MAKALAH Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS)

dokumen-dokumen yang mirip
Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

ANALISIS BPJS KESEHATAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan 3.2 Prinsip Prinsip Jaminan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diketahui kelemahan dan kekurangan jasa pelayanan kesehatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

drg. Usman Sumantri, MSc. Dewan Jaminan Sosial Nasional

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

Program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

Marita Ahdiyana, M. Si

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN. secara nasional berdasarkan prinsip asuransi social dan prinsip ekuitas, dengan

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II GAMBARAN UMUM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI INDONESIA. bisa datang ketika kita masih produktif, berpenghasilan cukup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. penjamin masyarakat Indonesia untuk memperoleh manfaat pemeliharaan

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR


BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOSIALISASI PERPRES NO 19 & 28 TAHUN 2016

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Kementerian Kesehatan RI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

panduan praktis Pelayanan Ambulan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

Transkripsi:

MAKALAH Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS) Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Community in Health Nursing Kelompok 1 Kelas 2 Wahyu Nur Indahsah 135070201111027 Putri Perdana Sari 135070201111026 Inten Try Wahyuni 135070201111029 Faidhoturrohmah Dwi S 135070207111005 Ayu Meida K 135070201111025 Tri Heru Setyo Utomo 135070201111030 Deannisa N 135070207111006 Finisiska Dwi Asti Rahayu 135070201111028 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut salah satunya dapat diwujudkan dalam bentuk siastem jaminan sosial secara nasional. Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta. Maka dari itu pada tahun 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh., yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional,

pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasiona 1.2 Tujuan Umum 1.2.1 Mengetahui area keperawatan komunitas: Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS) 1.3 Tujuan Khusus 1.3.1 Mengidentifikasi pengertian BPJS 1.3.2 Mengidentifikasi dasar hukum BPJS 1.3.3 Mengidentifikasi mekanisme pelayanan BPJS 1.3.4 Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan BPJS

BAB II TEORI dan KONSEP I. Pengertian BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU NO. 24 TAHUN 2011 BAB 1 Pasal 1 ayat 1). BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya, hal ini tercantum dalam UU NO. 24 Tahun 20011. Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak. Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 2 program penyelengaraan, yaitu : a. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014. b. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat dimulai mulai 1 Juli 2015. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.

II. Dasar Hukum BPJS Landasan Hukum BPJS Kesehatan : 1. Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) 1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. UUD 1945 PASAL 34 AYAT (2) AYAT (3) 2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(****) 3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (****) 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. III. Mekanisme Pelayanan BPJS 1. Alur Pendaftaran dan Keanggotaan Prosedur pendaftaran peserta JKN-BPJS kesehatan A. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan

Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial. Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN. B. Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU 1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan : Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan. 2. Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI) 3. Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN ataumencetak e-id secara mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha. C. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja

1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan 2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga 3. Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan : Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam Kartu Keluarga Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar. 4. Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account (VA) 5. Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI) 6. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN. *Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website BPJS Kesehatan

Pendaftaran Bukan Pekerja Melalui Entitas Berbadan Hukum (Pensiunan BUMN/BUMD) Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir registrasi dan formulir migrasi data peserta. 2. Keanggotaan BPJS kesehatan Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi : Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari : Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Bukan pekerja dan anggota keluarganya a. Investor b. Pemberi Kerja c. Penerima Pensiun, terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; Penerima pensiun lain; dan

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran. 3. Anggota Keluarga Yang Ditanggung a) Pekerja Penerima Upah : Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas). c) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. d) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.

4. Hak dan Kewajiban Peserta Hak Peserta a) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan; b) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan d) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan. Kewajiban Peserta a) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; b) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I; c) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; d) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

5. Sistem Rujukan dan Pembiayaan Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

a. Rujukan horizontal Rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. b. Rujukan vertikal Rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu: a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer. d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer. e) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: a) Terjadi keadaan gawat darurat: Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku b) Bencana: Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah c) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien: untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan d) Pertimbangan geografis e) Pertimbangan ketersediaan fasilitas Rujukan Parsial a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

b) Rujukan parsial dapat berupa: Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka Sistem Pembiayaan 1. Iuran penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk. Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan) 2. Pembayar Iuran Bagi peserta pbi, iuran dibayar oleh pemerintah. Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja. Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan. Besarnya iuran jaminan kesehatan nasional ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. 3. Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh)

setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan. 4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG s. Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. 5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya IV. Analisis / Evaluasi Pelayanan BPJS (Kelebihan dan Kelemahan) a. Kelebihan Sistem BPJS Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial antara lain : Asuransi Sosial Asuransi Komersial Kepesertaan bersifat wajib (untuk Kepesertaan bersifat sukarela semua penduduk) Non Profit Profit Manfaat komprehensif Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.

a. Lebih menguntungkan dibandingkan asuransi komersial, yang mana BPJS kepesertaanya wajib bukan sukarela, BPJS Kesehatan bukan profit (mencari keuntungan) tetapi bersifat non-profit, dan manfaat yang didapat bersifat komprehensif. b. Secara aturan BPJS Kesehatan memenuhi prinsip-prinsip jaminan sosial. c. Sistem gotong royong yang memunculkan kemandirian. d. Asuransi berlaku seumur hidup dari anak baru lahir hingga lansia. Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup : Administrasi pelayanan Pelayanan promotif dan preventif Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup : 1) Rawat jalan yang meliputi : Administrasi pelayanan Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai Pelayanan alat kesehatan implant Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis Rehabilitasi medis Pelayanan darah Pelayanan kedokteran forensik Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan 2) Rawat inap yang meliputi : Perawatan inap non intensif Perawatan inap di ruang intensif Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri. b. Kekurangan Sistem BPJS

Pelayanan kesehatan BPJS mempunyai sasaran didalam pelaksanaan akan adanya sustainibilitas operasional dengan memberi manfaat kepada semua yang terlibat dalam BPJS, pemenuhan kebutuhan medik peserta, dan kehati-hatian serta transparansi dalam pengelolaan keuangan BPJS. Perlu perhatian lebih mendalam dalam pelaksanaan terhadap system pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System), system pembayaran (Health Care Payment System) dan system mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System). Mengingat pelaksanaan BPJS dikeluarkan melalui Undang-Undang dimana bersifat mengatur sedangkan proses penetapan pelaksanaan diperkuat melalui surat keputusan atau ketetapan dari pejabat Negara yang berwenang seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden setidaknya minimal 10 regulasi turunan harus dibuat untuk memperkuat pelaksanaan BPJS. Masalah yang muncul dari implementasi BPJS (Gunawan, 2014) yaitu : 1. Sistem Pelayanan Kesehatan (Health Care Delivery System) a. Penolakan pasien tidak mampu pada fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini dikarenakan PP No. 101/2012 tentang PBI jo. Perpres 111/2013 tentang Jaminan kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI padahal menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar Rp. 26 trliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp. 16.07 trliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya bagi PNS, TNI dan Polri. Pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan Rp. 400 milyar untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan tentunya jumlah orang miskin yang discover BPJS kesehatan harus dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah anggaran dari APBN. b. Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas klinik) maupun PPK II

(Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena alasan penuh. c. Sistem rujukan berjenjang. Untuk asuransi lain masyarakat bisa langsung berobat ke RS yang bekerjasama, tapi pada BPJS masyarakat harus dating ke pelayanan kesehatan tingkat 1 (klinik/puskesmas) agar dapat dirujuk ke RS yang bekerjasama dengan BPJS. 2. Sistem pembayaran (Health Care Payment System) a. Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost, terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan 32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat Permenkes No.69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di lapangan. b. Kejelasan area pengawasan masih lemah baik dari segi internal maupun eksternal. Pengawasan internal seperti melalui peningkatan jumlah peserta dari 20 juta (dulu dikelola PT Askes) hingga lebih dari 111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan perubahan system dan pola pengawasan agar tidak terjadi korupsi. c. Pengawasan eksternal, melalui pengawasan Otoritas jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) masih belum jelas area pengawasannya. 3. Sistem mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System) a. Keharusan perusahaan BUMN dan swasta nasional, menengah dan kecil masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan belum terealisasi mengingat manfaat tambahan yang diterima pekerja BUMN atau swasta lainnya melalui regulasi turunan belum selesai dibuat. Hal ini belum sesuai dengan amanat Perpres No. 111/2013 (pasal 24 dan 27) mengenai keharusan pekerja BUMN dan swasta menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015.

Dan regulasi tambahan ini harus dikomunikasikan secara transparan dengan asuransi kesehatan swasta, serikat pekerja dan Apindo sehingga soal Manfaat tambahan tidak lagi menjadi masalah. b. Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketengakerjaan. BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu PBI jaminan kesehatan danbukan PBI jaminan kesehatan. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem rujukan yang ada mengacu pada tingkat strata pelayanan kesehatan dari yang rendah menenuju pada strata pelayanan yang lebih tinggi. Hak dan kewajiban serta landasan hukum dari BPJS terdapat Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA Asyhandie, Zaeni. 2013.Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia.PT.Raja Grafindo persada.jakarta. BPJS-Kesehatan.Di akses pada 26 April 2016.(online) www.bpjs-kesehatan.go.id. Draf UUD 1945.(online) www.bpjs-kesehatan.go.id. Draf UU NO.40 tahun 2004.(online) www.bpjs-kesehatan.go.id. Draf UU NO.24 tahun 2011.(online) www.bpjs-kesehatan.go.id. Gunawan. 2014. Analisa Kebijakan Undang-undang Implementasi BPJS. Jakarta: Kompasiana. Akses: 26 April 2016 Pukul 15.31 WIB. (online) www.kompasiana.com Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari BPJS-Cetakan 1. Jakarta : Visimedia