HIKAYAT RAJA BANJAR, TUTUR CANDI, DAN PARARATON: SUATU PERBANDINGAN

dokumen-dokumen yang mirip
JBSP JURNAL JBSP JILID 2 NOMOR 1 BAHASA, SASTRA, DAN PEMBELAJARANNYA DITERBITKAN OLEH PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

KIDUNG RANGGALAWE : PEMBERONTAKAN KEKUASAAN KIDUNG RANGGALAWE

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Positif dalam Hikayat Raja Banjar

Prosa Tradisional (Hikayat Upu Daeng Menambun) Sinopsis. Bab III

KISAH MIGRASI EMPU JATMAKA DALAM HIKAYAT RAJA BANJAR DAN TUTUR CANDI. M. Rafiek FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Prosa Tradisional (Hikayat Indera Nata)

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah Kertanegara.

Hikayat Opu Daeng Menambun

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 11. KETERAMPILAN BERSASTRALatihan Soal 11.4

SINGHASARI (TUMAPEL)

Kerajaan Tumapel yang berdiri megah dan agung,

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Tatanan Politik di Nusantara Masa Kedatangan Islam

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Ratu Ester yang Cantik

Ratu Ester yang Cantik

Bontang dari Cerita Menjadi Kebanggaan

MENGAMPUNI ORANG LAIN

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10

LAMPIRAN HUBUNGAN INTERTEKSTUAL ANTARA..., KAMSIAH, PBSI FKIP, UMP 2016

Written by Administrator Sunday, 17 November :31 - Last Updated Thursday, 27 March :12

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

AWAL BERDIRINYA KERAJAAN

Hari Raya Korban? (Idul Adha)

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.4. Pasasti Yupa

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

Akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN KABUPATEN MIMIKA TAHUN PELAJARAN 2008/2009. BAB 5 = Kerajaan dan Peninggalan Hindu, Budha, dan Islam

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan:

Kisah Ashabul Kahfi. Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu:

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6

Kisah Sulaiman dengan Jin dan Binatang

Lampiran 1. Sinopsis. Universitas Sumatera Utara

Pupuh 1 (bait 1-5) : Manggala dipersembahkan kepada Dewa Wisnu yang menjelma menjadi manusia pada zaman Dwapara.

1. Bagaimana Mordekhai dan orang-orang Yahudi menerima berita itu?

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

Sejarah Kerajaan Majapahit

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

Karya Kreatif Tanah Air Beta. Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam buku hariannya. Karya

Diantara perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita adalah perintah agar kita mengikuti Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius.

Teguran Allah kepada Musa. Ditulis oleh Wiki

Ummu Sulaim Ar-Rumaishah

APOCRYPHA SUSANNA KING JAMES BIBLE Susanna

ASAL MULA DESA TALAKBROTO

Babilangan Nama dan Jodoh dalam Tradisi Banjar. Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, 2004), cet. ke-2, h

ASAL MULA DESA NGALIYAN DAN DESA JAWENG.

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #11 oleh Chris McCann

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

pelajaran 1 keluarga setiap anak pasti punya ayah ibu kakek nenek dan saudara semua itu disebut keluarga tahukah kamu anggota keluargamu keluarga 1


Hubungann Kita Dengan Orang Lain

Asal Mula Candi Prambanan

MAKALAH KERAJAAN SINGASARI Guru Pembimbing : Hj. Farida Machsus

Dalam Roma 12-13, Paulus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan...

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

BAB 2 DATA & ANALISA

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api

Disebarluaskan melalui: website: TIDAK untuk tujuan KMERSIL

Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu ( 23

PESAN MORAL DALAM CERITA RAKYAT RARA JONGGRANG

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Cerita 19 dari 60.

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Daud si Anak Gembala

PELAJARAN 1 UPACARA PEMBERIAN NAMA PANGERAN SIDDHARTA

Pelajaran untuk Murid STUDENT LESSON KEPATUHAN Hanya Percaya Kepadaku 3 November, 2012

Agama Buddha. i. Ia berasal dari negara India pada kurun ke-6 SM dan diasaskan oleh Gautama Buddha sebagai salah satu interpretasi agama Hindu.

Manfaatkan Waktu. Semaksimal Mungkin

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( )

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Manusia Api

Revelation 11, Study No. 15 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu, Pasal 11, Pembahasan No. 15, oleh Chris

BAB II RINGKSAN CERITA. timah yang bernama Djuasin bin Djamaludin Ansori. Isi surat itu menyatakan kuli yang naik

Seri Kitab Wahyu Pasal 11, Pembahasan No. 2, oleh Chris McCann. Selamat malam dan selamat datang di Pemahaman Alkitab EBible

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6

Level 3 Pelajaran 10

L; re.- o~ ChNs+ rl'l&oil,si'a tt '

Rut 2 Rut bertemu dengan Boas

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius.

5. Kisah-kisah dan Sejarah 5.8 Nabi Syu aib AS.

Prosa Tradisional (Merah Silu)

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar. Wujud garapan pakeliran

Bukit Rimon & Kebun Anggur ( Hakim-Hakim 21 ) - Warta Jemaat - Minggu, 9 Oktober 2011

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

Transkripsi:

HIKAYAT RAJA BANJAR, TUTUR CANDI, DAN PARARATON: SUATU PERBANDINGAN M. Rafiek 1 Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, e-mail rfk012@yahoo.co.id Abstract This research is aimed at describing and explaining the comparison among Hikayat Raja Banjar and Pararaton. The result of the research encompasses findings on (1) the similarity of story motif of myth of miasma I in the story si Saban, (2) the similarity of story motif of myth of miasma II in the story of Raden Rangga Kesuma, and (3) the similarity of story motif of a character whose supranatural power, (4) unsuitability (name error) of king Majapahit in Hikayat Raja Banjar with that in the history. Keywords: comparison, the similarity of story motif PENDAHULUAN Hikayat Raja Banjar (selanjutnya disingkat HRB) merupakan karya sastra sejarah dari Banjar, Kalimantan Selatan yang cukup fenomenal. Penelitian ini dimaksudkan untuk menanggapi tulisan Ras (dalam Hellwig dan Robson, 1986: 184-203) yang berjudul Hikayat Banjar dan Pararaton: A Structural Comparison of Two Chronicles. Dalam tulisannya itu, Ras menyatakan bahwa struktur isi dari HRB terdiri atas (1) pendirian Negara Dipa, (2) mitos asalusul rumah (tempat tinggal) raja Banjar (kraton I) (3) raja-raja Negara Dipa, (4) pendirian Negara Daha (kraton II), (5) raja-raja Negara Daha, (6) pendirian Banjarmasin (kraton III), (7) raja-raja Banjarmasin, (8) pendirian Martapura (kraton IV). Ras juga menyatakan bahwa struktur isi dari Pararaton (selanjutnya disingkat P) terdiri atas (1) mitos asal-usul rumah (tempat tinggal) raja Singhasari, (2) raja-raja Tumapel-Singhasari, (3) pendirian Majapahit, dan (4) rajaraja Majapahit. Pada intinya, Ras ingin menyatakan bahwa HRB dan P sama-sama terbagi atas cerita empat masa pemerintahan. Penelitian ini ingin mengkritisi hasil temuan Ras tersebut dari sisi yang lain, yaitu dengan mengkaji perbandingan HRB dan P dari sisi kesamaan motif cerita. Memang seperti temuan Ras di atas bahwa HRB berisi cerita masa Negara Dipa, Negara Daha, 1 Doktor alumnus Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Malang, tahun 2010. Spesialisasi Sastra.

Banjarmasih, dan Martapura, akan tetapi masa praislam, khususnya masa Negara Dipa dan Negara Daha masih sangat gelap dasar historisnya. Penelitian ini berusaha membuktikan bahwa apa yang sudah ditemukan oleh Ras sebenarnya hanya temuan struktur luar cerita HRB saja yang sama dengan P. Sekalipun dalam pembahasan selanjutnya dalam tulisannya tersebut, Ras membahas hubungan sastra antara Borneo dan Jawa, akan tetapi yang dibahas hanya kesamaan motif pelayaran saudagar dari Keling menuju Borneo dalam HRB dan cerita tentang Awab, saudara raja Gujerat yang berlayar ke Jawa dan menetap di sana. Cerita yang menurut Ras juga ditemukan dalam Serat Kanda. Menurut Ras, adanya episode Empu Jatmaka dalam HRB merepresentasikan pinjaman langsung dari sastra Jawa Pesisir. Kehadiran cerita tersebut dalam HRB menurut Ras, penting, karena hal itu membuktikan bahwa tradisi Kanda Jawa telah dikenal di Borneo Tenggara pada abad ke-16. Dalam perbandingannya atas HRB dan P, Ras (dalam Hellwig dan Robson, 1986: 196) memang ada menyatakan bahwa motif Watu Gunung juga terjadi dalam HRB. Berdasarkan penjelasan di atas, memang Ras dalam tulisannya itu sudah ada sedikit membahas tentang adanya kesamaan motif cerita antara HRB dan P, namun tidak dibahasnya secara jelas dan terperinci. Untuk itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menemukan persamaan apa saja yang ada antara HRB dan P itu. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan perbandingan, dalam hal ini persamaan antara HRB, Tutur Candi (TC), dan P. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pembacaan dan pencatatan serta analisis isi. Teknik pembacaan dan pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, sedangkan teknik analisis isi digunakan untuk menganalisis isi HRB, TC, dan P dari segi persamaan motif ceritanya. Sejalan dengan pendapat Holsti (1969: 116-118), analisis isi terdiri atas unit-unit yang tercatat, unit-unit konteks, dan menggunakan sistem enumerasi. Unit-unit hasil pembacaan dan pencatatan kemudian dibagi atas unit-unit konteks. Peneliti melakukan analisis unit-unit konteks dengan cara seperti dalam tabel di bawah ini. Metode dan teknik Unit tercatat Unit konteks

I paragraf paragraf Dengan teknik analisis isi diharapkan unit tercatat dapat disesuaikan dengan unit konteks. Untuk membatasi banyaknya data atau berulangnya data yang sama, peneliti menggunakan sistem enumerasi seperti yang disarankan oleh Holsti (1969: 119-120). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kesamaan Motif Cerita Mitos Miasma I Cerita Maharaja Mangkubumi dibunuh oleh si Saban dan si Saban disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung dalam HRB adalah cerita senjata makan tuan bagi orang yang disuruh. Cerita ini dimulai dengan pertentangan antara Maharaja Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung dalam menyelesaikan masalah si Saban yang berzina dengan si Harum. Masalah ini dimanfaatkan oleh Pangeran Tumenggung untuk menghasut si Saban agar dia membunuh Maharaja Mangkubumi. Pangeran Tumenggung beralasan bahwa si Saban akan dibunuh dengan cara diracun oleh Maharaja Mangkubumi. Si Saban pun akhirnya mau disuruh membunuh Maharaja Mangkubumi karena terus-menerus didesak oleh Pangeran Tumenggung. Setelah selesai membunuh, si Saban malah disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung. Hal itu bisa dilihat pada kutipan di bawah ini. Kemudian daripada itu hatta berapa lamanya maka kata Pangeran Tumenggung: Hai Saban, maukah engkau membunuh Maharaja Mangkubumi itu? Kalau dia itu masih ada hidup tiada sebulan-sebulan engkau dibunuhnya, karena engkau masih disuruhnya matikan pada orang. Engkau barang kerjamu tiada sedap rasa hatimu. Baik kalau masih ada hajatku; kalau aku tiada akan tiada engkau dibunuhnya itu. Adapun kalau sudah mati maharaja itu, si Harum itu kuberikan pada engkau. Jangankan si Harum itu, meski barang yang lain itu engkau kehendaki, kuberikan. Maka sembah si Saban: Bisa hamba membunuh itu. Seperti apa hamba sekarang ini. Sudah terjauh, tiada hampir seperti dahulu itu. Kata Pangeran Tumenggung: Sahil itu, artinya gampang itu, nanti aku berbuat sandi upaya maka gong. Maka Pangeran Tumenggung menyuruh perempuan empat orang kepada Maharaja Mangkubumi. Maka suruhan itu diajarinya berkata oleh Pangeran Tumenggung itu. Maka suruhan itu

datang kepada Maharaja Mangkubumi itu, sembahnya: Hamba dititahkan adinda Pangeran Tumenggung kepada paduka syah alam. Sembah adinda menyembahkan si Saban itu, karena sudah si Saban itu dinasihati adinda itu. Maka sembahnya hamba syah alam si Saban itu tiada dua-dua memohonkan ampun, hendak kembali, minta perhambakan kepada syah alam. Maka kata Maharaja Mangkubumi: Baik, kalau demikian si Saban itu suruh kemari. Maka suruhan itu memohon kembali. Maka datang suruhan itu, sembahnya pada Pangeran Tumenggung: Sabda kakanda Maharaja Mangkubumi: Si Saban itu suruh kembali karena sudah kuampuni. Maka kata Pangeran Tumenggung: Antarkanlah si Saban itu. Sudah dipersembahkan oleh suruhan itu Pangeran Mangkubumi itu maka banyak tiada tersebut itu si Saban itu dipercayai pula seperti mulanya serta dijadikan sekali dengan si Harum itu. Maka si Saban itu hilanglah hatinya yang hendak membunuh itu (HRB edisi Ras alinea ke- 170). Hatta maka berapa lamanya maka si Saban disuruh panggil oleh Pangeran Tumenggung itu. Datang si Saban, kata Pangeran Tumenggung: Hai Saban, bagaimana janji kita? Kata si Saban: Nanti jua dahulu, karena hamba mencari jalan yang patut. Maka berkata demikian si Saban itu takut pada Pangeran Tumenggung itu karena katanya sudah bercakap itu. Kata Pangeran Tumenggung, berbuat sandi upaya membujuk si Saban itu: Hai Saban, tiadakah engkau tahu engkau itu maka dijadikan dengan si Harum itu engkau hendak dibunuh? Supaya jangan serupa berubah katanya yang mengampuni engkau itu malu dia kepada orang raja-raja yang berubah katanya itu, itulah maka engkau hendak dimatikannya dengan racun; karena engkau itu masih hendak dibunuhnya jua itu oleh Maharaja Mangkubumi itu. Segera-segera engkau membunuh itu, kalau engkau kedahuluan dimakaninya racun. Maka kata si Saban: Kalau demikian tiada akan tiada aku dibunuh jua itu. Maka sembahnya si Saban: Malam nanti hamba membunuh kakanda itu. Sudah itu si Saban memohon kembali. Maka dia membawa keris Pangeran Tumenggung itu, malela (HRB edisi Ras alinea ke-171). Sudah itu, hari pun malam, maka Maharaja Mangkubumi berjejogetan bersuka-sukaan berminum-minuman. Si Saban itu masih hampir di bawah Maharaja Mangkubumi itu. Kira-kira sudah masuk dekat waktu dini hari besar, orang pun ada yang mabuk ada yang mengantuk itu, maka dihunusnya kerisnya itu serta menerjang menusuk di ulu hati Maharaja Mangkubumi itu, terus ke belakang; serta si Saban itu lari keluar, tiada terbuntuti itu karena orang sama gempar terkejut itu. Maka si Saban itu

lari ke seberang bernenaung kepada Pangeran Tumenggung itu. Maka datang Aria Trenggana serta menteri sekaliannya. Si Saban dicari, tiada dapat. Maharaja Mangkubumi sudah payah, maka dia berkata: Hai Aria Trenggana, si Saban itu jangan diapa-apakan karena tiada kehendaknya sendiri itu; karena itu kehendak adikku si Tumenggung, hendak menjadi raja mengganti kerajaanku ini. Tetapi anakku si Dayang Sari Bulan suruh peliharakan pada si Tumenggung itu. Sudah itu maka Maharaja Mangkubumi itu mati (HRB edisi Ras alinea ke-172). Si Saban itu datang dia pada Pangeran Tumenggung menyembahkan keris malela itu serta mengatakan perihalnya itu. Sudah itu si Saban ditangkap serta disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung itu. Kata Pangeran Tumenggung: Membahayakan pada aku pula. Maka benar seandainya orang ada mengupah menyuruh membunuh aku dibunuhnya jua aku. Saling pada Maharaja Mangkubumi tiada akan kepalang kasihnya itu lagi dibunuhnya, istimewa aku. Maka benar hatinya itu, lagi pula hendak melindungkan kejahatannya, Pangeran Tumenggung itu. Maka si Saban itu disuruhnya bunuh itu. Tetapi orang sekalian tahu akan perbuatan Pangeran Tumenggung itu. Banyak tiada tersebut (HRB edisi Ras alinea ke-173). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Pangeran Tumenggung menyuruh si Saban untuk membunuh Maharaja Mangkubumi, kakaknya. Si Saban berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Sekembalinya dari membunuh itu, si Saban kemudian disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung. Senjata yang digunakan oleh si Saban untuk membunuh Maharaja Mangkubumi adalah keris malela. Keris ini namanya sama dengan pisau yang digunakan oleh istri Empu Mandastana untuk bunuh diri. Kisah senjata makan tuan ini juga terdapat dalam P. Dalam P, Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris buatan empu itu. Empu Gandring adalah pandai keris di Lulumbang. Cerita ini mengingatkan kita pada tokoh pembuat keris yang digunakan oleh Empu Mandastana bunuh diri. Dalam HRB edisi Ras, Empu Mandastana diceritakan bunuh diri dengan menggunakan keris Parungsari 2 buatan Empu Lumbang di Majapahit. Ada dugaan Empu Lumbang dalam HRB edisi Ras adalah pinjaman dari P. Empu 2 Kisah Keris Parungsari juga terdapat dalam PKN. Dalam PKN, namanya adalah keris Parangsari. Keris Parangsari adalah salah satu perangkat pakaian pria yang diberikan Resi Narada untuk Dewi Sekartaji ketika diubah menjadi pria (Sastronaryatmo dan Nitriani, 1983: 21-22).

Gandring, Pandai keris di Lulumbang lalu bersumpah bahwa Ken Arok dan keturunannya akan mati akibat keris itu. Ken Arok juga membunuh Tunggul Ametung dengan keris tersebut. Ken Arok akhirnya mati dibunuh oleh orang Batil dengan keris itu atas suruhan Anusapati, anak Tunggul Ametung dari Ken Dedes. Anusapati sendiri juga dibunuh oleh Raden Tohjaya, anak Ken Arok dari istri mudanya dengan menggunakan keris itu. Cerita Maharaja Mangkubumi dibunuh oleh si Saban dan si Saban disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung ini sebenarnya hampir mirip dengan kisah orang Batil dalam P. Orang Batil itu adalah suruhan Anusapati. Setelah berhasil membunuh Ken Arok, orang Batil sendiri akhirnya dibunuh oleh Anusapati. Hal itu sama dengan kisah si Saban dalam HRB edisi Ras. Si Saban disuruh membunuh Maharaja Mangkubumi oleh Pangeran Tumenggung. Setelah tugasnya berhasil, si Saban lalu disuruh bunuh oleh Pangeran Tumenggung. Di bawah ini disajikan mitos yang terdapat dalam P itu. Tersebutlah seorang hamba Anusapati berpangkat pengalasan di Batil. Dipanggillah dia oleh Anusapati. Disuruhnya membunuh Ken Angrok. Diberinya keris buatan Mpu Gandring untuk membunuh sang Amurwabumi. Orang dari Batil itu dijanjikan akan diberi upah oleh Anusapati. Berangkatlah orang Batil itu dan kemudian masuk ke dalam istana. Dijumpainya sang Amurwabumi sedang bersantap. Ditusuklah sang Amurwabumi dengan segera oleh orang Batil. Kejadian itu terjadi pada hari Kamis Pon, Minggu Landep, saat dia sedang makan, pada waktu senjakala, matahari telah terbenam dan ketika orang telah menyiapkan pelita pada tempatnya. Sesudah sang Amurwabumi mati, maka larilah orang Batil mencari perlindungan pada sang Anusapati. Orang Batil berkata, Sudah wafatlah ayahanda tuan oleh hamba. Kemudian orang Batil ditusuk oleh Anusapati (Komandoko, 2008: 36-37). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Anusapati menyuruh orang Batil untuk membunuh Ken Arok. Orang Batil akhirnya berhasil membunuh Ken Arok dengan menggunakan keris Empu Gandring. Setelah berhasil membunuh Ken Arok, orang Batil pun juga dibunuh oleh Anusapati. Dalam P dan HRB edisi Ras terdapat kesamaan, yaitu orang Batil dan si Saban sama-sama dijanjikan akan diberi hadiah jika berhasil membunuh maharaja. Tetapi setelah

tugasnya berhasil, mereka malah dibunuh oleh orang yang menyuruh. Selain itu, setelah maharaja wafat, orang yang menyuruh membunuh pada akhirnya menjadi raja. Hal ini terlihat pada tokoh Anusapati dan Pangeran Tumenggung. Perbedaannya, tokoh Anusapati terbunuh oleh keris Empu Gandring, sedangkan tokoh Pangeran Tumenggung tidak terbunuh oleh keris malela. Cerita pembunuhan Maharaja Mangkubumi oleh si Saban, suruhan Pangeran Tumenggung sama dengan kisah pembunuhan Ken Arok oleh pengalasan, suruhan Anusapati. Setelah si Saban membunuh Maharaja Mangkubumi, dia datang kepada Pangeran Tumenggung memberitahukan keberhasilannya itu. Namun akhirnya, si Saban disuruh bunuh oleh bawahan Pangeran Tumenggung, sedangkan dalam P, setelah orang Batil membunuh Ken Arok, dia datang kepada Anusapati memberitahukan keberhasilannya. Dia juga akhirnya dibunuh oleh Anusapati. Bedanya, si Saban membunuh Maharaja Mangkubumi, kakak Pangeran Tumenggung, sedangkan orang Batil membunuh Ken Arok, ayah tiri Anusapati. Di bawah ini disajikan cerita pembunuhan Maharaja Mangkubumi oleh si Saban sampai akhirnya dia sendiri dibunuh oleh Pangeran Tumenggung. Dalam HRB dan P terdapat perbedaan keris yang digunakan untuk membunuh sang raja. Dalam HRB edisi Ras, keris yang digunakan oleh si Saban adalah keris malela, sedangkan dalam P, keris yang digunakan oleh orang Batil adalah keris Empu Gandring. Keris malela si Saban itu adalah milik Pangeran Tumenggung. Nama keris malela itu mengingatkan kita kepada lading malela atau pisau malela yang digunakan oleh istri Empu Mandastana untuk bunuh diri di pinggir Candi Agung. Lading malela itu adalah buatan pandai besi di Negeri Keling yang kemudian diambil oleh Lembu Mangkurat. Di bawah ini disajikan pula cerita singkat peristiwa pembunuhan Ken Arok oleh orang Batil, suruhan Anusapati. Ada pada Anusapati seorang pengalasan, berasal dari dusun Batil. Orang itu segera dipanggilnya. Ia diperintahkan membunuh sang Amurwabumi dengan keris pusaka Empu Gandring. Orang Batil itu lalu berangkat menuju kedaton. Pada waktu itu, sang Amurwabumi sedang bersantap. Dengan serta merta keris Gandring ditikamkan kepadanya. Ketika itu hari Kamis Pon Wuku Landep pada waktu senja; matahari baru saja terbenam. Orang Batil itu tergopoh-gopoh lari, mengungsi kepada Anusapati, katanya: Telah mati terbunuh ayah paduka oleh hamba! Dengan serta merta pula orang Batil itu dihabisi hidupnya oleh Anusapati. Kabar yang

tersiar: Sang Prabu mati kena amuk orang Batil. Anusapati angembari amuk. Pangalasannya dibunuh! Kedua cerita dalam HRB edisi Ras dan P tersebut memberikan gambaran kepada kita tentang peristiwa senjata makan tuan. Namun tuan di sini bukan menimpa orang yang menyuruh tetapi menimpa orang yang disuruh. Senjata makan tuan itu menimpa si Saban dan orang Batil. Mereka disuruh membunuh seseorang kemudian mereka sendiri dibunuh oleh orang yang menyuruh. Cerita serupa ditemukan pula pada Pangeran Singasari yang dibunuh oleh si Bagar (alinea ke-260) dan Raden Kesuma Negara yang dibunuh si Rendah yang akhirnya dapat dibunuh oleh Kiai Tanuraksa (alinea ke-267). Kisah seperti dalam P itu juga ditemukan dalam TC edisi Kadir. Hal itu dapat diketahui dari kutipan di bawah ini.... Maka Pangeran Suka Rama di seberang itu pun dengan beberapa waktu sudah hendak membunuh tiada jua dapat. Maka pada suatu malam orang bermain wayang di rumah Pangeran Tumenggung. Maka kata Pangeran Suka Rama, Hai kamu sekalian ini, adakah yang cakap membunuh kakanda itu. Maka sembahnya yang sekalian, Tiadalah hamba berani membunuh. Jangan membunuh, beritikat pun tiada berani jua. Maka kata Pangeran Suka Rama, Jika ada yang cakap aku gelari Pangeran Mas Prabu, untuk di bawahku dan sekalian perintah habis padanya. Lagi negeri sebuah kuberi padanya, dan istriku itu aku berikan seorang. Maka di antara yang banyak itu ada seorang berdatang sembah, Hamba orang Biyantu. Sembahnya, Ya tuanku, hambalah cakap membunuhnya. Maka kata Pangeran Suka Rama, Baiklah, jika engkau berani nanti aku gelari Pangeran Mas Prabu, buat di bawahku dan perintah habis padamu. Lagi negeri sebuah aku beri dan istri seorang aku berikan jua. Maka kata pangeran, Hai Danta, jika engkau cakap ini malam jua, karena Pangeran Tumenggung sidin jadi dedalang. Maka sembah Danta, Ya tuanku, hamba saat ini jua membunuh. Maka kata pangeran, Hai Danta, inilah keris pakai membunuh, tetapi jangan engkau celup ke air itu keris. Kalau engkau celup, tiadalah aku percaya padamu ini, supaya aku melihat keris. Maka sembah Danta, Hamba junjunglah titah tuanku ini. Maka Danta pun terjunlah menyeberang air berenang serta datanglah, lalu ia naik pada tempat Pangeran Tumenggung itu, lalu ia duduk di belakang pangeran itu. Katanya pangeran, Hai Danta, apakah habar ikam ini. Maka sembah Danta sambil menangis-nangis sembahnya, Ya tuanku pangeran. Hamba minta hidupi karena ulun

hendak dibunuh oleh Pangeran Sukarama. Hamba tiada berisi bulan dan matahari lagi lain daripada tuanku ini. Maka kata pangeran, Jika demikian duduklah engkau di belakangku ini. Tiadalah Pangeran Suka Rama kemari lagi. Maka Danta itu pun duduklah, maka Pangeran Tumenggung itu pun pada saat mengadu wayang itu, maka lalu saja ditikamnya oleh Danta dengan keris dari belakang, maka terus ke dada, maka Danta itu pun lari ke luar lalu terjun menyeberang dan keris itu dijunjungnya. Maka Pangeran Suka Rama itu menghadang di tebing, katanya, Hai Danta, marilah keris ini aku melihat. Lalu diberikannya oleh Danta. Maka kata Pangeran Suka Rama, Hai Danta, engkau ini tiada berisi akal. Rakaku Pangeran Tumenggung raja besar, kamu bunuh mati. Maka kamu berdosa besarlah. Maka lalu dilemasnya itu Danta oleh Pangeran Suka Rama. Pangeran Tumenggung itu meninggallah, dan Danta itu pun mati jua, sebab dilemas oleh Pangeran Suka Rama.... (TC edisi Kadir alinea ke-102). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Pangeran Sukarama menyuruh Danta untuk membunuh Pangeran Tumenggung. Danta akhirnya berhasil membunuh Pangeran Tumenggung. Akan tetapi Danta sendiri juga dibunuh oleh Pangeran Sukarama. Raden Samudera, anak Pangeran Tumenggung yang berhasil dihanyutkan oleh ibunya dan ditemukan oleh Patih Masih, setelah besar meminta bantuan ke Giri untuk meminta dibunuh juga oleh pamannya itu. Namun Pangeran Sukarama terlebih dahulu melarikan diri dan tidak mau bertemu dengan kemenakannya itu. Hal yang sama juga ditemukan dalam TC edisi Saleh di bawah ini.... maka kata Pangeran Sukarama, Hai sekalian kamu, adakah yang jago membunuhkan kakanda Pangeran Tumenggung itu. Maka sembahnya yang sekalian itu, Hamba tiada berani membunuh. Mengangkatkan muka pun tiada berani. Maka kata Pangeran Sukarama, Adakah yang jago kalau ada aku ganjar lalu aku gelar Pangeran Mas Prabu untuk di bawahku. Maka sekalian perintah habislah padanya dan negeri sebuah aku berikan dan isteriku satu aku berikan padanya. Maka ada seorang hambanya orang berlainan katanya, Ya tuanku, hambalah yang jago. Maka kata pangeran, Baiklah jika engkau jago aku gelar Pangeran Mas Prabu dan isterinya seorang aku berikan padamu dan negeri sebuah aku berikan padamu. Maka kata Pangeran Sukarama, Hai Nata, jika engkau jago malam ini jua karena Pangeran Tumenggung beliau jadi dedalang. Maka orang berwayanglah ini malam (TC edisi Saleh alinea ke-576).

Maka sembahnya Nata, Ya tuanku, hamba saat ini jua membunuh Pangeran Tumenggung itu. Maka kata Pangeran Sukarama, Ini kerisku pakai engkau membunuh. Jika engkau sudah tikamkan jangan engkau celup ke air karena tiadalah aku percaya kepadamu. Maka sembahnya, Ya tuanku, hamba junjunglah titah tuanku ini. Maka Nata pun terjun ke seberang dengan tilasan sarung dia menyelam dan berenang serta datang lalu naik pada istana Pangeran Tumenggung. Maka Pangeran Tumenggung berwayang. Maka katanya Nata, Ya tuanku Pangeran hamba hendak minta hidupi karena hamba hendak dibunuh Pangeran Sukarama karena hamba tiada berisi bulan matahari hanya sampian yang menghidupi hamba ini. Maka kata Pangeran Tumenggung, Jika demikian duduklah engkau di belakangku ini, tiadalah Pangeran Sukarama kemari. Maka Nata pun duduklah (TC edisi Saleh alinea ke- 577). Maka pangeran pada saat mengadu wayang lalu ditikamnya oleh Danata di belakang. Maka terus ke dada. Maka Danata itu pun lari lalu dia terjun pula ke seberang. Maka keris pun diberikannya. Maka Pangeran Sukarama itu menghadang di batang, katanya, Hai Danata, marilah keris ini aku melihat. Lalu diberikannya oleh Danata. Maka kata Pangeran Sukarama, Hai Danata, engkau ini tiada lalu berisi akal, gelarku ini Pangeran Tumenggung raja baru. Cakap engkau membunuh mandahin, maka aku tiada dibunuhmu, Lalu ditikam oleh Pangeran Sukarama jatuh ke air lalu mati. Maka Pangeran Tumenggung mati jua (TC edisi Saleh alinea ke-578). Maka Puteri Intan Sari, Hai kamu sekalian, buatkan rakit untuk membuat puteraku ini pada lanting itu dan orang dalam seorang dan panakawan seorang dan beras dibuat, dan ringgit banyak-banyak pakai sangu. Maka dilarutkan lanting itu tiada tahu Pangeran Sukarama daripada puteri itu bunting dan melahirkan. Jika tahu Pangeran Sukarama pasti dibunuhnya jua. Maka Puteri Intan Sari itu pun menangis siang dan malam tiada berhenti lagi (TC edisi Saleh alinea ke-580). Alkisah tersebut perkataan Patih Minasih dia menahan rengge pada batang banyu itu beberapa lamanya dia merengge mendapat lanting hanyut serta diusirnya lanting itu. Ada bersuara maka, kata yang di dalam lanting, Hai kakekku yang bijaksana, hidupi hamba ini, lalu dia menangis (TC edisi Saleh alinea ke-581). Maka Ki patih, Hai dayang, datang di manakah lanting ini? Maka sahut orang dalam, Karena hamba ini dibuang oleh Puteri Intan Sari dan

putera sidin kalau ketahuan oleh Pangeran Sukarama karena Pangeran Tumenggung sudah mati dibunuh oleh Pangeran Sukarama, saudara tua oleh Pangeran Sukarama. Maka kata Patih Minasih, Inilah putera Pangeran Tumenggung. Maka kata orang dalam, Inilah puteranya. Maka kata Patih Minasih, Baiklah aku memeliharanya gustiku ini, lalu berbuat pada lanting itu serta dikayuhnya berhanyut banyu (TC edisi Saleh alinea ke-582).... Maka, yaitu Pangeran Sukarama, Baiklah kita langkur, tetapi berlayar dahulu ke Negeri Giri minta bantu kepada Susunan Serabut itu mamarina Pangeran Tumenggung itu. Maka kata Raden Jaya Samudera, Baiklah kita bersegera (TC edisi Saleh alinea ke- 589).... Maka kata susunan, Aku berilah bantuan engkau meminta melainkan aku beri, tetapi islamlah engkau kalau tiada Islam tiadalah aku mau. Maka sembahnya, Ya tuanku, hamba junjunglah titah tuanku ini (TC edisi Saleh alinea ke-590). Maka beberapa lamanya dia berlayar itu maka datanglah dia pada negeri Candi Agung maka dia pun mengislamkan negeri Candi Agung dan Kuripan serta dia pergi pula ke Babirik menanyakan ibunya, ada juakah lagi. Maka berlayar pula ke Penyeberangan lalu dia langgar Pangeran Sukarama (TC edisi Saleh alinea ke-596). Maka dia bertanya kepada orang di dalam negeri katanya, Sultan pada orang dalam negeri, hai kamu engkau beritahukan kepada Pangeran Sukarama ini Pangeran Agung, puteranya Pangeran Tumenggung ini hendak minta bunuh juga karena tiada patutlah sekali-kali, kalau bapaknya saja yang dibunuh baiklah anaknya ini dibunuh juga. Maka sembah orang di dalam negeri itu, Pangeran Sukarama tiada, karena pangeran itu berburu dengan jerat (TC edisi Saleh alinea ke-597). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Pangeran Sukarama menyuruh Danata untuk membunuh Pangeran Tumenggung, kakaknya. Danata akhirnya berhasil membunuh Pangeran Tumenggung. Akan tetapi dia sendiri juga dibunuh oleh Pangeran Sukarama. Peristiwa senjata makan tuan itu sangat mirip dengan cerita dalam P. Pinjaman cerita dari P ini menunjukkan bahwa HRB edisi Ras ditulis oleh orang yang pernah membaca atau mengetahui cerita Ken Arok tersebut.

2. Kesamaan Motif Cerita Mitos Miasma II Mitos Kiai Wangsa dan keluarganya disuruh dibunuh oleh Raden Rangga Kesuma dan Raden Rangga Kesuma disuruh dihukum mati oleh Marhum Panembahan mengandung makna hukum karma. Karma dalam bahasa Sanskerta berarti tindakan. Karma juga berarti hukum yang mengatur semua tindakan dan akibat yang tidak terelakkan pada orang yang melakukan (Syuropati, 2010: 72). Karma juga diartikan sebagai perbuatan atau kerja yang dilakukan (Kawuryan, Tanpa tahun: 365). Pada awalnya istilah ini merujuk pada perbuatan, termasuk tindakan mental seperti ketakutan, keterikatan, hasrat, atau kebencian. Jadi, hukum karma berarti hukuman atas tindakan atau perbuatan yang telah dilakukan oleh seseorang. Menurut Munoz (2009: 526), karma atau kamma itu adalah doktrin Hindu dan Buddha tentang sebab dan akibat dari hasil kebebasan bersikap dan memilih. Tindakan itu memiliki akibat bagi si pelaku terkait dengan tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu, hukum karma diartikan sebagai hukum balasan atas perbuatan seseorang di dunia (Kawuryan, Tanpa tahun: 365). Dalam HRB edisi Ras diceritakan bahwa Raden Rangga Kesuma sebelum dihukum mati, dia pernah melakukan pembunuhan terhadap Kiai Wangsa dan keluarganya. Raden Rangga Kesuma kemudian diceritakan juga dihukum mati oleh Marhum Panembahan sebagai akibat perbuatannya tersebut. Di bawah ini disajikan kutipan ceritanya. Sudah itu disuruhkanlah segala Biaju itu oleh Raden Rangga Kesuma itu serta soraknya, berajak, bersumpit, beramuk. Huru-haralah bunyi sawak, bunyi tangis orang itu. Anak-anak dan perempuan dan yang berlaung daun pucuk tiada dibunuhnya oleh Biaju itu. Habis mati Kyai Wangsa itu, Kyai Warga itu, Kyai Kanduruan, Kyai Jagabaya, Kyai Lurah Sanan sekeluarganya itu.... (HRB edisi Ras alinea ke-235).... Maka pangandika Marhum Panembahan dan Ratu Agung: Balik kamu. Suruh lestarikan, tetapi kujut 3 saja itu. Serta Marhum Panembahan dan Ratu Agung sedih (menangis) itu. Maka Gedungsalat kembali, datang pada Raden Rangga Kesuma: Pangandika raka andika keduanya meminta maaf, andika dilestarikan. Kata Raden Rangga Kesuma: Insya Allah ta ala suka, halal dunia akhirat aku. Maka sudah itu Raden Rangga 3 Kujut adalah ikat atau kebat. Mengujut berarti mengikat (mencekik) leher dengan tali. Berkujut berarti menggantung diri dengan mengikat (mencekik) leher dengan tali (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 751). Kujut di sini berarti hukuman gantung.

Kesuma dikujut itu. Seperti orang tidur itu rupanya (HRB edisi Ras alinea ke-242). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Raden Rangga Kesuma sebelum dihukum mati oleh Marhum Panembahan, dia juga pernah menyuruh suku Biaju untuk membunuh Kiai Wangsa beserta keluarganya. Perbuatannya itu harus dibayarnya dengan hukuman mati sebagai balasannya. Cerita ini seolah-olah ingin mengesahkan adanya hukum karma bagi pelaku pembunuhan. Mitos Raden Rangga Kesuma yang semula menyuruh suku Biaju membunuh Kiai Wangsa beserta keluarganya dan dia sendiri akhirnya dihukum mati oleh raja mempunyai kemiripan dengan P. Dalam P, Raja Jayanagara sebelumnya juga menyuruh menumpas pemberontakan Rangga Lawe, Lembu Sora, dan Nambi. Raja Jayanagara sendiri akhirnya dibunuh oleh Tanca. Peristiwa pembunuhan Raja Jayanagara itu diawali oleh fitnahan dari istri Tanca yang menyatakan bahwa dia diperlakukan tidak baik oleh raja. Pada saat itu, raja dalam keadaan sakit bengkak dan atas perintah Gajah Mada, Tanca disuruh membedahnya dengan taji. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh Tanca untuk membalaskan sakit hatinya. Semula tajinya tidak tembus untuk menusuk karena raja memakai jimat. Setelah raja diminta melepaskan jimatnya, baru Tanca berhasil menusuk sang raja hingga tewas. Perbuatan Tanca itu akhirnya diketahui oleh Gajah Mada yang segera membunuhnya. Jika dilihat dari cerita P ini, terdapat kesamaan dengan HRB edisi Ras. Kesamaan itu terletak pada cerita fitnah dan letak ilmu kebal dari kedua tokoh. Dalam P, Raja Jayanagara difitnah oleh istri Tanca dengan mengatakan raja berbuat tidak baik padanya, sedangkan dalam HRB edisi Ras, Raden Rangga Kesuma difitnah oleh Pangeran Mangkunegara dengan mengatakan dia telah mengganggu anak-istri orang. Dalam P, ilmu kebal Raja Jayanagara dapat hilang ketika jimatnya dilepaskan, sedangkan dalam HRB edisi Ras, ilmu kebal Raden Rangga Kesuma dapat hilang ketika dia sendiri menunjukkan letak kelemahannya. Cerita Raden Rangga Kesuma menyuruh suku Biaju menumpas pemberontakan Kiai Wangsa, Kiai Warga, Kiai Kanduruan, Kiai Jagabaya, Kyai Lurah Sanan dan keluarganya dapat disamakan dengan cerita Raja Jayanagara dalam P. Dalam P, Raja Jayanagara juga pernah menyuruh menumpas pemberontakan Rangga Lawe, Lembu Sora, dan Nambi. Bedanya Raden Rangga Kesuma dalam HRB edisi Ras bukan seorang raja, dia hanya diceritakan sebagai seorang

anak raja yang menyuruh Biaju menumpas pemberontakan itu karena diperintah oleh Sultan Hidayatullah, ayahnya. Cerita tentang hasutan Pangeran Mangkunegara bahwa Raden Rangga Kesuma itu suka mengganggu anak-istri orang sama seperti dalam P. Dalam P, Raja Jayanagara juga diceritakan difitnah oleh istri Tanca bahwa dia diperlakukan tidak baik. Fitnahan istri Tanca itu menyebabkan suaminya membunuh Raja Jayanagara. Di bawah ini disajikan kutipan cerita P itu selengkapnya. Istri Tanca menyiarkan berita bahwa dia diperlakukan tidak baik oleh raja. Tanca dituntut Gajah Mada. Kebetulan Raja Jayanagara menderita sakit bengkak, tidak dapat pergi ke luar. Tanca mendapat perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji. Dia menghadap di dekat tempat tidur. Raja ditusuk oleh Tanca dengan taji sekali-dua kali, namun tidak makan tajinya. Lalu raja diminta supaya meletakkan jimatnya. Dia meletakkan jimatnya di dekat tempat tidur. Ditusuk oleh Tanca, tajinya makan. Diteruskan ditusuk oleh Tanca sehingga mati di tempat tidur itu. Tanca segera dibunuh oleh Gajah Mada, matilah Tanca (Komandoko, 2008: 66-67). Jika diperhatikan dari penyebab munculnya hasutan Pangeran Mangkunegara kepada saudaranya dan Marhum Panembahan, yaitu Raden Rangga Kesuma sangat disayangi raja dan ratu karena berjasa dalam menumpas pemberontakan Kiai Wangsa, Kiai Warga, Kiai Kanduruan, Kiai Jagabaya, dan Kiai Lurah Sanan serta keluarganya yang ikut. Hal itu ternyata sama pula dengan P, yaitu pada cerita pemberontakan Nambi. Dia terpaksa memberontak karena hasutan Mahapati dan juga raja yang tidak pernah memperhatikan jasa-jasa perangnya. Pemberontakannya akhirnya dapat ditumpas oleh pasukan Majapahit. Hal yang sama pun terjadi pada tokoh Raden Rangga Kesuma dalam HRB edisi Ras, dia dijatuhi hukuman mati oleh raja tanpa mempertimbangkan lagi jasanya dalam menumpas pemberontakan. Hal itu terjadi karena raja telah dihasut oleh Pangeran Mangkunegara.

3. Kesamaan Motif Cerita Tokoh Mempunyai Ilmu Kebal Mitos kesaktian Raden Rangga Kesuma yang mempunyai ilmu kebal ternyata juga memiliki kemiripan dengan P. Dalam P diceritakan bahwa Raja Jayanagara juga mempunyai ilmu kebal. Raja Jayanagara baru dapat ditembus senjata setelah melepaskan jimatnya. Sebelumnya Raja Jayanagara tidak bisa ditembus senjata, sekalipun sudah ditusuk sebanyak dua kali oleh Tanca. Hal ini sama dengan yang dialami oleh Raden Rangga Kesuma. Raden Rangga Kesuma diceritakan mempunyai ilmu kebal sekalipun sudah ditusuk oleh Wirayuda sebanyak tiga kali. Raden Rangga Kesuma baru dapat ditembus oleh keris setelah memberitahukan letak kelemahannya. Cerita tentang Raja Jayanagara yang mempunyai ilmu kebal dalam P itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Tanca mendapat perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji. Dia menghadap di dekat tempat tidur. Raja ditusuk oleh Tanca dengan taji sekali-dua kali, namun tidak makan tajinya. Lalu raja diminta supaya meletakkan jimatnya. Dia meletakkan jimatnya di dekat tempat tidur. Ditusuk oleh Tanca, tajinya makan. Diteruskan ditusuk oleh Tanca sehingga mati di tempat tidur itu. (Komandoko, 2008: 66-67). Cerita kesaktian Raden Rangga Kesuma yang mempunyai ilmu kebal tidak pernah ditemukan dalam sejarah Banjar. Cerita ini hanya merupakan rekaan pengarang HRB edisi Ras agar tokoh Raden Rangga Kesuma mempunyai kesaktian yang sama seperti Raja Jayanagara dalam P. Jika diperhatikan sekali lagi kutipan di atas dapat diketahui bahwa tokoh Raja Jayanagara mempunyai kesaktian yang sama dengan Raden Rangga Kesuma, yaitu memiliki ilmu kebal. Sebagaimana diketahui, Raden Rangga Kesuma dalam HRB edisi Ras juga mempunyai ilmu kekebalan tubuh atau tidak mempan dengan senjata. Raden Rangga Kesuma baru dapat ditembus oleh keris setelah dia memberitahukan letak kelemahannya. Hal itu pun terjadi pada tokoh Raja Jayanagara di atas, dia baru dapat ditembus oleh taji setelah melepaskan jimatnya. 4. Ketidaksesuaian (Kesalahan Nama) Raja Majapahit dalam HRB dengan Sejarah Dalam HRB edisi Ras diceritakan bahwa raja Majapahit yang pernah menaklukkan daerah nusantara adalah Tunggul Ametung. Sepeninggalnya, pemerintahan dilanjutkan oleh Dipati

Hangrok. Patih pada masa Tunggul Ametung bernama Gajah Mada, sedangkan pada masa pemerintahan Dipati Hangrok yang menjadi patihnya adalah Patih Maudara. Ketidaksesuaian nama raja Majapahit itu menunjukkan bahwa cerita ini mengandung mitos yang menyamakan Tunggul Ametung dan Dipati Hangrok dengan Raja Hayam Wuruk yang pernah menaklukkan daerah nusantara. Di bawah ini disajikan kutipan mengenai mitos raja Majapahit itu. Adapun tatkala dahulu kala kaula mendengar kabar orang yang tua-tua itu negeri Majapahit, tatkala rajanya itu bernama Tunggul Ametung mangkubuminya Patih Gajah Mada itu, sekaliannya orang besar-besar di tanah Jawa itu sama takluk pada raja Tunggul Ametung itu. Banten, Jambi, Palembang, Bugis, Makasar, Johor, Patani, Pahang, Campa, Minangkabau, Aceh, Pasai, sekaliannya negeri itu sama takluk pada raja Tunggul Ametung itu. Sudah itu mati, Gajah Mada mati, turun-temurun pada cucunya Majapahit patih itu, rajanya bernama Dipati Hangrok, mangkubuminya Patih Maudara namanya (HRB edisi Ras alinea ke- 197). Dalam kutipan di atas terdapat kejanggalan mengenai nama raja Majapahit yang memerintah yaitu Tunggul Ametung dan Dipati Hangrok. Tunggul Ametung bukan raja Majapahit, dia adalah seorang Akuwu (kepala daerah) di Tumapel seperti diceritakan dalam P. Sementara itu, Dipati Hangrok dalam P bernama Ken Angrok. Ken Angrok diceritakan sebagai anak Dewa Brahma yang lahir dari rahim Ken Endok. Dia adalah titisan Dewa Wisnu dari anak janda di Jiput. Dia diceritakan sebagai tokoh yang telah membunuh Tunggul Ametung dengan keris buatan Empu Gandring. Dia juga berhasil mengalahkan raja Daha yang bernama Dandang Gendhis. Setelah itu, dia menguasai tanah Jawa. Raja Majapahit yang seharusnya adalah Hayam Wuruk atau Rajasanagara karena dia yang memerintahkan Mahapatih Gajah Mada untuk menaklukkan nusantara. Ketidaktepatan pemberian nama raja Majapahit ini menandakan perlunya pemisahan mitos dan realitas dalam HRB edisi Ras. Pemasukan nama Tunggul Ametung dan Dipati Hangrok menjadi raja Majapahit dalam HRB edisi Ras merupakan peminjaman nama tokoh dari P. Dalam P, tokoh Tunggul Ametung dan Dipati Hangrok bukan raja Majapahit, melainkan tokoh yang kelak menurunkan raja-raja Singasari dan Majapahit. Mereka adalah penguasa daerah Tumapel. Dipati Hangrok sebelum menjadi penguasa Tumapel adalah hamba Tunggul Ametung. Dia lalu membunuh Tunggul

Ametung karena ingin mendapatkan istrinya yang bernama Ken Dedes. Hal itu dia lakukan karena menurut Dang Hyang Loh Gawe, Ken Dedes memiliki tanda yang baik, barang siapa yang dapat memperistrinya akan menjadi maharaja. Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok lalu memperistri Ken Dedes. Ken Arok yang telah menguasai Tumapel kemudian melakukan penyerangan terhadap kerajaan Kediri dan berhasil mengalahkan Raja Kertajaya. Setelah itu, dia menjadi penguasa seluruh Jawa Timur. Ken Arok atau Ken Angrok adalah raja Singasari yang memerintah dari tahun 1222 sampai 1227 M. Dia adalah pendiri dinasti Girindra atau dinasti Rajasa. Dengan nama lain, dia disebut wangsakara atau pendiri wangsa atau dinasti. Dia juga bergelar Sri Ranggah Rajasa Batara Sang Amurwabumi. Dia yang kemudian menurunkan raja-raja Singasari dan Majapahit. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa perbandingan HRB dan P dilihat dari kesamaan motif cerita menunjukkan adanya peminjaman cerita dari P oleh HRB. Hal ini berdasarkan fakta bahwa P lebih dahulu ditulis, yaitu pada tahun 1535 Saka atau 1613 Masehi. Bahkan menurut Ras (dalam Hellwig dan Robson, 1986: 192), bagian akhir dari P telah ditulis antara tahun 1481 sampai 1600. Sementara, HRB baru ditulis antara tahun 1761 sampai 1801 atau abad ke-18. Peminjaman cerita itu dimaksudkan untuk memperkaya isi HRB. Saran Bagi para peneliti selanjutnya, agar melakukan penelitian perbandingan HRB dan P dari segi realitas sejarah yang terkandung di dalamnya terutama tentang tokoh pada awal ceritanya. Dengan penelitian yang disarankan tersebut, diharapkan nanti akan diketahui apakah tokoh pendiri dinasti atau kerajaan itu adalah mitos atau realitas.

DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Holsti, Ole R. 1969. Content Analysis for the Social Sciences and Humanities. Reading, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Kadir, M. Saperi. 1982. Tutur Candi. Kalimantan Selatan: Depdikbud. Kawuryan, Megandaru W. Tanpa tahun. Kamus Lengkap Jawa-Indonesia, Indonesia-Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka. Komandoko, Gamal. 2008. Pararaton, Legenda Ken Arok dan Ken Dedes. Yogyakarta: Narasi. Munoz, Paul Michel. 2006. Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia, Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara (Zaman Prasejarah-Abad XVI). Terjemahan oleh Tim Media Abadi. 2009. Yogyakarta: Mitra Abadi. Rafiek, Muhammad. 2010. Mitos Raja dalam Hikayat Raja Banjar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Rafiek, Muhammad. 2011. Hikayat Raja Banjar: Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi Mitos Raja. Dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 1 (1): 3-27. Ras, Johanes Jacobus. 1968. Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography. The Hague: Martinus Nijhoff. Ras, J. J. 1986. Hikayat Banjar dan Pararaton: A Structural Comparison of Two Chronicles. Dalam C. M. S. Hellwig dan S. O. Robson (Eds.). A Man of Indonesian Letters, Essays in Honour of Professor A. Teeuw (hal. 184-203). Dordrecht-Holland/Cinnaminson-U.S.A: Foris Publications. Saleh, M. Idwar. Tanpa tahun. Sedjarah Bandjarmasin. Bandung: KPPK Balai Pendidikan Guru. Saleh, M. Idwar. 1986. Tutur Candi, Sebuah Karya Sastra Sejarah Banjarmasin. Jakarta: Depdikbud. Sastronaryatmo, Moelyono & Nitriani, R. Aj. Indri. 1983. Panji Kuda Narawangsa. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Syuropati, Mohammad A. 2010. Kamus Pintar Kawruh Jawa. Yogyakarta: In Azna Books.