4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas. 4.1.1 Suhu Tubuh 40.5 40 Suhu Tubuh ( C) 39.5 39 38.5 38 HA-Kitosan Normal Waktu (Hari) Gambar 12 Rataan suhu tubuh domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 12 memperlihatkan kelompok domba implan HA-Kitosan memiliki suhu tubuh pada kisaran suhu domba normal yaitu 38,9-40,0 C (Kelly 1974). Pada kelompok domba implan terjadi sedikit penurunan pada hari ke-21 dan ke-90 post operasi jika dibandingkan dengan kisaran suhu domba normal. Penurunan suhu tubuh ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam dan faktor makanan yang dikonsumsi (Swenson 1997). Kelly (1974) menambahkan suhu tubuh semua hewan sehat bervariasi sepanjang hari. Hal ini dipengaruhi oleh panjang waktu siang dan malam yang mempengaruhi suhu lingkungan. Faktor makanan yang dikonsumsi tidak mempengaruhi pada penelitian ini karena domba diberi pakan dengan frekuensi sama yaitu pada pagi dan siang hari dengan jumlah pakan yang serupa.
Suhu tubuh kelompok domba pada setiap perlakuan masih berada pada kisaran suhu tubuh domba normal. Hal ini menunjukan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh domba. 4.1.2 Frekuensi Jantung 130 Frekuensi Jantung (x/menit) 120 110 100 90 80 70 60 HA-kitosan Normal Waktu (Hari) Gambar 13 Rataan frekuensi jantung domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 13 memperlihatkan frekuensi jantung kelompok domba implan HAkitosan dan berada di atas kisaran frekuensi jantung domba normal yaitu 70-90 denyut/menit (Kelly 1974). Peningkatan frekuensi jantung ini disebabkan oleh aktivitas domba yang meningkat dikarenakan proses handling domba ketika pengambilan data frekuensi jantung yang membuat domba tersebut stress. Stres memicu hipotalamus mengeluarkan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan memicu hipofise anterior mengeluarkan ACTH. ACTH kemudian merangsang adrenal korteks melepaskan hormon kortisol akan meningkatkan aksi vasokontriksi norepinefrin dan epinefrin yang akan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah (Bojrab 1981). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Adisuwirdjo (2001) faktor yang mempengaruhi denyut jantung diantaranya aktivitas, kadar CO 2, berat badan dan usia. Peningkatan frekuensi jantung ini adalah fisiologis karena hasil pemeriksaan suhu tubuh adalah normal.
Hasil ini memperlihatkan senyawa yang terkandung dalam implan HA- Kitosan dan tidak mengganggu fisiologis frekuensi jantung domba. Kenaikan frekuensi jantung pada setiap perlakuan lebih disebabkan faktor luar yang mempengaruhi keadaan psikis domba dan habitus individu domba. 4.1.3 Frekuensi Nafas 60 Frekuensi Nafas (x/menit) 50 40 30 20 10 0 HA-kitosan Normal Waktu (Hari) Gambar 14 Rataan frekuensi nafas domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 14 memperlihatkan domba perlakuan memiliki frekuensi nafas lebih tinggi daripada normal yaitu 20-30 nafas/menit (Kelly 1974). Hal ini disebabkan keadaan psikis domba yang stres akibat proses handling dalam pengambilan data frekuensi nafas menyebabkan hewan excited. Kelly (1974) juga menyatakan faktor yang dapat meningkatkan frekuensi nafas adalah ketika hewan excited, setelah exercise dan hewan obesitas. Gambar 14 juga memperlihatkan frekuensi nafas domba setiap perlakuan masih berada pada kisaran frekuensi nafas domba normal. Hal ini menunjukkan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan tidak mengganggu fisiologis frekuensi nafas domba. Peningkatan frekuensi nafas disebabkan proses handling yang dilakukan dan habitus individu domba. Pemeriksaan fisik yang terdiri atas pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas menunjukkan bahwa pemberian implan HA-Kitosan dan dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu
fisiologis tubuh. Hal ini karena masing-masing material implan memiliki sifatsifat yang mendukung dalam penggunaanya sebagai pengganti kerusakan tulang dan fraktur tulang, yaitu HA dan TKF terdiri atas kombinasi senyawa kalsium dan fosfat (Pane 2008) yang merupakan senyawa terbesar yang terdapat pada tulang dan menyusun tulang. Hal ini menyebabkan HA dan TKF memiliki sifat mirip dengan struktur tulang. Kitosan digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah ortopedi karena sifat biokompatibel yang dimilikinya (Ratajska et al. 2008). Kelompok domba dengan perlakuan diimplan secara umum memiliki rataan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok domba dengan perlakuan diimplan HAkitosan. Hal ini disebabkan pada kelompok domba dengan perlakuan diimplan memiliki jumlah domba betina yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan Kelly (1974) yang menjelaskan hewan betina memiliki suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas yang lebih tinggi daripada jantan. 4.2 Data Persembuhan Tulang 4.2.1 Keadaan Kalus pada Tulang Persembuhan Tulang (cm) 4 3 2 1 0 Panjang Kalus M2 M4 M6 M8 M10M12 HA-kitosan Kontrol Positif Waktu (Minggu) Persembuhan Tulang (cm) 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Lebar Kalus M2 M4 M6 M8 M10M12 HA-Kitosan Kontrol Positif Waktu (Minggu)
Persembuhan Tulang (cm) 4 3.5 3 2.5 2 Tinggi kalus M2 M4 M6 M8 M10M12 HA-Kitosan Kontrol Positif Waktu (Minggu) Gambar 15 Rataan persembuhan tulang (panjang, lebar dan tinggi kalus) domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif. Penggabungan HA dengan TKF diharapkan dapat didegradasi dengan cepat, Guyton dan Hall (2006) menjelaskan hidroksiapatit dan fosfat merupakan garam tulang yang ada pada struktur tulang itu sendiri sehingga dapat memberikan persembuhan tulang dengan baik karena HA memiliki sifat fisis, kimia, mekanis dan biologis yang mirip dengan struktur tulang. HA melekat pada tulang secara biointegrasi yang berarti implan yang terbuat dari HA berkontak dan menyatu secara kimiawi dengan tulang (Pane 2008). TKF adalah keramik berpori yang memiliki sifat-sifat biologis non-reaktif dan resorbable dan bertindak sebagai scaffold untuk pertumbuhan tulang, mengalami degradasi progresif dan penggantian oleh tulang (Lange et al. 1986). TKF cepat larut dan rapuh, sehingga TKF dikombinasikan dengan HA agar lebih kuat. Sifat yang dimiliki oleh HA dan TKF ini juga diharapkan dapat mempercepat persembuhan tulang. Kitosan memiliki sifat berpori namun kurang kuat (Schowengerdt 2002), sehingga kitosan dikombinasikan dengan HA. Kitosan digunakan sebagai perekat dalam penggunaanya dengan HA. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi scaffold (Ratajska et al. 2008). Penggabungan HA dengan kitosan juga diharapkan dapat didegradasi dengan baik dan mempercepat persembuhan tulang seperti penggabungan HA dengan TKF. Gambar 15 memperlihatkan persembuhan tulang setiap perlakuan berada pada kisaran standar deviasi persembuhan tulang normal. Hal ini menunjukkan persembuhan tulang setiap perlakuan sama baik dengan normal namun kurang dalam fungsi implan mempercepat proses persembuhan tulang seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan HA yang digunakan terlalu padat sehingga
HA memiliki sedikit pori. Pori sangat dibutuhkan agar proses sirkulasi darah yang membawa materi dan sel pembentuk tulang yang sangat dibutuhkan dalam persembuhan tulang dapat berjalan dengan baik (Schowengerdt 2002). 4.2.2 Peradangan Tabel 1 Rataan parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan kalus domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif. Parameter Perlakuan Nyeri (hari) Merah (hari) Panas (hari) Bengkak (hari) Pembentukan kalus (hari ke-) HA-Kitosan 2,00 ± 0 2,00 ± 3,06 3,00 ± 3,00 7,00 ± 1,00 8,00 ± 1,00 2,00 ± 0 4,33 ± 3,51 1,33 ± 2,31 5 ± 2,65 7 ± 1,00 Kontrol Positif 2,00 ± 0 4,67 ± 4,27 2,67 ± 2,34 6,83 ± 2,93 8,33 ± 2,07 Keterangan: Nilai yang tercantum dalam tabel menunjukkan lamanya nyeri, merah, panas dan bengkak dalam satuan hari dan hari pertama pembentukan kalus. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit) dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams 1995; Rukmono 1973; Mitchell & Cotran 2003). Tabel 1 memperlihatkan bahwa tanda peradangan pada domba dengan implan HA-Kitosan, implan dan domba normal memiliki nilai bervariasi yaitu beberapa hari setelah penanaman implan. Hal ini sesuai dengan pernyataan peradangan dimulai segera setelah tulang retak dan berlangsung selama beberapa hari (Anonim 4 2009) sehingga peradangan yang terjadi pada setiap perlakuan merupakan proses yang wajar. Hal ini juga menegaskan implan HA-Kitosan dan tidak menimbulkan reaksi imunologi yang berarti implan mengandung sedikit atau tidak mengandung sama sekali benda asing yang dapat menimbulkan respon imun (Rose et al. 1973) berupa respon penolakan terhadap implan. Hasil yang didapat menunjukkan pemberian implan HA-Kitosan dan tidak memperlama proses peradangan dan tidak menimbukan respon imun sehingga baik dalam proses persembuhan luka.
Sifat-sifat HA-Kitosan dan yang mendukung hasil ini yaitu HA dan TKF merupakan bahan sintetik yang memiliki umur simpan panjang, menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, memiliki resiko penularan agen dan reaksi imunologi yang rendah (Wounds 2002). Saat diimplankan ke hewan atau manusia HA memproduksi sedikit atau tidak sama sekali respon tubuh terhadap benda asing (Laksin 1985, diacu dalam Aprilia 2008). Kitosan meningkatkan rasio persembuhan luka, mendukung pertumbuhan sel dan memberikan hasil yang baik dalam aplikasi pada bidang rekayasa jaringan. Kitosan juga menunjukkan bakteriostatik dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008). Pembentukan kalus pada setiap perlakuan dan domba normal terjadi di hari ke-7 dan ke-8 post operasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan kalus terbentuk pada fase pembentukan kalus yang terjadi dalam waktu seminggu (Watson-Jones et al. 1952) dan pada minggu ke-4 sampai ke-6, kalus masih sangat lemah pada proses persembuhan dan membutuhkan perlindungan yang cukup (Kalfas 2001). Hal ini menunjukkan pemberian implan HA-Kitosan dan tidak mempercepat atau memperlambat proses pembentukan kalus.