SUNGAI MARO: SALAH SATU SUMBER PLASMA NUTFAH JENIS IKAN ASLI PAPUA

dokumen-dokumen yang mirip
PENANGKAPAN IKAN DI SUNGAI MARO, MERAUKE

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN

PERIKANAN ARWANA PAPUA (Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) DI DISTRIK KIMAAM, PULAU DOLAK, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

KELIMPAHAN STOK IKAN ARWANA PAPUA (Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) DI SUNGAI KUMBE, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

IVENTARISASI SPESIES IKAN YANG BERPOTENSI DIJADIKAN IKAN HIAS DI RAWA BIRU TAMAN NASIONAL WASUR KABUPATEN MERAUKE

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN SUAKA PERIKANAN DANAU BAKUOK KABUPATEN KAMPAR RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

POTENSI JENIS-JENIS IKAN AIR TAWAR KONSUMSI MASYARAKAT ALIRAN SUNGAI DIGOEL, KABUPATEN BOVEN DIGOEL, PAPUA, DAN BEBERAPA LANGKAH PENGELOLAANNYA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

L E M B A R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

SUNGAI MARO: SALAH SATU SUMBER PLASMA NUTFAH JENIS IKAN ASLI PAPUA Andri Warsa 1), Lismining Pujiyani Astuti 1), dan Hendra Satria 1) *) Peneliti pada Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, Jatiluhur-Purwakarta Teregristrasi I tanggal: 23 Januari 2007; Diterima setelah perbaikan tanggal: 23 Januari 2007; Disetujui terbit tanggal: 21 Maret 2007 ABSTRAK Sungai Maro berada di Kabupaten Merauke Propinsi Papua dengan lebar 48 sampai dengan 900 m dan panjang 207 km. Jenis jenis ikan yang merupakan kekayaan plasma nutfah di Sungai Maro dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ikan hias antara lain arwana Irian (Sclerophages jardinii), sumpit (Toxotes sp.), kurikil (Datnioides sp.), udang batu cherax (Cherax albertisi), kakap kembang (Golssamia apton), kaca (Parambassis sp.), tung (Apogon sp.), saku (Strongylura kreffti), dan yang berpotensi sebagai ikan konsumsi antara lain tiga duri atau herkules (Arius latirostris), tulang (Megalops cyprinoides), sembilan (Taudonus sp.), mata bulan (Thryssa scratchleyi), gastor (Channa sp.), betok (Anabas sp.), udang putih (Marcobrachium sp.), kakap rawa (Lates calcarifer), dan bulanak (Valamugil sp.). Perlu upaya pengembangan yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi untuk menjaga kelestarian. KATAKUNCI: Sungai Maro, plasma nutfah, ikan asli Papua PENDAHULUAN W ilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luas kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2. daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah tofografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang terpengaruh aktivitas daratan (Undang-Undang No.7 tahun 2004). Sungai Maro berada di wilayah administrasi Kabupaten Merauke Propinsi Papua dan merupakan salah satu daerah penangkapan ikan arwana Irian (Sclerophages jardinii). Sungai ini dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi dan perikanan tangkap sehingga merupakan salah satu sungai di Kabupaten Merauke yang memberi kontribusi perikanan yang besar. Lebar sungai 48 sampai dengan 900 m dan panjang sungai 207 km (Dinas Perikanan Kabupaten Merauke, 2005a). Di sungai ini banyak terdapat rawa yang ditumbuhi tanaman air yang berfungsi sebagai tempat memijah dan daerah pembesaran (nursery ground) bagi ikan. Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk variabilitas hewan, tumbuhan, dan jasad renik di alam. Dengan demikian, keanekaragaman hayati mencakup keragaman ekosistem (habitat), jenis (spesies), dan genetik (varietas atau ras) (Dahuri, 2003 dalam Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2005) atau merupakan istilah yang mengacu pada berbagai kehidupan di bumi. Secara umum, kajian menyangkut 3 tingkatan, yaitu keanekaragaman genetik, jenis, dan ekosistem. Sumber daya alam hayati beserta ekosistem, dipahami selama ini menjadi sasaran pemanfaatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Pemanfaatan sumber daya tersebut, yang antara lain dikenal dalam bentuk kegiatan pertanian, kehutanan, peternakan, dan perikanan merupakan serangkaian kegiatan yang diharapkan dapat juga meningkatkan kualitas hidup manusia. IKAN ASLI SUNGAI MARO Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidup berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati termasuk bagian-bagian (Undang-Undang Perikanan No.31 tahun 2004). Di Sungai Maro terdapat arwana, ikan tulang, kakap rawa, kakap kembang, saku, sembilan, mata bulan, udang putih, ikan sumpit, ikan kaca, dan lobster air tawar. 183

BAWAL Vol.1 No.5-Agustus 2007: 183-189 Sumpit (Toxotes sp.) Kurikil (Datnioides sp.) Udang batu atau Lobster (Cherax albertisi) Kakap kembang (Golssamia apton) Kaca (Parambassis sp.) Tung (Apogon sp.) Arwana Irian (Sclerophages jardinii) Saku (Strongylura kreffti) Gambar 1. Beberapa jenis ikan yang berpotensi dikembangkan sebagai ikan hias. 184

Sungai Maro juga merupakan sentra ikan arwana (Scleropages jardinii) yang merupakan ikan hias yang indah dan berharga mahal. Habitat ikan arwana di Sungai Maro berupa rawa dengan banyak tumbuhan air karena menjelang memijah ikan ini akan menuju rawa dan pemijahan berlangsung di tempat yang berarus tenang dan tumbuhan air berfungsi untuk tempat berlindung (Tjakrawidjaja & Haryono, 2003). Ikan ini dapat ditangkap untuk keperluan penangkaran pola pengembangbiakan (captive breeding) dan pembesaran anakan (ranching), upacara adat setempat, kebutuhan pangan setempat, serta perdagangan dalam dan luar negeri. Ikan yang dapat dikembangkan sebagai ikan hias (Gambar 1) selain ikan arwana antara lain ikan saku, kurikil, sumpit, tung, kakap kembang, dan kaca. Masing-masing ikan mempunyai keunikan dan ciri khas tersendiri sebagai ikan hias. Ikan sumpit mempunyai totol hitam yang berjumlah 6 sampai dengan 7 buah dan 3 antara lain lebih besar dari yang lain. Ikan ini mempunyai kemampuan untuk menangkap mangsa dengan menembakkan butiran air. Warna dominan ikan kaca adalah perak dengan garis hitam berjumlah 8 sampai dengan 9 pada tubuh bagian samping. Sirip pada bagian dubur dan perut berwarna kuning dengan panjang standar maksimum dapat mencapai 180 mm tetapi juga pernah ditemukan ikan dengan ukuran 240 mm. Ikan Saku mempunyai warna dominan perak pada bagian sisi dan pada bagian punggung berwarna coklat sampai dengam kehijauan pada bagian belakang. Sirip berwarna kehitaman (Allen, 1991; Allen et al., 2000). Moncong ikan saku di bagian depan merupakan ciri khas yang unik dan menambah keindahan ikan ini. Untuk lobster dan kakap kembang dapat dikembangkan sebagai ikan konsumsi yang bernilai ekonomi tinggi. Beberapa jenis ikan hias Kabupaten Merauke yang telah dipasarkan ke luar daerah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pemasaran ikan hias antar pulau, tahun 2004 No Nama jenis ikan Jumlah (x 1000 ekor) Daerah penyebaran 1 Arwana (Scleropages jardini) 100 Rawa Biru (Merauke), Muting, dan Okaba 2 Bambit (Selanota multifasciata) 315 3 Kaca (Parambasis sp.) - 4 Kakap batu (Datnicides Muting 850 microlepis) 5 Mata pecah 520 6 Rainbow (Melanoteania sp.) - 7 Udang hias 900-8 Sembilang (Taudonus sp.) 9 Sumpit (Toxotes sp.) 10 Katip (Morgumda sp.) 11 Iriatherina (Iriatherina werneri) Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (2005a); Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (2005b) Beberapa ikan yang terdapat di Sungai Maro dapat dikembangkan sebagai ikan konsumsi (Gambar 2) yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan kakap rawa, sembilan, mata bulan, bulanak, kakap kembang, lobster, gastor, tulang, tiga duri, betok, serta udang putih. Ikan yang berpotensi sebagai ikan konsumsi pada umumnya mempunyai ukuran besar, misal kakap rawa berukuran panjang total 89 cm yang menurut wawancara dengan nelayan setempat merupakan ukuran sedang sehingga kemungkinan dapat mencapai ukuran yang lebih besar. Produksi ikan di perairan umum Kabupaten Marauke disajikan pada Tabel 2. 185

BAWAL Vol.1 No.5-Agustus 2007: 183-189 Gambar 2. Beberapa jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan konsumsi. 186

Tabel 2. Produksi ikan perairan umum Kabupaten Merauke dalam kg, tahun 2004 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Distrik Merauke Semangga Tanah Miring Kurik Jagebob Okaba Sota Elikobel Ulilin Muting Kimaam Jumlah Betok/ Betik 22.838 21.500 4.500 3.500 35.894 25.300 11.856 13.460 15.255 17.947 7.178 179.228 Mujair 33.987 36.000 12.500 23.682 19.868 11.800 8.892 3.673 1.093 3.122 154.617 Lele 81.932 20.150 13.025 20.150 28.170 17.250 14.820 1.745 1.896 1.880 260 201.278 Gabus/ Gastor 703.350 38.000 11.500 114.963 24.604 38.500 17.784 3.632 1.304 3.259 365 957.261 Udang galah 935 345 1.095 1.800 860 950 972 866 735 355 8.913 Kakap rawa 26.250 3.800 2.200 18.750 5.187 16.219 5.928 8.733 15.938 10.086 267.263 380.354 Jumlah 869.292 119.795 44.820 182.845 114.583 110.019 59.280 32.215 36.352 37.029 275.421 1.881.65 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (2005b) Ikan hasil tangkapan di Sungai Maro pada bulan Nopember 2006 dengan menggunakan gill net percobaan ukuran mata jaring 2 dan 2,5 inci berdasarkan pada jumlah individu didominasi oleh ikan tulang (51,52%) dan ikan duri (25%) sedangkan berdasarkan pada bobot total per individu didominasi oleh ikan tulang (59,84%) dan sembilan (14,91%) (Gambar 3 dan 4). Komposisi hasil tangkapan berdasarkan pada jumlah individu menggunakan jala lempar dengan ukuran mata jaring 0,5 inci didominasi oleh udang putih (72,22%) seperti disajikan pada gambar 5. Gastor Kakap batu 1.52% sembilang 1.52% Mata bulan 12.88% 1.52% Kaca 6.06% Kaca 4.48% sembilang 14.91% Kakap batu 0.83% Gastor 3.60% Mata bulan 2.26% tiga duri 25.00% Tulang 51.52% tiga duri 14.08% Tulang 59.84% Gambar 3. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan pada jumlah individu. Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan pada bobot total. udang batu 5,56% sumpit 13,89% belanak 2,78% saku 5,56% udang putih 72,22% Gambar 5. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan pada jumlah individu menggunakan jala lempar dengan ukuran mata jaring 0,5 inci. 187

BAWAL Vol.1 No.5-Agustus 2007: 183-189 UPAYA PELESTARIAN SUMBER DAYA IKAN Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1990, sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri atas sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitar secara keseluruhan membentuk ekosistem. Sungai Maro mempunyai kekayaan plasma nutfah ikan asli Papua. Sungai ini juga merupakan salah satu sumber penghidupan masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan. Ikan ikan yang terdapat di sungai ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi karena memiliki ukuran yang besar serta daging yang tebal. Oleh karena itu, potensi dan pemanfaatan perlu dikelola dengan sebaik-baik agar potensi sumber daya plasma nutfah perikanan tidak punah, salah satu cara adalah dengan melakukan konservasi habitat. Habitat yang sesuai akan mendukung organisme air hidup dan berkembang secara alami. Konservasi dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan biosfir sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besar secara berkelanjutan untuk generasi sekarang serta tetap memelihara potensi untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatan dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap mem elihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilai. Konservasi mencakup berbagai aspek positif yaitu perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan secara berkelanjutan, dan pelestarian. Konservasi bertujuan menurut strategi konservasi sedunia ada 3 yaitu: a. Memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan. b. Mempertahankan keanekaragaman genetis. c. Menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan. Dari uraian di atas, tidak ada larangan bagi manusia dalam memanfaatkan varietas, jenis, dan ekosistem yang ada di sekitar (Kehati, 2000). Pengertian konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem mengandung 3 aspek yaitu: a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan. b. Pengawetan dan pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistem. c. Pemamfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem (Undang-Undang No.5 tahun 1990 pasal 5). Berdasarkan pada uraian di atas, maka perlu diperhatikan pemanfaatan yang berwawasan lingkungan dalam memanfaatkan sumber daya alam ikan (Hardjasoemantri, 2000). Hal yang perlu diperhatikan adalah cara penangkapan yang harus ramah lingkungan. Cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan racun atau bom ikan selain akan merusak ekosistem juga akan membunuh benih ikan. Selain itu, kuantitas atau jumlah, waktu, dan daerah tangkapan. Jumlah ikan yang ditangkap harus mempertimbangkan prinsip kelestarian lingkungan yaitu maksimum suistanable yield. Penangkapan juga harus memperhatikan waktu dan tempat, dilarang menangkap ikan pada saat ikan akan memijah dan di tempat yang merupakan habitat ikan tersebut untuk memijah, jadi harus mempertimbangkan ada suaka perikanan (reservat). Untuk menjaga kelestarian populasi ikan arwana Irian telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.12/Menhut II/2005 tentang perubahan keputusan Menteri Kehutanan No.2091/Kpts-II/2001 tentang penetapan ikan arwana irian (Scleropages jardinii) sebagai satwa buru. Penangkapan ikan ini berlangsung selama 60 hari pada bulan November, Desember, Januari, dan Pebruari. Berdasarkan pada Peraturan Menteri tersebut, cara penangkapan ikan tidak menggunakan racun, tidak membunuh induk untuk mengambil anak atau cara lain yang tidak sesuai dengan prinsip konservasi. KESIMPULAN Jenis jenis ikan yang merupakan kekayaan plasma nutfah di Sungai Maro dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ikan hias antara lain arwana Irian (Sclerophages jardinii), sumpit (Toxotes sp.), kurikil (Datnioides sp.), udang batu cherax (Cherax albertisi), kakap kembang (Golssamia apton), k aca (Parambassis sp.), tung (Apogon sp.), saku (Strongylura kreffti), dan ikan konsumsi antara lain tiga duri atau herkules (Arius latirostris), tulang (Megalops sp.), sembilan (Taudonus sp.), mata bulan (Thryssa scratchleyi), gastor (Channa sp.), betok (Anabas sp.), udang putih (Macrobrachium sp.), kakap rawa (Lates calcarifer), dan bulanak (Valamugil sp). PERSANTUNAN Hasil dari kegiatan riset pemacuan stok dan konservasi sumber daya perikanan di Danau Sentani dan Sungai Maro T.A. 2006 di Loka Riset Pemacuan Stok Ikan 188

DAFTAR PUSTAKA Allen, G. R. 1991. Field guide to the freshwater fishes of New Guinea. Cristensen Research institute. PNG. Allen, G. R., Kent G., Hortle, & Samuel J. R. 2000. Freshwater fishes of the Timika Region New Guinea. P. T. Freeport Indonesia. Timika. Anonim (Kehati). 2000. Ekosistem air tawar dan keanekaragaman hayati. Warta Kehati Edisi Maret-April. 3-5. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke. 2005a. Laporan tahunan 2004. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke. 2005b. Database perikanan Kabupaten Merauke tahun 2004. Hardjasumantri, K. 2000. Hukum tata lingkungan. Universitas Gadjah Mada. Press. Yogyakarta. Kehati. 2000. Ek osistem air tawar dan keanekaragaman hayati. Warta Kehati. Edisi Maret-April. 3-5. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 2005. Dukungan riset untuk pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian keanekaragaman hayati ikan di perairan pedalaman wilayah wallacea. Diakses dari www.unhasalumninet.com/makalah/makalah biodiversity wallacea.doc tanggal 16 Agustus 2005. Tjakrawidjaja A. H. & Haryono. 2003. Studi populasi ikan kaloso (Scleropages jardinii) di Rawa Pomo Kecamatan Citak Mitak Kabupaten Merauke, Papua. Berita Biologi. Vol.5 (4): 357-364. Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan diakses dari www.dkp.go.id Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Fokus Media. Bandung. 189