (3,7%). Dengan nilai OR 3,889 artinya balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terjadinya pneumonia 3,9 kali lebih besar yang tidak memenuhi syarat (<10%) dibandingkan balita yang tinggal di pada kelompok kasus adalah 34 orang rumah dengan luas ventilasi yang (65,4%), sementara pada kelompok memenuhi syarat. Hasil analisis hubungan kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia Kepadatan Kasus Kontrol Jumlah Hunian f % f % f % Tidak Memenuhi Syarat 30 57,7 17 3,7 47 45, Memenuhi Syarat 4,3 35 67,3 57 54,8 Jumlah 5 100,0 5 100,0 104 100,0 OR =,807; 95% CI (1,63-6,4) Nilai p 0,018 Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia (p = 0,018; OR =,807; CI 95% 1,63 6,4). Proporsi kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (< 9m /orang) pada kelompok kasus adalah 30 orang (57,7%), sementara pada kelompok kontrol ada 17 orang (3,7%). Dengan nilai OR,807 artinya balita yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terjadinya pneumonia,8 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan yang memenuhi syarat. Rekapitulasi Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sosial Kecamatan Sukarame Palembang No Faktor Risiko Kasus Kontrol Odds Nilai p n = 5 n = 5 Rasio 95% CI 1. Jenis lantai rumah 44, 19, 0,011 3,331 1,381-8,034 3. Kualitas suhu dalam rumah 59,6 36,5 0,031,564 1,163-5,654 4. Tingkat kelembaban dalam 71, 4,3 0,006 3,364 1,190-7,591 rumah 5. Kualitas pencahayaan dalam 71, 36,5 0,001 4,84 1,880-9,764 rumah 6. Luas ventilasi 65,4 3,7 0,00 3,889 1,74-8,774 7. Kepadatan Hunian 57,7 3,7 0,018,807 1,63-6,4 16

Dari 6 variabel yang diteliti semuanya memiliki hubungan bermakna dengan kejadian pneumonia secara berurut adalah kualitas pencahayaan (4,84), luas ventilasi (3,889), tingkat kelembaban (3,364), jenis lantai (3,331), kepadatan hunian (,807 dan kualitas suhu (,564), karena patokan variabel yang layak dianggap sebagai faktor resiko jika odds rasio (OR) > 1,30 dan nilai interval kepercayaan lebih besar dari 1. Analisis multivariat dilakukan guna memperoleh gambaran faktor risiko apa saja yang dominan mempunyai kontribusi terhadap kejadian pneumonia dengan menggunakan analisis regresi logistik, karena penelitian ini menggunakan disain case control maka metode regresi yang digunakan adalah forward stepwise (conditional) dengan α = 0,05 sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Untuk variabel yang memiliki nilai p < 0,5 dan nilai interval kepercayaan tidak berada di bawah nilai 1, maka layak diikutkan dalam analisis multivariat. Variabel utama yang diikutkan dalam analisis multivariat adalah jenis lantai, kualitas suhu dalam rumah, tingkat kelembaban dalam rumah, kualitas pencahayaan, luas ventilasi dan kepadatan hunian. Hasil Analisis Regresi Logistik faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian Penumonia pada balita di wilayahkerja Puskesmas Sosial Kecamatan Sukarame Palembang tahun 011 No Faktor Risiko Nilai p OR 95% CI 1. Kualitas pencahayaan 0,00 5,51 1,798 15,331. Luas ventilasi 0,003 5,606 1,816 17,301 3. Kepadatan hunian 0,006 4,591 1,554 13,568 Constanta -1,513 Hasil uji regresi logistik diperoleh pulusi udara dalam rumah (indoor air variabel dominan yang memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia yaitu kualitas kualitas pencahayaan dalam rumah, luas ventilasi dan kepadatan hunian. Rumah yang lantainya tidak permanen (terbuat dari tanah) mempunyai kontribusi besar terhadap kejadian pneumonia, karena lantai rumah yang terbuat dari tanah juga menyebabkan kondisi dalam rumah menjadi berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk terjadinya pollution). Debu dalam udara apabila terhirup akan menempel pada saluran nafas bagian bawah. Akumulasi penempelan debu tersebut akan menyebabkan elastisitas paru menurun sehingga menyebabkan balita sulit bernafas ataupun sesak nafas. SIMPULAN Karakteristik responden yang menderita pneumonia berdasarkan umur didapatkan 34,6% berumur 1 tahun, karakteristik responden yang menderita 17

pneumonia berdasarkan jenis kelamin didapatkan 75% laki-laki, karakteristik responden yang menderita pneumonia berdasarkan status gizi didapatkan 69,% responden memiliki status gizi tidak baik, karakteristik responden yang menderita pneumonia berdasarkan status imunisasi didapatkan 44,% responden memiliki status imunisasi tidak lengkap, ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia p = 0,011; OR = 3,331, ada hubungan yang bermakna antara suhu dalam rumah dengan kejadian pneumonia p = 0,031; OR =,564, ada hubungan yang bermakna antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian pneumonia p = 0,006; OR = 3,364, ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dalam rumah dengan kejadian pneumonia p = 0,001; OR = 4,84, ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi dengan kejadian pneumonia (p = 0,00; OR = 3,889), ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunianresponden yang merokok dengan kejadian pneumonia p = 0,018; OR =,807, uji regresi logistik menunjukkan kualitas suhu, kualitas pencahayaan, luas ventilasi dan kepadatan hunian merupakan faktor yang dominan terhadap kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskemas Sosial Kecamatan Sukarame Palembang tahun 011. DAFTAR PUSTAKA 1. Heda Melinda Nataprawira d. Faktor Risiko Morbiditas dan Mortalitas Pneumonia Berat pada Anak Usia Balita. 010;60 No. 10.. Kementerian Kesehatan. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi. 010;Vol. 087-1546. 3. Yuwono TA. Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Behubungan dengan kejadian Pneumoni pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Cilacap: Universitas Diponegoro; 008. 4. Sulistyowati R. Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kabupaten Trenggalek. 010. 5. Yusuf NA. Hubungan Sanitasi Rumah secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR. 005;1 No. 6. Azwar A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya; 1990. 7. Nurjazuli. Widyaningtyas R. Faktor Risiko Dominan Kejadian Pnumonia Pada Balita. Kebumen Jawa Tengah; 008. 8. Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Kota Palembang. Palembang; 010. 9. Oktaviani VA. Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 009. 10. Silalahi L. ISPA dan Pneumonia. 004. 18

11. Kartasasmita CRSP JAMKPI. 4 Juta Anak Meninggal karena Penyakit ISPA. Bandung Pikiran Rakyat 00. 1. PPM DRD, PL. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta; 1996. 13. Priyanti Z. Pneumonia di Masyarakat dan Pengobatan Kuinolon pada Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia 001;Volume 1 Nomor.. 14. Mangunnegoro H. SW, Yunus F, Aditama T.Y, Yulianti. Pengobatan Infeksi Saluran Napas bagian Bawah dengan Sefributen dibandingkan dengan Siprofloksanin. Majalah Kedokteran Indonesia. 1995; Volume 45 Nomor 4. 15. Mardjanis. S. Kenali Pneumonia. Sayang Si Buah Hati. 006;Edisi Juni Universitaria-(Vol.5 No.11). 16. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta: Dirjen PPM & PLP.; 1993. 17. Zuraidah S. Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita Kaitannya Dengan Tipe Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Lor dan Cebongan Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 00;Volume I No.. 18. Departemen Kesehatan RI. Rencana Kerja Jangka Menengah nasional Dalam Penaggulangan Pneumonia Balita Tahun 005-009. Oktober 005. 19. Ebenhaezer G. Hubungan Kualitas Lingkungan Perumahan dengan Derajat Kesehatan Ibu dan Balita di Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara; 000. 0. Sanropie D. Pedoman Bidang Studi Prencanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 199. 1. Departemen Kesehatan RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Ditjen PPM PLP. Jakarta; 001.. Suharmadi. Perumahan Sehat. Jakarta: Proyek Pengembangan dan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes. Depkes RI; 1985. 3. Suyono. Pokok Bahasan Modul Perumahan dan Pemukiman Sehat. Jakarta. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes. Depkes RI; 1985. 4. Riana B. Pengaruh karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas terhadap Kepemilikan Rumah Sehat Kecamatan Peurelak Timur Kabupaten Aceh Timur Medan: Universitas Sumatera Utara; 008. 5. Departemen Pekerjaan Umum RI. Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat. Jakarta; 006. 6. Komarudin Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman : Yayasan Real Estate Indonesia (REI) PT. Rakasindo; 1997. 7. Undang-undang No. 4 tentang Perumahan dan Pemukiman. 199. 8. Rudianto HdAR. Studi Perbedaan Jarak Pemukiman ke TPAS Open Dumping dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR. 005;1 No.. 9. Napitupulu M. Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman melalui Pendekatan Kelurahan. 1994. 19

30. Suryanto. Hubungan Sanitasi Rumah dan Faktor Intern Anak Balita dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita Surabaya: Universitas Airlangga; 003. 31. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Ditjen PMPLP. 00. Lingkungan Indonesia. 008;Vol. 8 No.1 April 009. 39. Notoatmodjo S. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 003. 3. Nurhidayah. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjadjaran; 007. 33. Sukar. Pengaruh Kualitas Lingkungan dalam Ruang terhadap ISPA Pnemonia. Bandung; 1996 Contract No : Document Number. 34. Dinata A, 007. Aspek Teknis dalam Penyehatan Rumah. 007 [updated 007; cited]; Available from: http://miqrasehat.blogspot.com/007 /07/aspek-teknis-dalam-penyehatanrumah.html. 35. Pudjiadi S. lmu Gizi Klinis pada Anak. Indonesia, Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 001. 36. Yetty N. dan Arifin MT. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang.; 006. [updated 006; cited]; Available from: http://agathariyadi.wordpress.com/0 09/09/04/analisis-metabolismenutrisiberkaitan-dengan-manifestasiklinis-gizi-buruk-pada-balita. 37. Mukono HJ. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran Pernafasan. Surabaya: Airlangga University Press; 1997. 38. Lenni A. Analisis Kondisi Rumah sebagai Faktor Resiko Kejadian Pneumonia paa Balita di Wilayah Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan Jurnal Kesehatan 0