I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi alam cukup besar untuk pengolahan pertanian. Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan Indonesia yang memiliki wilayah daratan sepertiga dari luas keseluruhan ini dilewati barisan pengunungan dunia. Hal ini menyebabkan wilayah daratan Indonesia sangat subur. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi dasar kebutuhan pokok dalam pemenuhan kebutuhan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai 1,49%. Dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka pemenuhan kebutuhan pokok produk pertanian juga harus ditingkatkan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan nasional. Dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan penduduk di sektor pertanian maka dibutuhkan inovasi untuk meningkatkan produktivitas petani agar mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Beras merupakan kebutuhan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia beras dikenal sebagai bahan makanan yang tidak mudah digantikan keberadaannya oleh bahan makanan lain. Sejalan dengan semakin tingginya standar hidup manusia dan populasi penduduk yang kian bertambah maka dibutuhkan produktivitas padi yang tinggi. Upaya peningkatan produktivitas akhirnya dihadapkan pada salah satu masalah penting yaitu bagaimana mengendalikan hama yang menyerang tanaman pertanian khusunya padi. Tikus sawah (Rattus argentiventer) adalah hama padi yang utama. Disamping gulma, tikus merupakan hama yang mendatangkan kerugian hampir disepanjang tahun.
Tikus adalah hama yang cerdik, karena itu untuk mengendalikan tikus kita harus lebih cerdik. Mereka mempunyai syaraf peraba, pembau dan pengecap yang sangat baik, tetapi ternyata tikus mempunyai daya ingat yang lemah. Untuk mengendalikan hama ini dengan sebaik-baiknya kita harus mempelajari sifat-sifat dan perilaku mereka (Gallagher,1991). Tikus dapat hidup lebih dari satu tahun. Induk tikus dapat menghasilkan anak 7-8 per tahun, dengan rata-rata 10 anak setiap kelahiran. Dengan demikian satu pasang tikus dalam satu tahun dapat menghasilkan lebih dari 100 ekor tikus baru. Tikus dapat mengurangi hasil tanaman padi karena makan anakan tanaman dan bulir-bulir muda. Tikus dapat merusak tanaman yang baru ditanam sehingga mengurangi jumlah rumpun. Pada pertanaman yang lebih tua, tikus dapat memotong tanaman atau merebahkan tanaman agar dapat memakan pucuk daun atau malai. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah endemik tikus sawah. Bupati Sleman periode 2010-1015, Sri Purnomo mengatakan bahwa sekitar 7.200 ha sawah di sleman terserang hama tikus setiap tahunnya. Untuk mengendalikan serangan hama tikus dibutuhkan teknologi baru agar dapat diteparkan (Sekarini, 2014). Salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Sleman dan sering mendapat serangan dari hama tikus adalah Kecamatan Minggir. PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) merupakan strategi pengendalian tikus yang didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan berbagai teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu untuk menurunkan populasi tikus. Pengendalian dilakukan oleh petani secara serempak dan terkoordinasi dalam cakupan skala hamparan yang luas, meliputi: 1). Tanam serempak (selisih waktu tanam yang tidak lebih dari 2 minggu); 2). Sanitasi, yaitu membersihkan gulma atau semak-semak di habitat utama tikus (tanggul irigasi, perbatasan dengan kampung, pematang, parit dan saluran irigasi); 3). Gropyokan massal yang dilakukan serempak dan fokus pada habitat utama tikus; 4). Fumigasi atau pengemposan menggunakan asap belerang terutama pada stadia generatif padi;
5).Pemanfaatan beragam musuh alami tikus (musang, burung hantu atau Tyto alba dan ular); 6). TBS (Trap Barrier System) atau system bubu perangkap; serta 7). LTBS (Linier Trap Barrier System) atau system bubu perangkap linier. Untuk meningkatkan produktivitas petani, petani perlu menerapkan informasi mengenai teknologi-teknologi baru yang berkaitan dengan usaha taninya. Pengendalian hama tikus terpadu merupakan salah satu informasi yang penting bagi petani. Seiring perkembangan jaman yang semakin maju, maka berbagai teknologi termasuk teknologi komunikasi dan informasi yang ada juga semakin maju. Hal ini menyebabkan semakin mudahnya akses informasi yang berasal dari sumbernya. Majunya perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan semakin banyaknya pilihan media dan saluran komunikasi yang dapat dipilih oleh petani untuk mendukung usaha bercocok tanam yang dilakukan. Media komunikasi merupakan suatu perantara yang menghubungkan tersampaikannya suatu informasi ke sasarannya. Dalam melakukan komunikasi dibutuhkan suatu perantara yang disebut saluran komunikasi. Menurut Pertiwi dan Saleh (2010) Saluran komunikasi penyuluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu saluran komunikasi langsung (interpersonal) dan saluran komunikasi tidak langsung (bermedia). Keberhasilan dalam mengakses informasi ditentukan oleh pemilihan sumber informasi yang tepat dengan upaya seminimal mungkin. Kelompok tani merupakan salah satu media komunikasi yang dominan untuk sampainya suatu informasi ke petani. Hampir seluruh petani yang ada di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman bergabung dalam suatu kelompok tani, hal ini menyebabkan media kelompok tani menjadi salah satu media yang sangat berpengaruh terhadap sampainya suatu informasi teknologi kepada petani. Dengan demikian aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman terhadap informasi melaui media kelompok tani terkait teknologi pengendalian hama tikus terpadu dapat dijadikan sebagai objek suatu penelitian.
1.2 Perumusan Masalah Padi merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Kebutuhan akan beras masyarakat di Indonesia cukup tinggi. Tingginya kebutuhan akan beras memaksa petani untuk dapat menghasilkan produktivitas padi yang tinggi. Kecamatan Minggir merupakan salah satu wilayah yang memiliki wilayah persawahan yang luas dan berpotensi sebagai lumbung beras. Kecamatan Minggir merupakan wilayah endemik tikus sawah. Tikus sawah yang menyerang lahan petani dapat mengurangi produktivitas padi bahkan dapat menyebabkan petani gagal panen. Untuk dapat meningkatkan produktivitas petani, maka diperlukan suatu informasi mengenai teknologi baru yang diterapkan oleh petani untuk mengendalikan hama tikus sawah. Agar informasi tersebut dapat sampai ke petani dengan baik, maka diperlukan suatu akses penyaluran informasi yang baik juga. Dalam proses penyebaran informasi, digunakan saluran komunikasi yang merupakan jalur sampainya informasi dari komunikator kepada komunikan. Ada berbagai macam saluran komunikasi. Dalam penelitian ini akan difokuskan untuk meneliti saluran komunikasi melalui media kelompok tani. Media kelompok tani bagi petani adalah media yang cukup dominan untuk tersampainya suatu informasi teknologi kepada petani. Hampir semua petani di Kecamatan Minggir tergabung dalam suatu kelompok tani. Pengendalian hama tikus terpadu merupakan suatu teknolgi baru untuk dapat mengendalikan hama tikus yang ada di Kecamatan Minggir. Namun belum banyak petani yang menerapkan sistem pengendalian hama tikus terpadu. Dengan demikian permasalahan akses informasi dalam penelitian ini dapat dibuat rumusan masalah, yaitu: 1. Sejauh mana tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir dalam memperoleh informasi melalui media kelompok tani terkait teknologi pengendalian hama tikus terpadu.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir terhadap informasi melalui media kelompok tani terkait teknologi pengendalian hama tikus terpadu. 3. Bagaimana pengaruh aksesibilitas petani dalam media kelompok tani terhadap penerapan pengendalian hama tikus terpadu di Kecamatan Minggir. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang berjudul Aksesibilitas petani terhadap informasi teknologi pengendalian hama tikus terpadu melalui media kelompok tani di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman, yaitu : 1. Mengetahui sejauh mana tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir dalam memperoleh informasi teknologi pengendalian hama tikus terpadu melalui media kelompok tani. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir terhadap teknologi pengendalian hama tikus terpadu melaui media kelompok tani. 3. Mengetahui pengaruh aksesibilitas petani melalui media kelompok tani terhadap penerapan PHTT di Kecamatan Minggir. 1.4 Perumusan Masalah Padi merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Kebutuhan akan beras masyarakat di Indonesia cukup tinggi. Tingginya kebutuhan akan beras memaksa petani untuk dapat menghasilkan produktivitas padi yang tinggi. Kecamatan Minggir merupakan salah satu wilayah yang memiliki wilayah persawahan yang luas dan berpotensi sebagai lumbung beras.
Kecamatan Minggir merupakan wilayah endemik tikus sawah. Tikus sawah yang menyerang lahan petani dapat mengurangi produktivitas padi bahkan dapat menyebabkan petani gagal panen. Untuk dapat meningkatkan produktivitas petani, diperlukan suatu informasi mengenai teknologi baru untuk mengendalikan hama tikus sawah agar dapat diterapkan oleh petani. Agar informasi tersebut dapat sampai ke petani dengan baik, maka diperlukan suatu akses penyaluran informasi yang baik juga. Dalam proses penyebaran informasi, digunakan saluran komunikasi yang merupakan jalur sampainya informasi dari komunikator kepada komunikan. Ada berbagai macam saluran komunikasi. Penelitian saya kali ini membatasi untuk meneliti saluran komunikasi melalui media kelompok tani. Media kelompok tani bagi petani adalah media yang cukup dominan untuk tersampainya suatu informasi teknologi kepada petani. Hampir semua petani di Kecamatan Minggir tergabung dalam suatu kelompok tani. Pengendalian hama tikus terpadu merupakan suatu teknologi baru untuk dapat mengendalikan hama tikus yang ada di Kecamatan Minggir. Namun belum banyak petani yang menerapkan sistem pengendalian hama tikus terpadu. Dengan demikian permasalahan akses informasi dalam penelitian ini dapat dibuat rumusan masalah, yaitu: 1. Sejauh mana tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir dalam memperoleh informasi melalui media kelompok tani terkait teknologi pengendalian hama tikus terpadu. 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani di Kecamatan Minggir terhadap informasi melalui media kelompok tani terkait teknologi pengendalian hama tikus terpadu. 3. Bagaimana pengaruh aksesibilitas petani melalui media kelompok tani terhadap penerapan PHTT di Kecamatan Minggir.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yang berjudul Aksesibilitas petani terhadap informasi teknologi pengendalian hama tikus terpadu melalui media kelompok tani di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman, yaitu : 1. Bagi instansi terkait, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah yang diteliti 2. Bagi masyarakat dan pihak lain, sebagai dasar informasi untuk lebih jauh menggali permasalahan dan pemecahan masalah yang terkait dengan hasil penelitian ini. 3. Bagi peneliti, sebagai pemenuhan syarat dalam mencapai derajat Sarjana Pertanian Strata 1 (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta guna mengembangkan kemampuan akademik dan menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya ilmiah.