TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan program pendidikan Strata 1 ( S1 ) Disusun Oleh :

dokumen-dokumen yang mirip
1 DC SWITCH 1.1 TUJUAN

RANGKAIAN PENYEARAH GELOMBANG (RECTIFIER) OLEH: SRI SUPATMI,S.KOM

BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA

1. PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

Elektronika Daya ALMTDRS 2014

KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA. Prakarya X

Adaptor. Rate This PRINSIP DASAR POWER SUPPLY UMUM

BAB II DASAR TEORI Gambar 2.1. Simbol Dioda.

NAMA : WAHYU MULDAYANI NIM : INSTRUMENTASI DAN OTOMASI. Struktur Thyristor THYRISTOR

semiconductor devices

Pertemuan 10 A. Tujuan 1. Standard Kompetensi: Mempersiapkan Pekerjaan Merangkai Komponen

Jenis-jenis Komponen Elektronika, Fungsi dan Simbolnya

MODUL 04 TRANSISTOR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

1. Perpotongan antara garis beban dan karakteristik dioda menggambarkan: A. Titik operasi dari sistem B. Karakteristik dioda dibias forward

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

Pendahuluan. 1. Timer (IC NE 555)

Dioda-dioda jenis lain

Pengenalan Komponen dan Teori Semikonduktor

RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI

BAB IV SISTEM KONVERSI ENERGI LISTRIK AC KE DC PADA STO SLIPI

DIODA KHUSUS. Pertemuan V Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom

Mata kuliah Elektronika Analog L/O/G/O

BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA

Transistor Efek Medan - Field Effect Transistor (FET)

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

Pengertian Transistor fungsi, jenis, dan karakteristik

NAMA :M. FAISAL FARUQI NIM : TUGAS:ELEKTRONIKA DAYA -BUCK CONVERTER

PENDIDIKAN PROFESI GURU PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

controlled rectifier), TRIAC dan DIAC. Pembaca dapat menyimak lebih jelas

BAB III RANCANGAN SMPS JENIS PUSH PULL. Pada bab ini dijelaskan tentang perancangan power supply switching push pull

BAB II LANDASAN TEORI

TRANSISTOR 1. TK2092 Elektronika Dasar Semester Ganjil 2012/2013. Hanya dipergunakan untuk kepentingan pengajaran di lingkungan Politeknik Telkom

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR

PNPN DEVICES. Pertemuan Ke-15. OLEH : ALFITH, S.Pd, M.Pd

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

THYRISTOR. SCR, TRIAC dan DIAC. by aswan hamonangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Modul Elektronika 2017

Adaptor/catu daya/ Power Supply

PENGERTIAN THYRISTOR

BAB II LANDASAN TEORI

VERONICA ERNITA K. ST., MT. Pertemuan ke - 5

Materi 3: ELEKTRONIKA DAYA (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

Modul 03: Catu Daya. Dioda, Penyearah Gelombang, dan Pembebanan. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat. Reza Rendian Septiawan February 11, 2015

Solusi Ujian 1 EL2005 Elektronika. Sabtu, 15 Maret 2014

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka

CATU DAYA MENGGUNAKAN SEVEN SEGMENT

BAB II Transistor Bipolar

TUGAS DAN EVALUASI. 2. Tuliska macam macam thyristor dan jelaskan dengan gambar cara kerjanya!

MAKALAH KELOMPOK 2. Converter AC to DC

TRANSISTOR. Pengantar Teknik Elektronika Program Studi S1 Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN

A. KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN

Rancang Bangun Modul DC DC Converter Dengan Pengendali PI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

LAB SHEET ILMU BAHAN DAN PIRANTI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

DESAIN SISTEM INVERTER DAN SWITCHING PADA UPS (UNINTERUPTABLE POWER SUPPLY) BERBASIS MIKROKONTROLER AT89C51

hubungan frekuensi sumber tegangan persegi dengan konstanta waktu ( RC )?

Gambar 2.1. Rangkaian Komutasi Alami.

Mekatronika Modul 2 Silicon Controlled Rectifier (SCR)

PERANCANGAN DAN REALISASI INVERTER MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER ATMEGA168

Sistem Perlindungan menggunakan Optical Switching pada Tegangan Tinggi

RANCANG BANGUN MODUL BOOST CHOPPER VOLT DC 200 WATT BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 16 ABSTRAK

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

MODUL 04 PENGENALAN TRANSISTOR SEBAGAI SWITCH

Gambar 1 Tegangan bias pada transistor BJT jenis PNP

Desain Switch Mode Power Supply Jenis Push Pull. Converter Sebagai Catu Kontroler

BAB II LANDASAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

BAB II LANDASAN TEORI. telur,temperature yang diperlukan berkisar antara C. Untuk hasil yang optimal dalam

RANGKAIAN INVERTER DC KE AC

ELEKTRONIKA INDUSTRI SOLID-STATE RELAY. Akhmad Muflih Y. D

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

Modul 05: Transistor

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISA PERENCANAAN CATU DAYA TEGANGAN DC PADA REPEATER DENGAN INPUT AC/PLN YANG MENGHASILKAN OUTPUT TEGANGAN DC STABIL

TRANSISTOR EFEK-MEDAN (FIELD-EFFECT TRANSISTOR)

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

DIODA SEBAGAI PENYEARAH (E.1) I. TUJUAN Mempelajari sifat dan penggunaan dioda sebagai penyearah arus.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan.

Perancangan Dan Realisasi Converter Satu Fasa untuk Baterai Menjalankan Motor AC 1 Fasa 125 Watt

BAB II LANDASAN TEORI

SOAL UJIAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DAN PRAKARYA REKAYASA TEKNOLOGI (ELEKTRONIKA)

PERANCANGAN CATU DAYA DC TERKONTROL UNTUK RANGKAIAN RESONANSI BERBASIS KUMPARAN TESLA

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

TIN-302 Elektronika Industri

BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER)

Alat Penstabil Tegangan Bolak-Balik satu fasa 220 V, 50 Hz Menggunakan Thrystor Dengan Daya 1,5 kva

Transkripsi:

TUGAS AKHIR STUDY PERBANDINGAN RANGKAIAN SWITCHING MODE POWER SUPPLY PADA TELEVISI SANYO ANTARA MENGGUNAKAN TRANSISTOR BIPOLAR, FIELD EFFECT TRANSISTOR, DAN IC HYBRID Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan program pendidikan Strata 1 ( S1 ) Disusun Oleh : AKBAR KUSUMA DANDI 0140311-008 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2005

TUGAS AKHIR STUDY PERBANDINGAN RANGKAIAN SWITCHING MODE POWER SUPPLY PADA TELEVISI SANYO ANTARA MENGGUNAKAN TRANSISTOR BIPOLAR, FIELD EFFECT TRANSISTOR, DAN IC HYBRID Oleh: AKBAR KUSUMA DANDI NIM : 0140311-008 Jakarta, 23 Oktober 2005 Menyetujui dan Mengesahkan, Koordinator Tugas Akhir Dosen Pembimbing Ir. Yudhi Gunardi, MT Jaja Kustija, M.Sc. Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana Ir. Budi Yanto Husodo, M.Sc.

ABSTRAKSI Teknologi power suply terus berkembang. Dari regulator linier biasa menuju Switch Mode Power Suply ( SMPS ). Dimana Switch Mode Power Supply ini menjadi power suply yang efektif dan efisien. Diantaranya dalam hal ukuran dan variasi tegangan output. Ukuran SMPS lebih kecil dari regulator linear biasa. Karena berbagai keuntungan yang terdapat pada SMPS, Sanyo pun mengadopsi teknologi SMPS pada rangkaian powernya. Sampai saat ini Sanyo telah mengalami perkembangan penggunaan komponen utama pada SMPS-nya. Diawali dengan penggunaan transistor bipolar kemudian FET dan terakhir IC hybrid. Ketiga komponen tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan masing masing. Kelebihan dan kekurangan tersebut dibahas di Tugas Akhir ini. Tetapi sekalipun masing masing punya kelebihan dan kekurangan, IC hybrid dalam hal ini lebih unggul dibandingkan dengan transistor bipolar maupun FET. Kata kunci kata kunci : SMPS, transistor bipolar, Mosfet, IC hybrid, frekuensi kerja, Tegangan output, EMI, Fault test iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN...ii ABSTRAKSI...iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR TABEL...x KATA PENGANTAR...xi BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Tujuan Penulisan...2 1.3 Perumusan Masalah...3 1.4 Batasan Masalah...3 1.5 Sistematika Penulisan...4 BAB II LANDASAN TEORI...5 2.1 Transistor Bipolar...5 2.1.1 Transistor Bipolar Sebagai Saklar...7 2.2 MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor)...9 2.3 Konverter Transformer...12 2.4 Opto Coupler...13 2.5 Prinsip Dasar Switching...15 2.6 Catu Daya...18 2.6.1 Dioda Sebagai Penyerah (Rectifier)...19 iv

2.6.2 Rangkaian Penyearah dengan Filter Kapasitor...21 2.7 Topologi SMPS...24 BAB III CARA KERJA RANGKAIAN SWITCH MODE POWER SUPPLY...26 3.1 Prinsip Kerja Rangkaian SMPS dengan Menggunakan Transistor Bipolar sebagai Switching...28 3.1.1 Rangkaian Penyearah Input 28 3.1.2 Rangkaian Switching...29 3.1.3 Rangkaian Kontrol SMPS...32 3.1.4 Rangkaian Penyearah Output...34 3.2 Prisip Kerja Rangkaian SMPS Dengan Menggunakan FET sebagai Switching...34 3.3 Prinsip Kerja Rangkaian SMPS dengan Menggunakan Hybrid IC sebagai Switching...38 3.4 Pertimbangan-Pertimbangan dalam Penggantian Komponen Utama SMPS pada Televisi Sanyo...40 BAB IV PENGAMBILAN DATA DAN ANALISA...46 4.1 Pengetesan Tegangan Switching...47 4.1.1 Frekuensi Kerja Switching...47 4.1.2 Waktu Gulir On/Off (Turn On/Off Time)...49 4.2 Kestabilan Tegangan Output...50 4.3 Electromagnetic Interference (EMI)...52 4.3.1 Pengurangan Interferensi...53 v

4.3.1.1 Line Filter...53 4.3.1.2 X Kapasitor...54 4.3.1.3 Y Kapasitor...55 4.3.2 Standar yang Diperbolehkan...56 4.3.3 Hasil Pengukuran...56 4.4 Fault Test...59 4.5 Gambar Alat & Pengukuran...64 BAB V PENUTUP...66 5.1 Kesimpulan...66 5.2 Saran...67 DAFTAR PUSTAKA...68 LAMPIRAN vi

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Perbandingan Komponen Utama SMPS...45 Tabel 4.1 Tegangan Output SMPS dengan Transistor Bipolar...50 Tabel 4.2 Tegangan Output SMPS dengan FET...51 Tabel 4.3 Tegangan Output SMPS dengan IC Hybrid...51 Tabel 4.4 Standard EMI yang Diijinkan...56 Tabel 4.5 Fault Test SMPS yang Menggunakan Transistor Bipolar...61 Tabel 4.6 Fault Test SMPS yang Menggunakan FET...62 Tabel 4.7 Fault Test SMPS yang Menggunakan IC Hybrid...63 x

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 (a) Simbol PNP, (b) Simbol Transistor PNP...5 Gambar 2.2 (a) Sambungan NPN, (b) Simbol Transistor NPN.....6 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Transistor PNP dengan Bias Daerah Aktif.........6 Karakteristil Transistor..8 Karakteristik MOSFET...10 Struktur MOSFET (a) n Channel, (b) p Channel....11 Simbol Circuit MOSFET......11 Rangkaian Dalam Converter Transformer......12 Simbol Kopling Elektronik Opto 14 Pengubah Tipe Linier...16 Pengubah Tipe Peralihan...17 Tegangan Switching...17 Karakteristik Dioda...19 Rangkaian Penyearah Sederhana...20 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh...21 Rangkaian Penyearah Sistem Jembatan...21 Rangkaian Penyearah Gelombang dengan Filter C...23 Gelombang Keluaran dengan Filter C...23 Blok Diagram Dasar SMPS...24 Blok Diagram SMPS...26 Blok Diagram SMPS dengan FET sebagai Komponen Utama...27 vii

Gambar 3.3 Blok Diagram SMPS dengan IC Hybrid sebagai Komponen Utama...27 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Rangkaian Keseluruhan SMPS dengan Transistor Bipolar...28 Blok Diagram Penyearah Input...28 Blok Diagram Rangkaian Switching...30 Blok Diagram Rangkaian Kontrol SMPS...32 Blok Diagram Penyearah Output...34 Blok Diagram Rangkaian Switching...34 Rangkaian Keseluruhan SMPS dengan FET...35 Blok Osilasi SMPS dengan Hybrid IC...38 Rangkaian Keseluruhan SMPS dengan Hybrid IC...39 Waktu Gulir Nyala dan Mati Trnsistor Bipolar...42 Waktu Gulir Nyala dan Mati FET...42 Tegangan VCE pada Transistor Bipolar...47 Tegangan VDS pada FET...47 Tegangan VDS pada (pin 1-3) pada IC Hybrid...47 Waktu Gulir pada Transistor Bipolar...49 Waktu Gulir pada FET...49 Waktu Gulir pada IC Hybrid...49 Posisi Penempatan Line Filter...53 Posisi Penempatan X-Kapasitor...54 Posisi Penempatan Y-Kapasitor...55 Grafik Standars EMI...57 EMI pada SMPS yang menggunakan Transistor Bipolar...57 viii

Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 EMI pada SMPS yang Menggunakan FET...58 EMI pada SMPS yang menggunakan IC Hybrid...58 Chassis FC6-A...64 Rangkaian SMPS yang Dipotong dari Chassis FC6-A...65 Pengukuran Tegangan Output dan Frekuensi Kerja...65 ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, semakin ketat pula persaingan dunia industri khususnya industri elektronika. Berbagai macam produk dengan berbagai keunggulan serta persaingan harga yang sangat ketat telah mulai banyak ditawarkan di pasar. Tidak jauh beda pula dengan perkembangan teknologi pada industri televisi. Agar bisa tetap exist para produsen televisi harus extra hati-hati dalam melakukan peluncuran model baru. Harga yang mampu bersaing di pasar dengan tanpa mengesampingkan pertahanan kwalitas produk adalah merupakan prioritas utama yang harus diperhatikan agar produk dapat diterima konsumen dan dapat merebut pangsa pasar. Sebagaimana telah diketahui bahwa semua jenis produk elektronik pasti memerlukan sebuah power supply sebagai pencatu kebutuhan daya listriknya. Begitu juga dengan televisi. Dari sini seharusnya bisa dijadikan sebagai salah satu prasyarat utama yaitu penggunaan power supply yang berkwalitas (stabil dan efisien) agar produk yang dihasilkan bisa terjamin pula kwalitasnya. Sebab pada sebuah televisi kualitas gambar dan suara, serta umur sangat bergantung pada kwalitas rangkaian power supply-nya. Apalagi di dalam sebuah televisi selain terdiri dari beberapa rangkaian yang membutuhkan catu daya yang berbeda, terdapat pula beberapa rangkaian yang sangat peka terhadap perubahan tegangan. Untuk itu perlu dirancang suatu power supply yang bisa menyediakan tegangan 1

2 output dengan beberapa variasi tegangan serta memiliki tingkat kestabilan yang tinggi. Power supply yang paling tepat digunakan untuk mencatu kebutuhan daya listrik pada televisi adalah Switch Mode Power Supply (SMPS). Begitu juga yang terdapat pada televisi SANYO. Secara sederhana, suatu power supply mempunyai metode mengkonversi tegangan dengan melalui satu tahapan saja, yaitu: AC DC. Sedangkan pada SMPS, proses penyearahan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: AC DC AC DC. Hal ini dimaksudkan untuk bisa menghasilkan tegangan keluaran DC yang lebih stabil dan efisien. Pada SMPS, sebagaimana juga pada rangkaian rangkaian konverter lainnya, proses switching memainkan peranan yang sangat penting dalam merekayasa daya listrik sehingga memberikan output tegangan dan atau arus seperti yang diinginkan. Maka penentuan komponen utama yang akan digunakan dalam rangkaian switching sangatlah penting sekali. Untuk itu kiranya perlu dilakukan suatu study banding atau semacam penelitian mengenai komponenkomponen utama yang bisa digunakan dalam rangkaian SMPS. Sehingga kelebihan dan kekurangan dari masing masing komponen tersebut dapat diketahui dengan pasti. Dengan begitu kesalahan dalam penentuan jenis komponen mana yang akan dipakai dapat diminimalkan. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

3 Menganalisa perbandingan penggunaan transistor bipolar, FET (Field Effect Transistor), dan IC HYBRID sebagai komponen utama rangkaian Switching Mode Power Supply. 1.3 Perumusan Masalah Dalam study perbandingan yang akan menggunakan televisi SANYO sebagai medianya ini tidak hanya transistor bipolar saja yang akan ditelaah, tetapi juga penggunaan FET serta IC HYBRID pada rangkaian SMPS. Dari ketiga jenis komponen utama yang bisa dipakai pada rangkaian Switching tersebut, manakah yang lebih baik. Apakah transistor bipolar lebih baik dari FET ataukah sebaliknya, atau justru diantara ketiga komponen itu IC hybrid lebih unggul. 1.4 Batasan Masalah Pada study perbandingan mengenai rangkaian SMPS dengan tiga jenis komponen utama yang berbeda ( Transistor Bipolar, FET, IC HYBRID) ini akan terdapat beberapa sisi pembahasan masalah, yaitu: Analisa Transistor Bipolar, FET, dan IC HYBRID sebagai switching device pada rangkaian SMPS televisi. Analisa perbandingan sistem kerja SMPS yang menggunakan Transistor Bipolar, FET, dan IC HYBRID sebagai switching device-nya.

4 1.5 Sistematika Penulisan Pada Tugas Akhir ini dibahas dalam lima Bab yang berisi antara lain : Bab Pendahuluan dengan latar belakang,tujuan penulisan, perumusan masalah, batasan masalah dan sistematika penulisan. Sementara Bab II Landasan teori Transistor Bipolar, FET (Field Efect Transistor), Konverter Transformer, Opto Coupler, Prinsip Dasar Switching, Catu Daya Bab III berisi cara kerja rangkaian switching mode power supply yang menngunakan transistor bipolar, FET maupun IC Hybrid sebagai perangkat utama switchingnya. Bab IV Pengambilan Data dan Analisa. Pada bab ini akan diukur frekuensi tegangan switching, tegangan output dan diukur pula Electro Magnetic Interferencenya. Selain itu disertai pula pengujian Fault Test. Bab V berisi kesimpulan yang akan menegaskan diantara 3 komponen switching itu mana yang lebih baik untuk digunakan.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Transistor Bipolar (Bipolar Junction Transistor) Transistor sambungan (junction transistor) atau transistor bipolar (bipolar transistor) adalah sebuah alat yang dapat menyediakan sifat-sifat rangkaian dari kedua-duanya sumber yang dikontrol atau kontak penghubung. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.1a transistor sambungan adalah sebuah alat berelemen tiga yang dibentuk dari dua sambungan. Ada dua jenis transistor sambungan, transistor pnp apabila terdiri dari dua bagian jenis p seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1a dengan simbol elektronik pada gambar 2.1b. Yang kedua adalah transistor npn, terdiri dari dua bagian jenis n seperti ditunjukkan pada gambar 2.2a dan simbol elektronik 2.2b. C Pemancar E P N P Pengumpul C B Basis B (a) (b) E Gambar 2.1 (a ) Sambungan PNP, (b) Simbol Transistor PNP 5

6 Pemancar E N P N Pengumpul C B B (a) Basis (b) E Gambar 2.2 (a ) Sambungan NPN, (b) Simbol Transistor NPN Ketiga elemen tersebut disebut sebagai pemancar (emitor), basis (base) dan pengumpul (collector). Pemancar bertindak sebagai sumber pengangkut yang bergerak, dan pengumpul bertindak untuk menarik pengangkut. Kontrol aliran pengangkut dari pemancar ke pengumpul dilakukan oleh basis. Daerah penipisan Basis Pemancar Pemancar E P N P Daerah penipisan Basis Pengumpul Pengumpul C Basis + - + - V EB B V CB Gambar 2.3 Transistor PNP dengan bias daerah aktif Ragam operasi transistor yang menghasilkan sebuah sumber yang dikontrol dinamakan daerah aktif. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar 2.3, maka tegangan melalui sambungan dalam daerah aktif menghasilkan bias depan untuk

7 sambungan basis pemancar dan menghasilkan bias balik untuk sambungan basis pengumpul. Aksi sumber yang dikontrol dihasilkan dari kontrol arus pengumpul oleh tegangan sambungan basis pemancar. Karena bias basis pemancar depan, maka pemancar menyuntikkan sejumlah besar pengangkut ke dalam daerah basis. Kebanyakan pengangkut ini berdifusi melalui basis dan mencapai sambungan basis pengumpul di mana bias balik pada sambungan ini menyapu pengangkut ke dalam pengumpul. Karena penggabungan kembali dalam daerah basis dipertahankan minimum, maka arus pengumpul dan arus pemancar hampir sama besarnya. Perbedaan di antara arus pemancar dan arus pengumpul disebabkan oleh arus basis yang menyatakan pengangkut yang hilang karena penggabungan kembali. Sambungan basis pemancar berperilaku seperti dalam dioda sambungan. Suatu perubahan tingkat bias depan sambungan basis pemancar akan menghasilkan suatu perubahan arus pemancar. Sebagai konsekuensinya, maka arus pengumpul juga berubah sebanyak jumlah yang sama yang menunjukkan kontrol yang dikerahkan oleh tegangan basis pemancar. 2.1.1 Transistor Sebagai Saklar Transistor sebagai saklar elektronik mampu untuk mengontrol beban dengan melewatkan arus yang cukup besar. Hal ini tergantung dengan jenis dan spesifikasi transistor yang digunakan. Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan konfigurasi dan karakteristik transistor yang difungsikan sebagai saklar.

8 Gambar 2.4 Karakteristik Transistor Prinsip kerja transistor yang difungsikan sebagai saklar yaitu pada daerah jenuh transistor seakan-akan berfungsi sebagai suatu saklar tertutup (ON), dan berada pada daerah sumbat (cut off) akan berfungsi sebagai saklar yang terbuka (OFF). Arus kolektor (I C ) dan arus basis (I B ) yang dibutuhkan dalam pengoperasian transistor dapat dilihat pada persamaan berikut : V in - V BE I B = -------------- (ma), V BE diabaikan.. (2.1) R b V cc -V CE I C = -------------- (ma)... (2.2) R C Saat V in = 0 dan I E = 0, yang berarti tidak ada sinyal masukan, transistor akan tersumbat karena tidak ada arus yang mengalir ke emitor. Kondisi ini dikatakan sebagai saklar terbuka. Tegangan antara kolektor dan emitor mendekati V CC dan arus kolektor mendekati nol, sehingga tegangan jatuh yang terjadi pada R L diabaikan. Besarnya arus beban R L dan tegangan keluarannya adalah : V CC V (sat)ce I RL = --------------------- (ma).. (2.3) R L

9 V out = V CC I RL.R L (volt) (2.4) Karena V CE = V CC maka : V CC - V CC I RL = ------------- (ma) (2.5) R L Sehingga : V out = V CC 0, R L = V CC (2.6) Pada saat V in berlogika 1, transistor akan terbias karena ada arus basis yang mengalir sehingga tercapai tegangan V BE. Transistor akan berubah keadaan dari keadaan sumbat ke jenuh, sehingga I C maksimum. Kondisi ini dikatakan sebagai saklar tertutup. Besarnya arus yang mengalir ke R L adalah : V CC V (sat)ce I RL = ---------------------- (ma) (2.7) R L Karena V CE = 0, maka : V CC I RL = I C = ----------- (ma) (2.8) R L Besarnya arus basis minimum untuk pengoperasian daerah kerja jenuh adalah sebagai berikut : I C I B = --------- (ma). (2.9) β 2.2 MOSFET ( Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) Prinsip kerja Metal Oxide Semiconductor ( MOS ) ini dikontrol oleh medan listrik yang ditimbulkan tegangan antara gate dan body dari semikonduktor

10 yang dipancarkan melalui lapisan oxide. Ada 2 tipe dari MOS Transistor. Yang pertama yaitu depletion MOSFET mempunyai sifat yang mirip dengan J-FET yaitu pada saat tegangan gate adalah 0 (nol) dan tegangan drain tetap, maka arusnya adalah maksimum dan kemudian berkurang karena adanya potensial gate. nonsaturation region constant current or saturation region breakdown region 6 5 VGS = 0.2 V 0 Drain Current ID, ma 4 3 2-0.5-1.0-1.5 1 0-2.0-2.5-3.0 10 20 30 40 50 Drain-source voltage VDS,V Gambar 2.5 Karakteristik MOSFET Piranti yang kedua disebut enhancement MOSFET, tidak ada arus pada tegangan gate 0 (nol) dan besarnya arus output meningkat bersamaan dengan meningkatnya potensial gate. Kedua tipe tersebut dapat dibuat menjadi p-channel atau n-channel. Bentuk sederhana dari struktur n-channel enhancement MOSFET ditunjukkan pada gambar 2.6a, sedangkan untuk piranti p-channel ditunjukkan pada gambar 2.6b.

11 Gate (metal) S G D Source Drain Gate (metal) S G D Source Drain silicon dioxide (SiO 2) silicon dioxide (SiO 2) n-type regions p-type regions p-type substrate n-type substrate (a) (b) Gambar 2.6 Struktur MOSFET: (a) n-channel ; (b) p-channel Daerah antara source dan drain adalah channel, dimana dilindungi oleh lapisan tipis silicon dioxide (SiO2). Sedangkan gate dibentuk oleh metal electode yang diletakkan diatas lapisan oxide tersebut. Ada 4 simbol MOSFET untuk n- channel MOSFET yang ditunjukkan pada gambar 2.7. Drain D D Gate + G B Substrate G + V G S V DS S Source (a) (b ) S D D G B G S (c) (d ) S Gambar 2.7 Simbol circuit MOSFET Gambar 2.7a dan 2.7b dapat digunakan untuk piranti enhancement ataupun depletion. Gambar 2.7c hanya digunakan untuk piranti enhancement. Sedangkan untuk piranti depletion dapat menggunakan simbol circuit yang ditunjukkan pada

12 gambar 2.7d. Simbol-simbol di atas digunakan untuk NMOS transistor, sedangkan simbol circuit PMOS transistor seperti pada NMOS tetapi arah panahnya dibalik. 2.3 Konverter Transformer Transformator merupakan suatu alat yang digunakan untuk memindahkan daya dari lilitan primer ke lilitan sekunder dengan cara induksi elektromagnetik. Tranformator ini juga digunakan untuk memperoleh tegangan bolak-balik seperti yang digunakan untuk memperoleh tegangan tertentu pada gulungan sekundernya. Transformator mempunyai dua buah lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder, yang dililitkan pada suatu inti yang saling terisolasi antara satu dengan yang lain. Gambar 2.8 merupakan rangkaian dalam Converter Transformer. Gambar 2.8 Rangkaian dalam Converter Transformer Besar tegangan yang muncul pada lilitan sekunder ini ditentukan oleh jumlah lilitan yang terdapat pada bagian sekunder maupun primernya. Dari pernyataan tersebut dapat dituliskan persamaan yang ditunjukkan oleh persamaan dibawah ini. Vp = Np... (2.10) Vs Ns

13 Untuk : Vp = tegangan primer Vs = tegangan sekunder Np = lilitan primer Ns = lilitan sekunder Jika kerugian tegangan yang lain diabaikan maka daya yang diterima oleh transformator akan sama besarnya dengan daya yang diberikan ke beban. Persamaan tersebut dapat dilihat pada persamaan dibawah ini. Vp = Is... (2.11) Vs Ip Untuk : Ip = arus primer Is =arus sekunder Jadi dengan persamaan-persamaan tersebut diatas dari jumlah lilitan, tegangan, dan arus dapat dinyatakan dengan persamaan berikut Vp = Np = Is.. (2.12) Vs Ns Ip Dengan demikian dapat dilihat bahwa besarnya tegangan yang muncul pada lilitan berbanding lurus dengan banyaknya lilitan. Sedangkan besarnya arus berbanding terbalik dengan banyaknya lilitan. 2.4 Opto Coupler Sebuah opto coupler pada dasarnya terdiri dari transistor foto dan dioda emisi sinar (LED) yang digabung dalam satu paket. Bila arus mengalir pada dioda, sinar yang dikeluarkan mengenai langsung transistor foto dan

14 menyebabkan arus mengalir pada transistor. Kopling ini dapat bekerja sebagai saklar, dalam hal ini LED dan transistor foto dalam keadaan normal-off (normally off). Bila ada pulsa melalui LED menyebabkan transistor ON selama panjang pulsa, karena koplingnya secara optik maka isolasi listrik antara terminal input dan output sangat besar, Gambar 2.9 Simbol Kopling Elektronik Opto Tiga buah kopling optik yang lain yaitu : a. tipe output darlington b. tipe output SCR c. tipe output triac Pada (a) output darlington memberikan arus output besar (yaitu untuk suatu harga arus LED), bila dibandingkan dengan output transistor. Tingkat output pada (b) dan (c) menggunakan SCR dan TRIAC yang diaktifkan oleh cahaya. Ini digunakan untuk pemakaian tertentu dimana diperlukan isolasi listrik yang besar antara arus pentrigger (trigger current) dan komponen kontrol. Daftar berikut memuat parameter terpenting dari kopling elektronik opto. - tegangan isolasi antara input dan output (V iso ), ini adalah beda tegangan maksimum yang dapat diberikan pada terminal input dan output, harganya berkisar hingga 7500 V.

15 - Perbandingan transfer arus (current transfer ratio/ctr) yaitu perbandingan antara arus output dengan arus input (LED) dinyatakan dalam prosen. Untuk tipe output transistor foto, harganya berkisar dari 10% hingga 150%, untuk darlington foto, CTR berharga 500%. CTR tidak diterapkan pada output SCR atau TRIAC pada kedua jenis ini diperlihatkan besarnya arus trigger (melalui LED) - Waktu respon, terdiri dari waktu (rise time) (tr) dan waktu jatuh (fall time) (tf). Untuk output transistor foto tr dan tf sekitar 2 hingga 5μ detik. Dengan output darlington tr = 1μ detik dan tf = 17μ detik. 2.5 Prinsip Dasar Switching Pengubah daya DC-DC (DC-DC Converter) tipe peralihan atau dikenal juga dengan sebutan DC Chopper dimanfaatkan terutama untuk penyediaan tegangan keluaran DC yang bervariasi besarannya sesuai dengan permintaan pada beban. Daya masukan dari proses DC-DC tersebut adalah berasal dari sumber daya DC yang biasanya memiliki tegangan masukan yang tetap. Pada dasarnya, penghasilan tegangan keluaran DC yang ingin dicapai adalah dengan cara mengatur lamanya waktu penghubungan antara sisi keluaran dan sisi masukan pada rangkaian yang sama. Komponen yang digunakan untuk menjalankan fungsi penghubung tersebut tidak lain adalah switch (solid state electronic switch) seperti misalnya Thyristor, BJT, MOSFET, IGBT, GTO. Secara umum ada dua fungsi pengoperasian dari DC Chopper yaitu penaikan tegangan dimana tegangan keluaran yang dihasilkan lebih tinggi dari tegangan masukan, dan penurunan tegangan dimana tegangan keluaran lebih rendah dari tegangan masukan.

16 Untuk lebih memahami keuntungan dari tipe peralihan, kita lihat kembali prinsip pengubahan daya DC-DC tipe linier seperti terlihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.10 Pengubah Tipe Linier Pada tipe linier, pengaturan tegangan keluaran dicapai dengan menyesuaikan arus pada beban yang besarannya tergantung dari besar arus pada base-nya transistor: V 0 = I L. R L... (2.13) Dengan demikian pada tipe linier, fungsi transistor menyerupai tahanan yang dapat diubah ubah besarannya seperti yang juga terlihat dalam Gambar 2.10. Lebih jauh lagi, transistor yang digunakan hanya dapat dioperasikan pada batasan liniernya (linear region) dan tidak melebihi batasan cutoff dan selebihnya (saturation region). Maka dari itu tipe ini dikenal dengan tipe linier. Walau tipe linier merupakan cara termudah untuk mencapai tegangan keluaran yang bervariasi, namun kurang diminati pada aplikasi daya karena tingginya daya yang hilang (power loss) pada transistor (V CE *I L ) sehingga berakibat rendahnya efisiensi. Sebagai alternatif, maka muncul tipe peralihan yang pada prinsipnya dapat dilihat pada Gambar 2.11.

17 Gambar 2.11 Pengubah Tipe Peralihan Pada tipe peralihan, terlihat fungsi transistor sebagai electronic switch yang dapat dibuka (off) dan ditutup (on). Dengan asumsi bahwa switch tersebut ideal, jika switch ditutup maka tegangan keluaran akan sama dengan tegangan masukan, sedangkan jika switch dibuka maka tegangan keluaran akan menjadi nol. Dengan demikian tegangan keluaran yang dihasilkan akan berbentuk pulsa seperti pada Gambar 2.12. Gambar 2.12 Tegangan Switching Besaran rata - rata atau komponen DC dari tegangan keluaran dapat diturunkan dari persamaan berikut:

18... (2.14) Dari persamaan diatas terlihat bahwa tegangan keluaran DC dapat diatur besarannya dengan menyesuaikan parameter D. Parameter D dikenal sebagai Duty ratio yaitu rasio antara lamanya waktu switch ditutup (t on ) dengan perioda T dari pulsa tegangan keluaran, atau (lihat Gambar 2.13):... (2.15) dengan 0 < D < 1. Parameter f adalah frekuensi peralihan (switching frequency) yang digunakan dalam mengoperasikan switch. Berbeda dengan tipe linier, pada tipe peralihan tidak ada daya yang diserap pada transistor sebagai switch. Ini dimungkinkan karena pada waktu switch ditutup tidak ada tegangan yang jatuh pada transistor, sedangkan pada waktu switch dibuka, tidak ada arus listrik mengalir. Ini berarti semua daya terserap pada beban, sehingga efisiensi daya menjadi 100%. Namun perlu diingat pada prakteknya, tidak ada switch yang ideal, sehingga akan tetap ada daya yang hilang sekecil apapun pada komponen switch dan efisiensinya walaupun sangat tinggi, tidak akan pernah mencapai 100%. 2.6 Catu Daya Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (Direct Current) yang stabil. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (Alternating Current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan

19 suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Berikut ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier. 2.6.1 Dioda Sebagai Penyearah (Rectifier) Penyearah berfungsi untuk mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC. Rangkaian ini terdiri dari satu atau beberapa buah dioda. Dioda merupakan komponen elektronika yang paling sederhana, yang tersusun dari dua jenis semikonduktor, semikonduktor jenis-p dan jenis-n. Prinsip dasar dari penyearah adalah sifat dioda yang hanya menyearahkan arus pada satu arah tegangan (arah maju) saja, sedangkan pada arah yang berlawanan (arah mundur) arus yang dilewatkan sangat kecil. Sifat dioda tersebut dapat kita lihat dari karakteristik dioda seperti gambar 2.13. Gambar 2.13 Karakteristik Dioda Dari gambar 2.13 terlihat bahwa arus dioda I D secara exponensial naik dengan naiknya tegangan dioda V D pada arah maju (tegangan dioda positif). Sedangkan pada arah tegangan sebaliknya atau pada tegangan dioda negatif, besar arus dioda akan mendekati arus jenuh balik, yang nilainya kecil dan dapat diabaikan, sehingga arus dioda hanya muncul pada tegangan dioda positif saja.

20 Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 2.14 berikut ini. Trafo diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya. π/ω 2π/ω t Gambar 2.14 Rangkaian Penyearah Sederhana 1 π/ω 2π/ω Vav = ----- Vm Sin ωt dt + 0 2π/ω 0 0 1 2π/ω Vm = ----- Vm Cos ωt = ----- Cos π Cos 0 2π 0 2π Vm = ----- 2π Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan trafo dengan center tap (CT) seperti pada gambar 2.15 berikut.

21 Gambar 2.15 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti pada gambar 2.15 di atas. Pada penggunaan Trafo tanpa center tap (CT) biasanya digunakan penyearah gelombang penuh sistem jembatan. Penyearah ini membutuhkan empat buah dioda dengan sistem kerja berpasangan sehingga sering disebut dioda bridge. Gambar 2.16 Rangkaian Penyearah Sistem Jembatan 2.6.2 Rangkaian Penyearah Dengan Filter Kapasitor Untuk menyediakan keluaran DC yang stabil, harus dipergunakan rangkaian filter untuk meratakan arus DC tersebut. Didalam diagram kerugian

22 tegangan maju pada dioda-dioda dianggap sangat kecil dibandingkan dengan AC puncak dari sekunder transformator. Pada prakteknya keluaran DC rangkaian penyearah setengah gelombang dan gelombang penuh berkurang 0.7 V, dan sekitar 1.4 V untuk rangkaian jembatan gelombang penuh. Rangkaian penyearah yang saat ini hampir dipergunakan secara universal adalah penyearah jembatan gelombang penuh karena dioda-dioda silikon dapat disediakan relatif murah dalam satu paket (IC).Yang lebih penting trafo yang diperlukan hanya menggunakan setengah jumlah lilitan sekunder dibandingkan dengan rangkaian setengah gelombang. Penyearah setengah gelombang jarang dipergunakan karena tidak efisien dan memerlukan kapasitor-kapasitor perata yang relatif besar. Ripple tegangan AC yang tetap ada pada keluaran DC setelah perataan, mempunyai frekuensi sebesar frekuensi kelipatan frekuensi input untuk rangkaian gelombang penuh dan mempunyai frekuensi sama seperti frekuensi input untuk rangkaian setengah gelombang. Amplituda ripple tersebut tergantung pada nilai-nilai komponen filter terhadap beban. Nilai minimum dari kapasitor filter yang diperlukan dapat dihitung dari : C = I.T (2.17) Vr untuk : C = Kapasitor yang diperlukan (Farad) I = Arus (Amper) T = Perioda Jala-jala (Penyearah gelombang penuh T=1/2T) Vr = Tegangan ripple (Volt)

23 Gambar 2.17 Rangkaian Penyearah Gelombang Dengah Filter C Gambar 2.17 adalah rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarannya bisa menjadi rata. Gambar 2.18 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor. V b c t(s) Gambar 2.18 Gelombang Keluaran Dengan Filter C

24 2.7 Topologi SMPS Konversi yang efisien dari daya listrik menjadi suatu perhatian utama pada perusahaan dan masyarakat pada umumnya. SMPS tidak hanya menawarkan efisiensi tinggi tapi juga menawarkan fleksibilitas lebih besar untuk perancang. Sebelum ditemukannya sistem SMPS, regulator linier merupakan metode utama dari pembuatan sebuah output tegangan yang telah diregulasi. Beroperasi dengan cara menurunkan sebuah tegangan input yang tinggi turun ke tegangan output yang lebih rendah. Regulator linier hanya mempunyai efisiensi sekitar 30 hingga 50 persen. Rata-rata SMPS dapat menghasilkan efisiensi sekitar 70 hingga 90 persen, tanpa memperhatikan tegangan input. Rangkaian SMPS terdiri 4 blok utama, yaitu rangkaian penyearah input, rangkaian osilasi, rangkaian kontrol, dan rangkaian penyearah output. Gambar 2.19 di bawah ini merupakan blok diagram dasar rangkaian SMPS. Gambar 2.19 Blok Diagram Dasar SMPS

25 Konfigurasi ini mengasumsikan input supply utama yang digunakan adalah 50/60 Hz. AC supply disearahkan, dan kemudian di-filter oleh input reservoir capacitor untuk membangkitkan DC input supply ( masih kasar ). DC yang belum teregulasi ini langsung menuju blok utama dari SMPS ini yaitu bagian power switching frekuensi tinggi. Piranti semikonduktor switching power berkecepatan tinggi seperti MOSFET dioperasikan ON dan OFF, dan men-switch tegangan input pada power transformer. Drive pulsanya adalah frekuensi tetap normal (20 sampai 200 khz) dan duty cycle yang bervariasi. Pulsa tegangan switching mengendalikan jarak (magnitude) dan duty ratio yang timbul pada transformer sekunder. Kemudian tegangan yang timbul di bagian sekunder dari transformer disearahkan oleh dioda dan dihaluskan oleh kapasitor. Untuk desain yang optimal sangat dibutuhkan pemilihan semikonduktor power yang tepat. Untuk menjaga kestabilan tegangan output, dirancang rangkaian kontrol umpan balik atau feedback. Rangkaian kontrol tersebut mendeteksi perubahan tegangan output untuk diinformasikan ke bagian switching sehingga duty ratio disesuaikan. Pada umumnya, sebagian besar sistem S.M.P.S beroperasi berdasarkan modulasi lebar pulsa frekuensi dimana durasi drive timing merupakan perubahan dari tiap-tiap siklus.

BAB III CARA KERJA RANGKAIAN SWITCH MODE POWER SUPPLY Sebelum ditemukannya rangkaian SMPS, peralatan elektronika menggunakan regulator linier yang menjadi metode utama dalam pembuatan catu daya. Regulator Liniear bekerja dengan cara menurunkan tegangan input yang tinggi menjadi tegangan output yang rendah. Regulator linier hanya mempunyai efisiensi kerja antara 30 sampai 50 % saja. Sementara itu, SMPS rata-rata menghasilkan efisiensi antara 70 hingga 90 %, tanpa memeperhatikan tegangan input. Blok diagram yang terlihat pada gambar 3.1 menunjukkan rangkaian SMPS secara umum. Dalam Gambar itu terlihat bahwa rangkaian SMPS terdiri dari 4 bagian utama. Yaitu blok penyearah input ( Blok A ), blok rangkaian osilasi ( Blok B ), rangkaian penyearah tegangan output ( Blok C ) dan rangkaian umpan balik ( Blok D ). FILTER INPUT MAIN RECTIFICATION CONVERTER TRANS SECONDARY RECTIFICATION OUTPUT BLOK A BLOK B BLOK C STRAT-UP SUPPLY FEEDBACK ATTENUATION SMPS CONTROL DRIVE TAKE OVER SUPPLY FEEDBACK ERROR AMPLIFIER V REF BLOK D ISOLATION Gambar 3.1 Blok Diagram SMPS 26

27 Yang membedakan antara rangkaian SMPS yang menggunakan transistor bipolar dengan FET dan IC Hybrid hanya terletak pada blok B. Yaitu blok osilasi atau bisa juga disebut sebagai blok switching (penyaklaran). Pada gambar 3.1, rangkaian SMPS tersebut menggunakan transistor bipolar sebagai komponen switchingnya. Sedangkan rangkaian SMPS yang menggunakan FET bisa dilihat di gambar 3.2 dan SMPS yang menggunakan IC Hybrid bisa dilihat pada gambar 3.3. FILTER INPUT MAIN RECTIFICATION CONVERTER TRANS SECONDARY RECTIFICATION OUTPUT BLOK A BLOK B BLOK C STRAT-UP SUPPLY SMPS CONTROL DRIVE TAKE OVER SUPPLY FEEDBACK ATTENUATION Gambar 3.2 Blok Diagram SMPS dengan FET sebagai komponen utama (lihat blok B ) FEEDBACK ERROR AMPLIFIER V REF BLOK D ISOLATION FILTER INPUT MAIN RECTIFICATION SMPS CONTROL HYBRID IC CONVERTER TRANS BLOK A BLOK B BLOK C STRAT-UP SUPPLY DRIVE TAKE OVER SUPPLY SECONDARY RECTIFICATION FEEDBACK ATTENUATION OUTPUT Gambar 3.3 Blok Diagram SMPS dengan IC Hybrid sebagai komponen utama (lihat blok B ) FEEDBACK ERROR AMPLIFIER V REF BLOK D ISOLATION

28 3.1 Prisip Kerja Rangkaian SMPS dengan menggunakan transistor bipolar sebagai switching Gambar 3.4 Rangkaian Keseluruhan SMPS dengan transistor bipolar 3.1.1 Rangkaian Penyearah Input Gambar 3.5 Blok Diagram Penyarah Input Seperti yang telah dijelaskan, Blok A merupakan rangkaian penyearah input. Pada perancangan SMPS ini menggunakan rangkaian penyearah gelombang penuh dengan memakai dioda bridge. Pada setengah gelombang pertama tegangan relatif positif yang dapat mengalirkan arus melalui dioda D2, beban RL, dan dioda D3. Arus ini tidak melewati 2 dioda lainnya, D1 dan D4, karena terhadap dioda-dioda tersebut

29 tegangannya relatif negatif. Sebaliknya pada setengah gelombang berikutnya tegangan relatif positif yang dapat mengalirkan arus melewati dioda D4, beban RL, dan dioda D1 (gambar 3.6). Arus ini tidak melewati 2 dioda sebelumnya, karena terhadap dioda-dioda tersebut tegangannya relatif negatif. Kedua arus searah hasil penyearahan tersebut bergiliran melewati beban, sehingga arus searah total I RL tersebut merupakan hasil penyearahan gelombang penuh. Keluaran dari penyearah Dioda Bridge berupa gelombang arus searah (DC) dengan gelombangnya masih belum rata. Untuk menyelesaikan masalah tersebut agar gelombang menjadi lebih rata, pada rangkaian penyearah maka ditambahkan kapasitor bipolar C 1. Hal ini dapat terjadi karena sifat kapasitor yang menyimpan muatan listrik untuk sementara waktu, dan muatan ini akan dikeluarkan secara berangsur-angsur. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan muatan listrik pada kapasitor sangat tergantung pada besarnya kapasitansi. Pada saat arus yang lewat rangkaian dioda bridge naik, muatan listrik disimpan pada kapasitor C 1, pada saat arus mulai turun dan lebih rendah dari muatan dalam kapasitor, muatan dari kapasitor mulai mengalir keluar dan menambah besar arus yang keluar, sehingga arus dioda tersebut tidak turun langsung, tetapi secara berangsur-angsur. Momen ini berlangsung sampai gelombang berikutnya arus mulai naik lagi. Sehingga menghasilkan bentuk gelombang yang lebih rata dibandingkan dengan bentuk gelombang tanpa kapasitor. 3.1.2 Rangkaian Switching Blok berikutnya yaitu Blok B merupakan rangkaian switching yang terdiri dari Transistor dan Transformator sebagai komponen utamanya.

30 Gambar 3.6 Blok Diagram Rangkaian Switching Blok B merupakan rangkaian switching yang terdiri dari transistor dan transformator sebagai komponen utamanya. Ada 4 kondisi dari transistor switching selama rangkaian switching mode power supply ini bekerja, yaitu: 1. OFF operation 2. Selama kondisi off 3. ON operation 4. Selama kondisi on Berikut akan diuraikan cara kerja transistor pada setiap kondisi. 3.1.2.1. OFF operation Pada saat OFF operation ini terdapat 2 kondisi yaitu : 3.1.2.1.1 Tanpa beroperasinya rangkaian kontrol Tegangan yang dihasilkan pada lilitan umpan balik (1)-(2) tergantung dari rasio perbandingan lilitan input (4)-(7), sehingga pada saat tegangan pada C 1 sudah tetap, tegangan pada lilitan umpan balik juga tetap. Kemudian basis transistor (Q 1 ) mendapat arus yang tetap yang dikontrol oleh resistor drive R 4. Arus kolektor meningkat secara linier terhadap waktu, ketika sudah mencapai nilai hfe dari transistor, arus kolektor tidak dapat meningkat lagi. Sehingga

31 mengakibatkan lilitan umpan balik tidak dapat menghasilkan tegangan dan transistor Q 1 OFF. 3.1.2.1.2. Dengan beroperasinya rangkaian kontrol Selama transistor Q 1 switch ON, dihasilkan pulsa positif pada lilitan umpan balik (1)-(2), hal tersebut dapat terjadi karena adanya rangkaian integral yang terdiri R 8 dan transistor C 4, dan dihasilkan juga gelombang gigi gergaji. Tegangan ini ditambahkan ke basis transistor Q 2, penambahan ini sebagai response dari output transistor Q 4, photo coupler dan transistor Q 3. Ketika ke-2 tegangan ini mencapai nilai tegangan drive basis-emiter transistor Q 2 (0,6 0,7V), transistor Q 2 menjadi on, dan arus pada transistor switching Q 1 mengalir ke kolektor dan emitor transistor Q 2 sehingga transistor Q 1 menjadi OFF 3.1.2.2. Selama kondisi off Pada saat transistor Q 1 off, energi yang ada di lilitan input (4)-(7) di transfer ke beban melalui lilitan output dan rangkaian penyearah output. Dalam hal ini arus yang melalui lilitan output meningkat. 3.1.2.3. ON operation Ketika arus yang melalui lilitan output menurun dan akhirnya 0, waktu t 1 berakhir dan t 2 dimulai, pada saat ini terjadi resonansi antara induktansi lilitan input (4)-(7) dari konverter transformer T 1 dan kapasitor pembagi dari konverter transformer T 1 yang dipasang paralel. Arah arus resonansi dari lilitan input terminal (7) ke (4), kemudian transistor switching Q 1 tetap dalam kondisi off untuk menghasilkan arus dari terminal (1) ke (2) pada lilitan umpan balik. Setelah arus

32 resonansi mencapai nilai maksimum pada akhir t 2, koefisien arus slight menjadi 0 dan akhirnya polaritinya berbalik. Akhirnya arus pada lilitan umpan balik mengalir melalui terminal (2) terminal (1) D 6 //(C 3, R 6 ) R 4 Q 1 basisemitter terminal (2). Dan transistor switching Q 1 menjadi ON kembali sesuai dengan umpan balik positip dari lilitan umpan balik. 3.1.2.4. Selama kondisi ON Setelah transistor switching ON arus pada kolektor meningkat secara linier, sehingga tegangan yang dihasilkan pada lilitan umpan balik bernilai tetap, dan diumpanbalikkan positip ke transistor Q 1 basis dan transistor Q 1 tetap dalam kondisi ON. 3.1.3 Rangkaian Kontrol SMPS Gambar 3.7. Blok Diagram Rangkaian Kontrol SMPS Rangkaian kontrol diperlukan untuk mendeteksi dan membuat stabil tegangan +B (lihat gambar 3.4). Rangkaian ini mendeteksi tegangan output dari lilitan output (12)-(15) melalui dioda D 11 dan kapasitor C 8. Anoda dari zener dioda D 12 terhubung ke emitter transistor Q 4, sehingga transistor Q 4 ini bekerja untuk membandingkan tegangan referensi dari D 12 dengan tegangan basis dari transistor Q 4.

33 Pada saat tegangan +B meningkat, transistor Q 2 menjadi ON yang mengakibatkan transistor Q 1 OFF, dan waktu t 3 menjadi singkat dan energi yang ditransfer ke output berkurang dan tegangan +B turun. Fungsi dari D 7 dan R 9 dapat dilihat dari ilustrasi berikut. Perubahan tegangan imbas pada lilitan umpan balik (1)-(2) sebanding dengan perubahan tegangan AC input, ketika tegangan input AC meningkat, tegangan imbas juga meningkat. Pada saat tegangan imbas lebih dari tegangan zener D 7, D 7 menjadi ON, integral waktu yang sebelumnya ditentukan oleh R 8 dan C 4 berubah sekarang ditentukan juga oleh R 9. ini berarti integral waktu menjadi lebih kecil dan tegangan basis transistor Q 2 meningkat lebih cepat dan transistor Q 2 ON dan transistor Q 1 OFF, hal ini dapat mencegah transistor Q 1 swicth ON arus sesaat yang besar ketika tegangan input AC lebih besar. Selama Q 1 off, tegangan yang dihasilkan pada lilitan umpan balik yang mengalir melalui terminal (2) adalah (+) dan terminal (1) adalah (-), menyebabkan tegangan pada kapasitor C 4 discharge melalui terminal (2) C 4 //R 11 R 10 D 8 terminal (1). Dioda D 5 berfungsi untuk memberi arus yang cukup untuk membuat photo coupler dan transistor Q 3 bekerja, sehingga tegangan yang dihasilkan oleh lilitan umpan balik disearahkan dan memberi arus yang cukup ke photo coupler dan transistor Q 3.

34 3.1.4 Rangkaian Penyearah Output Gambar 3.8. Blok diagram penyearah output Rangkaian ini berfungsi sama dengan rangkaian penyearah input. Pulsa yang dihasilkan oleh konverter transformer dirubah ke tegangan DC oleh dioda (D 9, D 10 dan D 11 ). Setelah itu untuk menghilangkan sinyal-sinyal AC yang tersisa digunakan filter capasitor (C 6, C 7, dan C 8 ). 3.2 Prisip Kerja Rangkaian SMPS dengan menggunakan FET sebagai switching Untuk blok rectifier, blok kontrol dan blok penyearah tegangan sekunder, prinsip kerjanya tidak begitu berbeda dengan prinsip kerja transistor bipolar. Yang paling berbeda adalah blok osilasi. Dimana selain transformer, FET merupakan komponen utama dalam blok osilasi seperti yang terdapat dalam gambar di bawah ini : Gambar 3.9 Blok Diagram Rangkaian Switching

35 Untuk lebih memiliki gambaran prinsip kerja blok osilasi, berikut ini adalah gambar rangkaian lengkapnya : Gambar 3.10. Rangkaian keseluruhan SMPS dengan FET

36 Apabila rangkaian diberi input AC dan relay RL1 dihubungkan, maka tegangan AC disearahkan oleh dioda jembatan D1 dan kapasitor C1. Dan keluaran dari C1 tersebut menghasilkan tegangan DC. Kemudian arus akan mengalir dari C1 ke R2 dan C2 untuk mengisi (charge) C2. Dan juga arus akan mengalir untuk membias drive transistor Q3 yang akan menyebabkan Q3 bekerja (ON). Dan jika Q3 ON, arus akan mengalir ke gate dari Q1 melalui R5. Hal ini menyebabkan tegangan gate dari Q1 yang dihasilkan oleh perbandingan antara R5 dan gate resistor R6 akan meningkat, jika peningkatannya sampai melewati tegangan threshold, maka Q1 akan bekerja (ON). Jika Q1 ON, arus mengalir dari C1 ke lilitan primer Np dari converter transformer T1. Hasilnya, tegangan pada lilitan drive Nd meningkat. Tegangan ini diumpankan ke basis Q3 melalui kapasitor kopling C3 dan R9. Oleh karena itu arus Q3 akan semakin bertambah. Begitu juga dengan tegangan yang diberikan ke C2 malalui D3. Tegangan-tegangan tersebut akan digunakan sebagai tegangan kontrol pada power circuit. Dan jika : Vin adalah tegangan DC, Ip adalah arus primer dari T1, Lp adalah induktansi primer dari T1, maka arus drain Id dari Q1 dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 3.2 dibawah ini: Id Vin Ton = (3.2) Lp Untuk : Id = Arus drain (A) Vin = Tegangan DC (V) Lp = Induktansi lilitan primer (H) Ton = Perbandingan tegangan peralihan ON terhadap perioda

37 Ketika arus drain Id mengalir melalui source resistor R7, tegangan R7 meningkat seiring dengan perubahan waktu. Jika tegangan basis dari Q2 melewati batas threshold, Q2 bekerja (ON) dan akan mem-bypass tegangan basis Q3. begitu pula basis dari Q4 akan ON. Oleh sebab itu Q4 akan bekerja (ON) dan menyebabkan Q1 tidak bekerja (OFF). Jika Q1 OFF, energi dari lilitan primer T1 yang disimpan selama Q1 ON akan diumpankan ke rangkaian yang telah disearahkan dan tiap-tiap beban melalui lilitan sekunder. Dan arus pada lilitan sekunder berkurang seiring dengan waktu. Ketika arus tersebut 0 (nol), maka waktu yang pertama telah selesai dan dilanjutkan dengan perjalanan waktu yang kedua. Selama selang waktu yang kedua, induktansi dari Np dan ekivalen kapasitansi paralel akan beresonansi. Ketika terjadi resonansi, arah arus berubah, peningkatan tegangan Nd terjadi dan Q1 bekerja (ON) kembali. Sedemikian hingga tegangan sekunder terus meningkat berdasarkan Q3 yang bekerja secara kontinyu ON dan OFF. Dari schematic diagram gambar 3.6, kestabilan tegangan output bergantung pada deteksi dan kontrol dari tegangan lowb2 dan +B. Pada saat sinyal TV OFF, mengakibatkan Q6 OFF dan Q5 bekerja (ON) karena mendapat tegangan dari lowb1 yang mengalir melewati RL2. Sedangkan anode dari diode zener D8 terhubung ke ground. Jika demikian, arus mengalir dari C6 menuju ke photo coupler PH1 dan D8. Jika tegangan lowb2 naik, maka arus dari photo diode pada coupler PH1 meningkat sedemikian hingga arus photo transistor dari PH1 juga meningkat. Hal ini mengakibatkan tegangan basis dari Q2 meningkat lebih cepat daripada feed back yang melewati R7. Dan jika basis mencapai batas threshold maka Q2 ON sedangkan Q1 OFF. Pada selang waktu berikutnya energi output menurun dan tegangan lowb2 akan menurun juga. Ketika sinyal TV ON, transistor Q6 ON dan Q5 OFF. Relay RL2

38 ON, sehingga tegangan +B nyala. Kestabilan tegangan +B tersebut dikontrol oleh IC1 yang memberikan informasi terhadap photo diode pada coupler PH1 seperti pada kontrol tegangan lowb2. 3.3 Prisip Kerja Rangkaian SMPS dengan menggunakan Hybrid IC sebagai switching Prinsip kerja blok penyearah, blok kontrol feedback dan blok penyearah tegangan sekunder, tidak banyak berbeda dengan SMPS yang menggunakan transistor bipolar maupun FET. Yang memiliki perbedaan signifikan hanya pada blok osilasi seperti yang tergambar di bawah ini : HIC Gambar 3.11. Blok osilasi SMPS dengan Hibrid IC

39 R9 Z1 C2 R1 R2 R3 Gambar 3.12. Rangkaian keseluruhan SMPS dengan Hibrid IC Pada gambar SMPS keseluruhan terlihat bahwa Hybrid IC ( yang seterusnya disebut HIC ) memiliki 2 komponen utama yaitu FET dan blok control. Pada pembahasan kali ini tidak dibahas bagaimana blok control bekerja melainkan hanya bagaimana secara garis besar HIC ini bekerja. Pada saat power mulai dinyalakan, C2 diisi melalui R9. Nilai R9 harus disetting sedemikian rupa sehingga arus yang mengisi C2 bisa benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Jika nilai R9 terlalu tinggi maka arusnya kecil dan waktu yang

40 digunakan untuk mengisi C2 lama. Akibatnya akan butuh waktu lebih lama untuk mencapai tegangan start up. Dimana tegangan start up ini digunakan untuk mensuply Vcc HIC agar bisa bekerja. Setelah mendapatkan Vcc yang dibutuhkan, HIC tersebut mulai bekerja. Selain itu, tegangan yang telah disearahkan akan mengalir melalui lilitan primer menuju pin 1 yaitu kaki drain dari FET yang berada di dalam HIC. Ini memicu timbulnya tegangan Vds. Tegangan Vds ini akan ON dan OFF berdasarkan tegangan Vgs, dimana Vgs ini dibangkitkan oleh blok kontrol dari HIC. Jika ada short circuit sehingga menimbulkan over current yang melewati drain dan source dari FET, maka akan melewati pula Rocp ( Resistor Over Current Protection ) yaitu R1+ R2 dan R3 ( Resistor Feedback ) yang kemudian diteruskan ke pin 7 ( pin Over Curent protection ) dari HIC. Di pin 7 ini over current akan diprotect oleh control blok dari HIC. Jika pin 7 untuk mendeteksi dan mem-protect over current, maka pin 6 untuk mendeteksi dan mem-protect over voltage. Jika ada tegangan yang naik terusmenerus maka blok control melalui pin 6 akan mem-protect ragkaian sehingga rangkaian berhenti bekerja dan rangkaian aman dari kerusakan. 3.4.Pertimbangan - pertimbangan dalam penggantian komponen utama SMPS pada televisi SANYO Televisi Sanyo telah mengalami perubahan komponen utama switching sebanyak tiga kali. Yang pertama menggunakan transistor bipolar kemudian beralih ke FET dan yang terakhir beralih ke IC Hybrid.

41 Pada awalnya televisi Sanyo menggunakan transistor bipolar T2SK4429- LYBN buatan SANYO Electric dengan harga US $ 0.8456 untuk televisi berukuran 21. Penggunaan transistor bipolar ini digunakan selama beberapa tahun dari tahun 1998 sampai 2001. Kemudian pada awal tahun 2002 Sanyo mulai melirik untuk menggunakan FET sebagai komponen utama dalam rangkaian SMPS-nya. Pada tahun yang sama Sanyo mengaplikasikan FET T2SK102-F N dari Fuji Electric dengan harga US $, 0.4601 untuk televisi berukuran 21. Alasan Sanyo menggunakan FET sebenarnya sudah jelas yaitu bahwa dengan menggunakan FET, Sanyo mampu memangkas harga sampai kurang lebih 50 % jika dibandingkan ketika menggunakan transistor bipolar. Tetapi selain permasalahan harga, ada beberapa item penting yang turut menyumbang keputusan itu. Diantaranya : 1. Pensaklaran pada FET Lebih Cepat Secara prinsip, hal ini disebabkan oleh waktu gulir nyala (turn-on time) dan waktu gulir mati (turn-off time) transistor bipolar yang lebih panjang dibanding FET. Transistor bipolar dikontrol oleh arus sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk stabil pada saat on dan off. Sedangkan FET dikontrol oleh tegangan sehingga waktu gulir nyala dan waktu gulir matinya lebih cepat. Pada rating yang setara waktu gulir nyala trasistor bipolar sekitar 500 nano detik, dan FET sekitar 40 nano detik. Sedangkan waktu gulir mati trasistor bipolar sekitar 3.3 mikro detik, dan FET sekitar 120 nano detik. Secara teori untuk perangkat switching FET yang memiliki waktu gulir nyala dan waktu gulir mati kecil, lebih menguntungkan pada tegangan keluaran suatu SMPS. Berikut perbandingan waktu gulir nyala dan waktu gulir mati pada transistor bipolar dan FET:

42 Vo On Off t Turn-ON (500 ns) Turn-OFF (3.3 μs) Gambar 3.13 Waktu Gulir Nyala dan Mati Transistor Bipolar Vo On Off t Turn-ON (40 ns) Turn-OFF (120 S ) Gambar 3.14 Waktu Gulir Nyala dan Mati FET 2. Pengemudi pada Pensaklaran FET Memerlukan Daya yang Relatif Kecil Kontrol tegangan pada FET juga memiliki keuntungan dalam sistem pengemudi switching. Kontrol tegangan pada FET memerlukan daya yang cukup kecil untuk memicu kerja FET. Sedangkan untuk memicu transistor bipolar memerlukan daya yang relatif lebih besar karena dikontrol oleh arus.

43 Dari paparan di atas, terlihat bahwa FET lebih unggul dari pada transistor bipolar. Tetapi setelah beberapa tahun penggunaan FET, terjadi kenaikan customer complain sehubungan dengan performa dari FET. Yang banyak terjadi adalah pelanggan mengeluh bahwa jika ada kegagalan fungsi power pada televisi Sanyo, ternyata FET mudah rusak. Dan tidak hanya itu saja, ternyata pula bahwa jika FET rusak maka pasti ada komponen di sekeliling FET tersebut yang ikut rusak. Jumlah komponen yang rusak di sekitar FET itu bisa mencapai 8 komponen termasuk FET. Sehingga untuk repair tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan jika misalnya ada 6 komponen yang rusak, kemudian hanya ada lima yang terdeteksi oleh teknisi, maka sudah dapat dipastikan rangkaian power akan rusak lagi. Ini berarti teknisi harus me-repair ulang dan harus mendeteksi dengan tepat kira-kira ada berapa komponen yang rusak, sehingga rangkaian power tidak rusak lagi. Kondisi ini bisa berulang sampai 3 4 kali repair. Sementara itu keluhan seperti ini tidak pernah ada ketika Sanyo menggunakan transistor bipolar. Untuk itu Sanyo mulai memikirkan alternatif lain dari FET. Pada saat memikirkan alternatif lain ternyata sudah ada maker company yaitu SANKEN yang sudah mengembangkan komponen utama SMPS dalam bentuk IC hybrid. Pada pertengahan tahun 2004, Sanyo memutuskan untuk menggunakan IC hybrid STR- W6754 produksi SANKEN yang harganya US $, 0.764 untuk televisi ukuran 21. Memang dari segi harga IC hybrid ini lebih mahal dibandingkan dengan transistor bipolar dan sedikit lebih murah dari FET. Tetapi ada beberapa kenggulan yang dimiliki IC Hybrid ini. Diantaranya : 1. Mudah. Mendesain SMPS dengan IC hybrid lebih mudah. Ini karena komponen tersebut sudah dalam bentuk IC dimana designer hanya perlu

44 mengikuti petunjuk yang ada dalam manualnya. Sehingga tidak perlu memikirkan rangkaian drivernya. 2. Karena lebih mudah otomatis waktu ( lead time ) yang dibutuhkan untuk mendesain SMPS dengan menggunakan IC hybrid lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk mendesain SMPS dengan menggunakan transistor bipolar maupun FET. Dengan menggunakan IC hybrid hanya perlu waktu 1-1.5 bulan sementara dengan transitor bipolar atau FET bisa sampai 2-3 bulan. 3. Komponen utama IC hybrid ini adalah FET dan blok control. Artinya IC ini memiliki keunggulan- keunggulan sebagaimana FET, sementara kelemahankelemahannya diatasi dengan adanya blok kontrol. Dimana di kaki- kaki blok control itu ada pin OCP ( Over Current Protection ) untuk melindungi rangkaian dari kelebihan arus dan pin OLP ( Over Load Protection ) untuk melindungi rangkaian dari kelebihan tegangan. Sehingga bila ada kegagalan fungsi dari rangkaian tidak akan mengakibatkan rangkaian rusak tetapi akan di-protect oleh IC hybrid ini. Dengan begitu diharapkan tidak ada lagi keluhan keluhan dari pelanggan tentang kerusakan yang terjadi pada rangkaian power. Untuk lebih memiliki gambaran sekilas tentang perbedaan masing masing komponen tersebut, akan dipaparkan dalam table 3.1 berikut ini.

45 Tabel 3.1 Perbandingan Komponen Utama SMPS.Item yang dibandingkan Komponen Utama SMPS Transistor FET IC Hybrid Keterangan Frekuensi Kerja 23.06 kh 39.84 kh 62.89 kh - Gulir ON 500 ns 200 ns 265 ns - Gulir OFF 3.9 μs 2.20 μs 420 ns - Harga US $ 0.8456 US $, 0.4601 US $, 0.764 - Rangkaian protect Tidak ada Tidak ada Ada - Dari table di atas terlihat bahwa IC hybrid lebih unggul dibandingkan FET maupun transistor bipolar. Hanya pada item harga IC hybrid lebih mahal dibanding dengan FET walaupun sedikit lebih murah dibanding dengan transistor bipolar. Tetapi untuk mrngetahui dengan pasti mana yang lebih unggul akan dibuktikan pada bab berikutnya.

BAB IV DATA DAN ANALISA Pengambilan data sangat diperlukan untuk memastikan komponen utama mana yang lebih baik dalam aplikasinya pada rangkaian SMPS televisi Sanyo. Untuk keperluan pengambilan data ini yang diukur adalah televisi 21. Untuk transistor bipolar yang dipakai adalah chassis AC5C, sementara FET chassis AC5G1 dan IC hybrid yang dipakai adalah chassis FC6A. 4.1 Pengukuran Tegangan Switching Yang dimaksud dengan pengukuran tegangan switching di sini adalah tegangan yang berbentuk pulsa dari komponen utama SMPS ( transistor bipolar, FET dan IC hybrid ) yang kemudian diayunkan oleh transformer ke bagian sekunder. Data diambil dari tegangan kerja yang sama pada televisi 21. Selanjutnya di bawah ini akan diterangkan frekuensi kerja komponen utama SMPS. 46

47 4.1.1 Frekuensi Kerja Switching VCE 43.35 μs ICE Gambar 4.1 Tegangan VCE pada Transistor Bipolar VDS 25.10 μs IDS Gambar 4.2 Tegangan VDS pada FET VDS 15.90 μs IDS Gambar 4.3 Tegangan VDS ( pin 1-3 ) pada IC hybrid

48 Pada gambar 4.1 di atas terlihat tegangan colector-emitor ( VCE ) pada transistor bipolar. Tegangan VCE muncul pada saat transistor tidak bekerja. Ini dapat dilihat pada gambar 4.1 bahwa saat colector-emitor tidak ada arus, justru tegangan pada VCE muncul. Frekuensi kerja pada transistor dapat dilihat pada perioda yang tercatat pada gambar 4.1 yaitu T=43.35 μs. Ini berarti frekuensinya 1 / 43.35 μs atau sekitar 23.06 khz. Sementara pada gambar 4.2 di atas adalah tegangan drain-source (VDS) pada FET. Tegangan pada drain-source muncul saat FET tidak bekerja. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 4.2 bahwa saat drain-source tidak ada arus, justru tegangan pada drain-source muncul. Frekuensi kerja FET dapat ditentukan dari perioda yang tercatat pada gambar 4.2. Perioda tercatat T=25.10 μs, sehingga frekuensi kerja FET sebesar 1/25.10 μs atau 39.84 khz. Frekuensi kerja FET tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan frekuensi kerja transistor bipolar yang kurang lebih 23.06 khz. Pada gambar 4.3 adalah gambar tegangan drain source VDS pada IC hybrid. Dari gambar terlihat bahwa T= 15.90 μs. Jadi frekuensi kerjanya adalah 1/15.9 μs atau sekitar 62.89 khz. Ini berarti frekuensi kerja IC hybrid kurang lebih sama atau lebih tinggi sedikit dari frekuensi kerja FET dan juga lebih tinggi dari frekuensi kerja transistor bipolar.

49 4.1.2 Waktu Gulir On/Off (Turn On/Off Time) (a) (b) Gambar 4.4 Waktu Gulir pada Transistor Bipolar (a) Gambar 4.5 Waktu Gulir pada FET (b) 265 ns 420 ns (a) (b) Gambar 4.6Waktu Gulir pada IC hybrid

50 Waktu gulir adalah waktu yang diperlukan komponen utama SMPS ( transistor, FET atau IC hybrid ) untuk mencapai kondisi penuh saat on atau off. Secara ideal seharusnya waktu gulir bernilai nol, tetapi kenyataannya tidak demikian. Waktu gulir pada transistor bipolar waktu gulir ditunjukkan pada gambar 4.4. Waktu gulir on tercatat 500 ns dan waktu gulir off-nya sekitar 3.9 μs. Sedangkan pada FET dapat dilihat pada gambar 4.5 Dari gambar 4.5 a ditunjukkan bahwa waktu gulir on pada FET sekitar 200 ns dan waktu gulir offnya sekitar 2.2 μs. Data tersebut membuktikan bahwa waktu gulir on dan off pada FET lebih kecil daripada transistor bipolar. Pada gambar 4.6 terlihat waktu gulir on IC hybrid adalah 265 ns sedangkan waktu gulir off-nya 420 ns. Ini menunjukkan bahwa waktu gulir IC hybrid lebih cepat dari FET tetapi bisa dikatakan hampir sama dengan FET karena memang isi dari IC hybrid itu juga berisi FET. 4.2 Kestabilan Tegangan Output Tabel 4.1 Tegangan Output SMPS dengan Transistor bipolar Jenis Teg AC Input PerubahanTeg Output 280V 220V 170V 90V (Vmax-Vmin) V +B 129.58 129.58 129.60 129.42 0.18 V-Out 25.564 25.567 25.583 25.495 0.088 Low B 15.388 15.387 15.401 15.357 0.044 Audio 20.835 20.895 21.005 20.865 0.170

51 Tabel 4.2 Tegangan Output SMPS dengan FET Jenis Teg AC Input PerubahanTeg Output 280V 220V 170V 90V (Vmax-Vmin) V +B 130.00 130.02 130.02 130.03 0.03 V-Out 26.894 26.923 26.921 26.889 0.034 Low B 9.272 9.270 9.270 9.268 0.004 Audio 14.569 14.599 14.604 14.489 0.115 Tabel 4.3 Tegangan Output SMPS dengan IC hybrid Jenis Teg AC Input PerubahanTeg Output 280V 220V 170V 90V (Vmax-Vmin) V +B 130.26 130.27 130.28 130.27 0.01 V-Out 27.44 27.54 26.96 27 0.58 Low B 12.06 12.06 12.06 12.03 0.03 Audio 15.53 15.54 15.53 15.49 0.05 Tegangan output merupakan point utama dalam perancangan SMPS. Beberapa tegangan catu yang dibutuhkan dalam sebuah televisi) antara lain; tegangan +B, tegangan catu vertical deflection (V-out ), tegangan Low B, tegangan catu Audio dan tegangan catu CPU sebesar 5V. Tegangan tegangan tersebut akan diukur mulai dari AC input maksimum 280V sampai AC input minimum 90V. Perbandingan antara ketiganya tertera dalam tabel di atas:

52 Pada televisi SANYO, pabrik telah memberikan standar toleransi penyimpangan tegangan output sebesar ± 1% untuk +B dan ± 1V untuk V-Out, Low B dan Audio. Data yang tercatat pada semua tabel di atas telah memenuhi syarat standar toleransi penyimpangan tegangan. Hal yang perlu diperhatikan dari ketiga tabel di atas adalah perbandingan range perubahan tegangan output dari AC input minimum sampai AC input maksimum pada SMPS yang menggunakan IC Hybrid lebih kecil atau lebih stabil dari SMPS yang menggunakan transistor bipolar atau FET. Sebagai contoh range perubahan tegangan +B pada SMPS yang menggunakan IC hybrid hanya 0.01 V, sedangkan pada SMPS yang menggunakan transistor bipolar sebesar 0.18V dan FET 0.03V. Begitu pula pada tegangan audio. IC hybrid jelas lebih baik daripada transistor bipolar maupun FET. 4.3 Electromagnetic Interference ( EMI ) Yang dimaksud EMI di sini adalah gangguan elektromagnetik yang disebabkan oleh rangkaian elektronik sehingga bisa menggangu perangkat elektronik lainnya. Setiap perangkat elektronik hampir dapat dipastikan mengeluarkan EMI. Tetapi EMI yang dipancarkan perangkat elektronik tersebut harus memenuhi standard yang ada. Sebab jika tidak dapat dipastikan akan mengganggu perangkat elektronik lainnya. Rangkaian SMPS bisa menimbulkan EMI dimana salah satu sumbernya adalah berasal dari transistor switching yang frekuensi kerjanya bisa mencapai satuan kilohertz. Misalnya, dalam daya 80 watt, frekuensi kerja transistor bisa mencapai lebih kurang 50 khz. Dimana dengan tingginya frekuensi kerja dari

53 transistor switching ini, maka seakan akan rangkaian ini seperti rangkaian yang bisa menimbulkan efek radio frekuensi. Sementara IC hybrid maupun FET memiliki kecepatan peralihan lebih cepat dibanding transistor bipolar sehingga sangat dimungkinkan menimbulkan interferensi yang cukup besar. Oleh karena itu perlu diukur apakah interferensi yang ditimbulkan masih memenuhi syarat untuk menghasilkan performance televisi yang baik dan aman terhadap peralatan elektronik disekitarnya atau tidak. EMI test meliputi pengukuran frekuensi dan amplitudo dari pancaran sinyal yang tidak diinginkan (dalam hal ini adalah interferensi). Pada kondisi ini yang diukur merupakan sinyal yang melalui AC cord atau koneksi kabel yang lain yang disebut juga conducted emissions. 4.3.1 Pengurangan Interferensi Interferensi dapat berkurang dengan cara penambahan Line Filter, X- kapasitor dan Y-kapasitor. Komponen komponen tersebut dapat diterangkan sebagai berikut : 4.3.1.1 Line Filter Line Filter merupakan komponen yang digunakan untuk mencegah interferensi dari luar dan juga dari dalam rangkaian. Penempatan dari line filter ini adalah seri dengan input AC. Input AC

54 Gambar 4.7 Posisi Penempatan Line Filter Nilai induktansi dan nilai impedansinya semakin besar, maka hasil yang didapatkan semakin baik, berarti akan didapat interferensi yang kecil. Line filter mempunyai efek filter untuk kisaran frekuensi 150 khz 30 MHz (spesial area antara 150 khz 300 khz). 4.3.1.2 X - Kapasitor X-kapasitor ditempatkan pada daerah input AC juga, dimana posisinya berada diantara Line Filter, dan ditempatkan pada jalur input AC. Untuk X- kapasitor ini, mempunyai efek yang berkisar antara 150 khz 300 khz. Input AC X-Kapasitor Gambar 4.8 Posisi Penempatan X-Kapasitor Untuk nilai yang digunakan, apabila nilai kapasitansi yang digunakan terlalu kecil, maka interferensi yang direduksi tidak terlalu besar, yang berarti masih ada interferensi yang cukup mengganggu. Akan tetapi apabila nilai X- kapasitor yang digunakan terlalu besar, maka akan berpengaruh banyak

55 kepada unsur yang lain, dimana unsur tersebut dapat terlihat pada kondisi Withdrawal of Mains Plug. Hasil yang didapat kurang begitu baik. 4.3.1.3 Y - Kapasitor Y-kapasitor ditempatkan antara ground primer dan ground sekunder dari Converter Transformer. Primer area Sekunder area Gambar 4.9 Posisi Penempatan Y-Kapasitor Nilai kapasitansi dari Y-kapasitor berkisar antara 1000 pf 3000 pf. Hal ini dikarenakan apabila nilainya terlalu kecil, maka interferensi yang dihasilkan oleh converter transformer ini masih cukup banyak. Akan tetapi apabila nilai dari Y-Kapasitor ini terlalu besar, maka leakage current-nya menjadi kurang baik, sehingga cukup diambil harga tengahnya. Untuk kisaran frekuensi, Y-Kapasitor akan berefek pada area frekuensi 150 khz 5 MHz.

56 4.3.2 Standar Yang diperbolehkan Tabel 4.4 Standard EMI yang diijinkan Equipment type Frequency range MHz Quasi peak Limits db (μ V) Average Television and sound receivers and associated equipment 0,009 to 0,15 Under consideration 0,15 to 0,5 66 to 56 1) 56 to 46 1) 0,5 to 5 56 46 1) Decreasing linearly with the logarithm of the frequency 5 to 30 60 50 4.3.3 Hasil Pengukuran Idealnya rangkaian elektronik tidak meng-interferensi perangkat elektronik lain atau memiliki EMI nol. Akan tetapi hal ini tidak dimungkinkan, karena rangkaian ini selalu menghasilkan interferensi yang cukup tinggi, sehingga diperlukan penambahan line filter dan juga X-Kapasitor serta Y-Kapasitor. Dimana kondisi yang diinginkan adalah tidak melebihi yang diperbolehkan dari standart yang ada, seperti terlihat pada gambar 4.10. Garis horizontal yang terletak

57 di tengah form merupakan batasan dari standar yang diperbolehkan dari interferensi yang ada. Nilai line filter, X-Kapasitor serta Y-Kapasitor pada ketiga televisi sama. Line Filter yang digunakan sebesar 16 mh, X-Kapasitor bernilai 200 pf dan Y- Kapasitor bernilai 2470 pf. Kecuali pada IC hybrid hanya Y-Kapasitor yang berbeda yaitu 2900 pf. Gambar 4. 10 Grafik standard EMI

58 Gambar 4.11 EMI pada SMPS yang menggunakan transistor bipolar Gambar 4.12 EMI pada SMPS yang Menggunakan FET

59 Gambar 4.13 EMI pada SMPS yang Menggunakan IC hybrid Dari gambar di atas dapat dilihat perbedaan EMI yang dipancarkan oleh komponen utama SMPS antara transistor bipolar, FET maupun IC hybrid. Pada gambar 4.11 terlihat bahwa EMI transistor bipolar berada jauh di bawah garis standard yang dibolehkan. Amplitudo tertinggi terlihat pada fekuensi sekitar 28 Mh yaitu 39 db. Sementara itu EMI FET yang terlihat pada frekuensi 15 Mh berkisar kurang lebih 45 db. Sedangkan EMI IC hybrid seperti yang terlihat pada gambar 4.13 berkisar kurang lebih 46 db pada frekuensi 29 Mh. Ini berarti semua komponen utama SMPS tersebut masih memenuhi standard yang berlaku. Dari data di atas terlihat transistor bipolar memilki EMI terbaik diantara kedua komponen utama SMPS yang lainnya, kemudian setelah itu FET dan yang terakhir IC hybrid.

60 4.4 Fault Test Setelah melalui serangkaian pengukuran, rangkaian SMPS juga perlu diuji reliability dan keamanan berdasarkan standard safety international. Badan Safety international yang mengatur bidang elektronik adalah International Electrotechnic Comission 60065 atau yang disingkat IEC 60065. Dimana badan ini mengatur semua produsen elektronik untuk memenuhi standard safety yang telah ditetapkan. Salah satu aturannya adalah melakukan pengujian fault test atau yang lebih dikenal dengan sebutan short / open test pada rangkaian yang memiliki potensi menimbulkan api jika rangkaian gagal fungsi. Yang dimaksud gagal fungsi di sini adalah jika ada komponen yang short dengan ground atau komponen yang rusak sehingga komponen itu open secara elektronik. Sampai saat ini tidak ada produk Sanyo yang gagal melewati pengujian short / open test ini. Artinya pada saat dilakukan short / open test, memang ada beberapa komponen yang rusak tetapi tidak sampai menimbulkan api. Dan ini menurut standard IEC 60065 diperbolehkan. Tetapi sekalipun secara safety bisa dikatakan aman dan memenuhi standard, jumlah part yang rusak pada saat short / open test juga merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan oleh Sanyo. Sebab jumlah part yang rusak pada saat pengujian short / open test merupakan gambaran yang kurang lebih sama dengan keadaan keluhan pelanggan. Artinya jika pada saat short / open test banyak part yang rusak maka dapat dipastikan pada pelanggan pun banyak keluhan tentang banyaknya part yang rusak. Selanjutnya di bawah ini akan diperlihatkan data short / open dari ketiga komponen utama rangkaian SMPS.

61 Tabel 4.5 Fault test SMPS yang menggunakan transistor bipolar R Lokasi Short / Kondisi Komponen Judgement Rangkaian open rangkaian rusak B + C5 short No power - OK ( 130 V ) 24 V C8 short No power - OK ( V-out ) 15 V C7 Short No power - OK ( low B ) 12 V C6 Short No power - OK Primer Q1 Short C- No power R1 open OK E Short C- No power R1 open OK B Short B- No power - OK E Open B No power - OK Open C No power - OK Open E No power - OK

62 Tabel 4.6 Fault test SMPS yang menggunakan FET R Lokasi Short / Kondisi Komponen Judgement Rangkaian open rangkaian rusak B + C7 short No power - OK ( 130 V ) 24 V C8 short No power - OK ( V-out ) 9 V C lowb1 Short No power - OK ( low B ) 12 V C Audio Short No power - OK ( Audio ) Primer Q1 Short G- D No power Q1,Q2 Q3, Q4, R5,R7 OK Short G- No power - OK S Short D-S No power Q1,Q2 Q3, Q4, R5,R7 OK Open G No power Q1,Q2 Q3, OK Q4, R5,R7 Open D No power Q1, Q2, Q3 OK Open S No power - OK

63 Tabel 4.7 Fault test SMPS yang menggunakan IC hybrid R Lokasi Short / Kondisi Komponen Judgement Rangkaian open rangkaian rusak B + C B + short No power - OK ( 130 V ) 28 V C 28 V short No power - OK ( V-out ) 12 V C 12 V Short No power - OK (low B ) 15 V (Audio ) C 12 V peak Short No power - OK Primer Z1 Short 1-3 No power Z1, R1, R2, R3 OK Short No power - OK 3-4 Open 1 No power - OK Open 3 No power - OK Open 4 No power - OK Dari tabel di atas terlihat bahwa semua komponen utama SMPS baik transistor bipolar, FET maupun IC hybrid ternyata semuanya memenuhi standard safety IEC 60065. Memang ada beberapa komponen yang rusak tetapi tidak sampai menimbulkan api. Tetapi data di atas pun memperlihatkan bahwa SMPS

64 yang menggunakan FET pada saat pengujian fault test ternyata lebih banyak menyebabkan komponen rusak dari pada SMPS yang menggunakan transistor bipolar maupun IC hybrid. Data di atas bisa dibaca bahwa kelak jika rangkaian itu dipasarkan, dapat dipastikan banyak keluhan pelanggan tentang mudah dan banyaknya part rusak. Dimana banyaknya keluhan pelanggan berarti ada penambahan biaya dan yang paling dikhawatirkan adalah turunnya penjualan. Sehingga dari sisi ini ( faut test ), transistor bipolar dan IC hybrid lebih baik daripada FET. 4.5 Gambar Alat dan Pengukuran Gambar 4.14 Chassis FC6A

65 Gambar 4.15 Rangkaian SMPS yang dipotong dari Chassis FC6A Gambar 4.16 Pengukuran tegangan output dan frekuensi kerja