BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan. konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini tersusun ke dalam enam sub-bab, yang meliputi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I LATAR BELAKANG. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perdagangan eceran pada pasar modern di Indonesia mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. juga perlu mengkomunikasikan produk kepada para konsumennya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada jaman sekarang persaingan ritel dalam penjualan produk semakin

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya keidupan modern masyarakat khususnya di perkotaan

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Kawasan Asia sangat diperhitungkan saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. cepat. Pasar modern berkonsep toko ritel banyak berdiri di kota-kota besar,

BAB I PENDAHULUAN. kini telah bergeser menjadi struktur yang lebih kompetitif (Thanasuta, 2015). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia dengan pendapatan kelas

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tercatat menempati peringkat ketiga pasar retail terbaik di Asia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran pada pasar moderen di Indonesia mengalami pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. datangi sesuai dengan harapannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Dalam periode enam tahun

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan pasar yang ketat ini sebuah bisnis atau perusahaan dituntut untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengusaha baru yang masuk ke bisnis ritel, baik dalam skala kecil

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini. Berfokus pada pengaruh persepsi harga, persepsi kualitas, dan persepsi resiko

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

PENGARUH PERCEIVED VALUE DAN PERCEIVED RISKTERHADAP PURCHASE INTENTIONYANG DIMEDIASI OLEH BRAND EVALUATIONPADA CARREFOUR DI SURABAYA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. ritel yang telah mengglobalisasi pada operasi-operasi ritel. Pengertian ritel secara

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenah diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Dengan perkembangannya, pengelolaan ritel modern membutuhkan dukungan teknologi khususnya bidang informasi yang memungkinkan bisnis ritel mampu menyediakan produk, pekayanan, dan pemrosesan yang cepat dan memuaskan pelanggan (Utami, 2010:4). Menurut Apindo, bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni ritel tradisional dan ritel modern. Namun dalam pekembangannya, retail modern memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan retail tradisional. Jumlah gerai usaha ritel modern di Indonesia dalam beberapa periode terakhir dari 2007-2011 mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 17,57% per tahun (http://www.datacon.co.id). Banyak sekali jenis retail modern di Indonesia salah satunya adalah pasar modern. Saat ini di Indonesia terdapat tiga jenis pasar modern yaitu Minimarket, Supermarket dan Hypermarket. Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia pertumbuhan ritel Hypermarket mencapai 17,9% mengalami pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan jenis ritel lain di Indonesia yang dilihat dari perkembangan jumlah gerai selama 10 tahun terakhir (Industry Update, 2014). Hal ini diketahui dengan data yang diperoleh melalui Asosiasi Pengusaha Ritel Modern (Aprindo) berikut ini. 1

2 Gambar 1.1 Perkembangan Omset Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data (Pandin, 2009:5) Berdasarkan data diatas terlihat bahwa hypermarket telah menggerogoti potensi pasar modern. Kemampuan Hypermarket menjadi Pasar Modern dengan pengumpulan omset terbesar karena Hypermarket menawarkan pilihan barang yang lebih banyak dibanding Supermarket dan Mini market, sementara harga yang ditawarkan Hypermarket relatif sama, bahkan pada beberapa barang bisa lebih murah daripada Supermarket dan Minimarket. Pada kelompok Hypermarket hanya terdapat 5 peritel yang terdiri dari Carrefour, Hypermart, Giant, Makro, dan Indogrosir serta 3 diantaranya menguasai 88,5% pangsa omset Hypermarket di Indonesia.

3 Gambar 1.2 Marketshare Hypermarket Sumber: Media Data (Pandin, 2009:9) Berdasarkan data diatas terlihat bahwa terdapat 5 peritel pada kelompok Hypermarket dengan tiga diantaranya menguasai 88,5% pangsa omset Hypermarket di Indonesia. Tiga pemain utama tersebut adalah adalah Carrefour yang menguasai hampir 50% pangsa omset hypermarket di Indonesia, Hypermart (Matahari Putra Prima) dengan pangsa 22,1%, dan Giant (Hero Grup) dengan 18,5%. Melihat persaingan dunia ritel yang semakin kompetitif ini menuntut perusahaan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan keinginan pelanggan sehingga perusahaan harus mampu mendeteksi apa yang menjadi kebutuhan pasar dan keinginan konsumen serta membaca dan menterjemahkan setiap perubahan situasi sebagai peluang. Hal ini dikarenakan konsumen semakin dihadapkan pada banyak pilihan yang mengakibatkan minat konsumen untuk melakukan pembelian.

4 Salah satu strategi pengusaha ritel yang sedang berkembang saat ini adalah usaha pengembangan produk dengan menggunakan merek pribadi (Private Label Brands). Private label atau yang juga dikenal dengan store brand merupakan merek yang dimiliki dan dikembangkan oleh peritel (Bao et al., dalam Wijayanti, dkk, 2013:78). Private label diperkirakan akan terus tumbuh untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Strategi pengembangan produk melalui private label ini dilakukan untuk memberikan alternatif bagi konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Corstjens and Lal dalam Susanti dan Wardiningsih (2013:182) menjelaskan bahwa produk dengan private label brand dapat membantu peritel untuk mengendalikan alur konsumen terhadap toko dengan menawarkan lini produk yang eksklusif. Hal ini didasarkan pada konsumen yang memiliki persepsi berbeda-beda yang tergantung pada cara konsumen menangkap kesan yang ditampilkan oleh peritel. Persepsi konsumen yang ada akan mempengaruhi sejauh mana seseorang akan mempunyai niat untuk membeli produk tersebut. Harga merupakan faktor yang selalu menjadi pertimbangan dari konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli. Persepsi konsumen akan harga ini dapat disebut dengan perceived price. Perceived price didefinisikan oleh Jacoby dan Olson dalam Setiawan dan Achyar (2012:27) sebagai subjektif persepsi pelanggan terhadap harga obyektif produk. Harga juga dapat menciptakan citra dan diferensiasi. Pada umumnya konsumen dalam hal ini adalah pembeli biasanya memiliki kisaran harga tertentu dalam pembelian mereka. Konsumen tidak akan mau membeli produk jika harga berada di atas jangkauan dan akan meragukan kualitas produk ketika harga produk

5 terletak di bawah rata-rata (Cooper dalam Setiawan dan Achyar, 2012:27). Persepsi harga menjadi sebuah penilaian konsumen tentang perbandingan besarnya pengorbanan dengan apa yang akan didapatkan dari produk dan jasa (Zeithaml dalam Kusdiyah, 2012:25). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Wardiningsih (2013:189) menemukan bahwa persepsi harga berpengaruh signifikan terhadap Private Label Brands. Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa pilihan konsumen pada private label brands Carrefour ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap harga produk private label brands tersebut. Dalam artian bahwa konsumen telah memiliki persepsi bahwa harga produk private label brand lebih murah dari harga produk nasional. Demikian juga dengan penelitian Tih dan Lee (2013) yang juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived price terhadap store brands purchase intention. Selain harga, kualitas dari produk private label brands tersebut juga akan dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli produk. Sehingga persepsi konsumen akan kualitas juga diperlukan dalam menciptakan minat beli konsumen. Aaker (1991) dalam Dursun et al (2011) mendefinisikan perceived quality sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk dengan apa yang diharapkan pelanggan. Aaker juga menegaskan satu hal yang harus selalu diingat yaitu bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi pada para pelanggan. Tih dan Lee (2013) melakukan studi pada konsumen toko yang memiliki jaringan ritel hypermarket dan membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived quality variance terhadap store brands purchase intention.

6 Tidak sebatas itu saja, konsumen akan membeli dari perusahaan yang mereka yakini memiliki nilai pengharapan (customer perceived value) yang paling tinggi. Perceived value dikonseptualisasikan sebagai bentuk evaluasi kognitif dari pelanggan, yang didasarkan pada dua hal, yaitu persepsi manfaat dan biaya yang dirasakan (Zeithaml dalam Setiawan dan Achyar, 2012). Penelitian Tih dan Lee (2013) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived value terhadap store brands purchase intention. Perusahaan yang ingin menciptakan niat beli yang lebih tinggi juga harus mampu menciptakan store brand awareness konsumen. Kesadaran merek (brand awareness) merupakan kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu. De Wulf et al., dalam Tih dan Lee (2013) menunjukkan bahwa store brand awareness yang tinggi akan meningkatkan kemungkinan bahwa merek akan diingat ketika datang saat melakukan evaluasi pembelian dan memungkinkan untuk menciptakan niat beli konsumen. Pada saat konsumen akan melakukan keputusan pembelian mereka akan dihadapkan pada risiko pembelian produk (perceived risk). Tingkat resiko ini akan menentukan tingkat keterlibatan konsumen terhadap pembelian produk. Perceived risk merupakan keyakinan subyektif individu tentang konsekuensi yang berpotensi negatif dari keputusannya (Samadi dan Nejadi, 2009:263). Menurut Bettman, risiko dianggap merupakan faktor penting dalam pilihan konsumen, sehingga banyak penelitian yang terkait dengan persepsi resiko dalam pembelian (Dursun et al, 2011:114). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Wardiningsih (2013:191)

7 menemukan bahwa persepsi risiko berpengaruh signifikan terhadap Private Label Brands. Studi Tih dan Lee (2013) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived risk terhadap store brands purchase intention. Private label brands memiliki peranan penting dalam strategi ritel. Private label brands yang kuat bisa mengurangi promosi pemasaran produk, yang berdampak pada penghematan biaya dan memungkinkan untuk harga yang fleksibel (harga rendah atau tinggi tergantung pada sasaran pelanggan). Carrefour merupakan sebuah kelompok hypermarket, dan menjadi suatu alternatif belanja pilihan bagi seluruh keluarga. Dari segi umur Carrefour lebih unggul karena sudah lebih dulu bermain di segmen ini dibandingkan dengan hypermarket lainnya. Konsep paserba merupakan konsep perdagangan eceran yang diciptakan oleh Carrefour yang dirancang untuk memuaskan para konsumen. Ditambah dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkap seperti snack corner, food court, parkir gratis bahkan dengan adanya garansi harga dan garansi kualitas, maka Carrefour benar-benar merupakan tempat belanja keluarga. Carrefour adalah kelompok ritel kedua terbesar setelah Wal Mart, dan dengan berkembangnya Carrefour, maka Carrefour membuat produk private label dengan kualitas yang setara dengan produk nasional. Dengan produk private label Carrefour memberikan harga yang lebih murah dengan kualitas bagus agar dapat member pilihan pada pembeli untuk selalu ingat pada Carrefour. Carrefour meluncurkan tidak kurang dari lima item tiap bulan atau 60 item tiap tahun. Menurut Adji Srihandoyo, Direktur Corporate Affairs Carrefour Indonesia, potensi private label memang sangat besar. Kami terus menggali potensinya dari produk lokal,. Carrefour saat

8 ini telah memiliki 2-3 ribu item produk private label dari total 40 ribu item produknya. Misalnya tisu, minuman, gula, air mineral, garam snack, biscuit, dan sabun cair cuci tangan dan masih banyak item-item lainnya.(http://swa.co.id/corporate/hypermarket-dan-minimarketmakin-kepincut-private-label) Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Perceived Price, Perceived Quality, Perceived Value, Brand awareness, Perceived Risk Terhadap Purchase Intention Private Label Brands Pada Carrefour di Surabaya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah perceived price memiliki pengaruh positif terhadap Surabaya? 2. Apakah perceived quality memiliki pengaruh positif terhadap Surabaya? 3. Apakah perceived value memiliki pengaruh positif terhadap Surabaya? 4. Apakah brand awareness memiliki pengaruh positif terhadap Surabaya?

9 5. Apakah perceived risk memiliki pengaruh positif terhadap Surabaya 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh positif perceived price terhadap Surabaya. 2. Untuk menganalisis pengaruh positif perceived quality terhadap Surabaya. 3. Untuk menganalisis pengaruh positif perceived value terhadap Surabaya. 4. Untuk menganalisis pengaruh positif brand awareness terhadap Surabaya. 5. Untuk menganalisis pengaruh positif perceived risk terhadap Surabaya. 1.4. Manfaat Penelitian Sedangkan beberapa manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini nantinya antara lain: 1. Manfaat Praktis.

10 Sebagai referensi tambahan dan acuan bagi pihak perusahaan yaitu Carrefour dalam menjalankan kebijakan usahanya, serta mengetahui keunggulan bersaing yang dimiliki. 2. Manfaat Akademis Diharapkan hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan informasi yang bermanfaat mengenai perceived price, perceived quality, perceived value, brand awareness, perceived risk terhadap purchase intention private label brands. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini tediri dari 5 (lima) bab. Masingmasing bab dibagi dalam sub bab mengenai pokok pembahasan, kemudian diuraikan dengan tujuan dan permasalahan yang dibahas. Bab 1 Pendahuluan Dalam bab ini dibahas secara umum mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika skripsi. Bab 2 Tinjauan Kepustakaan Bab ini merupakan penjelasan dari masalah penelitian secara teoritis, dan definisi dari para ahli, hipotesis, dan kerangka berpikir. Bab 3 Metode Penelitian Dalam bab ini dibahas secara umum tentang desain penelitian, definisi operasional, jenis dan sumber data, pengukuran variabel, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik analisis data.

11 Bab 4 Analisis dan Pembahasan Bab ini terdiri dari deskripsi objek penelitian, analisis data, dan interpretasi. Bab 5 Simpulan dan Saran Pada bagian ini dijelaskan tentang simpulan berdasakan analisis penelitian dan saran bagi Carrefour.