BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

DAFTAR PUSTAKA. Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, cet. xxi, Jakarta: PT. Gramedia, 1995.

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB V HASIL PENELITIAN

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

STUDI KASUS GAMBARAN COPING STRES PADA MAHASISWI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DRAF WAWANCARA. Jumlah Anak. 4. Apakah suami anda memperkenalkan istri mudanya kepada keluarga anda?

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE SKRIPSI HILMAYANI NASUTION

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

Abstrak. Kata kunci:

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan yang ideal adalah mendapatkan kebahagiaan, kepuasan, persahabatan, intimacy, komitmen afeksi, seksual dan mendapatkan keturunan. Perkawinan dapat menjadi sebuah kesempatan membangun emosi yang positif dan menemukan identitas baru pada diri karena menikah membuat meningkatnya selfesteem (Papalia, 2003). Pada umumnya suatu pasangan yang telah menikah mengharapkan akan memperoleh kebahagiaan dan keberhasilan dalam perkawinannya. Dalam perkawinan tersebut sebuah keluarga telah terbentuk, dimana masing-masing individu akan menjadi lebih dewasa agar tercapai kebahagiaan sesuai dengan harapan di awal perkawinan (Munandar, 2001). Namun, di dalam sebuah perkawinan tidak selamanya berjalan lancar dan bahagia sesuai dengan yang diharapkan, akan tetapi ada konflik yang menyertai setiap rumah tangga. Masalah dan konflik tersebut bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi, masalah komunikasi, masalah keluarga, masalah anak serta masalah kehadiran pihak ketiga, apalagi jika pihak ketiga tersebut adalah perempuan. Keberadaan pihak ketiga akan dapat memicu munculnya konflik yang akan menjadi 1

2 masalah yang dapat mengganggu keutuhan rumah tangga. Menurut Munandar (2001), mengatakan bahwa keberadaan pihak ketiga, perselingkuhan dan poligami juga bisa menjadi masalah di dalam perkawinan. Pada akhirnya, ketika sang suami menikah lagi, maka perkawinan yang demikian disebut poligami (Yunita, 2004). Didalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yang mengatur tentang perkawinan dan perkawinan poligami, memang memperbolehkan suami berpoligami dengan alasan tertentu, seperti tidak mempunyai keturunan dengan istri pertama, atau istri pertama tidak bisa menjalani kewajibannya sebagai seorang 1 istri, maka suami diperbolehkan menikah lagi (Setiati, 2007). Walaupun suami diperbolehkan menikah lagi dengan alasan tertentu, namun pada kenyataannya banyak suami yang menyalahgunakan perkawinan poligami. Maksudnya ialah meskipun suami memiliki istri yang mampu menjalani kewajibannya sebagai istri dan mempunyai keturunan, tetap saja suami menikah lagi dengan perempuan lain. Pada perkawinan poligami yang dilakukan oleh suami, tidak hanya berdampak pada istri pertama, tetapi juga akan berdampak terhadap anak-anak dari hasil hubungam suami dengan istri pertamanya. Anak-anak seringkali menjadi korban jika di dalam keluarga mengalami masalah, penuh konflik dan pertikaian orangtua. Perkembangan anak dapat terhambat, dan anak dapat menjadi anak bermasalah (Soewondo, 2001). Tidak terkecuali dengan anak yang sedang menginjak usia remaja, dimana usia remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga kondisi fisik dan psikologisnya masih

3 mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Apabila situasi dan kondisi di dalam keluarga penuh dengan konflik, maka perkembangan remaja dapat terhambat. Poligami tentunya akan membawa dampak tertentu bagi remaja, dampak tersebut dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi remaja, seperti masalah ekonomi, sosial dan juga masalah psikologisnya. Dampak sosial yang dapat muncul yaitu remaja merasa bahwa keluarganya berbeda dengan keluarga lainnya yang menganut perkawinan monogami. Perbedaan dalam masalah sosial dapat membuat remaja cenderung merasa rendah diri, dikucilkan, dilecehkan, dan bahkan mendapat penghinaan dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, dampak yang ditimbulkan adalah masalah ekonomi, dimana kondisi keuangan keluarga akan berkurang, karena Ayah harus menafkahi lebih dari satu keluarga, sehingga hak untuk terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan remaja cenderung berkurang. Misalnya, uang jajan yang berkurang, uang untuk dana pendidikan, serta uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan remaja lainnya akan ikut berkurang. Sementara itu, masalah yang relatif lebih berat untuk diatasi justru timbul dari dalam diri remaja itu sendiri yakni masalah psikologis remaja. Hal ini bisa menjadi stressful bagi remaja, sebab apabila remaja merasa kurang mendapat perhatian, kasih sayang, cinta, serta berkurangnya komunikasi dan waktu luang untuk bersama-sama dengan Ayah juga akan ikut berkurang. Remaja dapat merasa kehilangan figur Ayah yang ideal seperti yang diharapkan oleh remaja pada umumnya. Menurut Atwater (1983), seorang anak dituntut untuk mampu memahami keadaan dan mampu

4 menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, anak dituntut untuk mampu memahami bahwa cinta, perhatian, kasih sayang dan keuangan harus dibagi dengan keluarga Ayah lainnya. Remaja pada umumnya menjadikan masalah perkawinan poligami Ayahnya sebagai sumber stres (stressor) yang membebani dirinya. Stressor yang timbul dalam keluarga poligami tersebut merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan bagi remaja. Remaja cenderung merasa kesulitan untuk bertahan, jika keadaan demikian terus berlangsung akan mengakibatkan remaja merasa tertekan dan menjadi stres. Sementara pengertian dari stres itu sendiri ialah usaha yang dilakukan untuk menghadapi keadaan stres disebut sebagai tingkah laku coping (Baron & Byrne dikutip Priharini, 2004). Sementara menurut Lazarus & Folkman dalam Santrock (2006), coping adalah proses menata keadaan dimana seseorang berusaha mendapatkan pemecahan masalah yang menimbulkan stres dalam hidupnya. Karakter individu juga menjadi bagian dari suksesnya coping, termasuk kontrol diri, emosi yang positif dan sumber daya pada individu itu sendiri, ditambah dengan strategi coping yang digunakan. Oleh karena itu, remaja akan menghadapi stresnya dengan strategi coping yang berbeda-beda, ada yang menggunakan strategi coping yang berfokus pada permasalahan yang sedang dihadapi (problem focused coping), misalnya, mencoba merubah pikiran seseorang, merencanakan tindakan dan melaksanakannya, menceritakan masalahnya kepada orang lain dan sebagainya. Namun sebagian remaja menggunakan strategi coping dengan cara yang berorientasi pada emosi (emotional

5 focused coping), seperti menyembunyikan perasaan, melarikan diri dengan cara merokok, minuman-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang, merasa diri semakin dewasa dan merasa diri menjadi lebih baik. Selain itu, ada juga remaja yang menggunakan kedua coping tersebut, yakni coping secara emosional sekaligus menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi (emotional focused coping dan problem focused coping), misalnya menceritakan masalah kepada orang lain dan meminta saran dari mereka. Strategi yang digunakan bergantung pada kepribadian dan karakteristik remaja tersebut. B. IDENTIFIKASI MASALAH Pada umumnya seseorang yang mulai menginjak usia remaja akan mengalami masa pencarian identitas diri. Dalam masa pencarian identitas diri ini kondisi emosional remaja rentan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapinya, permasalahan tersebut relatif dipandang sebagai situasi yang mengancamnya. Setiap remaja yang mengalami kondisi tertekan atau stress akan menggunakan strategi coping yang berbeda-beda bergantung pada karakteristik individu maupun keadaan dan situasi yang dihadapi oleh individu tersebut. Sebagian remaja yang memiliki karakteristik mental yang cukup stabil akan lebih mudah untuk mengatasi masalahnya dengan menggunakan strategi coping yang tepat, seperti misalnya control terhadap diri, emosi positif dan sumber-sumber kepribadian yang mendukung, maka remaja akan cenderung berhasil dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Sebaliknya, jika remaja memiliki karakteristik mental yang tidak stabil akan

6 cenderung melakukan strategi coping yang tidak berhasil, bahkan bisa mengarah kepada hal-hal yang agresif dan merugikan baik terhadap diri remaja itu sendiri maupun merugikan orang lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran stressor, stress dan coping stres remaja dalam keluarga poligami. C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stressor, stress dan coping stres remaja dalam keluarga poligami. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis : Memberikan gambaran secara mendalam tentang gambaran stressor, stress dan coping stres remaja dalam keluarga poligami dan hasilnya dapat dijadikan referensi pada penelitian selanjutnya untuk menyempurnakan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis : a. Memberikan masukan kepada konselor anak khususnya remaja, sehingga para Konselor diharapkan dapat memberikan bantuan kepada remaja yang berada pada situasi keluarganya berpoligami sampai mengalami stres, agar dapat menilai permasalahannya dan strategi coping yang tepat. b. Memberikan masukan bagi remaja dalam keluarga poligami untuk dapat memahami dan menerapkan coping sebagai perilaku yang produktif. Serta

7 remaja mampu menyesuaikan diri terhadap perkembangan dirinya serta melakukan coping yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi didalam keluarga. c. Memberikan masukan bagi suami yang hendak berpoligami, agar dapat mempertimbangkan kembali keputusannya mengenai dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi kepada anak-anak serta istri pertama. d. Memberikan masukan bagi suami yang telah berpoligami agar tetap bersikap adil terhadap istri pertama maupun istri-istri lainnya beserta anak-anaknya. Adil dalam memberi nafkah lahir dan batin, serta memperhatikan kesejahteraan dan masa depan keluarga serta anak-anaknya. E. KERANGKA BERPIKIR Perkawinan yang sudah berjalan bertahun-tahun tidak menjamin bahwa rumah tangga akan terus berjalan lancar, karena setiap rumah tangga memiliki masalahmasalah yang berbeda-beda. Dalam hubungan antara suami dan istri yang terlihat harmonis, bisa mempunyai masalah didalam rumah tangga, seperti masalah ekonomi, masalah dalam perbedaan pendapat dan prinsip, kurangnya waktu bersama dengan keluarga, bahkan sampai masalah sulitnya pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan menjadi kendala didalam perkawinan. Bagi sebagian suami masalahmasalah didalam rumah tangga tersebut dijadikan sebagai alasan untuk menikah lagi. Hadirnya orang ketiga, dalam hal ini adalah perempuan lain dalam kehidupan suami yang berakhir dengan sebuah perkawinan baru bagi suami yang disebut dengan

8 poligami. Poligami yang dilakukan oleh suami tentunya akan membawa dampak tertentu terhadap istri sebelumnya beserta anak-anak dari hasil hubungan suami dengan istri pertamanya. Terlebih jika anak sedang dalam masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa yang disebut sebagai masa remaja. Dampak perkawinan poligami bagi sebagian remaja dapat menjadi sumber stres (stressor) yang dapat mengganggu kondisi psikologis remaja, karena terganggunya kehidupan didalam keluarga dalam segala aspek kehidupan. Stressor tersebut dapat menimbulkan tekanan dalam hal ekonomi, psikologis, sosial maupun fisik. Stressor dalam hal ekonomi dapat membuat remaja merasa bahwa dengan kondisi Ayah menikah lagi, keadaan keuangan dalam keluarga juga akan berkurang, karena Ayah harus menafkahi lebih dari satu keluarga. Dampak langsung yang dirasakan oleh remaja, yaitu berkurangnya uang jajan, uang untuk jalan-jalan bersama teman-teman, dana untuk pendidikan serta berkurangnya jatah untuk memenuhi semua kebutuhan remaja. Selain itu, dampak terhadap lingkungan sosial pun akan dirasakan oleh remaja, karena remaja akan merasa khawatir akan penilaian serta respon negative dari lingkungan sosialnya seperti kekhawatiran akan dikucilkan, dijauhi serta mendapat kata-kata yang tidak menyenangkan dari lingkungannya. Remaja juga cenderung merasa bahwa keluarganya yang menjalani kehidupan poligami berbeda dengan keluarga lain pada umumnya yang hanya memiliki satu keluarga inti. Kemudian dampak yang dirasakan cukup berat untuk dihadapi adalah masalah psikologis remaja itu sendiri. Remaja merasa bahwa waktu untuk bersama-sama

9 dengan Ayah akan berkurang, karena Ayah harus membagi waktunya dengan keluarga Ayah yang lain. Remaja bisa saja merasa kehilangan Ayah secara fisik, karena Ayah akan sering tidak berada di rumah, begitupun dalam hal komunikasi dengan Ayah juga relatif akan berkurang. Pada akhirnya stressor tersebut menimbulkan tekanan-tekanan bagi remaja, sehingga remaja menjadi stres. Pada sebagian remaja, stres yang dialami dapat diatasi dengan menggunakan strategi-strategi coping yang tepat. Misalnya, remaja bisa menggunakan strategi problem-focused coping (mencari penyelesaian masalah dengan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi), atau bisa juga menggunakan emotion-focused coping (mengatasi masalah dengan cara menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi kepada orang lain), remaja bisa juga menggunakan gabungan dari kedua strategi coping tersebut, yakni dengan cara menceritakan permsalahannya kepada orang lain sekaligus mencari jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi. Setiap remaja akan menggunakan berbagai strategi coping yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan kepribadian remaja tersebut. Sebagian remaja yang memiliki karakteristik mental yang relatif stabil akan lebih mampu dan berhasil bagi subjek dalam mengatasi setiap permasalahan yang sedang dihadapinya. Namun sebaliknya, jika karakteristik mental atau kepribadian remaja tidak stabil, maka ia akan cenderung tidak berhasil dalam melakukan copingnya. Maka dari itu, remaja diharapkan bisa menggunakan strategi coping yang tepat dan mengarah pada coping

10 yang positif, sehingga remaja akan mampu menerima keadaan Ayah yang berpoligami dengan tanpa beban. Skema Kerangka PERKAWINAN 1 PERKAWINAN 1 Berfikir IBU AYAH IBU TIRI REMAJA STESSOR opsikologis ososial ofisik STRESS o Reasi fisik (pusing, sakit, mual-mual ) o Reaksi psikologis (merasa sedih, merasa kesepian, depresi, marah, kesal dsb.) o Reaksi terhadap sosial (khawatir dengan penilaian negatif dari lingkungan sosial) COPING STRES Emotion - Focused Coping - Seeking social support (mencari dukungan sosial) - Self - control (menyembunyikan perasaan) - Escape - avoidance (minum-minuman keras, merokok dll) - Positive appraisal (banyak beribadah dan berdoa) - Distancing (tidak memikirkan masalah) Problem - Focused Coping - Confrontive coping (mencoba mengubah pikiran seseorang) - Planful problem solving (merencanakan tindakan dan melaksanakannya) - Accepting responsibility (mengkritik diri, diiringi upaya memperbaiki keadaan) - Seeking social support (mencari informasi, bertanya, menceritakan masalah)