BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? UNTUNGNYA PEMEKARAN. Disusun Oleh : Agunan P. Samosir 1 ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan dari adanya dukungan dari wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

Dinamika Politik Pemekaran Daerah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

Analisis Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kinerja dan Pemerataan Ekonomi di Kabupaten Lombok Utara

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

Oleh : Abdul Hakim Pembimbing : Wahyu Hamidi dan Dahlan Tampubolon

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

No Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 0

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB V PENUTUP. mengelola daerahnya, sehingga kebutuhan kebutuhan daerah dapat dipenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Tidak terlepas dari struktur perekonomian Indonesia yang merupakan Negara

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESAWARAN DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kalimantan Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

No otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan aspira

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

Transkripsi:

25. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Aek Natas Tahun 2006-2010... 145 26. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Hulu Tahun 2006-2010... 148 27. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Leidong Tahun 2006-2010... 151 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Menurut Sugeng Marganing Budi (2008), beberapa pertimbangan perlunya otonomi daerah adalah pertama, negara ini sangat luas dan sumber daya yang melimpah, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan potensi unggulan/andalan di setiap daerah. Kedua, keharusan untuk mendekatkan pemerintah dalam pelayanan publik pada masyarakat. Selanjutnya, yang lebih strategis lagi adalah dalam rangka pemerataan kesejahteraan secara nasional, infrastruktur perlu lebih tersebar lagi ke seluruh daerah, dimana diperlukan pemerintahan yang mampu menyediakan prasarana tersebut secara cepat dan menyeluruh. Dengan menjadi daerah otonom baru melalui pemekaran, usaha kecil terkait dengan kekhasan daerah akan lebih cepat maju dan berkembang, demikian juga dengan potensi unggulan/andalan daerah akan cenderung menarik pengusaha nasional dan internasional karena adanya kemandirian dalam 1 pengelolaan berbagai kegiatan ekonomi di daerah.

Salah satu tujuan pemekaran daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping untuk pemerataan pembangunan, serta mendekatkan pelayanan publik pemerintah daerah kepada rakyat, dan untuk pertahanan keamanan negara, adalah juga untuk mendorong tergalinya potensipotensi daerah yang selama ini tidak pernah terungkap karena tidak terjangkau oleh pemerintahan yang ada. Menurut Tarigan (2010), daerah melakukan pemekaran wilayah didasari atas berbagai alasan, pertama, preference for homogeneity (kesamaan kelompok (SARA)) atau historical etnic memungkinkan ikatan sosial dalam satu etnik yang sama perlu diwujudkan dalam satu wilayah yang sama pula. Kedua, fiscal spoil (insentif fiskal untuk memekarkan diri, dapat dari DAU/DAK), adanya jaminan dana transfer, khususnya Dana Alokasi Umum, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menghasilkan keyakinan bahwa daerah tersebut akan dibiayai. Ketiga, beaurocratic and political rent seeking (alasan politik, dan untuk mencari jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan adanya wilayah baru akan memunculkan wilayah kekuasan politik baru sehingga aspirasi politik masyarakat jauh lebih dekat. Pada level daerah tentu saja kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Keempat, administrative dispersion, mengatasi rentang kendali pemerintahan. Alasan ini semakin kuat mengingat daerah-daerah pemekaran merupakan daerah yang cukup luas sementara pusat pemerintahan dan pelayanan masyarakat sulit dijangkau.

Posisi Ibukota pemerintahan menjadi faktor penentu. Hal ini juga nyata terbukti bahwa daerah-daerah pemekaran merupakan daerah tertinggal dan miskin yang dukungan pelayanan publik maupun infrastruktur pendukungnya sangat minim. Hasil Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001 2007 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) yang diterbitkan pada Juli 2008 menunjukkan bahwa, secara umum daerah otonom baru ternyata tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Bahkan evaluasi setelah lima tahun perjalanannya, daerah otonom baru secara umum masih tertinggal. Lebih lanjut studi ini menunjukkan evaluasi dari berbagai aspek dengan hasil sebagai berikut: Dari aspek kinerja perekonomian daerah ditemukan dua masalah utama yang dapat diidentifikasi yaitu: pembagian potensi ekonomi yang tidak merata, dan beban penduduk miskin yang lebih tinggi. Di sisi keuangan daerah disimpulkan bahwa daerah baru yang terbentuk melalui kebijakan Pemerintahan Daerah menunjukkan kinerja yang relatif kurang optimal dibandingkan daerah kontrol. Dari sisi pertumbuhan ekonomi hasil studi menunjukkan bahwa daerah otonom baru lebih fluktuatif dibandingkan daerah induk yang relatif stabil dan meningkat. Diketahui bahwa daerah pemekaran telah melakukan upaya perbaikan kinerja perekonomian, namun karena masa transisi membutuhkan proses maka belum semua potensi ekonomi dapat digerakkan. Dari sisi pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah otonom baru belum dapat mengejar ketertinggal daerah induk

meskipun kesejahteraan daerah otonom baru telah realatif sama dengan daerah-daerah kabupaten lainnya. Dari sisi ekonomi, ketertinggalan daerah otonom baru terhadap daerah induk maupun daerah lainnya pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia, selain dukungan pemerintah yang belum maksimal dalam mendukung bergeraknya perekonomian melalui investasi publik. Di sisi keuangan daerah disimpulkan bahwa peran anggaran pemerintah daerah pemekaran dalam mendorong perekonomian, relatif kurang optimal dibandingkan daerah kontrol. Di sisi pelayanan publik kinerja daerah otonom baru masih berada di bawah daerah induk. Kinerja pelayanan publik daerah otonom baru dan daerah induk secara umum masih di bawah kinerja pelayanan publi di daerah kontrol maupun rata-rata kabupaten. Kinerja aparatur pemerintah daerah otonom baru dan induk menunjukkan fluktuasi meskipun dalam dua tahun terakhir porsi daerah induk masih lebih baik dari pada daerah otonom baru. Jumlah aparatur cenderung meningkat selama lima tahun pelaksanaan kebijakan pemekaran, namun acap ditemukan masih rendahnya kualitas aparatur di daerah otonom baru. Sejak diberlakukannya perubahan sistem pemerintahan di Indonesia yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 direvisi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Sejak pemberlakuan otonomi daerah tersebut perkembangan jumlah daerah otonom baru mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada masa Orde Baru tercatat sekitar

250 Daerah Kabupaten/Kota dan 27 Provinsi, namun kini setelah pemerintahan Orde Baru berakhir, ada sekitar 510 Kabupaten/Kota dan 33 Pronvisi (Budi, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pada tahun 1997 terdapat 18 Kabupaten/Kota namun kini telah berkembang menjadi 33 Kabupaten/Kota dan salah satunya adalah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Sihotang, 2009). Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten Labuhanbatu Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara di Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah 3.545,80 kilometer persegi. Kabupaten Labuhanbatu Utara terdiri atas 8 kecamatan dan 90 desa. Adapun nama-nama kecamatan tersebut adalah: Kecamatan NA IX-X, Kecamatan Aek Kuo, Kecamatan Kualuh Selatan, Kecamatan Kualuh Hilir, Kecamatan Merbau, Kecamatan Aek Natas, Kecamatan Kualuh Hulu, Kecamatan Kualuh Leidong. Untuk memenuhi dasar hukum pembentukan daerah otonom baru, maka pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara telah memiliki 7 (tujuh) persyaratan/kriteria, yang terdiri dari 19 (sembilan belas) indikator dan 43 (empat puluh tiga) sub indikator dimana atas hasil pengkajian dan penelitian oleh Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu tahun 2005 menunjukkan total skor kelulusan lebih besar dari skor minimal kelulusan dan dinyatakan layak dan lulus sebagaimana disyaratkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Pertimbangan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara yakni untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi Sumatera Utara pada umumnya dan Kabupaten Labuhanbatu pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dari sisi pembangunan ekonomi, terlihat bahwa perkembangan pendapatan regional bruto calon wilayah Labuhanbatu Utara sebelum dimekarkan dari Labuhanbatu (induk) mengalami perkembangan yang pesat dan relatif tinggi dari tahun ke tahun. Kondisi ini dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Labuhanbatu Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 2003 (Juta) No Calon Daerah Otonom Tahun 2000 2001 2002 2003 1 Labuhanbatu Utara 2.152.315,90 2.347.463,32 2.549.655,67 2.797.167,53 2 Labuhanbatu (induk) 2.550.194,03 2.781.416,50 3.020.986,22 3.314.253,23 3 Labuhanbatu Selatan 2.060.971,58 2.247.836,95 2.441.448,25 2.678.455,70 Labuhanbatu sebelum dimekarkan 6.673.481,52 7.376.716,77 8.012.090,14 8.789.876,46 Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005 Dari Tabel 1.1. di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2000 2003, PDRB wilayah calon wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mengalami perkembangan yakni pada tahun 2000 sebesar

Rp.2.152.315,90 (juta), meningkatan menjadi Rp.2.797.167,53 (juta) pada tahun 2003. Lebih lanjut, untuk melihat peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh penduduk dapat dilihat melalui PDRB per kapita. Perkembangan PDRB per kapita calon wilayah daerah otonom baru Labuhanbatu dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.2. Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Labuhanbatu Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 2003 No Calon daerah Otonom Baru Tahun 2001 2002 2003 1 Labuhanbatu Utara 7,60 8,21 9,05 2 Labuhanbatu (Induk) 8,76 9,40 9,16 3 Labuhanbatu Selatan 10,50 11,15 11,17 Labuhanbatu sebelum dimekarkan 8,60 9,221 9,62 Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005 Dari Tabel 1.2. di atas, dapat dilihat pertumbuhan PDRB per kapita calon daerah otonom baru Kabupaten Labuhanbatu Utara kurun waktu tahun 2001-2003 sebelum pemekaran mengalami pertumbuhan rata-rata 9,00 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Labuhanbatu sebelum pemekeran dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5, 75 persen. Bila dilihat dari kinerja perekonomian daerah, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu selama periode 2000 2003 dapat disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2000 2003

No Calon daerah Otonom Baru Tahun 2001 2002 2003 1 Labuhanbatu Utara 4.96 5,75 4,58 2 Labuhanbatu (Induk) 5,30 5,40 4,92 3 Labuhanbatu Selatan 5,07 5,65 4,68 Labuhanbatu sebelum dimekarkan 5,12 5,50 4,74 Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005 Dari Tabel 1.3. di atas terlihat bahwa selama periode 2000 2003 Kabupaten Labuhanbatu terus mengalami pertumbuhan ekonomi. Demikian juga halnya dengan calon daerah otonomi baru yakni Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan. Dari uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam tesis yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Setelah Pemekaran. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yakni: 1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran? 2. Sektor perekonomian apakah yang menjadi unggulan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran. 2. Menganalisis sector unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi Pemerintah daerah, peneliti dan lainnya. Manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara, terutama bagi para pengambil keputusan, perencana dan pelaksana pembangunan daerah dalam membuat rencana kebijakan pembangunan wilayah terutama dalam rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara. b. Sebagai bahan yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ekonomi regional terutama mengenai dampak pemekaran wilayah, sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah di daerah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah