BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI KLEDUNG KARANGDALEM BANYUURIP PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

Vol. 8, No. 2 Desember 2016 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk lansia umur 60 tahun ke. atas di seluruh dunia sangat cepat, bahkan lebih cepat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

LAPORAN PENELITIAN KEMITRAAN

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

PENDAHULUAN. (hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina, laktobasilus, dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA WANITA PERIMENOPAUSE DI DESA MOJO KECAMATAN ANDONG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

NOVIYANA ISNAENI Skripsi, Februari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Diploma IV Kebidanan ABSTRAK

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina,

LAMPIRAN 1 Lembar Persetujuan Responden LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN. Yang bertandatangan dibawah ini, saya: Nama : (Inisial) Umur :

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Partisipan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN GENITALIA EKSTERNA DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan secara optimal (Nursalam, 2008). kesehatan sebagai berikut : a. mengubah pengetahuan;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

BAB I PENDAHULUAN. perawatan tubuh di berbagai kota besar, yang tergolong ke dalam perawatan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2001). Kesehatan organ reproduksi dan organ genitalia menjadi bagian yang penting. Kebersihan daerah kewanitaan bagi perempuan sangat penting karena dapat membuat wanita merasa nyaman dan dapat mencegah dari penyakit serta infeksi menular (Taylor, 2000). Sebagian besar perempuan menganggap kebersihan genitalia internal dan eksternal merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menjaga kesehatan organ reproduksi dan organ seksual mereka. Berbagai macam cara pun dilakukan untuk menjaga kebersihan daerah feminim tersebut (Taylor, 2000). Salah satu cara perawatan daerah feminim dapat dilakukan dengan douching vagina. Douching vagina merupakan kegiatan mencuci atau membersihkan vagina dengan cara menyemprotkan air atau cairan lain (cuka, baking soda atau larutan douching komersil) ke dalam vagina. Menurut Taylor, dkk (2000) tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik, yaitu untuk membersihkan vagina setelah dilakukan tindakan pembedahan, dan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri setelah diberikan antiseptik. Akan tetapi bagi wanita yang sehat, douching dengan berbagai bahan dan larutan akan mengubah flora bakterial normal dan keseimbangan kimiawi vagina serta akan mengubah mucus/lender yang alami sehingga menganggu ekologi vagina. Douching vagina meliputi eksternal douching maupun internal douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan

2 bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan menggunakan jari dan atau dalam bentuk spraying atau liquid. Air atau cairan lain (cuka, baking soda, atau larutan douching komersil) tersebut diletakkan dalam botol kemudian disemprotkan kedalam vagina melalui suatu tabung dan ujung penyemprot (Qomariyah, 2004). Membersihkan daerah genital akan lebih aman bila menggunakan air saja dibandingkan dengan menggunakan obat-obatan atau bahan-bahan komersil dipasaran karena akan mempengaruhi pertumbuhan flora dalam vagina yang akan meningkatkan resiko infeksi dan meningkatkan resiko terjadinya keputihan (fluor albus) (Qomariyah, 2004). Setiap wanita akan mengalami pengeluaran cairan dari vagina sesudah ia mendapatkan haid yang pertama. Didalam vagina terdapat bakteri laktobasilus yaitu bakteri yang baik yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman vagina agar bakteri pathogen mati dan untuk menjaga keseimbangan flora normal vagina. Terganggunya keseimbangan flora normal pada vagina dapat menyebabkan berbagai masalah. Salah satunya adalah terjadinya keputihan (fluor albus) (Sianturi, 2001). Penggunaan deodoran dan douching vagina dapat menyebabkan membran mukosa teriritasi dan dapat membunuh flora normal yang ada dalam vagina. Hal tersebut memungkinkan timbulnya serangan keputihan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek douching vagina dapat meningkatkan resiko kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Pelvic Inflammatory Disease atau Penyakit Radang Panggul (PRP) (Yayasan Abdi Asih: 1996, dan Joesoef, dkk: 1993). Penelitian yang dilakukan joesoef, dkk (1993) pada 599 ibu hamil (19% douching menggunakan air, 63% douching menggunakan air dan sabun, 2% menggunakan produk komersil, dan 8% menggunakan menggunakan daun sirih paling sedikit sekali pada bulan terakhir kehamilan) juga menunjukkan adanya hubungan praktek douching dengan kejadian IMS. Douching dengan air saja setelah berhubungan seksual tidak berhubungan dengan IMS, tetapi resiko IMS akan meningkat 2,6 kali lebih tinggi jika menggunakan air dan sabun, atau dengan daun sirih atau

3 produk komersil. Penggunaan deodoran dan douching vagina menyebabkan membran mukosa teriritasi dan dapat membunuh flora normal yang ada dalam vagina. Hasil observasi yang dilakukan oleh Ayom Nilamsari (2005) di Lokalisasi Sunan Kuning Semarang, didapatkan data bahwa kebanyakan para wanita yang pekerjaannya sebagai penjaja seks sebagian besar dari mereka melakukan douching dengan menyemprotkan sejenis antibiotik yang mereka beli dari toko obat, bahkan ada juga yang memakai pasta gigi, ataupun sabun sirih. Keluhan yang dirasakan antara lain panas, perih, alergi, gatal dan bahkan bisa menyebabkan genitalia berwarna hitam. Menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Hotline Surabaya (YHS) tahun 2003 di Kecamatan Krembangan Surabaya terhadap 431 perempuan, douching vagina telah menjadi bagian dari personal hygiene mereka, yang selalu dilakukan secara rutin. Sebagai gambaran Kecamatan Krembangan memiliki karakteristik perempuan yang bervariasi, mulai dari ibu rumah tangga hingga pekerja seks, karena lokasi kecamatan ini berdekatan dengan lokalisasi Bangunsari. Bahan yang biasa digunakan untuk douching, sebagian besar 50,3% menggunakan sabun, 17,4% pembersih vagina cair dengan berbagai produk yang ada, 12,5% menggunakan air, 9,7% menggunakan handuk/kain/tissue, 5,1% menggunakan pasta gigi, 4,9% menggunakan air sirih. Hasil survey dan wawancara terhadap lima orang ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen, menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka melakukan eksternal douching vagina dengan menggunakan sabun mandi dan juga ada yang menggunakan produk komersil seperti air daun sirih. Sebagian dari mereka masih merasakan keputihan dengan bau yang tidak enak dan gatal-gatal di sekitar vagina walaupun sudah menggunakan produk pembersih daerah kewanitaan. Berdasarkan uraian fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Perilaku Eksternal

4 Douching Vagina dengan Kejadian Fluor Albus pada Ibu Rumah Tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen. B. Rumusan Masalah Kesehatan genitalia merupakan salah satu bagian yang penting dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual wanita. Salah satu cara yang digunakan oleh sebagian besar wanita adalah dengan eksternal douching vagina atau bilas labia dan bagian luar vagina untuk menjaga kebersihan daerah genitalia mereka. Padahal pada wanita dalam kondisi normal, melakukan eksternal douching vagina atau labia dan bagian luar vagina dengan menggunakan bahan obat-obatan atau produk komersil yang dijual dipasaran tidak dianjurkan karena akan mengganggu keseimbangan kimiawi dan ekologi pada vagina yang pada akhirnya justru akan meningkatkan resiko infeksi dan menimbulkan keputihan (fluor albus). Berdasarkan observasi awal peneliti di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen Semarang, hampir sebagian besar ibu rumah tangga melakukan eksternal douching vagina dengan menggunakan sabun, produk alami seperti air daun sirih, dan juga ada yang menggunakan produk komersil seperti sabun sirih. Mereka berpendapat bahwa membersihkan daerah genital dengan menggunakan bahan antibiotik atau produk komersil akan membuat daerah genital menjadi bersih, nyaman, menghilangkan bau yang tidak sedap pada daerah kewanitaan akibat dari keputihan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dicari mengenai apakah ada hubungan antara melakukan eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara perilaku eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi perilaku eksternal douching vagina pada ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen. b. Mengidentifikasi tentang kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen. c. Menganalisis hubungan perilaku eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga di Dusun Bandungmulyo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga, yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Peneliti Peneliti mendapatkan informasi baru mengenai cara membersihkan dan melakukan perawatan pada daerah genital. Peneliti juga mendapatkan pengalaman baru dalam hal melakukan penelitian yang nantinya dapat menjadi pengalaman dan bekal yang berharga untuk kemajuan ilmu peneliti. 2. Institusi Penelitian ini diharapkan sebagai masukan atau tambahan informasi yang dapat digunakan untuk memperkaya bahan diskusi para mahasiswa. 3. Ibu rumah tangga Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar mengenai pembersihan daerah genital yang aman bagi ibu rumah tangga.

6 4. Tenaga Kesehatan Memberikan pemahaman yang benar mengenai cara membersihkan daerah genital yang aman sebagai salah satu cara mengurangi resiko terkena keputihan dan penyakit IMS. 5. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut Hasil penelitian ini mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukan penelitian sejenis