BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

BAB IV METODE PENELITIAN

APLIKASI PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DENGAN MENGGUNAKAN METODA FK FILTER,SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN RADON FILTER

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo"

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB III METODE PENELITIAN

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

SEISMIC DATA PROCESSING

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: ISSN

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

ANALISA KECEPATAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D ZONA DARAT MENGGUNAKAN METODE SEMBLANCE

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

SUPRESI MULTIPEL PADA DATA SEISMIK LAUT DENGAN METODE DEKONVOLUSI PREDIKTIF DAN RADON DEMULTIPEL

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

PENERAPAN DEKONVOLUSI SPIKING DAN DEKONVOLUSI PREDIKTIF PADA DATA SEISMIK MULTICHANNEL 2D DI LAUT FLORES ALFRIDA ROMAULI

ELIMINASI ARTEFAK DALAM PENAMPANG SEISMIK DENGAN TAHAPAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK MULTICHANNEL DI AREA BONE LINE 1

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

IERFHAN SURYA

ATENUASI NOISE DENGAN MENGGUNAKAN FILTER F-K DAN TRANSFORMASI RADON PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE

BAB III METODE PENELITIAN

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPLE PADA DATA SEISMIK REFLEKSI MULTICHANNEL di PERAIRAN PULAU MISOOL

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN BEKU VULKANIK

PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy)

IV. METODE PENELITIAN

DELENIASI PENYEBARAN SHALLOW GAS SECARA HORISONTAL MENGGUNAKAN METODE SEISMIK 2D RESOLUSI TINGGI

ANALISIS PRE STACK TIME MIGRATION (PSTM) DAN PRE STACK DEPTH MIGRATION (PSDM) METODE KIRCHHOFF DATA SEISMIK 2D LAPANGAN Y CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK

Studi Pengolah Data (Processinging) Seismik dengan Mengunakan Program Promax

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST-STACK TIME MIGRATION DI LAPANGAN X DI DAERAH SUMATERA SELATAN

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU

BAB IV PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI

PRE STACK DEPTH MIGRATION VERTICAL TRANSVERSE ISOTROPY (PSDM VTI) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D

STUDI PRE-STACK DEPTH MIGRATION PADA STRUKTUR KOMPLEK TUGAS AKHIR I KOMANG ANDIKA ARIS PERMANA NIM:

MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN DATA SUMUR TUGAS AKHIR FADHILA NURAMALIA YERU NIM:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

PENGUKURAN KECEPATAN GELOMBANG SEISMIK LAUT 2D MENGGUNAKAN PRESTACK TIME MIGRATION DENGAN METODE KIRCHHOFF STEFANY REZA

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

ANALISA PENAMPANG SEISMIK PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST- STACK TIME MIGRATION BERDASARKAN METODE MIGRASI KIRCHHOFF (Studi Kasus Lapangan GAP#)

3. HASIL PENYELIDIKAN

Perbaikan Model Kecepatan Interval Pada Pre-Stack Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth Moveout Horizon Based Tomography Pada Lapangan SF

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain

Analisis Perbandingan PSTM dan PSDM Dalam Eksplorasi Hidrokarbon di Lapangan SBI

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D

ALHAZEN Journal of Physics ISSN Volume 2, Nomor 1, Issue 1, Juli 2015

PENERAPAN METODE F-K DEMULTIPLE DALAM KASUS ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN VULKANIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Utara yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Akusisi data seismik dilakukan sebanyak 5 lintasan, sedangkan yang peneliti gunakan untuk pengolahan data seismik adalah lintasan JYPR-3.2 (lintasan 3 sekuen 2). Berikut adalah gambar lintasan seismik : JYPR-3.2 Gambar 3.1 Peta Lintasan Akuisisi Seismik

43 Gambar 3.2 Morfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik 3.2 Diagram Alir Pada bab ini membahas pelaksanaan penelitian mulai dari tahap awal pengolahan data hingga diperoleh data yang siap untuk dianalisis. Pengolahan data seismik menggunakan software ProMax 2D. Software ProMax merupakan salah satu software untuk mengolah data seismik yang diproduksi oleh Landmark Halliburton Ltd. Tahapan awal pengolahan data dimulai dengan melakukan input data ke dalam software ProMax. Data yang dimasukkan berupa SEG-D yang dikonversi menjadi format data SEG-Y. Format data SEG-D merupakan data lapangan yang langsung diterima dari receiver. SEG-Y merupakan format data seismik yang dikeluarkan oleh Society of Exploration Geophysicicts (SEG).

44 Tahapan selanjutnya merupakan tahapan yang penting pada pengolahan data yaitu proses Geometri, Editing, dan Dekonvolusi, tahapan ini merupakan tahapan preprocessing. Tahapan processing meliputi analisis kecepatan, stacking, dan CRS. Selanjutnya akan dianalisis perbedaan penampang hasil stacking dengan penampang hasil metode CRS.

45 Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian 3.3 Data Lapangan Penulis melakukan pengolahan data seismik pada lintasan 3.2 dengan nama lintasan JYPR-3.2, raw data yang diolah mulai dari FFID 5038 sampai dengan FFID 11474. Di bawah ini merupakan parameter akuisisi pada lintasan JYPR-3.2. Tabel 3.1 Parameter Akuisisi pada lintasan JYPR-3.2 Konfigurasi Source Interval Group Interval Off-end 37,5 m 12,5 m Jumlah Source 6437 Jumlah Channel 48 Min. Offset Max. Offset CDP Interval 250 m 837,5 m 6,25 m Fold Maksimum 8 Panjang Lintasan 241350 m Line Azimuth 271 0

46 3.4 Pre-processing 3.4.1 Input Data Input data lapangan seismik harus sesuai dengan format pita lapangan (field tape). Dalam hal ini field tape masih berada dalam format multiplex, format multiplex merupakan penggabungan hasil refleksi gelombang berdasarkan urutan sampling waktu pada saat perekaman data seismik. Data lapangan dengan format multiplex harus mengalami perubahan ke dalam demultiplex untuk mengubah hasil rekaman data berdasarkan urutan trace-trace dalam masing-masing shot gather. Data lapangan yang telah di-demultiplex dalam penulisan ini selanjutnya disebut sebagai raw data. Berikut flow dari proses demultiplex dalam program ProMAX 2D: Gambar 3.4 Flow Input Data Dalam pengolahan data kali ini data awal berupa data SEG-D yang dikonversi menjadi format SEG-Y. Data dengan format SEG-Y menjadi input

47 dalm proses demultiplex, output demultiplex berupa raw data yang nantinya menjadi input untuk proses geometry. 3.4.2 Geometry Setting Tahapan geometry berfungsi untuk mengkoreksi geometry agar sesuai dengan kondisi di lapangan saat pengambilan data. Gambar 3.5. Panel Jendela 2D Marine Geometry Menu file berfungsi untuk memanggil data yang akan diolah. Data yang diambil merupkan data geometri, yaitu JYPR-3.2. Menu setup dan Auto-2D berfungsi untuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional yang digunakan dalam ProMAX 2D. Aplikasi dari menu setup meliputi (Jusri, 2004) : a). Assign Midpoints Method Pada parameter ini disediakan pilihan metode binning yang akan digunakan. Masukan yang diberikan dalam parameter ini mempengaruhi pilihanpilihan yang disediakan oleh menu lainnya. Dalam pengolahan berikut, metode yang digunakan adalah Matching pattern number in the SIN and PAT spreadsheet. b). Nominal receiver station interval

48 Parameter ini berisi input nominal receiver interval yang digunakan di lapangan. Receiver interval yang digunakan adalah 12,5 meter. c). Nominal source station interval Parameter ini berisi input nominal shot interval yang digunakan di lapangan. Shot interval yang digunakan adalah 37.5 meter. d). Nominal sail line azimuth Parameter ini berisi input nominal azimuth yang diukur sepanjang arah lintasan ke arah bertambahnya nomor receiver station atau source station, searah jarum jam dari arah arah utara, dalam satuan derajat ( ). e). Nominal Source Depth Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber energi. Kedalaman sumber diukur dari permukaan perairan. f). Nominal Receiver Depth Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber penerima. Kedalaman penerima diukur dari permukaan perairan.

49 Gambar 3.6 Panel Jendela Menu Auto 2D Marine Geometry Gambar 3.7 Panel Jendela Geometry Setup

50 Gambar 3.8 Stacking Chart hasil geometry setting 3.4.3 Editing Pada pengolahan data seismik multichannel, trace- trace seismik yang terekam sepanjang lintasan penelitian tidak semuanya merupakan data tetapi terdapat data noise. Trace-trace yang memiliki noise dihilangkan sedemikian rupa dalam proses editing untuk mendapatkan data yang berkualitas sebelum dilakukan tahap selanjutnya, yakni dekonvolusi. Serangkaian proses dalam editing dilakukan secara sistematis yang akan berdampak pada hasil akhir penampang seismik nantinya. Proses editing yang dilakukan adalah top-mute, dan Autocorrelation. Hasil dari top-mute dan Autocorrelation digunakan dalam proses dekonvolusi. Top-mute Muting bertujuan untuk memotong bagian yang tidak diinginkan yaitu sinyal seismik yang dianggap bukan sinyal refleksi primer. Jenis muting yang

51 digunakan pada pengolahan ini adalah top mute. Top mute berfungsi untuk menghilangkan noise direct wave. Gambar 3.9 Picking Top-mute pada FFID 5039 Autocorrelation Proses autocorrelation merupakan proses untuk mengkoreksi kemungkinan multiple yang ada pada data hasil rekaman seismik. Autocorrelation dilakukan dengan menentukan panjang operator (operator length) yang nantinya akan digunakan sebagai input parameter pada predictive deconvolution.

52 118 118 Gambar 3.10 Autocorrelation pada FFID 5038 3.4.4 Dekonvolusi Dekonvolusi merupakan suatu proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres wavelet seismik agar wavelet seismik yang terekam menjadi tajam dan tinggi kembali. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi juga dapat mengurangi efek multiple yang mengganggu interpretasi data seismik serta memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks akibat pengaruh noise.

53 Gambar 3.11 Flow Dekonvolusi Gambar 3.12 Parameter Predictive Dekonvolusi 3.5 Velocity Analysis Pada pengolahan data ini, velocity analyisis menggunakan metode penggambaran amplitude (semblance velocity), yang merupakan plot kesamaan sinyal pada bidang velocity versus two way zero offset time (TWT). Hasilnya diplot dalam format kontur dengan warna pada penampang semblance. Kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kecepatan Root Mean Square (V RMS ), yaitu kecepatan total dari sistem perlapisan horizontal dalam bentuk akar kuadrat. Velocity analyisis menggunakan metode mengukur-kesamaan atau metode semblance. Metode ini menampilkan penampang semblance dan CDP gather secara bersamaan. Picking kecepatan dimulai pada kecepatan 1500 m/s karena V (RMS) dasar laut di lapisan tersebut diperkirakan sebesar 1500 m/s. Picking harus mengalami pertambahan nilai kecepatan seiring dengan pertambahan TWT (Two Way Traveltime). Sehingga memungkinkan picking pada nilai kecepatan multiple

54 dapat dihindari. Selain itu, picking yang dilakukan harus memperhatikan CDP gather. Idealnya CDP gather akan menjadi datar setelah di-apply NMO apabila picking kecepatan yang dilakukan tepat. Gambar 3.13 Flow Velocity Analysis Gambar 3.14 Picking Velocity Analysis pada CDP 2551

55 3.6 Koreksi Dip Move Out (DMO) Koreksi dip move out dilakukan pada data ini untuk mengatasi masalah picking fungsi kecepatan yang disebabkan oleh reflektor miring. Untuk kasus reflektor miring, koreksi NMO belum menghasilkan zero offset trace. Oleh karena itu dengan menggunakan koreksi dip move out, fungsi kecepatan yang diperoleh akan menghasilkan zero offset trace yang tidak terpengaruh oleh kemiringan reflektor dan kualitas data stack yang dihasilkan akan semakin bagus. Input DMO menggunakan hasil dari dekonvolusi dengan menggunakan parameter hasil velocity analysis. Gambar 3.15 Flow DMO 3.7 Stacking Setelah proses dekonvolusi dan DMO, maka dilakukan stacking pada data, Stacking merupakan proses penjumlahan trace-trace seismik dalam satu CDP setelah koreksi NMO yang bertujuan untuk mempertinggi signal to noise

56 ratio (S/N), karena sinyal yang koheren akan saling memperkuat dan noise yang inkoheren akan saling menghilangkan. Selain itu stacking juga mengurangi noise yang bersifat koheren. Stack dapat dilakukan berdasarkan common depth point (CDP), common offset atau common shot point tergantung dari tujuan dari stack itu sendiri. Biasanya proses stack dilakukan berdasarkan CDP dimana trace-trace yang tergabung pada satu CDP disuperposisikan dan telah dikoreksi NMO. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak offset yang berbedabeda dari tiap receiver dalam format CDP. Gambar 3.16 Flow Stacking 3.8 CRS optimal, diantaranya : Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan penampang CRS yang 1. CRS ZO search

57 Dalam flow CRS ZO search dapat diperoleh dip berupa α dan R N dari muka gelombang ZO section yang muncul. Parameter dip yang telah ditentukan kemudian dipakai kedalam input CRS precompute Sebagai input ZO search parameter dibutuhkan aperture dip, waktu tempuh, dan kecepatan permukaan. Aperture dip merupakan radius dari zona Fresnel untuk mendapatkan semblance. Sedangkan kecepatan awal diperlukan untuk mendapatkan nilai maksimum dip. Gambar 3.17 Flow CRS ZO Search Gambar 3.18 Flow Parameter 2D CRS ZO Search 2. CRS Precompute CRS precompute dipakai untuk mengkomputasi panel semblance, gather dan mengoreksi analisis kecepatan terhadap struktur atau informasi dip.

58 Gather diperoleh menggunakan kecepatan frekuensi yang diperoleh dari kecepatan NMO untuk mengaplikasikan CRS moveout untuk tiap trace dan mengaplikasikan inverse NMO untuk tiap offset bin. Dengan menggunakan CRS precompute, range semblance dapat diperbesar sehingga semua trace dalam data pre-stack dapat dipakai. Gambar 3.19 Flow CRS Precompute 3. CRS Stack CRS stack menggunakan parameter dip dan kecepatan hasil CRS precompute untuk menghasilkan penampang stack atau gather dengan S/N yang lebih baik. Gambar 3.20 Flow 2D CRS Stack

59 Gambar 3.20 Flow Parameter 2D CRS Stack