BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dehidrasi merupakan ketidakseimbangan cairan tubuh dikarenakan pengeluaran cairan lebih besar daripada pemasukan (Almatsier, 2009). Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat melakukan aktivitas dan juga karena cuaca panas (D anci et al., 2009). Dehidrasi juga dapat terjadi karena kurangnya konsumsi cairan dan konsumsi obat diuretik (Schwabe et al., 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustam (2012), prevalensi kasus dehidrasi pada remaja lebih tinggi daripada dewasa. Dehidrasi pada remaja sebesar 48,1% dan pada dewasa sebesar 44,5%. Prevalensi dehidrasi juga tinggi pada mahasiswa, yaitu 70,1% (Tawaniate dkk., 2011). Mahasiswa termasuk kategori remaja akhir. Rentang usia remaja akhir adalah 18-20 tahun (Djiwandono, 2006). Dehidrasi ringan (kehilangan 1-2% berat badan) dan sedang (kehilangan 2-5% berat badan) memiliki dampak terhadap fungsi kognitif sehingga menurunkan akurasi kinerja (Barasi, 2007). Dalam penelitian D anci et al. (2009) yang memberikan latihan fisik terhadap 31 mahasiswa jurusan olahraga, dehidrasi telah memperburuk kemampuan kognitif mahasiswa saat melakukan tes vigilance attention dan choice reaction time. Dehidrasi juga mengurangi kemampuan kognitif 26 pria dalam melakukan tes visual vigilance dan visual memory working (Ganio et al., 2011). Selain mempengaruhi kemampuan kognitif, dehidrasi juga dapat 1
mempengaruhi suasana hati seseorang. Dehidrasi meningkatkan skor mood negatif pada rasa lelah, bingung, marah, depresi dan tegang (D anci et al., 2009). Tingginya prevalensi dehidrasi pada mahasiswa dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan suasana hati mahasiswa saat menjalani kegiatan perkuliahan. Emosi merupakan suatu stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif dan kecenderungan melakukan tindakan. Emosi berbeda dengan kognisi, namun saling mempengaruhi satu sama lain (Wade & Travis, 2007). Hipotalamus merupakan bagian utama dari sistem limbik yang memiliki peranan penting dalam emosi dan perilaku. Selain berperan dalam pola perilaku serta emosi, hipotalamus juga berperan dalam kontrol suhu tubuh, rasa haus, pengeluaran urin, asupan makanan, sekresi hormon-hormon hipofisis anterior, menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior, kontraksi uterus dan pengeluaran susu serta sebagai pusat koordinasi sistem saraf otonom (Sherwood, 2001). Dehidrasi berkaitan dengan intoleransi ortostatik (Carter III et al., 2006). Normalnya, saat perubahan posisi tubuh dari berbaring atau duduk ke berdiri, aliran balik vena akan berkurang karena pengaruh gravitasi sehingga akan menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan darah yang terjadi saat berdiri akan menurunkan aktivitas baroreseptor yang akan menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas simpatis pada jantung dan pembuluh darah sehingga jantung berdenyut lebih cepat untuk meningkatkan tekanan darah kembali normal. Hal ini 2
merupakan umpan balik negatif untuk mempertahankan homeostatis (Sherwood, 2001). Dehidrasi menyebabkan penurunan volume plasma yang dapat mengganggu mekanisme dalam mengkompensasi ortostatik tersebut (Stewart, 2004). Kegagalan dalam mengkompensasi ortostatik dapat mengarah pada hipotensi ortostatik atau ortostatik takikardia yang terlihat pada Postural Ortostatik Takikardia Sindrom (POTS) (Raj, 2006). Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sedikitnya 20/10 mmhg selama 3 menit berdiri (Bradley & Davis, 2003) dan POTS adalah peningkatan denyut jantung 30 bpm (beat per minute) atau peningkatan denyut jantung 120 bpm dalam waktu 10 menit saat perubahan posisi tubuh dari berbaring ke berdiri (Stewart, 2004). Adanya takikardia saat perubahan posisi dari berbaring ke berdiri merupakan ciri-ciri POTS (Raj, 2006). Perubahan denyut jantung saat berdiri dapat digunakan sebagai alat pengukuran dehidrasi disebabkan oleh adanya penurunan volume darah saat dehidrasi yang akan mengurangi aliran darah vena ke jantung di saat berdiri. Hal ini menyebabkan jantung memompa lebih cepat sebagai respons ortostatik untuk mempertahankan tekanan darah (Cheuvront et al., 2012). Saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai kondisi dehidrasi dengan pengukuran ortostatik terhadap respon emosi seseorang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengamati kejadian dehidrasi dengan respon emosi pada mahasiswa UGM melalui pendekatan ortostatik. 3
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah kasus dehidrasi yang terjadi pada mahasiswa UGM? 2. Bagaimanakah respon emosi pada mahasiswa UGM? 3. Apakah ada hubungan antara dehidrasi dengan respon emosi mahasiswa UGM melalui pendekatan ortostatik? 4. Apakah ada hubungan antara respon kardiovaskular ortostatik dengan respon emosi mahasiswa UGM? C. Tujuan Penelitian 1. Umum Mengetahui hubungan antara dehidrasi dengan respon emosi mahasiswa Universitas Gadjah Mada melalui pendekatan ortostatik. 2. Khusus a. Mengetahui prevalensi kasus dehidrasi pada mahasiswa UGM. b. Mengetahui respon emosi pada mahasiswa UGM. c. Mengetahui hubungan antara dehidrasi dengan respon emosi mahasiswa UGM melalui pendekatan ortostatik. d. Mengetahui hubungan antara respon kardiovaskular ortostatik dengan respon emosi mahasiswa UGM. 4
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Mendapatkan pengetahuan dan wawasan tambahan mengenai kondisi dehidrasi yang dapat diidentifikasi melalui kejadian ortostatik serta hubungannya terhadap respon emosi pada mahasiswa. 2. Bagi institusi Dapat digunakan sebagai landasan teori atau acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi masyarakat Mendapatkan informasi tambahan mengenai kondisi emosi saat dehidrasi. E. Keaslian Penelitian Sejauh ini yang peneliti ketahui, penelitian mengenai hubungan dehidrasi dengan ortostatik terhadap respon emosi pada mahasiswa Universitas Gadjah Mada belum dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah : 1. Voluntary Dehydration and Cognitive Performance in Trained College Athletes oleh D anci et al. (2009). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada 54 mahasiswa atlet di Universitas Tufts. Hasil penelitian tersebut adalah dehidrasi dapat mempengaruhi kemampuan kognitif terutama pada tingkat kewaspadaan, namun pemberian glukosa dapat memperbaikinya. 5
Persamaan dengan penelitian di atas terletak pada variabel bebas, yaitu dehidrasi yang tidak disadari dan subjek penelitiannya, yaitu mahasiswa. Perbedaannya terletak pada metode penelitiannya, yaitu eksperimental. Sementara penulis menggunakan metode observasional. Pada penelitian ini untuk mengukur status hidrasi pada subjek penelitian menggunakan pengukuran body mass loss, sedangkan penulis menggunakan pengukuran ortostatik. 2. Mild Dehydration Impairs Cognitive Performance and Mood of Men oleh Ganio et al. (2011). Penelitian ini menggunakan metode randomised controlled dengan desain cross over pada 26 pria. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah dehidrasi ringan mempengaruhi tingkat kewaspadaan dan ingatan serta meningkatkan perasaan gelisah dan kelelahan. Persamaan dengan penelitian di atas terletak pada variabel bebas, yaitu dehidrasi dan subjek penelitian yaitu pria. Perbedaannya terletak pada pengukuran dehidrasi yang diukur dari body mass loss, sedangkan penulis menggunakan pengukuran ortostatik. Penelitian di atas menggunakan metode randomised controlled dengan desain cross over sementara penulis menggunakan metode observasional. 3. Identifikasi Dehidrasi dengan Pengukuran Ortostatik dan Frekuensi Konsumsi Cairan pada Mahasiswa di Universitas Gadjah Mada oleh Tawarniate, dkk (2011). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan 6
observasional dan desain cross sectional pada 274 mahasiswa laki-laki Universitas Gadjah Mada. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah jumlah cairan yang dikonsumsi tidak mempengaruhi dehidrasi. Jenis cairan air putih yang mempengaruhi kondisi dehidrasi. Persamaan dengan penelitian di atas adalah subjek penelitian, yaitu mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Perbedaannya terletak pada variabel dehidrasi dengan pengukuran ortostatik sebagai variabel terikat yang akan penulis gunakan sebagai variabel bebas. 4. Heartbeat Detection and The Experience of Emotions oleh Wiens et al. (2000). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada 52 mahasiswa. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah intensitas emosi akan dirasakan lebih kuat pada kelompok yang dapat mendeteksi denyut jantungnya dengan baik. Persamaan dengan penelitian di atas terletak pada subjek penelitian dan variabel terikat, yaitu mahasiswa dan emosi. Selain itu pengukuran emosi menggunakan kuesioner dan stimulasi film yang digunakan pada penelitian tersebut juga akan digunakan dalam penelitian penulis. Perbedaannya terletak pada metode penelitiannya yang berupa eksperimental, sementara penulis menggunakan metode observasional dengan desain cross sectional. 7