BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri maupun produksi luar negeri. Membanjirnya produk kosmetika di

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika produksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. juga dari kebersihan dan kecantikan seseorang. Diera globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsultan mandiri, yang bersama-sama membuat penjualan tahunan melebihi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baik lokal maupun perusahaan global, bersaing memikat hati konsumen. Pasar

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT PRODUK YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KOSMETIK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas, dilihat dari konsumen yang menuntut produk dengan

BAB I PENDAHULUAN. modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli

BAB I PENDAHULUAN. terutama bisnis produk kecantikan/kosmetik dan masyarakat yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sepatu olahraga telah menjadi bagian dari fashion (Fadli, 2015) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk meningkatkan kualitas produk masing-masing. Perubahan konsep

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan dalam dunia bisnis bukanlah hal yang asing, tidak dipungkiri lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi pemasar untuk dapat mencapai kesuksesan perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. variabel yang mempengaruhi kepercayaan terhadap produk.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. harus dapat menjawab tantangan tantangan yang ada di pasar saat ini dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan tiap perusahaan salah satunya adalah untuk menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin ketat dan berbentuk sangat kompleks. Menghadapi persaingan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan pada lingkungan yang bersifat dinamis. Bentuk persaingan salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi positif bagi eksistensi bisnis di masa yang akan datang. Loyalitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar, setiap perusahaan berusaha menarik perhatian konsumen melalui. pemberian informasi tentang produk yang ditawarkan.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa perusahaanuntuk mencapai keunggulan kompetitif agar mampu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis. baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu jembatan penghubung antara perusahaan dan customer-nya. Merek

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas jasa sudah menjadi standar yang dapat dengan mudah dan cepat ditiru dan dimiliki oleh siapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya persaingan dalam dunia bisnis abad ini tidak dapat dihindarkan lagi. Bahkan

Bab I PENDAHULUAN. Sebuah merek (brand) mempunyai kekuatan untuk memikat hati UKDW

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kebersihan dan kesehatan gigi. Kebutuhan akan produk ini sudah

I. PENDAHULUAN. suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Hal ini memicu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin hebat sekarang ini, membuat persaingan bisnis di tiaptiap

BAB 1 PENDAHULUAN. memilih produk yang sesuai dengan harapannya. Konsekuensi dari perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pasar dari sellers market menjadi buyers market sehingga konsumen menjadi

BAB I PENDAHULUAN. amat menjanjikan ( Sebagai buktinya, Revlon memenangkan Top Brand Award 2013 kategori

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan pembelian. Menurut Setiadi (2007: 44) perilaku konsumen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. produknya, mendorong setiap perusahaan untuk selalu berpacu dan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di pasar menjadikan tugas seorang pemasar makin sulit dan kompleks.

I. PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat membuat perusahaan harus berkompetisi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam mengkombinasikan fungsi-fungsi pemasaran. produk tersebut dipasaran. Salah satunya adalah bagaimana perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. melatih personel-personel jasa yang terampil, berpengetahuan dan menarik. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan (brand loyalty) loyalitas merek. Loyalitas terhadap merek

BAB I PENDAHULUAN. pergantian merek dalam satu produk yang mempunyai spesifikasi manfaat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus selalu menciptakan inovasi-inovasi baru untuk dapat bertahan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini, Indonesia sudah memasuki era globalisasi sehingga persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan tersebut menyebabkan perusahaan pada umumnya berusaha untuk. merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan produk yang mudah dijangkau konsumen, dalam hal ini juga. perusahan. Lingkungan bisnis yang bergerak sangat dinamis dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan muncul dan tumbuhnya berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan tekhnologi didunia bisnis yang begitu pesat menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Selama dekade terakhir, merek mempunyai peranan sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan para produsen sepeda motor semakin berlomba-lomba dalam menjual sepeda

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berlomba untuk survive di dunia bisnis yang sedang digelutinya. Ketatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan tak lepas dari

PERAN TRUST IN BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY PADA NOTEBOOK ACER DI HI-TECH MALL

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. lama (non-durable consumer goods) sangat ketat. Hal ini disebabkan karena

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman modern ini persaingan antara perusahaan kosmetik yang satu dengan perusahaan kosmetik yang lain semakin ketat. Begitu banyak merek dan jenis kosmetik yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini terbukti dari banyaknya merek dan jenis kosmetik yang beredar di pasaran, baik produksi dari dalam negeri maupun produksi dari luar negeri. Bagi produsen kosmetik, hal ini tentu menjadi tantangan yang membuat mereka harus bekerja keras untuk mempertahankan loyalitas para pelanggannya. Para ahli pemasaran sepakat bahwa untuk mempertahankan pelanggan yang loyal lebih efisien daripada mencari pelanggan baru. Upaya menjaga loyalitas pelanggan merupakan hal penting yang harus selalu dilakukan oleh perusahaan. Menjamurnya merek dan jenis kosmetik di pasaran pada akhirnya mempengaruhi sikap konsumen terhadap pemilihan dan pembelian merek kosmetik. Konsumen akan lebih selektif dalam proses pembelian, karena terlalu banyak pilihan akan merek dan jenis yang ditawarkan. Saat ini kebanyakan para wanita melakukan pembelian suatu produk kecantikan bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan karena keinginan semata. Perusahaan kosmetik berlomba-lomba meluncurkan berbagai jenis produk kecantikan baru di pasaran, diharapkan produk tersebut mampu menarik banyak pelanggan, sehingga memperoleh keunggulan kompetitif atas pesaing dan meningkatkan pangsa pasar perusahaan. 1

2 Dewasa ini kebutuhan konsumen terutama wanita terhadap produk kosmetik semakin tinggi, guna memperjelas identitas diri agar terpandang dalam kehidupan sosialnya. Adapun salah satu merek kosmetik yang penjualannya cukup bagus saat ini yaitu Oriflame. Penjualan Oriflame kurang lebih 1,5 miliar Euro setiap tahunnya, terdapat 3.600.000 sales consultants, memiliki 7.900 karyawan, sebanyak 1.000 jenis produk yang dikeluarkan setiap tahunnya, mencetak 100 juta katalog dalam 35 bahasa, global R & D Center dengan lebih dari 100 ilmuwan di dalamnya, memiliki 5 unit produksi sendiri di Swedia, Polandia, Cina, Rusia, dan India, operasi lebih dari 60 negara yang mana 13 diantaranya adalah franchise. Oriflame merupakan salah satu perusahaan kosmetik yang bergerak di bidang MLM yang bermula di Stockholm, Sweden, tahun 1967 oleh dua orang bersaudara Jonas dan Robert af Jochnick. Oriflame menyediakan semua alat penunjang tata rias seperti bedak, lipstik, mascara, eyeliner, serta parfum dan kutek sebagai extra treatment, dan lain-lain. Penjualan Oriflame bisa dibilang cukup baik dengan menggunakan metode word of mouth melalui sistem multi level marketing (MLM). Di Indonesia perusahaan Oriflame didistribusikan oleh PT. Orindo Alam Ayu yang penjualannya dengan cara menarik konsumen untuk bergabung menjadi member dan bisa menjualnya kembali sebagai bisnis atau sekedar membeli produk untuk digunakan sendiri. (http://bisniscewek.com/2014/11/14/awal-mula-berdirinya-oriflame). Keputusan konsumen dalam membeli sebuah merek dan produk tidak hanya dipengaruhi oleh kepribadian individu saja, melainkan juga konsep diri yang dianutnya. Menurut Kotler dan

3 Armstrong (2008: 171-172), kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi dan sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merek tertentu. Lee (2009, dalam Wardana, 2011) menyatakan kepribadian dapat bermanfaat dalam menganalisis respon konsumen individu terhadap produk atau merek tertentu. Shank, et.al., (1994, dalam Wardana, 2011) menjelaskan, banyak penelitian yang menyatakan bahwa kepribadian konsumen memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keputusan pembelian suatu merek atau produk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa konsep adalah arti gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu. Sedangkan istilah diri memiliki arti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lain. Sehingga, konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI, 2008). Sedangkan Kotler dan Armstrong (2008: 172) menyatakan bahwa banyak pemasar menggunakan konsep yang berhubungan dengan kepribadian konsep diri seseorang (disebut juga citra diri). Gagasan dasar konsep diri adalah bahwa kepemilikan seseorang menunjukkan dan mencerminkan identitas mereka yaitu kami adalah apa yang kami miliki. Oleh karena itu, untuk memahami perilaku konsumen, mula-mula pemasar harus memahami

4 hubungan antara konsep diri konsumen dengan kepemilikan. Berdasarkan penjelasan dua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah sebuah persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi atas perilakunya dengan lingkungan serta berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari individu tersebut. Dalam teori konsep diri dijelaskan bahwa persepsi individu tentang dirinya akan mempengaruhi perilakunya termasuk juga bagaimana mengekspresikan dirinya, juga melalui merek dan produk yang digunakannya. Merek kosmetik yang digunakan akan dipilih yang paling bisa mengungkapkan identitas dirinya. Ketika merek tersebut dapat mengekspresikan dirinya, maka akan muncul kecintaan dan kepercayaan pada merek tersebut, maka hal tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya cinta merek (brand love) dari produk tersebut. Brand love adalah gairah emosional atas kepuasan konsumen (customer satisfaction) terhadap merek tertentu. Brand love dapat dikaitkan dengan semua kategori produk, baik kategori produk hedonis, kategori produk hi-tech (high technology) maupun kategori produk lainnya. Hasil penelitian Hwang dan Kandampully (2012), membuktikan bahwa self concept connection berpengaruh langsung dan signifikan terhadap brand love pada konsumen produk fashion merek mewah. Apabila konsumen memiliki perasaan cinta atau lebih dari sekedar menyukai terhadap merek, maka tingkat loyalitas terhadap merek yang didapatkan juga semakin tinggi (Carroll dan Ahuvia, 2006, dalam Lewarissa, 2012). Ketika merek dapat menunjang dan mendukung seseorang memiliki konsep diri yang positif maka akan

5 muncul kecintaan pada merek tersebut dan akhirnya konsumen menjadi loyal terhadap merek. Konsumen yang loyal terhadap suatu merek akan bersedia membayar lebih terhadap sebuah merek, karena mereka berpikir bahwa terdapat nilai lebih yang bisa diambil dari merek tersebut yang tidak dapat diberikan oleh merek lainnya, terlebih apabila merek tersebut menunjang penampilan konsumen menjadi lebih baik dan konsumen pun menjadi percaya diri karena penampilannya yang optimal. Hasil penelitian Hwang dan Kandampully (2012), membuktikan bahwa brand love berpengaruh langsung terhadap loyalty pada konsumen produk fashion merek mewah. Loyalitas merek merupakan keberlanjutan hubungan antara konsumen dengan merek dan wujud kesetiaan konsumen terhadap merek yang dianggap mampu memberikan rasa puas pada konsumen saat menggunakan merek tersebut. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga atribut lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi (Yunitasari dan Yuniawan, 2006). Konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih merek atau produk yang memiliki tingkatan kesesuaian dengan dirinya,

6 kesesuaian dengan diri tersebut ada yang lebih tinggi dan juga ada yang lebih rendah (Lee, 2009, dalam Wardana, 2011). Kesesuaian yang tinggi terjadi apabila merek atau produk tersebut dapat membuat konsumen memiliki konsep diri yang positif, menjadi semakin percaya diri, dapat tampil secara optimal, dan sebagainya. Ketika merek dapat menunjang dan mendukung seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka akan mempengaruhi loyalitas terhadap merek tersebut. Hasil penelitian Hwang dan Kandampully (2012), membuktikan bahwa self concept connection berpengaruh langsung dan berdampak positif terhadap loyalty pada konsumen produk fashion merek mewah. Swaminathan, et.al., (2007, dalam Hwang dan Kandampully, 2012) berargumen bahwa merek dapat menguatkan identitas konsumen dengan cara memberikan pengungkapan jati diri, dan dengan demikian konsumen dapat menggunakan merek sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai dan identitas mereka. Ketika merek tersebut dapat mengekspresikan dirinya melalui merek yang digunakan, maka akan muncul keterikatan emosional (emotional attachment). Emotional brand attachment adalah ikatan emosi antara konsumen dengan brand dan merupakan tujuan utama untuk menuju manajemen merek yang sukses (Mikulincer dan Shaver, 2007, dalam Wijaya dan Brahmana, 2014). Sedangkan menurut Thompson et.al., (2005, dalam Sukoco dan Hartawan, 2011) emotional attachment to brand yaitu keterikatan emosional antara konsumen yang dikarakteristikkan dengan perasaan yang mendalam mengenai koneksi, afeksi, dan gairah pada merek tertentu yang dikonsumsinya. Attachment (keterikatan) merupakan suatu kondisi emosional pada

7 hubungan khusus antara seseorang dan obyek tertentu (Bowlby, 1980, dalam Sukoco dan Hartawan, 2011). Hasil penelitian Hwang dan Kandampully (2012), membuktikan bahwa self concept connection berpengaruh langsung dan signifikan terhadap emotional attachment pada konsumen produk fashion merek mewah. Menciptakan ikatan yang kuat antara konsumen dengan merek merupakan tujuan dari perusahaan untuk dapat menciptakan respon yang positif, seperti loyalitas dan meningkatkan harga premium (Malar, et.al., 2011, Thomson, et.al., 2005, Park, et.al., 2010, dalam Wijaya dan Brahmana, 2014). Seperti diteliti oleh Grisaffe dan Nguyen (2011, dalam Wijaya dan Brahmana, 2014), perusahaan menuai banyak keuntungan keuangan ketika mampu mempertahankan koneksi emosional dan mendapatkan keuntungan yaitu pembelian ulang untuk mengantisipasi konsumen yang berpindah ke perusahaan lain. Hasil penelitian dari Hwang dan Kandampully (2012), membuktikan bahwa emotional attachment berpengaruh langsung dan berdampak positif terhadap loyalty pada konsumen produk fashion merek mewah. Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka akan dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Self Concept, Brand Love dan Emotional Attachment terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hwang dan Kandampully (2012), namun dengan fokus penelitian dan responden yang berbeda. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

8 1. Apakah Self Concept berpengaruh terhadap Brand Love pada pelanggan Oriflame di Surabaya? 2. Apakah Self Concept berpengaruh terhadap Emotional Attachment pada pelanggan Oriflame di Surabaya? 3. Apakah Self Concept berpengaruh terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya? 4. Apakah Brand Love berpengaruh terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya? 5. Apakah Emotional Attachment berpengaruh terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Pengaruh Self Concept terhadap Brand Love pada pelanggan Oriflame di Surabaya. 2. Pengaruh Self Concept terhadap Emotional Attachment pada pelanggan Oriflame di Surabaya. 3. Pengaruh Self Concept terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya. 4. Pengaruh Brand Love terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya. 5. Pengaruh Emotional Attachment terhadap Loyalty pada pelanggan Oriflame di Surabaya.

9 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Akademis Menerapkan teori dan pengetahuan mengenai self concept, brand love, emotional attachment, dan loyalty. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan atau informasi kepada manajemen Oriflame, agar dapat menentukan strategi pemasaran yang efektif di dalam usaha meningkatkan loyalty melalui self concept, brand love, dan emotional attachment. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB 1. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini menguraikan tentang: penelitian terdahulu, landasan teori, yang terdiri dari: self concept, brand love, emotional attachment, loyalty, pengaruh antar variabel, model penelitian, dan hipotesis.

10 BAB 3: METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang cara-cara untuk melakukan kegiatan penelitian, yaitu: desain penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, pengukuran variabel, alat dan metode pengumpulan data, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, serta teknik analisis data. BAB 4: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai pengolahan data yang terdiri dari karakteristik responden, analisis data, serta pembahasan dari hasil pengolahan data. BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN Sebagai langkah akhir dalam penulisan skripsi, bab ini berisi tentang simpulan yang merupakan rangkuman dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan yang dilakukan, serta pengajuan saran yang mungkin bermanfaat bagi manajemen Oriflame maupun penelitian mendatang.