BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu tatanan institusi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sanitasi rumah sakit akan terkait erat dengan unsur pelayanan teknis medis

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB 1 : PENDAHULUAN. intelejensi bagi setiap orang guna menjalani kegiatan serta aktifitas sehari-hari secara

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat pada pasien selama berada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mengerikan, hal ini dikarenakan kanker merupakan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial apabila pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi, pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi (Kozier, 2010). Menurut Depkes (2002), infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat penderita ketika sedang dirawat di rumah sakit. Seseorang dinyatakan mengalami infeksi nosokomial dengan ketentuan sebagai berikut: pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi yang sedang diteliti, pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut, tanda-tanda khusus infeksi tersebut mulai timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan dan infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang sama tetapi lokasi infeksi berbeda. Infeksi merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) bahkan angka kematian (mortality) di rumah sakit, juga menyebabkan kerugian lain seperti rasa tidak nyaman bagi pasien maupun keluarganya, perpanjangan hari rawat (length of stay), penambahan biaya perawatan dan pengobatan di rumah sakit yang akhirnya

menimbulkan kesan buruk terhadap citra rumah sakit itu sendiri. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa kejadian infeksi nosokomial ini dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Fatimah, 2011). Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia dan terus meningkat (Alvarado, 2000 dalam Saifuddin dkk, 2004;204). Hal ini dapat terlihat dari persentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002 dalam Sri Muliani, 2010). Infeksi ini menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Kejadian infeksi nosokomial di Malaysia sebesar 12,7 % (Marwoto, 2007 dalam Sri Muliani, 2010). RS. Rasul Akram di Iran melaporkan sebesar 14, 2 % pasiennya menderita infeksi nosokomial di bagian pediatrik dengan usia di bawah 2 tahun berisiko mengalami infeksi nosokomial (Masoumi, 2009 dalam SriMuliani, 2010). Penelitian yang dilakukan di 18 rumah sakit di Swiss menyebutkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial sebesar 10, 1% dengan kejadian terbanyak pada ruang ICU sebesar 29, 7 % (Hugo, 2002 dalam Sri Muliani, 2010).

Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Adapula penelitian yang menyatakan bahwa di negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Sumaryono. 2005 dalam Kasmad, 2007). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes pada tahun 2004, proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417. Sedangkanuntuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047. Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien bersiko 1.672 pasien. Flebitis adlah infeksi yang tertinggi di rumah sakit swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien beresiko 124. 733 (Depkes, 2004). Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009 dalam SriMuliani 2010). Dilaporkan dari salah satu rumah sakit di Yogyakarta yakni RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit ini sebesar 7,95% (Agus, 2007 dalam SriMuliani, 2010). Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit salah satunya di unit rawat inap. Indikator SPM dalam unit tersebut adalah 15 indikator, termasuk didalamnya angka kejadian infekis

nosokomial dengan standar 1,5%. Pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008). Data penelitian Sumaryono (2005), di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar 39%- 60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Kasmad, 2007). Infeksi nosokomial dapat dicegah melalui penerapan kewaspadaan umum. Penerapan kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu pimpinan, staf administrasi, pemberi pelayanan maupun pengguna jasa termasuk pasien dan pengunjung. Hal ini tentunya pemberi pelayanan kesehatan terutama perawat sangat berperan penting terhadap pencegahan infeksi nosokomial karena perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien dan bahan infeksius di ruang rawat dalam menilai kinerja perawat salah satunya adalah dengan melakukan penilaian terhadap kegiatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur dan standar asuhan keperawatan.

Dalam The Journalist Of Infections Control Nursing, sebagaimana yang ditulis oleh Nancy Roper (1996) mengadakan survey prevalensi pada 43 rumah sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit terkena infeksi dan dari jumlah tersebut adalah kurang lebih 10% adalah infeksi dari komunitas, yang sudah ada pada saat pasien masuk rumah sakit serta 1% lagi infeksi nosokomial. Lokasi dan persentase infeksi yaitu : (1) Saluran kemih (30%); (2) Luka operasi (20%); (3) Saluran pernafasan (20%); (4) Luka lain (30%) (Zulkarnain, 1998). Tenaga kesehatan ditempatkan sebagai penyebab yang paling utama untuk terjadinya infeksi nosokomial. Penularan dapat terjadi akibat pemakaian alat melalui tangan perawat dan dokter secara langsung. Penularan dapat terjadi akibat tidak dilakukan tehnik steril. Alat yang telah siap dipakai jika telah terkontaminasi dengan lingkungan dan digunakan oleh perawat serta dokter mengakibatkan terjadinya infeksi pada prosedur tindakan perawatan pasien. Seorang perawat dalam melakukan perawatan harus dimulai dengan memperhatikan tehnik steril baik pada penggunaan alat maupun dengan tehnik tindakan yang digunakan. Cuci tangan akan mengurangi 50% dari infeksi dan peralatan yang kurang steril akibat dari air yang digunakan untuk mencuci alat telah terkontaminasi kuman akan mengakibatkan timbulnya infeksi pada pasien (Zulkarnain, 2009). Layanan keperawatan terutama tentang sikap dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien / keluarga. Pada penelitian tentang mutu asuhan keperawatan yang dinilai berdasarkan tingkat kepuasan klien / keluarga terhadap keperawatan serta kepatuhan perawat terhadap standar

penerapan proses keperawatan pada 14 ruang medikal bedah di rumah sakit pemerintah dengan jumlah responden sebanyak 572 orang dihasilkan tingkat kepuasan klien / keluarga dengan kategori baik 16,9%, kategori sedang 81,5%, dan kategori kurang 1,55% (Sitorus, 2006). Berdasarkan indikator mutu pelayanan, data yang diperoleh dari Rumah Sakit Pirngadi Kota Medan tahun 2006 terdapat infeksi sebesar 32,16% yang terdiri dari infeksi disebabkan oleh penggunaan jarum infus sebesar 10%, akibat transfusi darah sebesar 10,16% dan angka infeksi luka operasi sebesar 12% (Berdasarkan WHO-Depkes Indikator Standar Rawat Inap tergolong dengan kejadian infeksi tinggi sebab indikator kejadian infeksi pasca operasi dan kejadian infeksi nosokomial memiliki standar maksimal 1,5%) (Kuntjoro, 2007). Data yang diperoleh dari RS. Adam Malik Medan dari 19 ruang rawat inap ditemukan data infeksi nososkomial yang terbanyak adalah karena pemasangan infus/ three way dari tahun 2014 didapatkan 101 ( 49,2 %) kejadian plebitis, tahun 2015 kejadian plebitis meningkat menjadi 174 (93,5%). Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait upaya perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Adam Malik Medan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah Apakah ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui motivasi perawat di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016. 2. Untuk mengetahui upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik tahun 2016 3. Untuk mengetahui hubungan motivasi perawat dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016 1.4. Hipotesis Penelitian 1. Tidak ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016. 2. Ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Praktik Keperawatan Penelitian ini dapat berkontribusi terhadap praktik keperawatan terkait peran perawat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial pada pasien di rumah sakit adam malik medan. 1.5.2. Pendidikan Keperawatan Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan ilmu keperawatan terkait manajemen infeksi nosokomial dan bermanfaat bagi institusi pendidikan dalam mempersiapkan mahasiswa yang akan melaksanakan praktek di rumah sakit. 1.5.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan riset keperawatan dimana data yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya.