BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN FORUM LINTAS PELAKU KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN DALAM PENGEMBANGAN KLASTER PARIWISATA SELO-SAWANGAN TUGAS AKHIR

EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil, makmur, berdaya saing, maju dan sejahtera. Berbagai

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara. dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari

K L I P I N G. Kamis, 10 Oktober Berita terkait LPDB-KUMKM Demikian kliping ini disampaikan sebagai bahan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan jasmani maupun kebutuhan batin, hingga kesejahteraan manusia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

KARAKTERISTIK JARINGAN USAHA PADA KLASTER INDUSTRI KERAJINAN TEMBAGA DESA TUMANG KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR

Tesis. Oleh: N a m a : BAMBANG SUDARMONO N I M : P Program : Magister Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

Determinan simpanan masyarakat di perbankan wilayah Eks-Karesidenan F

KLASIFIKASI IKM (INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH) MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB DI KOTA GORONTALO

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM), sumber daya alam (SDA), teknologi, sosial budaya dan lain-lain. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI WILAYAH KABUPATEN DI EKS- KARESIDENAN SURAKARTA (BOYOLALI, SUKOHARJO, KARANGANYAR, WONOGIRI, SRAGEN DAN KLATEN) TAHUN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI WILAYAH IHT JAWA TENGAH

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri kecil di perdesaan dikenal sebagai tambahan sumber pendapatan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 6 TAHUN 2008 NOMOR : 11 TAHUN 2008 TENTANG

2015 PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) BONEKA KAIN DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

POKOK-POKOK METERI FORUM (MIF) 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan juga menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi konsumen. juga teknologi (Ferrell, Hirt, & Ferrell, 2011).

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi hal yang sangat penting

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR

BAB 6 PENUTUP. 122 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

Jakarta, 10 Maret 2011

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. industri yang ramah lingkungan juga sering disebut sebagai industri tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan pengelolaan sumberdaya wilayah secara mandiri. Kebijakan tersebut membuka peluang bagi daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan kemampuan masing masing. Sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional merupakan bagian internal yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang memberikan kontribusi terhadap peluang kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan perkembangan wilayah. Pengembangan ekonomi lokal merupakan salah satu proses yang menekankan pada penggunaan sumberdaya yang ada di wilayah untuk membangun kesempatan kerja dan menciptakan kesejahteraan melalui lokalitas. Namun keberhasilan pengembangan ekonomi lokal ini sangat bergantung pada peran masing masing stakeholder dalam mengembangkan potensi lokal yang tersedia. Pengembangan perekonomian lokal merupakan salah satu kesepakatan yang disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara kerja sama ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) dilaksanakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 7 sampai 8 Oktober 2013. Keputusan yang mendorong pengembangan ekonomi lokal ini tercantum dalam butir keputusan KTT. Keputusan tersebut terdapat dalam butir keempat dan keenam. Butir kesepakatan keempat menjelaskan adanya dukungan pertumbuhan ekonomi yang kuat,inklusif dan berkelanjutan melalui kegiatan memfasilitasi dan memperkuat usaha mikro kecil dan menengah, pelaku usaha perempuan dan pelaku usaha muda.sedangkan butir keputusan ketujuh berisi bahwa untuk mencapai free and open trade investment dapat dilakukan dengan meningkatkan keikutsertaan UKM, pelaku usaha perempuan dan pelaku 1

usahamuda (kompas.com,2013). Sehingga melalui KTT tersebut semakin menguatkan keberadaan usaha kecil menengah yang akan menyokong perekonomian masyarakat. Pengembangan ekonomi lokal merupakan salah satu agenda pembangunan ekonomi di Indonesia. Berbagai model dan program pengembangan ekonomi lokal di selenggarakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia yang dikuatkan dengan surat edaran Kemedagri No 500/1404/V/ BANGDA tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah berbasis Klaster.Salah satunya Propinsi Jawa Tengah melalui SK Gubernur Jawa Tengah No. 500.05/ 30 / 2003 mengenai pendirian Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumberdaya Daerah (FPESD) dan di perbarui lagi dengan SK Gubernur Jawa Tengah No 500.05/ 34 / 2008 yang berlaku dari tahun 2008 sampai 2013. Menyikapi SK tersebut maka dipilih beberapa UKM yang akan mampu bersaing sehingga akan mendukung penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi lokal. Visi yang dicanangkan pemerintah Kabupaten Boyolali tahun 2010-2015 adalah pro investasi, meningkatakan kesejahteraan dan daya saing. Berbagai upaya untuk mencapai masing- masing visi tersebut telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Boyolali.Salah satu misi yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan daya saing wilayah adalah dengan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui keunggulan daerah salah satunya melalui optimalisasi pemberdayaan Koperasi dan UKM. Pemberdayaan UKM dilakukan melalui peningkatan penyaluran modal kepada UKM, meningkatkan produktivitas dan skala usaha UKM, meningkatkan kelembagaan dan kualitas lembaga keuangan mikro, meningkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur dan perdagangan yang diikuti dengan terciptanya lapangan kerja, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Kabupaten Boyolali terletak diantara jalur segitiga emas Semarang, Solo dan Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya menjadi daerah yang potensial, maju dan berkembang.namun pada kenyataanya Kabupaten Boyolali masih belum berkembang diantara kabupaten eks Karesidenan Surakarta seperti Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo. 2

Pengembangan UKM melalui pendekatan klaster kemudian dikembangkan di beberapa daerah di Jawa Tengah dan salah satunya adalah Kabupaten Boyolali. Klaster merupakan keberadaan industri dalam satu konsentrasi geografis yang saling terkait dan berhubungan dalam fungsi tertentu yang homogeny dan saling melengkapi. Pengembangan ekonomi lokal dalam rangka meningkatkan daya saing wilayah di Kabupaten Boyolali dilakukan melalui inovasi yang dilakukan terhadap produk unggulan daerah. Produk unggulan yang memiliki kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Boyolali. Pembentukan klaster UKM merupakan pengembangan ekonomi baru yang sedang aktif dibentuk oleh pemerintah Indonesia di masing masing daerah sebagai upaya pendekatan perbaikan perekonomian masyarakat. Pengembangan klaster memberikan suatu peluang maupun tantangan dalam mengembangkan wilayah melalui ekonomi lokalnya. Salah satu tujuan pembentukan klaster ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan daya saing wilayah. Pengembangan klaster industri yang dilakukan di Kabupaten Boyolali yang menjadi salah satu pengembangan klaster industri di Jawa Tengah yang berada dalam binaan Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumberdaya Daerah (FPESD) melalui Forum Economic Developmnet and Employment Promotion (FEDEP) di industri kerajinan logam Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo. Sehingga melalui pembentukan klaster tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi dalam rangka peningkatan daya saing. Efektivitas keberadaan klaster UKM dalam rangka meningkatkan daya saing merupakan salah satu objek formal dalam ilmu pembangunan wilayah dan menekankan pada kontribusi UKM melalui pendekatan keruangan dan kompleks wilayah. Klaster industri logam Desa Cepogo memiliki potensi yang bagus. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pelaku usaha yang masih memeprtahankan usaha kerajinan logam mereka hingga saat ini selain itu sudah adanya perkembangan pemasaran ekspor yang dilakukan oleh pelaku usaha dan tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan usaha ini kurang lebih 600 tenaga kerja lokal. Sehingga memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian daerah maupun 3

perekonomian nasional. Keberhasilan atau kegagalan klaster UKM dalam rangka meningkatkan daya saing disebabkan karena kurang optimalnya kemampuan pelaku usaha kerajinan logam dalam mengupayakan berbagai keuntungan yang didapatkan dari keberadaan klaster baik secara lokasional maupun hubungan hulu dengan hilir yang saling terkait. 1.2 Perumusan Masalah UKM merupakan salah satu alat penggerak perekonomian wilayah yang memiliki kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang sedang aktif melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing wilayah khususnya melalui Usaha Kecil Menengah (UKM). Peningkatan daya saing UKM di Kabupaten Boyolali diupayakan melalui peningkatan penyaluran modal kepada UKM, meningkatkan produktivitas dan skala usaha UKM, meningkatkan lelembagaan dan kualitas lembaga keuangan mikro, meningkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur dan perdagangan yang diikuti dengan terciptanya lapangan kerja, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Pengembangan ekonomi lokal yang telah banyak dilakukan adalah melalui klaster.klaster ini merupakan pengelompokan suatu kegiatan yang akan memberikan keuntungan aglomerasi bagi masing masing pelaku kegiatan yang didukung adanya keterlibatan hubungan interaksi antar komponen dalam klaster. Kabupaten Boyolali juga mengembangkan berbagai kegiatan usaha lokal yang berada dalam satu lingkup area yang berupa sentra industri maupun klaster UKM. Adanya klaster UKM ini memberikan pilihan penilaian efektivitas UKM secara menyeluruh maupun pengembangan UKM secara parsial dalam mendukung maupun melemahkan upaya terciptanya daya saing usaha. Sehingga memunculkan pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana karakter pelaku UKM dalam klaster kerajinan logam di Desa Cepogo? 2. Bagaimana komponen dalam klaster kerajinan logam di Desa Cepogo? 4

3. Bagaimana efektivitas pembentukan klaster UKM tersebut dalam rangka meningkatkan daya saing? 4. Faktor apa yang mendukung pembentukan klaster dalam rangka meningkatkan daya saing? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakter pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam klaster kerajinan logam di Desa Cepogo 2. Mendiskripsikan komponen yang ada dalam dalam klaster kerajinan logam di Desa Cepogo 3. Menilai efektivitas keberadaan klaster UKM tersebut dalam rangka meningkatkan daya saing 4. Menganalisis faktor yang mendukung pembentukan klaster dalam rangka meningkatkan daya saing 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan program Strata-1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Boyolali dalam mempertimbangkan kembali efektivitas pembentukan klaster UKM dalam rangka meningkatkan daya saing. Sehingga akan mengupayakan strategi pengembangan klaster UKM yang tepat sesuai dengan lokasi geografis dan kemampuan masyarakat di wilayah tersebut. 5