BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

P E N D A H U L U A N

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama

BAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

PENDAHULUAN. umumnya manusia dilihat dari jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

TRILOGI NOVEL MARITO

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau Toba. Pada masa lalu, wilayah ini disebut sebagai Tano Batak, yang berarti daerah yang mengelilingi Danau Toba. Konon, sebenarnya Tano Batak itu meluas hingga sampai ke wilayah Aceh Selatan dan Aceh Tenggara, hal ini terbukti dari adanya sebagian kalangan yang mengkategorikan orang Nias dan orang Aceh Gayo sebagai orang Batak. Tano Batak menjadi lebih kecil setelah pemerintah Belanda dengan sengaja memecah belah wilayah tersebut demi strategi penjajahan mereka (Vergouwen, 1986). Suku Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan lainnya. Ada beberapa pendapat tentang jumlah sub-sub suku ini. Ada yang menyebut bahwa ada lima sub, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak. Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo (Malau, 2000). Dalam hal kekerabatan, suku Batak diikat oleh kelompok kekerabatan yang mereka sebut sebagai marga. Adapun kegiatan 1

2 menelusuri silsilah garis keturunan marga disebut dengan istilah tarombo (Vergouwen, 1986). Salah satu sub suku Batak yang masih menjaga tradisi marga dan tarombo hingga saat ini adalah sub suku Batak Toba. Suku ini tersebar di empat wilayah Tapanuli, Sumatera Utara, yaitu Toba, Silindung, Samosir, dan Humbang. Marga Batak Toba adalah marga pada Suku Batak Toba yang berasal dari daerah di Sumatera Utara, terutama yang tinggal di Kabupaten Tobasa yang wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Laguboti, dan sekitarnya (Vergouwen, 1986). Garis marga tersebut diteruskan atau diturunkan oleh anak lakilaki, hal ini sesuai dengan sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh suku Batak Toba. Jadi, jika keluarga Batak Toba tidak memiliki anak lakilaki, maka marga-nya akan punah. Oleh sebab itu, anak laki-laki sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga batak toba. Sedangkan posisi anak perempuan atau perempuan Batak Toba adalah sebagai pencipta hubungan besan karena perempuan harus kawin dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain (Vergouwen, 1986). Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat batak toba dapat dikatakan lebih diutamakan dari kaum wanita, walaupun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini laki-laki di keluarga batak toba masih memiliki peranan yang sangat penting dan kedudukan yang dianggap lebih tinggi.

3 Kedudukan anak laki-laki yang dianggap lebih tinggi ini menyebabkan anak laki-laki seringkali diperlakukan berbeda dengan saudara perempuannya. Perbedaan perlakuan yang diberikan antara anak laki-laki dan anak perempuan di keluarga Batak Toba, dianggap sebagai hal yang memang harus dilakukan, dengan alasan adat dan kebiasaan. Perbedaan-perbedaan perlakuan itu, semakin terlihat ketika hanya ada satu anak laki-laki di keluarga tersebut. Adapun perbedaan-perbedaan perlakuan itu berupa perbedaan pemberian tanggung jawab, perbedaan perhatian sampai kepada perbedaan rasa sayang yang secara ekstrim dapat juga ditemukan dalam keluarga yang hanya memiliki satu anak laki-laki. Walaupun hal ini tidak dijumpai disemua keluarga yang hanya memiliki satu orang anak laki-laki, namun hal ini ditemukan dalam beberapa keluarga dalam penelitian pendahuluan untuk kepentingan penelitian ini. Perbedaan tanggung jawab yang ditemukan, secara sederhana dapat dilihat dari tugas dan tanggung jawab di rumah untuk kegiatan sehari-hari seperti melakukan pekerjaan rumah tangga. Anak laki-laki cenderung diberikan kebebasan dari tugas-tugas rumah tangga, mengenai hal ini, orangtua seringkali mengatakan karena dia adalah laki-laki dan masih memiliki saudara perempuan, sehingga sepatutnyalah saudara perempuannya yang melakukan atau membantu bagian saudara lakilakinya tersebut. Hal tersebut dapat pula disangkutpautkan dengan kedudukan anak laki-laki yang akan menjadi hula-hula* saudara perempuannya ketika saudara perempuannya tersebut telah berkeluarga. * Hula-hula adalah kelompok yang menempati posisi paling atas, yaitu posisi yang harus dihormati oleh seluruh orang Batak Toba Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah pihak keluarga dari istri yang disebut sebagai Somba Marhula-hula.

4 Perlakuan-perlakuan yang dianggap istimewa itu seringkali diberikan kepada anak laki-laki dikarenakan orangtua ingin anak laki-laki mereka dapat dihargai oleh saudara perempuannya maupun orang lain. Banyak hal yang seringkali sengaja dilakukan oleh orangtua untuk mengangkat derajat sang anak laki-laki di depan keluarga maupun orang lain, hal ini dilakukan oleh orangtua karena kehormatan, harga diri dan derajat anak laki-laki akan mencerminkan kehormatan, harga diri dan derajat dari orangtuanya sendiri (Simanjuntak, 2006). Hal tersebut dilakukan oleh orangtua dengan cara memfasilitasi anaknya itu dengan semua kebutuhan yang dirasa dibutuhkan anak tersebut, seperti sepeda motor, uang saku yang lebih banyak daripada saudara-saudara perempuannya, maupun bergaul lebih bebas dengan teman-teman sebayanya sesama laki-laki. Selain berbagai keistimewaan yang seringkali didapatkan oleh anak laki-laki, karena perannya sebagai pembawa marga, anak laki-laki di keluarga batak toba juga dilimpahkan tanggung jawab yang besar untuk menjaga nama baik orangtua, nama baik keluarga besar bahkan nama baik marganya. Kebanggaan dan harapan orangtua juga biasanya dilimpahkan kepada anak laki-laki, hal ini bukan berarti anak perempuan di keluarga batak toba tidak menjadi kebanggaan, namun memang tuntutan itu lebih besar diberikan kepada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, hal itu kembali lagi dikarenakan anak laki-laki merupakan pembawa marga dan merupakan penerus ayahnya. Sedangkan anak perempuan suatu saat

5 nanti akan dibawa oleh orang lain (suaminya) dan meninggalkan orangtuanya. Anak laki-laki juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga saudara-saudara perempuannya, dalam artian melindungi dan membantu ketika saudara-saudara perempuannya membutuhkan bantuannya, sedangkan anak perempuan dituntut untuk menghormati saudara laki-lakinya (Vergouwen, 1986). Selain itu anak laki-laki biasanya diharapkan menjadi seorang yang sukses, seorang yang mampu meningkatkan derajat orangtua maupun keluarga besarnya, jauh dari segala kesalahan maupun pelanggaran atau hal-hal yang akan mencoreng nama orangtua maupun keluarga besarnya. Sehingga tidak jarang banyak anak laki-laki yang harus menuruti keinginan orangtuanya, melakukan segala sesuatu seperti apa yang dikatakan dan diharapkan oleh orangtuanya. Setiap tuntutan ini akan terasa lebih besar, jika anak laki-laki di keluarga itu hanya satu. Karena si anak yang akan menjadi satu-satunya orang yang memikul tanggung jawab tersebut. Melihat pemaparan mengenai anak laki-laki satu-satunya di atas, menjadi menarik untuk diteliti lebih jauh bagaimana anak laki-laki dengan segala keistimewaan dan tanggung jawab yang besar yang dilimpahkan kepadanya serta keterikatannya akan hukum adat istiadat yang membentuk dirinya, dapat melakukan aktualisasi diri. Mengapa? Karena menurut Roger (Schultz, 1991), orang-orang yang mengaktualisasikan diri, mereka benar-benar menjadi diri mereka sendiri. Diri adalah tuan dari kepribadian dan beroperasi terlepas dari norma-norma yang ditentukan

6 oleh orang-orang lain. Akan tetapi orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak melakukan tindakan agresif seperti memberontak secara terusmenerus atau dengan sengaja tidak konvensional dalam mencemoohkan aturan-aturan dari orangtua atau masyarakat. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai individu-individu dalam sanksi-sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari masyarakat (Schultz, 1991). Menurut hirarki kebutuhan yang telah disusun oleh Maslow (Alwisol, 2009), kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi. Sehingga untuk mencapainya, keempat kebutuhan di tingkat sebelumnya harus dipuaskan terlebih dahulu. Menurut Maslow, meskipun kebutuhan-kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah dipuaskan kita merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta, serta merasa bahwa diri kita adalah individu-individu yang berharga- namun kita akan merasa kecewa, tidak tenang, tidak puas, kalau kita gagal berusaha memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kata Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya (Schultz, 1991). Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers (Schultz, 1991) yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki suatu dorongan yang bersifat fundamental untuk memelihara, mengaktualisasikan dan mengembangkan semua segi yang dimilikinya. baik segi fisiologis maupun psikologis. Ketika individu makin bertambah besar, maka diri mulai berkembang. Pada saat itu juga, tekanan aktualisasi beralih dari segi fisiologis ke segi psikologis. Bentuk tubuh dan

7 fungsinya telah mencapai tingkat perkembangan dewasa, sehingga perkembangan selanjutnya berpusat pada kepribadian. Golstein (Hall & Lindzey, 1993) mengatakan bahwa meskipun aktualisasi diri merupakan suatu gejala yang universal, namun tujuantujuan spesifik yang diperjuangkan berbeda dari satu orang dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena setiap orang mempunyai potensi-potensi bawaan yang berlainan, yang membentuk tujuan-tujuan serta memberi arah pertumbuhan individualnya. Selain potensi-potensi bawaan, lingkungan dan kebudayaan yang ada, juga akan berpengaruh pada arah dan tujuan aktualisasi diri individu. Anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba, adalah cerminan dari seseorang yang hidupnya tidak akan pernah lepas dari ikatan yang disebut adat. Sesuatu yang mengikat hampir seluruh aspek kehidupannya, baik keinginan-keinginan, harapan, cita-cita maupun visi yang akan dia ambil. Beruntung bila setiap harapan maupun keinginan yang dilimpahkan padanya sesuai dengan apa yang dia impikan dan dambakan sehingga si anak laki-laki itu masih bisa menjadi dirinya sendiri, namun jika tidak? Pertanyaan inilah yang menjadi menarik untuk diteliti, bagaimanakah anak laki-laki satu-satunya di keluarga batak Toba mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai dirinya sendiri telepas dari setiap ikatan yang mungkin dia terima, dalam upayanya memenuhi setiap tanggung jawab dan harapan yang dilimpahkan kepadanya dengan tetap menjadi dirinya sendiri.

8 Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini akan mengkaji aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, fokus penelitian ini adalah: a. Mengungkap aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba b. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a. Bagaimana Aktualisasi diri anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba? b. Apa saja yang merupakan faktor yang mempengaruhi pencapaian aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba?

9 C. Tujuan Penelitian Dari pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka secara umum tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami aktualisasi diri pada anak laki-laki satusatunya di keluarga Batak Toba 2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi mengenai gambaran aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba, sehingga dapat menambah literatur penelitian tentang tema tersebut bidang ilmu psikologi. 2. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: a. Bagi anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba, sebagai bahan informasi tentang bagaimana gambaran aktualisasi diri mereka, dan mengetahui faktor-faktor yang mampu menghambat aktualisasi diri tersebut, sehingga

10 diharapkan informasi-informasi tersebut dapat membantu mereka untuk mencapai aktualisasi diri. b. Bagi orang tua khususnya suku Batak Toba, yang hanya memiliki satu anak laki-laki di keluargnya, agar dapat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari penelitian ini sebagai informasi tambahan dalam pendampingan dan pengarahan terhadap anak mereka untuk mencapai aktualisasi diri. c. Bagi peneliti lain agar penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi dalam melakukan penelitian dengan tema sejenis. E. Metode Penelitian 1. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode eksploratif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Penelitian ini memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu (Sugiyono, 2009). Sedangkan metode penelitian eksploratif dilakukan untuk lebih memahami gejala atau permasalahan tertentu (Soehartono, 1995). Jadi,

11 penelitian ini dirancang untuk mengetahui tentang aktualisasi diri pada anak laki-laki satu-satunya di keluarga Batak Toba secara kualitatif. 2. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang merupakan instrument utama dilengkapi dengan bantuan; daftar pertanyaan wawancara semiterstruktur yang bertopik Aktualisasi diri yang disusun oleh Maslow (Goble, 1987) dan juga observasi yang dilakukan oleh peneliti selama pengambilan data berlangsung. 3. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang mahasiswa, perantauan dari Sumatera Utara yang berkuliah di kota Bandung, berusia dewasa awal (20-25 tahun). Pemilihan usia dewasa ini didasarkan pada kesiapan pola pikir dan kognisi subjek untuk menyadari adanya proses-proses aktualisasi diri yang selama ini sedang/telah dilakukan. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling dimana sampel yang diambil tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Soehartono, 1995).

12 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang utama adalah wawancara mendalam dilengkapi dengan daftar pertanyaan semi terstruktur dan observasi.