BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

2015 PENGARUH LATIHAN ANGKLUNG TERHADAP PENGETAHUAN TANGGA NADA DIATONIS ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI KOTA BANDUNG

2015 PENERAPAN PELATIHAN CETAK SABLON DIGITAL DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SISWA TUNARUNGU KELAS XII SMALBDI SLB BC YATIRA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

O1 X O2. Keterangan : O1 = nilai pretest (sebelum diberi Intervensi) O2 = nilai posttest (setelah diberi Intervensi) X = Intervensi

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eli Hermawati, 2013

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari diri manusia, masyarakat maupun lingkungannya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Lina Rahmawati,2013

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratih Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Aliyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN. (A. Suherman)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dengan informasi dan lingkungan. Istilah pembelajaran kadang-kadang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan suatu bangsa karena sasaran dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Model Problem Based Introduction (PBI) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sosiologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi setiap warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan Khusus. Sementara pada pasal 32 ayat (1) menjelaskan perihal pengertian pendidikan khusus yang berbunyi Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Kelainan fisik adalah gangguan pada fungsi tubuh seseorang. Sementara kelainan emosional merupakan gangguan emosi yang dimiliki oleh seseorang, seseorang tidak dapat mengontrol emosi yang dimiliki oleh dirinya. Kelainan mental merupakan gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan kepada proses pemikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang yang mengakibatkan gangguan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal. Untuk kelainan sosial adalah gangguan yang terjadi pada seseorang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, orang tersebut sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan cenderung individual. Pendidikan Khusus merupakan pendidikan yang diupayakan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa yang memiliki keterbatasan dalam pembelajaran dan kehidupan termasuk di dalamnya adalah siswa Tunagrahita. Pembelajaran dalam pendidikan khusus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pada diri siswa. Tenaga pendidik dalam pendidikan khusus

2 dapat membuat suasana belajar yang nyaman dan kondusif agar pelaksanaan pembelajaran untuk siswa dapat berjalan secara proporsional dan maksimal. Hakikatnya seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) pasti memiliki potensi dan bakat dalam suatu bidang tertentu. Ketika siswa mendapatkan pendidikan pada bangku sekolah atau pada usia sekolah maka siswa akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk bisa diaplikasikan pada lingkungan masyarakat serta dapat berguna ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Pembelajaran dalam lingkungan sekolah luar biasa (SLB) atau pada sekolah inklusif pada saat ini sudah terdapat beberapa perubahan dan penyesuaian dengan kondisi lapangan sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Pendekatan pembelajaran yang bersifat konvensional (teacher center approach) sekarang sudah jarang digunakan. Pembelajaran yang digunakan pada saat ini lebih mengarah kepada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center approach), dimana siswa lebih berperan aktif dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan sekolah. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki oleh siswa sehingga dapat berkembang secara optimal terutama dalam keterampilan sosial. Pendekatan pembelajaran konvensional yang identik dengan metode ceramah sangatlah kurang cocok untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran pada siswa terutama pada siswa tunagrahita. Mereka akan cepat bosan dengan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah. Pembelajaran untuk anak tunagrahita cenderung lebih mengarah kepada hal yang membuat siswa berperan aktif dan siswa senang dengan proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Pembelajaran yang menyenangkan untuk siswa akan membuat siswa senang dan tidak akan cepat bosan dalam melaksanakan pembelajaran, ketika siswa sudah senang maka segala proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru akan mudah dipahami oleh siswa. selain itu pembelajaran yang berperan aktif atau student center akan bisa mengembangkan keterampilan

3 sosial pada diri siswa, karena siswa akan bersosialisasi di lingkungan sekitar. Siswa akan belajar bekerjasama, berinteraksi dan saling bertukar informasi dengan teman sebayanya ketika bermain dan belajar. Menjalin hubungan sosial dengan orang lain sangatlah penting bagi siswa ketika berada di lingkungan masyarakat atau pada lingkungan keluarga. Dengan menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitar siswa akan bisa memilih dan menjalin hubungan sosial yang sesuai dengan dirinya. Pengalaman sosial yang terdapat pada diri siswa akan menentukan keterampilan sosial siswa selanjutnya yaitu pada tahap remaja. Dalam usia remaja, siswa akan cenderung lebih mencari tentang hubungan sosial yang nyaman menurut siswa. mereka akan belajar untuk berteman, berbagi perasaan, mengembangkan sikap memberi dan menerima, belajar bekerjasama, menghargai orang lain, mampu menghargai kekurangan orang lain. Namun tidak semua siswa bisa melakukan hal tersebut, keterampilan sosial pada diri siswa akan disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Keterampilan sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial. Siswa yang tidak memiliki keterampilan sosial akan kesulitan dalam menjalin hubungan yang positif dengan lingkungan sekitar, bahkan anak bisa diabaikan oleh lingkungannya. Keterampilan sosial sangat diperlukan berhubung dengan kecenderungan sosial dalam lingkungan yang semakin berubah, kompetitif dan kompleks. Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1992) menjelaskan bahwa : keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain (hlm. 7). Hersen & Bellack (dalam Cartledge & Milburn, 1992, hlm. 4) mengemukan bahwa Keterampilan sosial berdasarkan situasi, dan konsep

4 keterampilan sosial yaitu perilaku afektif dalam melakukan interaksi sosial dan bergantung pada konteks dan parameter dari keadaan. Peneliti pada penelitian ini mengkhususkan pada keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan usia remaja. Siswa tunagrahita ringan pada umumnya tidak mengalami gangguan fisik, mereka secara fisik terlihat sama seperti siswa normal pada umumnya. Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut siswa yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Hal ini ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam hal interaksi sosial. Misalnya daya ingat siswa yang kurang dan anak kurang bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Somantri (2007, hlm. 105) mengemukakan bahwa Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Sama halnya dengan Effendi (2009, hlm. 102) mengemukakan bahwa beberapa studi menunjukkan bahwa terlambatnya sosialisasi anak tunagrahita ada hubungannya dengan taraf kecerdasan yang sangat rendah. Dari beberapa pendapat yang disampaikan, terlihat bahwa siswa tunagrahita mengalami kesulitan dalam hal beradaptasi sosial pada lingkungan sekitar. Siswa tunagrahita membutuhkan bantuan dari orang lain ketika dia melakukan komunikasi atau interaksi sosial. Somantri (2007, hlm. 103) mengemukakan bahwa siswa tunagrahita dikenal juga dengan istilah terbelakang mental. Dia mengatakan bahwa : keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan pendidikan secara layanan khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Pada kasus ini peneliti mengkhususkan pada usia remaja, karena pada usia tersebut siswa akan dipersiapkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pada lingkungan masyarakat atau lingkungan kerja. Setelah lulus dari sekolah, bakat dan potensi serta kemampuan yang dimiliki oleh siswa akan diaplikasikan pada

5 lingkungan bermasyarakat. Pada hal ini terkadang siswa tunagrahita ringan kurang bisa mengembangkan keterampilan sosial yang dimiliki oleh siswa, sehingga mereka kesulitan untuk bersosialiasi di lingkungan masyarakat. Keterampilan sosial bagi semua individu sangatlah penting, hal ini merupakan modal dasar bagi seorang individu untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik dengan masyarakat. Effendi (2009, hlm.102) menjelaskan bahwa terganggunya perkembangan anak dalam salah satu fase atau keseluruhan fase perkembangan sosial sebagaimana yang dialami oleh anak tunagrahita, hasilnya sangat berat untuk dapat melakukan penyesuaian sosial yang akurat tanpa intervensi orang-orang disekitarnya secara terus menerus Siswa tunagrahita ringan kurang bisa mengembangkan keterampilan sosial pada dirinya sendiri, contoh siswa sebenarnya dapat bekerja sama ketika olahraga namun cenderung kurang bisa melakukannya karena tidak mau melakukannya sehingga guru memberikan stimulasi atau dorongan kepada agar siswa mau melakukan hal tersebut. Dari contoh tersebut bisa terlihat bahwa siswa tunagrahita ringan sebenarnya memiliki kemampuan di dalam hal keterampilan sosial, namun perlu ada suatu metode atau langkah yang tepat dari guru agar siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial pada dirinya sendiri. Sama halnya dengan Somantri (2007, hlm. 107) menjelaskan bahwa anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pengembangan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan perlu dilakukan, latihan secara berulang agar siswa paham dan akhirnya bisa membantu siswa ketika berada di lingkungan masyarakat. Ketika keterampilan sosial pada diri siswa tunagrahita ringan tidak terpenuhi maka siswa akan mengalami frustasi dan muncul perilaku menyimpang lainnya. Effendi (2009, hlm.103) menjelaskan bahwa

6 Sebagai makhluk individu dan sosial, anak tunagrahita mempunyai hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya anak tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan atau hambatan berarti. Akibatnya, anak tunagrahita mudah frustasi, dari perasaan frustasi tersebut gilirannya akan muncul perilaku menyimpang sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri, dan sebagai wujud penyesuaian sosial yang salah (malladjusted). Ketidakcakapan anak tunagrahita ringan pada keterampilan sosial menjadi perhatian lebih oleh peneliti. Dengan demikian bahwa keterampilan sosial sangatlah penting, tetapi kenyataan di lapangan masih ada sekolah yang belum menerapkan metode atau strategi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial pada siswa. Seperti halnya siswa normal, anak tunagrahita yang masih muda mulamula memiliki tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa lainnya (Somantri, 2007, hlm. 117). Dalam hal ini terlihat bahwa anak tunagrahita terutama anak tunagrahita ringan cenderung lebih banyak bergantung pada orang lain atau orang sekitar. Pada dasarnya anak tunagrahita dalam hubungan kesebayaan, seperti halnya anak kecil, anak tunagrahita menolak anak yang lain. Tetapi setelah bertambah umur mereka mengadakan kontak dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat bekerjasama (Somantri, 2007, hlm. 117). Berdasarkan hasil observasi ke SLB yang berkaitan dengan masalah sosial. Berikut ini adalah beberapa contoh masalah sosial yang terjadi, diantaranya masih ada siswa yang belum bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah seperti siswa hanya diam saja di ruangan kelas dan jarang berinteraksi dengan temantemannya, belum bisa menyesuaikan diri misalnya ketika pembelajaran di mulai siswa lebih memilih di luar padahal pembelajaran akan dimulai dan tidak mau berbagi. Contohnya siswa tunagrahita ringan terkadang kurang bisa berbagi dalam hal meminjamkan alat tulis, siswa cenderung egois dan tidak mau meminjamkan kepada temannya. Selain itu beberapa siswa tunagrahita ringan

7 yang mengalami hambatan dalam keterampilan sosial terjadi karena adanya kurang kesempatan yang diberikan oleh lingkungan sekitar pada siswa tunagrahita untuk melakukan sosialisasi, lalu siswa kekurangan motivasi dan bimbingan oleh lingkungan terdekat siswa sehingga kemampuan keterampilan sosial pada diri siswa menjadi terhambat. Permasalahan yang terjadi dalam hal keterampilan sosial di sekolah adalah dalam proses pembelajaran beberapa pembelajaran dilakukan dengan aktivitas pembelajaran yang bersifat pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher center approach). Sanjaya (2006, Hlm. 179) mengemukakan bahwa teacher center approach merupakan, strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Ada berbagai macam metode yang dapat meningkatkan keterampilan sosial pada siswa diantaranya adalah melalui metode pembelajaran kooperatif yaitu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan melatih siswa untuk bekerjasama, metode diskusi yaitu metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan (Sanjaya, 2006, Hlm. 154), metode penampilan yaitu metode pembelajaran dimana siswa menampilkan apa yang telah dilakukan selama hasil proses pembelajaran, dan metode role playing yaitu metode pembelajaran yang mensimulasikan peristiwa atau kejadian tertentu. Peneliti dalam masalah ini akan menggunakan metode role playing atau lebih sering disebut metode bermain peran. Menurut Sanjaya (2006, hlm. 161) metode role playing ini merupakan sebagian dari simulasi yang diarahkan utuk mengkreasikan peristiwa- peristiwa aktual atau kejadian- kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Sementara Sudjana (2004, hlm. 62) mengemukakan Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

8 Metode role playing melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi dan merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu keterampilan sosial. Dengan adanya latihan interaksi yang dilakukan oleh anak dalam proses pembelajaran bisa mengembangkan rasa percaya diri anak ketika bersosialisasi dengan orang lain. Menurut Hetherington dan Parke (dalam Desmita, 2008, hlm. 142) bahwa salah satu fungsi permainan sosial dapat meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dalam peran-peran yang ia mainkan dikemudian hari setelah menjadi dewasa. Berdasarkan pemaparan tentang masalah yang terjadi tentang keterampilan sosial yang berada di lingkungan sekolah, dalam upaya pengembangan keterampilan sosial pada anak tunagrahita ringan usia remaja maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Metode Role Playing Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Pada Siswa Tunagrahita Ringan Usia Remaja Di SPLB-C YPLB Cipaganti B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat di identifikasi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan usia remaja di sekolah, diantaranya sebagai berikut : 1. Siswa Tunagrahita ringan pada umumnya memiliki masalah dalam hal keterampilan sosial dalam lingkungan sekitar. 2. Penemuan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran di dalam kelas masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional yang identik dengan metode ceramah, hal ini dapat membuat siswa cepat bosan dengan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. 3. Siswa tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial pada diri siswa.

9 4. Siswa tunagrahita ringan masih belum paham akan pentingnya keterampilan sosial pada usia remaja. 5. Kurangnya kesempatan yang diberikan pada siswa tunagrahita ringan untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungan sekitar. 6. Siswa tunagrahita ringan kekurangan motivasi dan bimbingan dari orang sekitar untuk melakukan sosialiasi dengan lingkungan sekitar. 7. Kurang adanya metode yang mendukung dalam melaksanakan pembelajaran terhadap siswa tunagrahita ringan dalam pengembangan keterampilan sosial sehingga keterampilan sosial siswa kurang berkembang secara optimal optimal. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukan oleh peneliti terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja di SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung. Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah agar dalam pelaksanaannya tidak terlalu meluas dan dapat terfokuskan pada suatu masalah diantaranya : 1. Keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan 2. Pengaruh metode role playing D. Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang masalah dan identifikasi masala yang telah dijelaskan oleh peneliti, maka rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah Apakah metode role playing dapat mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja?

10 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang, identifikasi masalah, dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : a. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini berupaya untuk melihat seberapa besar pengaruh dari metode role playing yang diterapkan pada siswa tunagrahita ringan usia remaja dalam hal mengembangkan keterampilan sosial pada diri siswa. Peneliti akan melihat dari segi proses pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas apakah terdapat pengaruh dari metode role playing dalam mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja. b. Tujuan Khusus Secara Khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan usia remaja sebelum diberikan metode role playing. 2) Keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan usia remaja setelah diberikan metode role playing. 3) Metode role playing dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan usia remaja. 2. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis yaitu memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Pendidikan Khusus, khususnya menyangkut pengaruh metode role playing dalam mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja. Manfaat penelitian selanjutnya adalah memberikan manfaat secara praktis yaitu :

11 a. Bagi mahasiswa sebagai bahan kajian, diskusi ilmiah untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai pengaruh metode role playing dalam mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja. b. Bagi Orang Tua, sebagai bahan rujukan untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang metode role playing, dan upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan usia remaja. c. Sementara bagi pihak sekolah terutama guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar untuk mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja. d. Sementara manfaat bagi peneliti selanjutnya yaitu penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari Pengaruh Metode Role Playing Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Pada Siswa Tunagrahita Ringan Usia Remaja Di SPLB-C YPLB Cipaganti. F. Struktur Organisasi Skripsi Suatu skripsi atau karya tulis ilmiah perlu memiliki suatu sistematika penulisan yang tepat dan benar, sehingga pembaca bisa memahami isi dari skripsi yang dibuat oleh penulis. Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, berikut akan dijelaskan bagian-bagian yang menjadi pokok bahasan : Bab I membahas tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan. Latar belakang dari penelitian ini adalah keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja yang perlu dikembangkan dengan menggunakan suatu metode yang tepat ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa tunagrahita ringan sebenarnya memiliki kemampuan dalam hal keterampilan sosial, namun tugas perkembangan sosial pada siswa tunagrahita ringan tidak

12 berkembang secara optimal sehingga siswa kesulitan dalam hal penyesuaian di lingkungan masyarakat. Beberapa proses pembelajaran yang dilakukan pada kelas biasa menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi kurang aktif dan kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Perlu adanya suatu metode pembelajaran yang cocok diterapkan pada siswa tunagrahita ringan agar siswa menjadi lebih aktif dan berinteraksi dengan lingkungan. metode pembelajaran yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan metode role playing. Dalam bab I ini akan dijelaskan tentang identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan skripsi. Bab II membahas tentang landasan teoritis atau kajian teoritis yaitu konsep yang membahas tentang judul dan permasalahan pada penelitian ini. Landasan teoritis yang akan dibahas adala tentang metode role playing, keterampilan sosial, siswa tunagrahita ringan. Pada bab II ini membahas pula mengenai penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka berpikir serta hipotesis penelitian. Bab III membahas tentang metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian Preexperimental Design. Prasetyo dan Jannah (2005, hlm. 161) mengatakan bahwa peneltian experimen ini digunakan karena keterbatasan jumlah subjek yang akan diteliti. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam metode penelitian Preexperimental Design adalah menggunakan One-grup pre-test-post-test design yaitu Satu kelompok Eksperimen yang diukur variabel dependennya (pre-test), kemudian diberikan stimulus, dan diukur kembali variabel dependennya (post-test), tanpa ada kelompok pembanding. Untuk memperoleh data penelitian digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu tes perbuatan, wawancara dan observasi. Pada bab ini juga akaan dibahas mengenai variabel penelitian, instrument penelitian, subjek dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data penelitian. Bab IV membahas hal-hal yang penting dalam penelitian yaitu temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai

13 kemungkinan bentuknya sesuai dengan berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian. Adapun hal yang dibahas diantaranya hasil pengujian validitas dan reliabilitas, hasil penelitian dan pembahasan yang terkait dengan pengaruh metode role playing dalam mengembangkan keterampilan sosial pada siswa tunagrahita ringan usia remaja. Bab V membahas penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan dan saran.