HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

5. Media Mekanisme kerja antimikroba Pengukuran aktivitas antibiotik Ekstraksi Kromatografi Lapis Tipis

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AKTIF DAUN SENGGANI (Melastoma candidum D.Don) TERHADAP Bacillus Licheniformis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari Salatiga, Jawa Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

Jurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), 12-18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. negatif Escherichia coli ATCC 25922, bakteri gram positif Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL KROMATOGRAFI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN LIBO (Ficus variegata Blume.)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

Lampiran 1. Tanaman sirih dan daun sirih. Tanaman sirih. Daun sirih segar. Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB I PENDAHULUAN. banyak 2-3 kali lipat dibandingkan dengan negara maju (Simadibrata &

BAB I PENDAHULUAN. memiliki efek herbal adalah daun, biji, dan daging buahnya.

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ANALISIS KLT-BIOAUTOGRAFI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Fraksinasi HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air. Uji Aktivitas Antibakteri

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Disusun oleh: YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

Transkripsi:

6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan kadar air dan rendemen metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 4. Nilai kadar air yang diperoleh adalah sebesar 6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat disimpan dalam waktu yang lama. Kadar air yang melebihi 10% dalam suatu bahan dapat menyebabkan mudahnya bahan ditumbuhi mikroba (Harjadi 1993). Nilai rendemen ekstrak untuk maserasi adalah 0,33% untuk n-heksana, 0,32% untuk etil asetat, dan 12,13% untuk etanol 70%. Nilai rendemen ekstrak untuk ultrasonikasi adalah 0,35% untuk n-heksana, 0,38% untuk etil asetat, dan 11,62% untuk etanol 70%. Tabel 1 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi Sampel Kadar Air Pelarut Rendemen Ekstrak Simplisia (%) (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 Tabel 2 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode ultrasonikasi Sampel Kadar Air Simplisia (%) Pelarut Rendemen Ekstrak (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,35 ± 0,04 Etil Asetat 0,38 ± 0,09 Etanol 70% 11,62 ± 0,04 Komponen Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak kulit petai hasil ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit petai mengandung komponen-komponen yang berpotensi sebagai antibakteri. Tabel 3 Hasil uji fitokimia Jenis Uji n-heksana Etil asetat Etanol 70% Alkaloid - + ++ Saponin + ++ +++ Flavonoid + + - Tanin + + +++ Steroid + - - Triterpenoid - + + Keterangan: - : tidak terjadi perubahan + : pekat ++ : lebih pekat +++ : paling pekat

7 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dua jenis bakteri yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan menggunakan pelarut dan konsentrasi yang berbeda. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%, pemilihan pelarut ini berdasarkan tingkat kepolarannya, sedangkan konsentrasi yang digunakan pada tiap pelarutnya adalah 50, 100,150, 200, 250,dan 300 mg/ml dengan tiga kali pengulangan. Aktivitas antibakteri dilihat berdasarkan zona bening yang terbentuk. Zona hambat pada Staphylococcus aureus Nilai rata-rata uji zona hambat dari hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 1. Ekstrak etanol tidak menunjukkan adanya aktivitas anti bakteri. Sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 20,63 ± 1,00mm. Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada pelarut n-heksana konsentrasi 50 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 1,01 ± 0,58mm. Data zona bening pada bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada pelarut n-heksana, zona hambat hanya ditemukan pada konsentrasi sampai dengan 100 mg/ml, untuk konsentrasi lebih dari 100 mg/ml zona hambat tidak ditemukan. Kontrol positif kloramfenikol memiliki diameter zona hambat sebesar 19 mm, sedangkan streptomisin 10 mg/ml memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1 mm. Persen penghambatan dihitung dengan membandingkan nilai penghambatan ekstrak dengan nilai penghambatan kontrol positif streptomisin 10 mg/ml. Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak disajikan pada Tabel 4. Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu sebesar 404,51%. Nilai tersebut menunjukan bahwa ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 300 mg/ml memiliki kemampuan penghambatan sebesar 4 kali lipat kemampuan antibiotik streptomisin 10 mg/ml. Diameter (mm) 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Konsentrasi (mg/ml) Gambar 1 Diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dengan metode sumur. n-heksana etil asetat kontrol +

8 Tabel 4 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml pada bakteri Staphylococcus aureus Pelarut Konsentrasi Tingkat Penghambatan (%) (mg/ml) penghambatan n-heksana 50 19,80 0,2 100 20 0,2 150 0 0 200 0 0 250 0 0 300 0 0 Etil asetat 50 117,06 1,2 100 184,31 1,8 150 230,98 2,3 200 284,51 2,8 250 381,18 3,8 300 404,51 4 Zona hambat pada Escherichia coli Ekstrak kulit petai yang diujikan terhadap bakteri Escherichia coli adalah ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Nilai rata-rata uji zona hambat dari hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 3. Ekstrak etanol tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 15,91 ± 1,57mm. Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada pelarut n-heksana konsentrasi 50 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 1,58 ± 0,58mm. Data zona bening pada bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Lampiran 7.Pada pelarut n- heksana, zona hambat hanya ditemukan pada konsentrasi sampai dengan 250 mg/ml, untuk konsentrasi lebih dari 250 mg/ml zona hambat tidak ditemukan. Kontrol positif kloramfenikol memiliki diameter zona hambat sebesar 19 mm, sedangkan streptomisin 10 mg/ml memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1 mm. Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak dibandingkan kontrol positif disajikan pada Tabel 5. Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu sebesar 279,12%. Kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bakteri Escherichia coli meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang digunakan. Tingkat penghambatan yang dimiliki oleh konsentrasi 50 mg/ml adalah sebesar 1,3 kali lipatnya streptomisin 10 mg/ml, dan terus meningkat menjadi 1,4 untuk konsentrasi 100 mg/ml, 1,7 untuk konsentrasi 150 mg/ml, 1,9 untuk konsentrasi 200 mg/ml, 2,4 untuk konsentrasi 250 mg/ml, dan yang tertinggi adalah 2,8 pada konsentrasi 300 mg/ml. Sedangkan untuk tingkat penghambatan ekstrak n- heksana memiliki nilai yang relatif lebih rendah jika dibandingkan ekstrak etil asetat. Tingkat penghambatan tertinggi yang diperoleh ekstrak n-heksana berada pada konsentrasi 250 mg/ml yaitu sebesar 0,4 kali lipat kekuatan streptomisin 10 mg/ml.

9 20 18 16 14 Diameter (mm) 12 10 8 6 4 2 0 Konsentrasi (mg/ml) Gambar 2 Diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dengan metode sumur. n-heksan etil asetat kontrol + Tabel 5 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml pada bakteri Escherichia coli Pelarut Konsentrasi Tingkat Penghambatan (%) (mg/ml) penghambatan n-heksana 50 27,72 0,3 100 43,16 0,4 150 33,68 0,3 200 30,70 0,3 250 40,88 0,4 300 0 0 Etil asetat 50 134,56 1,3 100 139,82 1,4 150 171,57 1,7 200 188,60 1,9 250 235,79 2,4 300 279.12 2,8

10 Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT Hasil dari KLT dengan eluen toluen:etil asetat (93:7) menunjukkan adanya spot-spot yang merupakan komponen penyusun ekstrak etil asetat kulit petai. Jumlah spot terbanyak terdapat pada konsentrasi 500 mg/ml, yaitu sejumlah delapan spot. Masing-masing spot memiliki nilai faktor retensi (Rf) yang berbedabeda. Nilai Rf yang diperoleh untuk masing-masing spot adalah Rf 1 = 0,2; Rf 2 = 0,35; Rf 3 = 0,41; Rf 4 = 0,48; Rf 5 = 0,6; Rf 6 = 0,73; Rf 7 = 0,84 dan Rf 8 = 0,95. Gambar 3 Kromatogram ekstrak etil asetat kulit petai. Eluen: toluen:etil asetat (93:7) Panjang gelombang: 254 nm. (A) 100 mg/ml; (B) 200 mg/ml; (C) 300 mg/ml; (D) 400 mg/ml; (E) 500 mg/ml PEMBAHASAN Kadar Air dan Rendemen Hasil Ekstraksi Kadar air menunjukkan kandungan air dalam suatu bahan, jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan dapat memengaruhi ketahanan suatu bahan dalam masa penyimpanan. Kadar air yang dianjurkan adalah kurang dari 10%, dengan demikian kemungkinan rusaknya bahan akibat kontaminasi bakteri dan jamur dapat diturunkan, sehingga bahan dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Kadar air yang diperoleh pada simplisia kulit petai adalah sebesar 6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat disimpan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama. Simplisia kulit petai diekstraksi menggunakan metode maserasi dan ultrasonikasi. Penggunaan dua metode ini bertujuan untuk membandingkan rendemen dan efisiensi dari dua metode tersebut. Simplisia kulit petai diekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut secara bertingkat, yaitu n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Metode ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu. Metode ini sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai

11 polaritas sesuai dengan pelarutnya, metode ini memerlukan waktu selama 24 jam pada suhu 27 o C untuk setiap pelarutnya. Metode ekstraksi ultrasonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk memecah dinding sel, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk ekstrasi tidak selama metode maserasi. Metode ini membutuhkan waktu 20 menit pada suhu 40 o C untuk setiap pelarutnya (Imelda 2013). Hasil pengukuran rendemen terkoreksi menunjukkan nilai yang paling besar diperoleh dari pelarut etanol 70% dengan metode maserasi sebesar 12,13% (Tabel 1), tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen etanol 70% dengan metode ultrasonikasi, yaitu sebesar 11,62% (Tabel 2). Metode maserasi membutuhkan waktu 24 jam untuk ekstraksi, sedangkan metode ultrasonikasi membutuhkan waktu 20 menit untuk ekstraksi, sehingga dari sisi hasil rendemen dan juga waktu ekstraksi, metode ultrasonikasi lebih efisien dibandingkan dengan metode maserasi. Kuantitas rendemen ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya senyawa bioaktif dalam rendemen tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk pemilihan pelarut yang tepat saat ekstraksi senyawa metabolit sekunder yang diharapkan (Kresnawaty & Zainuddin 2009). Komponen Fitokimia Uji kualitatif fitokimia bertujuan mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder pada kulit petai hasil ultrasonikasi.hasil uji fitokimia yang dilakukan pada pelarut yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda dalam kekuatan sinyal yang diidentifikasi, yaitu tingkat kepekatan yang berbeda pada setiap pelarut (Egwaikhide & Gimba 2007). Hasil uji fitokimia pada ekstrak kulit petai dapat dilihat pada tabel 3. Hal ini sesuai dengan penelitian Aisha et al. (2012) dan Tunsaringkarn et al. (2012) bahwa kulit petai mengandung senyawa fenolik, yaitu flavonoid, saponin dan tanin yang berpotensi sebagai antibakteri. Ekstrak etanol memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan tanin yang lebih banyak dibanding dengan kedua ekstrak lainnya namun tidak memiliki kandungan flavonoid sama sekali. Ekstrak etil asetat memiliki kandungan saponin lebih banyak dibanding dengan ekstrak n- heksana. Komposisi dari senyawa-senyawa fenolik inilah yang memengaruhi kemampuan masing-masing ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri. Dalam penelitian sebelumnya bahan alam lain yang memiliki potensi antibakteri adalah daun sirih merah yang memiliki kandungan metabolit sekunder alkaloid, steroid, dan tanin (Sugiharti 2007). Senyawa alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri (Karou 2006). Senyawa alkaloid juga terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit petai. Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder bersifat seperti sabun. Senyawa ini dapat dilihat karena kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa antibakteri pada kulit petai karena memiliki kemampuan untuk menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang mengakibatkan rusaknya dinding sel. Flavonoid juga merupakan senyawa yang memiliki sifat antibakteri. Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel

12 (Karlina et al. 2013). Penelitian oleh Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak kayu ulin yang mengandung flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan mengganggu permeabilitas dinding sel bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2013) juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kesum yang mengandung flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme mengganggu permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran material sel. Senyawa metabolit sekunder berupa tanin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri. Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan destruksi fungsi material genetik.menurut Karlina et al. (2013), tanin memiliki peran sebagai antibakteri dengan mengikat protein sehingga pembentukan dinding sel akan terhambat. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak kulit petai terhadap bakteri uji. Tingkat aktivitas antibakteri ekstrak bergantung pada pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan senyawa metabolit sekunder yang terlarut saat ekstraksi. Ekstrak yang berasal dari pelarut non polar dan semi polar menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, sedangkan ekstrak pelarut polar tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol 70% menunjukkan tidak adanya aktivitas antibakteri untuk kedua bakteri uji, hal ini ditunjukkan oleh tidak terbentuknya zona bening disekitar sumur yang ditetesi ekstrak. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak terbawanya komponen senyawa yang berpotensi menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri ke dalam ekstrak etanol 70% selama proses ekstraksi yaitu flavonoid. Kedua ekstrak lainnya yang diuji, menunjukkan adanya aktivitas antibakteri untuk dua bakteri yang diujikan, namun aktivitas antibakteri terbaik dimiliki oleh ekstrak etil asetat. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki kandungan senyawa fenolik terlengkap, sedangkan ekstrak n- heksana tidak memiliki kandungan alkaloid. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa flavonoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam aktivitas antibakteri suatu ekstrak. Menurut Andrews (2005) flavonoid memiliki aktivitas antimikroba yang luas dan penghambatan enzim, diantaranya flavanon terhadap Methicilin Resistant Staphylococcus aureus(mrsa) dan isoflavon terhadapap spesies Strephtococcus. Menurut ketentuan kekuatan antibakteri yang dikemukakan oleh David Scout, kategori lemah digolongkan jika diameter zona bening yang terbentuk < 5 mm, kategori sedang pada kisaran 5-10 mm, dan kategori kuat jika diameter zona bening yang terbentuk > 10 mm (Harahap 2006). Konsentrasi ekstrak n-heksana yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terbesar adalah 100 mg/ml dengan diameter zona bening sebesar 1,02 mm. Sedangkan konsentrasi ekstrak n-heksana yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli terbesar adalah 250 mg/ml dengan diameter zona bening sebesar 2,33 mm. Konsentrasi lebih besar tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, hal ini menunjukkan konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi maksimum penghambatan

pertumbuhan bakteri. Zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak n-heksana termasuk kedalam kategori lemah karena memiliki diameter kurang dari 5 mm (Harahap 2006). Pada ekstrak etil asetat, seluruh konsentrasi yang diuji mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Diameter zona hambat terbesarterdapat pada konsentrasi300 mg/mlyaitu 20,6 mm. Penghambatan pertumbuhan Escherichia coli oleh ekstrak etil asetat menunjukkan hasil yang lebih besar, dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk yaitu 15,91 mm pada konsentrasi 300 mg/ml. Zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak etil asetat termasuk dalam kategori besar karena memiliki diameter lebih besar dari 10 mm (Harahap 2006). Kemampuan ekstrak etil asetat kulit petai memiliki kemampuan yang lebih kecil dibanding dengan kemampuan ekstrak etil asetat biji petai, yaitu >20 mm (Sakunpak dan Panichayupakaranant 2012). Ekstrak etanol 70% tidak memiliki aktivitas antibakteri sama sekali, hal ini disebabkan tidak terekstraknya komponenkomponen yang bersifat antibakteri oleh etanol 70% (Imelda 2013). Komposisi dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin yang terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit petai menyebabkan kemampuan antibakteri yang paling baik dibandingkan dengan kedua ekstrak lainnya. Pendugaan mekanisme penghambatan senyawa fenolik pada ekstrak kulit petai ini yaitu dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid menyebabkan senyawa tanin dengan mudah dapat masuk ke dalam sel bakteri dan mengkoagulasi protoplasma sel bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kulit petai yang diekstraksi dengan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap Staphylococcus aureus yang tergolong bakteri Gram positif. Sedangkan ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap Escherichia coli yang tergolong Gram negatif, namun tidak sebaik kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap Escherichia coli. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sensitif terhadap komponen aktif bersifat antibakteri yang terdapat pada ekstrak etil asetat. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif bersifat lebih kompleks. Ekstrak n-heksana memiliki nilai persen penghambatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol positif antibiotik streptomisin dengan dosis 10 mg/ml. Sedangkan ekstrak etil asetat memiliki nilai persen penghambatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml. Nilai terbesar dapat dilihat pada konsentrasi 300 mg/ml untuk bakteri Staphylococcus aureus yaitu hampir empat kali lipat nilai penghambatan streptomisin 10 mg/ml. Streptomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif. Streptomisin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein. Streptomisin memicu ribosomal prokariotik salah membaca mrna sehingga menghambat proses inisiasi dan elongasi sintesis protein (Lin et al 2000). Antibiotik yang digunakan selain streptomisin adalah kloramfenikol dengan dosis 1 mg/ml, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak kulit petai bersifat bakteriostatik seperti kloramfenikol atau bersifat bakterisidal seperti streptomisin. Berdasarkan bentuk zona hambat 13

14 yang terbentuk, zona hambat ekstrak kulit petai lebih menyerupai bentuk zona hambat streptomisin. Menurut sifatnya antibakteri digolongkan menjadi spektrum luas (broad spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif, spektrum sempit (narrow spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan spektrum terbatas (limited spectrum) jika efektif terhadap organisme tunggal atau penyakit tertentu (Fardiaz 1983). Berdasarkan hasil yang diperoleh, antibakteri yang terkandung dalam ekstrak etil asetat kulit petai termasuk ke dalam golongan antibakteri berspektrum luas, karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri dari Gram positif maupun Gram negatif. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada aktivitas antibakteri, perlakuan dengan perbedaan pelarut dan konsentrasi yang diujikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter zona bening yang diperoleh pada taraf kepercayaan 95%. Pemberian perlakuan tiga pelarut yang berbeda menghasilkan diameter zona bening yang berbeda pada masing-masing pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Begitu pula dengan ragam konsentrasi yang diujikan, semakin tinggi konsentrasi yang diujikan maka diameter zona bening yang terbentuk semakin besar. Hasil analisis ini diperkuat oleh uji lanjut Duncan yang memberikan hasil yang berbeda nyata antar pelarut etil asetat ataupun konsentrasi yang digunakan. Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT Ekstrak etil asetat kulit petai ditentukan jumlah komponennya dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan kombinasi eluen toluen:etil asetat (93:7). KLT merupakan metode pemisahan yang menggunakan dua fase yaitu fase diam yang berupa plat dengan lapisan adsorben inert, dan fase gerak berupa eluen yang dapat dpilih berdasarkan polaritas senyawa. Kepolaran eluen sangat memengaruhi nilai faktor retensi (Rf). Semakin nonpolar suatu eluen maka akan semakin jauh pelarut tersebut menggerakkan senyawa non polar naik pada plat silika (Watson 2007). Fase diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah silika gel yang melekat pada plat alumunium maupun plat kaca. Jenis adsorben lain yang bisa digunakanuntuk KLT adalah alumina, serbuk selulose, serbuk poliamida, sephadex, celite, dan kieselguhr. Dalam penilitian ini digunakan plat alumunium dengan adsorben silika gel GF 254 yang bersifat polar dan sudah mengandung indikator fluoresen, sehingga jika dilihat dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 akan tampak berpendar. Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah toluen:etil asetat (93:7). Konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda diuji dengan KLT untuk mendapatkan pemisahan terbaik. Ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan delapan bercak setelah diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.hasil yang diperoleh memiliki nilai Rf sebagai berikut: Rf 1 = 0,2; Rf 2 = 0,35; Rf 3 = 0,41; Rf 4 = 0,48; Rf 5 = 0,6; Rf 6 = 0,73; Rf 7 = 0,84 dan Rf 8 = 0,95. Semakin besar nilai Rf, maka semakin kecil nilai kepolaran fraksi ekstrak etil asetat tersebut. Maka Rf 1 merupakan fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang paling polar, dan Rf 8 adalah fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang paling tidak polar.