BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trauma pada gigi dapat menyebabkan patahnya enamel gigi, dentin yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999).

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Coconut Water (Cocos nucifera) as Storage Media for the Avulsed Tooth

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

III. RENCANA PERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini memiliki dua unsur pokok yaitu respon pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif (tindakan nyata atau praktis). 14 Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non-fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Menurut Benyamin Bloom, perilaku diukur dari 3 aspek yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. 14 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepada seseorang maupun secara terencana melalui proses pendidikan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. 14 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu: 14 1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan tertentu yang baru. 6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.1.2 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam membentuk sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. 14 Allport menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga komponen pokok, yakni: 14 a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1) Menerima, yakni orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2) Merespon, yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3) Menghargai, yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4) Bertanggung jawab, yakni kemampuan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. 2.1.3 Tindakan Suatu sikap belum tentu terwujud secara langsung dalam suatu tindakan. Supaya sikap dapat terwujud menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor dukungan. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 14 2.2 Pengertian dan Klasifikasi Trauma Gigi Secara umum trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma dengan kata lain disebut injuri, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. 15 Trauma gigi dapat diartikan sebagai kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena terjadi kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi. 16 Klasifikasi trauma gigi dilakukan untuk mendeskripsikan trauma sehingga dokter gigi dapat mengenali jenis trauma dan dapat memberikan perawatan sesuai dengan pengobatan yang direkomendasikan. Klasifikasi trauma gigi yang direkomendasikan adalah berdasarkan klasifikasi Andreasen yang diadopsi dari

World Health Organization (WHO) yang digunakan oleh International Association of Dental Traumatology: 17,18 a) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa yang meliputi: retak mahkota (crown infraction), fraktur enamel (enamel fracture), fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture), fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture), fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture), fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture), fraktur hingga akar (root fracture). b) Kerusakan jaringan periodontal yang meliputi: konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusi, luksasi lateral, luksasi intrusi dan luksasi kompleks (avulsi). c) Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut yang meliputi: laserasi, kontusio dan luka abrasi. d) Kerusakan pada jaringan tulang pendukung: kominusi soket alveolar rahang atas dan rahang bawah, fraktur soket alveolar rahang atas dan alveolar rahang bawah, fraktur prosesus alveolar rahang atas dan rahang bawah, fraktur korpus rahang atas dan rahang bawah. 2.3 Trauma Avulsi Avulsi merupakan lepasnya keseluruhan gigi dari soket disertai kerusakan ligamen periodontal dengan atau tanpa fraktur alveolar. 17 Avulsi pada gigi permanen merupakan trauma gigi paling serius karena menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan pendukung, pembuluh darah dan saraf. 6 Kerusakan pada pembuluh darah mengakibatkan gangguan suplai darah ke pulpa dan mengakibatkan nekrosis pada pulpa gigi. 19,20 Gigi avulsi didiagnosis secara klinis maupun radiografi dengan tidak ditemukan gigi pada soket. 17

Gambar 1. Gambaran klinis gigi avulsi 21 Gambar 2. Gambaran radiografi gigi avulsi 21 2.3.1 Etiologi Trauma Avulsi Trauma gigi avulsi merupakan salah satu trauma gigi paling serius yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Usia 7-9 tahun merupakan usia paling rentan terjadi kasus trauma avulsi yaitu saat masa gigi insisivus permanen erupsi dengan ligamen periodontal yang masih longgar, akar gigi yang belum terbentuk sempurna dan struktur tulang alveolar yang masih lemah. 8 Penyebab terjadinya gigi avulsi antara lain terjatuh (36,4%), kecelakaan lalu lintas (22,7%), kecelakaan bersepeda (18,2%), benturan (9,1%) dan penyebab lainnya

(13,6%). 9 Faktor predisposisi penyebab trauma gigi adalah maloklusi Klas II divisi 1, gigi dengan overjet >3mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia enamel, anak penderita cerebral palsy dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusif. 10,22,23 2.3.2 Prevalensi Trauma Avulsi Penelitian menunjukkan bahwa 25% dari seluruh anak sekolah dan 33% dari remaja mengalami trauma pada gigi permanen. 3 Kasus trauma avulsi terjadi sebanyak 0,5%-3% dari seluruh kasus trauma gigi dan sebanyak 0,5%-16% dari seluruh kasus trauma gigi yang melibatkan gigi permanen. 19,24 Berdasarkan tempat terjadinya trauma gigi, kejadian paling tinggi terjadi di rumah sebanyak 43,87%-52% diikuti kejadian di sekolah, lapangan, pinggir jalan dan tempat lainnya. 5,10 Adapun gigi yang terlibat sebanyak 77% insisivus sentralis atas dan 11% insisivus lateralis atas. 9 Trauma avulsi pada umumnya melibatkan satu gigi tetapi masih terdapat kemungkinan terjadi pada lebih dari satu gigi. 8,9 2.3.3 Efek Trauma Avulsi Trauma wajah dan gigi sering menimbulkan permasalahan khususnya pada anak. 22 Trauma pada bagian wajah berupa fraktur, perpindahan posisi, maupun kehilangan gigi dapat mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap fungsi, estetik dan psikologi pada anak. 3,5 Kehilangan atau rusaknya gigi anterior pada anak juga menimbulkan masalah bagi orangtua karena anak akan menerima perawatan secara berkelanjutan seumur hidupnya akibat kerusakan yang bersifat irreversibel sehingga memengaruhi kualitas hidup anak. 3 Avulsi pada gigi menimbulkan dampak negatif terhadap estetis, fungsi dan psikologis baik pada anak maupun orangtua. Gigi permanen anterior memegang peran penting terhadap perkembangan psikologis anak maupun remaja. Saat keselarasan estetis dipengaruhi, anak-anak dan remaja cenderung menghindar untuk tersenyum. Avulsi gigi juga menimbulkan dampak ekonomi karena melibatkan biaya perawatan yang mahal. Avulsi gigi dapat dirawat dengan berbagai perawatan seperti

perawatan prostetik, ortodontik dan reimplantasi yang disertai dengan perawatan endodontik. 11 2.4 Penanganan Darurat Trauma Avulsi Trauma avulsi pada gigi permanen merupakan salah satu dari beberapa situasi darurat pada kedokteran gigi. Replantasi yang segera merupakan perawatan terbaik di lokasi terjadinya trauma dan jika tidak dapat dilakukan replantasi dengan segera maka terdapat alternatif seperti penggunaan berbagai media penyimpanan. 6 Kesadaran masyarakat yang tinggi diperlukan dalam penanganan keparahan cedera yang tidak terduga ini. Pastikan bahwa gigi yang mengalami avulsi bukan gigi sulung melainkan gigi permanen. Replantasi tidak dilakukan pada gigi sulung karena dapat memengaruhi pertumbuhan benih gigi permanen anak. 24 Penanganan pertama gigi avulsi di tempat kejadian: 24 1. Tenangkan pasien 2. Cari gigi yang terlepas dan ambil dengan memegang bagian mahkota gigi (bagian yang paling putih). Hindarkan memegang pada bagian akar gigi. 3. Bersihkan gigi apabila ditemukan dalam keadaan kotor sekitar 10 detik dengan air dingin mengalir kemudian reposisikan gigi kembali ke soketnya. Gigit saputangan/ kain jika gigi sudah berada di posisinya untuk menahan gigi tersebut agar tetap berada di posisinya. Gambar 3. Mencuci gigi avulsi dengan air mengalir 25

4. Letakkan gigi dalam segelas susu atau pada medium lainnya yang sesuai dan bawa bersama pasien ke klinik darurat apabila dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan replantasi (misalkan pasien dalam keadaan tidak sadar). Gigi juga dapat dibawa dengan disimpan didalam mulut, meletakkannya di pipi bagian dalam atau di bawah lidah jika pasien dalam keadaan sadar. Pasien yang masih sangat muda/ anak-anak ada kemungkinan gigi akan tertelan sehingga sebaiknya ludah diletakkan dalam suatu wadah dan gigi ditaruh kedalamnya. Hindarkan penyimpanan dengan menggunakan air. 5. Gunakan media penyimpanan atau transport yang khusus seperti Hanks Balanced Storage Medium jika ketersediaannya memungkinkan. 6. Cari perawatan gigi darurat dengan segera. 2.4.1 Replantasi Perawatan avulsi dilakukan untuk menghindari atau meminimalisir komplikasi dari dua akibat utama yaitu kerusakan perlekatan dan infeksi pulpa gigi. Suplai darah melalui apeks tidak dapat terjadi sebagaimana mestinya saat gigi dalam keadaan avulsi sehingga untuk mengembalikan suplai darah tersebut dapat dilakukan tindakan replantasi. 7 Replantasi merupakan pilihan terhadap kebanyakan kasus avulsi gigi namun tidak selalu dapat dilakukan secara langsung. Terdapat beberapa keadaan dimana replantasi tidak dapat dilakukan diantaranya gigi dengan karies yang parah, terjadi kekeringan pada gigi atau media penyimpanan yang digunakan tidak memadai, fraktur pada tulang alveolar, gigi permanen belum sempurna dengan akar pendek dan apeks terbuka lebar, memiliki penyakit periodontal, pasien yang tidak kooperatif dan memiliki kondisi sistemik yang parah seperti imunosupresi dan penyakit jantung yang parah. 24,26

Gambar 4. Replantasi gigi avulsi 27 Replantasi pada gigi hendaknya selalu diupayakan meskipun hanya sebagai solusi sementara karena sering terjadi resorpsi eksternal akibat inflamasi. Gigi masih dapat bertahan selama beberapa tahun untuk mempertahankan jarak dan memelihara tinggi dan lebar alveolar meskipun resorpsi tetap terjadi. Keberhasilan penyembuhan setelah replantasi dapat terjadi jika terdapat kerusakan minimal pada pulpa dan ligamen periodontal dengan jenis media penyimpanan ekstra-alveolar dan waktu ekstra-alveolar sebagai faktor kritis. 28 2.4.2 Waktu Ekstraalveolar Keberhasilan replantasi sangat berhubungan dengan lamanya waktu gigi di luar mulut. Semakin lama gigi berada di luar mulut semakin kecil kemungkinan selsel jaringan ligamen periodontal untuk dapat bertahan hidup. Sebagaimana diketahui fungsi ligamen periodontal adalah untuk mempertahankan gigi di dalam soket gigi, menahan tekanan pengunyahan, melindungi pembuluh darah, limfe, dan saraf yang menyuplai gigi, membantu menahan gigi agar tidak miring atau berputar. 29 Replantasi sebaiknya dilakukan dalam waktu sesegera mungkin. 13 Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kekeringan yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan metabolisme fisiologis secara normal dan morfologi sel ligamen periodontal. Penelitian menunjukkan bahwa ligamen periodontal hanya dapat bertahan pada kondisi diluar mulut tidak lebih dari 60 menit

dan waktu paling optimal untuk dilakukan replantasi untuk memperoleh prognosis terbaik adalah 5 menit pertama namun kenyataannya, upaya replantasi dilakukan pada 15-20 menit pertama. 17,20,24 2.4.3 Media Penyimpanan Perhatian utama pada perawatan awal avulsi adalah untuk mempertahankan vitalitas jaringan periodontal pada pemukaan akar sehingga replantasi harus dilakukan segera setelah terjadi cedera. Dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan yang memadai mengenai protokol perawatan avulsi gigi karena replantasi sesegera mungkin tidak selamanya dapat dilakukan. 20 Media penyimpanan diperlukan untuk mempertahankan gigi dari kekeringan selama waktu terlepas hingga akan dilakukan replantasi. 6 Mempertahankan gigi dilakukan pada media yang kelembabannya ideal untuk dapat melindungi viabilitas sel pulpa dan ligamen periodontal pada permukaan akar gigi selama mungkin. 29 Penelitian mengarah kepada perkembangan media penyimpanan yang menghasilkan kondisi yang menyerupai lingkungan alveolar sebenarnya. Beberapa persyaratan media yang ideal diantaranya adalah dapat menghasilkan klon sel, mengandung antioxidan, tanpa atau minimal kontaminasi mikroba, osmolalitas dan ph fisiologis yang sesuai serta mudah diperoleh dan murah. 6 2.4.3.1 Hank s Balanced Salt Solution Hank s Balanced Salt Solution (HBSS) merupakan larutan salin standar, yang biasanya digunakan dalam penelitian biomedis untuk mendukung pertumbuhan berbagai sel. Larutan HBSS bersifat biocompatible dengan sel-sel ligamen periodontal karena mempunyai osmolalitas yang ideal yaitu 270-320 mosm dan ph yang seimbang, serta mengandung berbagi nutrien yang penting seperti kalsium, fosfat, kalium dan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel yang normal dalam waktu yang lama. 29 Larutan HBSS mampu mempertahankan sel tetap vital selama 24 jam. Kelemahan dari penggunaan bahan ini adalah sulit

ditemukan pada tempat-tempat kejadian trauma dan pada penggunaanya yang tidak praktis dimana media ini harus digunakan pada inkubator terkontrol pada suhu 37 0 C. 6 Gambar 5. Hank s Balanced Salt Solution 25 2.4.3.2 Susu Susu memiliki beberapa karakteristik yang menguntungkan sebagai media penyimpanan gigi avulsi. Susu merupakan cairan isotonik dengan ph yang hampir netral dan osmolalitas yang fisiologis, tanpa atau minimal kontaminasi bakteri, mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi sel yang essensial, paling mudah ditemukan dimana saja dan murah. Susu mempunyai kemampuan dalam mendukung kapasitas klonogenik sel-sel ligamen periodontal pada suhu ruang sampai 60 menit. 6 Susu dapat mengurangi pembengkakan sel, meningkatkan viabilitas sel dan perbaikan penyembuhan sel pada suhu yang lebih rendah. Penelitian fisiologis sel menunjukkan kemampuan susu temperatur rendah untuk mendukung klonogenik sel ligamen periodontal pada gigi avulsi lebih lama 45 menit dibandingkan dengan media penyimpanan susu pada temperatur ruang. 29 Susu yang efektif untuk digunakan adalah susu segar atau susu UHT yang dingin, sedangkan susu bubuk tidak dianjurkan. 26

Beberapa penelitian menyatakan gigi yang disimpan dengan media susu dapat bertahan sebanyak 70%-90%. International Association of Dental Traumatology dan American Academy of Pediatric Dentistry menganjurkan penggunaan media susu kepada dokter gigi maupun masyarakat umum sebagai media penyimpanan gigi yang akan direplantasikan karena efek dan karakteristik yang menguntungkan serta mudah diperoleh pada saat terjadi trauma. 6 2.4.3.3 Salin Fisiologis Salin memiliki osmolalitas dan ph yang fisiologis tetapi tidak terdapat ion yang essensial dan glukosa yang merupakan kebutuhan fundamental untuk mempertahankan metabolisme sel. Studi pustaka menyebutkan bahwa sel ligamen periodontal tetap terjaga viabilitasnya selama 45 menit dengan tingkat mortalitas 20%. Salin fisiologis tidak lebih baik dibandingkan HBSS dan susu tetapi lebih baik dibandingkan air dan saliva sehingga dapat disimpulkan bahwa salin fisiologis bukanlah media yang adekuat untuk dijadikan sebagai media penyimpanan tetapi masih dapat dijadikan sebagai media penyimpanan untuk waktu yang singkat. 6 2.4.3.4 Air Air memiliki karakteristik yang tidak adekuat sebagai media penyimpanan karena terkontaminsi bakteri, hipotonis, ph dan osmolalitas tidak fisiologis yang dapat menyebabkan lisis pada jaringan periodontal dan kematian jaringan secara cepat. Air hanya dapat digunakan untuk menghindari gigi dari kekeringan tetapi tidak adekuat dalam melindungi gigi avulsi. 6 2.4.3.5 Saliva (vestibulum bukal) Sama halnya dengan air, saliva manusia digunakan sebagai media penyimpanan karena ketersediaanya yang mudah didapatkan tetapi memiliki karakteristik yang tidak menguntungkan seperti osmolalitas dan ph yang tidak fisiologis, kontaminasi bakteri yang tinggi dan hipotonis. Studi menunjukkan bahwa saliva tidak efisien dalam mempertahankan viabilitas sel namun masih lebih baik

daripada membiarkan gigi dalam kondisi kering karena efek penyerapan akan lebih parah seiring dengan bertambahnya waktu. 6 2.4.3.6 Air Kelapa Air kelapa merupakan minuman yang alami yang dikemas kedap udara secara biologis di dalam buah kelapa dan banyak ditemukan di Indonesia. Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler. Air kelapa juga unggul dalam pemeliharaan kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin dan mineral. 6 Penyimpanan gigi avulsi pada air kelapa selama 15-120 menit sama efektifnya dengan HBSS namun resorpsi inflamasi lebih sering terjadi setelah disimpan pada media ini dibandingkan dengan penyimpanan dalam media susu. 6,29 2.5 Perawatan Lanjutan Penanganan darurat trauma avulsi diharapkan mampu dilakukan oleh masyarakat secara luas, namun penanganan trauma avulsi tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Kegagalan dalam melakukan perawatan dapat memicu terjadinya kehilangan gigi dini yang mengakibatkan gangguan estetis, psikologis dan fungsi. 30 Gigi avulsi yang sudah direplantasikan perlu dilakukan pencatatan riwayat terjadinya trauma untuk memperkirakan kemungkinan hasil yang akan didapatkan. Posisi gigi yang direplantasikan perlu diperkirakan dan diperbaiki jika dibutuhkan. 20,26 Tindakan ini dilakukan oleh karena gigi yang direplantasikan sebelum tiba di klinik gigi longgar didalam soket dan kemungkinan akan lepas dari soket. Evaluasi terhadap media yang digunakan dilakukan apabila gigi avulsi disimpan dalam media penyimpanan dan bila perlu dipindahkan ke media yang lebih tepat sambil mengumpulkan data riwayat trauma dan pemeriksaan klinis. 12,31 Penting untuk melakukan pemeriksaan tambahan berupa radiografi periapikal pada sekitar gigi yang mengalami trauma pada saat pasien sampai ke klinik gigi baik gigi yang sudah dilakukan replantasi maupun tidak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

memastikan tidak ada bagian dari akar yang tertinggal pada soket dan gigi telah avulsi sempurna. 26,31 2.6 Prognosis Prognosis dari keberhasilan penanganan truma avulsi dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan dalam pemberian perawatan darurat dan perawatan lanjutan dalam mempertahankan vitalitas jaringan periodontal. Keberhasilan tersebut tergantung pada beberapa faktor seperti waktu ekstraalveolar, media penyimpanan, kontaminasi dan perlindungan jaringan periodontal. 6,11,21,24 Prognosis terbaik terjadi jika gigi dilakukan replantasi dengan segera. Jika gigi tidak dapat dilakukan replantasi dalam waktu 5 menit maka perlu disimpan dalam media yang yang dapat mempertahankan vitalitas jaringan periodontal berupa media fisiologis sebagai media terbaik. 20 Gigi permanen yang mengalami avulsi perlu dipertimbangkan risiko kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa, resorpsi akar dan ankylosis. 6 Pengetahuan mengenai penanganan gigi avulsi oleh masyarakat seperti orangtua, guru, maupun pangasuh anak yang pada umumnya selalu hadir pada saat kejadian trauma memegang peranan penting terhadap prognosis kasus trauma avulsi gigi. 11,32

2.7 Kerangka Teori Trauma Dental Klasifikasi Prevalensi Avulsi Etiologi Efek Pengetahuan dan Sikap orang terdekat Guru Orangtua/ Penjaga Anak Dokter Gigi Penanganan Darurat Perawatan Lanjutan Prognosis Replantasi Media Penyimpanan Waktu Ekstraalveolar

2.8 Kerangka Konsep Orangtua Faktor risiko: Pendidikan Sosioekonomi Pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Orangtua Faktor risiko: Pendidikan Sosioekonomi Sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak.