TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK I & H SECTION DARI BESI ATAU BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN NOMOR HS

PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia

2016, No dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.011/2013 dan berlaku sampai dengan tanggal 1 April 2016; c. bahwa berdasarkan ketentua

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.010/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

2 Anti Dumping Terhadap Impor Produk Canai Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan Dari Negara Jepang, Republik Korea, Taiwan, Republik Rakyat Tiong

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Motivasi Indonesia Menerapkan Kebijakan Anti Dumping terhadap Impor Baja Cold Rolled Coil (CRC) Jepang Tahun 2013

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.01/1999 TENTANG

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2015

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

BERITA RESMI STATISTIK

Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

SALINANN TENTANG TUHAN. dan peralatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan praktek di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Peresmian Pabrik Pelapisan Pipa Dan Laboratorium Services PT. Bakrie Pipe Industries.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

2 Perdagangan, yaitu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap impor produk steel wire rod; d. bahwa dalam rangka menindaklanjuti hasil penyeli

SAMBUTAN MENTERIPERINDUSTRIAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

2013, No bejana tekan dan tangki dari logam, serta pembuatan mesin pertanian dan kehutanan telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan baran

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA NASIONAL

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

Transkripsi:

ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon ) untuk melakukan penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (TPP) akibat terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya (selanjutnya disebut Barang Yang Diselidiki ), yang menimbulkan dampak kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri Pemohon yang memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki. 2. Pemohon mengajukan permohonan untuk melakukan penyelidikan TPP terhadap Barang Yang Diselidiki, atas dasar melonjaknya impor barang tersebut secara signifikan ke Indonesia yang menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi Industri Dalam Negeri (IDN). Barang yang diajukan untuk diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan lainnya yang secara langsung bersaing dengan barang yang diproduksi oleh Pemohon yaitu I dan H Section dari besi atau baja bukan paduan. Dengan demikian Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan yang memiliki kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu yang diatur dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 (BTKI 2012). Unsur kimia dimaksud antara lain adalah boron, kromium, dan mangan, dimana I dan H Section dapat dikategorikan sebagai baja paduan apabila kandungan boron dalam baja sebesar minimum 0,0008%, atau kandungan kromium sebesar minimum 0,3%, atau kandungan mangan sebesar minimum 1,65%. 3. Barang Yang Diselidiki tersebut dapat menggantikan barang yang diproduksi di dalam negeri karena kegunaannya sama dengan barang yang diproduksi di dalam negeri dan bersaing di pasar yang sama. Selain itu, bentuk fisik, karakteristik, jenis, dan kualitas Barang Yang Diselidiki adalah sama dengan 1

barang yang diproduksi dalam negeri. Hal yang membedakan kedua barang tersebut adalah kandungan unsur kimia didalamnya seperti yang disebutkan di atas, sehingga kedua barang tersebut memiliki nomor pos tarif yang berbeda. 4. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan dalam permohonan, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk memulai penyelidikan, yaitu: a. terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki; b. terjadinya kerugian serius yang dialami Pemohon; dan c. adanya hubungan sebab-akibat akibat terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki dengan kerugian serius yang dialami Pemohon. 5. Berdasarkan analisa jawaban kuesioner dan verifikasi yang dilakukan oleh KPPI, disusun laporan data utama (essential facts) hasil penyelidikan yang akan menjadi dasar keputusan akhir KPPI terhadap penyelidikan TPP atas impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.10.00 dan 7228.70.90.00 sesuai dengan BTKI 2012. A.2. Pengumuman dan Notifikasi 6. Pada tanggal 12 Februari 2014, KPPI melakukan inisiasi penyelidikan dan mengumumkan mengenai dimulainya penyelidikan melalui surat kabar Koran Bisnis Indonesia, dan website Kementerian Perdagangan. 7. Pada tanggal yang sama, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan kepada pihak-pihak terkait dan menyampaikan Notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal dimulainya penyelidikan atas lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya ke Indonesia yang merugikan Pemohon. Notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 13 Februari 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25 (Lampiran 1). 2

8. Pada tanggal 24 Februari 2014, Pemerintah Republik Indonesia melalui PTRI di Jenewa menyampaikan corrigendum notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal revisi dari kesalahan penulisan uraian Barang Yang Diselidiki pada notifikasi Article 12.1(a). Corrigendum notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 26 Februari 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25/Corr.1 (Lampiran 2). 9. Pada tanggal 12 Maret 2014, KPPI menyampaikan suplemen notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal penyelenggaraan dengar pendapat untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak terkait untuk menyampaikan tanggapannya atas dimulainya penyelidikan ini, yang akan dilakukan pada tanggal 21 Maret 2014. Suplemen notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 12 Maret 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25/Suppl.1 (Lampiran 3). A.3. Identitas Pemohon 10. PT. Gunung Garuda Alamat : Jl. Imam Bonjol 4, Warung Bongkok, Sukadanau, Cikarang Barat, Bekasi 17520, West-Java - Indonesia Telp./Faks. : 021 8900111 Ext. 6128 / 021 89107711 E-mail Website : : pjl11@grdsteel.com www.gunungsteel.com A.4. Barang yang Diproduksi oleh Pemohon 11. Pemohon memproduksi I Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, yang termasuk dalam Nomor HS. 7216.32.00.00 dan H Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, yang termasuk dalam Nomor HS. 7216.33.00.00. Barang yang diproduksi Pemohon merupakan Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan 3

Barang Yang Diselidiki hal ini dapat terlihat dari bentuknya yang secara fisik sama dan juga digunakan untuk konstruksi sebagaimana diuraikan dalam Bab B.1. Perbedaan antara barang yang diproduksi Pemohon dengan Barang Yang Diselidiki adalah barang yang diproduksi oleh Pemohon merupakan I dan H Section dari besi atau baja bukan paduan, sedangkan Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan yang memiliki kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu antara lain adalah boron, kromium, dan mangan, dengan kandungan boron dalam baja sebesar minimum 0,0008%, atau kandungan kromium sebesar minimum 0,3%, atau kandungan mangan sebesar minimum 1,65%. 12. Pemohon juga memproduksi barang lain yaitu billet, bloom, beam blank, dan angle hot-rolled. A.5. Proporsi Produksi Pemohon 13. Di Indonesia hanya ada 2 produsen Baja Section yaitu PT. Gunung Garuda dan PT. Krakatau Wajatama. Total produksi Pemohon pada tahun 2013 adalah sebesar 91% dari total produksi nasional yang memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki, sehingga Pemohon telah memenuhi persyaratan untuk mewakili IDN. (Tabel 1) Tabel 1: Produksi Nasional I dan H Section Satuan: % No Industri Dalam Negeri 2010 2011 2012 2013 1. Pemohon 86 88 90 91 2. Non-Pemohon 14 12 10 9 3. Total Produksi Nasional 100 100 100 100 Sumber: Pemohon, Non-Pemohon, dan diolah. A.6. Periode Penyelidikan 14. Periode Penyelidikan adalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. 4

A.7. Pihak Yang Berkepentingan 15. Pihak Yang Berkepentingan yang memberikan tanggapan dan/atau mengikuti Dengar Pendapat adalah sebagai berikut: a. Industri Dalam Negeri Pemohon. 1) PT. Gunung Garuda. b. Industri Dalam Negeri Lainnya. 1) PT. Krakatau Wajatama. c. Asosiasi Terkait Industri Dalam Negeri: 1) Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA); dan 2) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI). d. Negara Eksportir. 1) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diwakilkan Rizhao Steel Group Co.,Ltd. e. Asosiasi Eksportir. 1) China Iron and Steel Association (CISA). f. Importir: 1) PT. Sarana Steel; 2) PT. Cakung Prima Steel; 3) PT. Mitra Logam Pratama; 4) PT. Inti Roda Makmur; 5) PT. Anugerah Steel; 6) PT. Adi Sakti Steel; dan 7) PT.Citramas Heavy Industries; 8) CL PT.Chong Lik; 9) PT. Trifosa Mulia; dan 10) B&S Sunli / Liewu China. g. Instansi Terkait: 1) Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian RI; dan 2) Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI. 5

A.8. Prosedur 16. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda yang menyatakan mengalami kerugian serius akibat terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang merupakan Barang Yang Secara Langsung Bersaing di pasar dalam negeri. Setelah melakukan analisa bukti awal terhadap kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh Pemohon akibat lonjakan jumlah impor barang dimaksud, KPPI memutuskan untuk menerima permohonan tersebut. 17. Pada tanggal 12 Februari 2014, sesuai dengan Pasal 73, Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan (PP 34/2011), KPPI menetapkan untuk memulai penyelidikan TPP atas terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius pada Pemohon. 18. Pada tanggal yang sama, sesuai dengan Article 12.1(a) WTO Agreement on Safeguards KPPI melakukan Pengumuman dan Notifikasi kepada Committee on Safeguards di WTO dan mengirimkan Kuesioner kepada Pemohon. Kuesioner yang berbeda juga disampaikan kepada para importir yang diketahui. 19. Untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan tanggapan dan pendapat atas dimulainya penyelidikan TPP terhadap impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya, sesuai Article 3.1 WTO Agreement on Safeguards KPPI menyelenggarakan Dengar Pendapat pada tanggal 21 Maret 2014. Pemberitahuan mengenai diselenggarakannya Dengar Pendapat ini disampaikan baik melalui surat kepada pihak-pihak yang berkepentingan maupun melalui website Kementerian Perdagangan, serta melalui Committee on Safeguards di WTO. 6

B. PENYELIDIKAN B.1. Penentuan Barang Yang Secara Langsung Bersaing B.1.1. Uraian Barang 20. Barang yang diproduksi Pemohon adalah I Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, yang termasuk dalam Nomor HS. 7216.32.00.00; dan H Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, yang termasuk dalam Nomor HS. 7216.33.00.00. 21. Barang Yang Diselidiki adalah I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS.7228.70.10.00; dan I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang dikerjakan lebih lanjut selain dicanai dingin, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.90.00. B.1.2. Bahan Baku 22. Barang yang diproduksi oleh Pemohon dan Barang Yang Diselidiki menggunakan bahan baku yang relatif sama yaitu Billet, Bloom, dan Beam Blank, dibuat dari Scrap besi. Namun, untuk Barang yang Diselidiki ditambahkan kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu yang diatur dalam BTKI 2012. Kandungan tersebut antara lain adalah boron, kromium, dan mangan. B.1.3. Proses Produksi 23. Proses produksi Pemohon dimulai dari proses Scrap Charging, Electric Arc Furnace dan Continuous Casting Machine, untuk merubah scrap menjadi bloom dan beam blank sesuai dengan grade yang diinginkan. Kemudian bloom dan beam blank tersebut dipanaskan melalui proses working beam 7

furnace, untuk selanjutnya di-rolling agar daktil dari hasil pemanasan sebelumnya dapat dihilangkan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan ke dalam hot saw untuk meratakan ujung-ujung dari hasil rolling tersebut dan melakukan universal roughing dan edger stand serta universal finishing stand untuk me-rolling bloom dan beam blank untuk mendapatkan bentuk produk yang diinginkan. Kemudian, terhadap produk tersebut dilakukan pemotongan sesuai dengan ukuran dengan panjang/tinggi yang dinginkan, dan setelah dilakukan pemotongan maka tahapan selanjutnya adalah proses cooling bed untuk mendinginkan produk tersebut. Proses terakhir adalah meluruskan produk tersebut melalui straightening machine agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam standar, untuk kemudian diperiksa di bagian quality control. 24. Proses produksi Barang Yang Diselidiki pada dasarnya menggunakan metode yang sama dengan proses produksi Pemohon seperti yang telah diuraikan pada recital 23. B.1.4. Standarisasi Produk 25. Standar kualitas barang yang dihasilkan oleh Pemohon sudah sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar internasional Japan International Standard (JIS), yaitu: JIS G3101 SS400. 26. Standar kualitas Barang Yang Diselidiki pada umumnya menggunakan standar yang sama dengan barang yang diproduksi oleh Pemohon. Namun, apabila Barang Yang Diselidiki terdapat unsur tambahan kandungan Boron (B) atau Kromium (Cr), maka standar Barang Yang Diselidiki menjadi JIS G3101 SS400B atau JIS G3101 SS400Cr. B.1.5. Kegunaan 27. Baik Barang Yang Diproduksi Pemohon maupun Barang Yang Diselidiki memiliki kegunaan yang sama yaitu untuk konstruksi sipil seperti High dan Low Risk Buildings, Comercial Buildings, Industrial Buildings, Jembatan dan 8

Tower. Penggunaan Barang Yang Diselidiki tersebut dapat menggantikan barang yang diproduksi Pemohon karena bersaing di pasar yang sama. B.1.6. Penentuan Barang Yang Diselidiki sebagai Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diproduksi Pemohon 28. Merujuk B.1.1 sampai B.1.5 maka Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan lainnya yang directly competitive dengan barang yang diproduksi Pemohon. 29. Setelah dilakukan pendalaman terhadap Barang Yang Diselidiki, dan mempertimbangkan tanggapan dari Pihak Yang Berkepentingan, maka KPPI melakukan penajaman terhadap uraian barang yang diselidiki menjadi: a. I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.10.00; dan b. I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, selain dari I Section dan H Section dari baja paduan lainnya yang dicanai dingin, dan selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.90.00. 30. Barang yang diselidiki tidak mencakup: a. Angle dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.10.00; b. Angle dari baja paduan lainnya, selain dari angle dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.90.00; 9

c. Shape dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.10.00; d. Shape dari baja paduan lainnya, selain dari shape dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.90.00; e. I dan H Section dari baja paduan lainnya, selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm dan section lainnya, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.10.00; dan f. I dan H Section dari baja paduan lainnya, yang dicanai dingin dan selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS. 7228.70.90.00. B.2. Klasifikasi Uraian Barang dan Pos Tarif Barang Yang Diselidiki 31. Klasifikasi Uraian Barang berdasarkan BTKI 2012 Tabel 2. Uraian Barang Berdasarkan BTKI 2012 Nomor HS. Uraian Angle, shape dan section dari baja paduan lainnya, yang 7228.70.10.00 tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi. Angle, shape dan section dari baja paduan lainnya, selain dari angle, shape dan section dari baja paduan lainnya 7228.70.90.00 yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi. Sumber: BTKI 2012. 10

32. Klasifikasi Tarif Bea Masuk untuk Barang Yang Diselidiki Tabel 3. Pos Tarif Barang Yang Diselidiki Berdasarkan BTKI 2012 Satuan: Persentase (%) Nomor HS TARIF 2010 2011 2012 2013 7228.70.10.00 dan 7228.70.90.00 MFN 7,5 7,5 7,5 7,5 AC-FTA 0 0 0 0 AK-FTA 7,5 7,5 7,5 7,5 ATIGA 0 0 0 0 IJEPA 7,5 7,5 7,5 7,5 Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Kementerian Keuangan RI Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa, pada tahun 2010-2013 tarif bea masuk MFN untuk Barang Yang Diselidiki adalah sebesar 7,5%, untuk AC-FTA sebesar 0%, AK-FTA sebesar 7,5%, ATIGA sebesar 0%, dan IJEPA sebesar 7,5%. B.3. Impor B.3.1. Impor Absolut Tabel 4: Impor Absolut HS. 7228.70.10.00 dan 7228.70.90.00 Uraian 2010 2011 2012 2013 Jumlah (Ton) 20.331 104.083 348.477 395.814 Perubahan (%) 412 235 14 Tren (%) 175 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah. 33. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4, jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami lonjakan secara absolut selama periode penyelidikan, dengan tren peningkatan sebesar 175%. Lonjakan jumlah impor tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 412%, dari 20.331 ton ditahun 2010 menjadi 104.083 ton ditahun 2011. Pada tahun-tahun selanjutnya juga terjadi lonjakan jumlah impor yang signifikan yaitu sebesar 235% dan 14% secara berturut-turut. 11

B.3.2. Impor Relatif Tabel 5: Impor Relatif Barang Yang Diselidiki Uraian Satuan 2010 2011 2012 2013 Volume Impor Ton 20.331 104.083 348.477 395.814 Produksi Nasional Indeks 100 109 133 113 Impor Relatif terhadap Produksi Nasional Indeks 100 468 1.282 1.705 Tren Impor Relatif (%) 160 Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 34. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 5, jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami lonjakan secara relatif selama periode penyelidikan, dengan tren peningkatan sebesar 160%. Lonjakan jumlah impor tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2013, yaitu menjadi sebesar 1.705 poin indeks, dari sebesar 100 poin indeks pada tahun 2010. B.3.3. Pangsa Pasar Negara Asal Impor Utama Tabel 6: Pangsa Pasar Negara Asal Impor Utama Satuan: % Negara Pangsa Impor 2010 Pangsa Impor 2013 Republik Rakyat Tiongkok (RRT) 59,78 96,62 Singapura 36,55 0,96 Jumlah 96,33 97,58 Sumber: BPS dan diolah. 35. Berdasarkan Tabel 6 di atas, total pangsa pasar kedua negara asal impor utama pada tahun 2010 adalah sebesar 96,33% dan pada tahun 2013 pangsa pasar tersebut masih meningkat yaitu sebesar 2,48 poin menjadi 97,58%. Peningkatan pangsa terbesar adalah berasal dari RRT yang meningkat secara signifikan dari 59,78% menjadi 96,62%. Sebaliknya, pangsa pasar impor Singapura mengalami penurunan dari sebesar 36,55% menjadi 0,96%. 12

B.3.4. Pangsa Pasar Negara Asal Impor Lainnya Tabel 7: Pangsa Pasar Negara Asal Impor Lainnya Satuan: % Negara Pangsa Impor 2010 Pangsa Impor 2013 Korea Selatan 0,33 1,56 Malaysia 0,76 0,43 Hongkong - 0,20 Taiwan 1,77 0,12 Jepang 0,25 0,05 Inggris 0,09 0,03 Turki 0,18 0,02 Thailand 0,09 0,01 Jumlah 3,47 2,42 Sumber: BPS dan diolah. 36. Pada tahun 2010, pangsa pasar impor dari negara lainnya adalah sebesar 3,47%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 2,42% atau turun sebesar 1,05 poin. B.4. Perkembangan Tidak Terduga 37. Industri baja memainkan peranan penting di dunia, dimana produk hasil baja digunakan bagi banyak industri yang berkontribusi langsung kepada pembangunan. Beberapa pengguna langsung material baja adalah konstruksi, manufaktur, infrastruktur, oil & gas, industri galangan kapal dan lainnya. Adapun 5 negara penghasil baja terbesar dunia yang tercatat pada World Steel Association adalah seperti terlihat dalam tabel 8 di bawah ini. 13

Tabel 8: Produksi 5 Negara Penghasil Baja Terbesar di Dunia Satuan: Ribu Ton No. Negara 2010 2011 2012 2013 1. RRT 637.400 702.000 716.500 779.000 2. Jepang 109.600 107.600 107.200 110.600 3. Amerika Serikat 80.500 86.400 88.700 86.900 4. India 68.300 73.500 77.600 81.200 5. Rusia 66.900 68.900 70.400 68.700 Produksi Dunia 1.429.100 1.536.200 1.546.800 1.606.000 Sumber: World Steel in Figures 2012-2014, World Steel Association. 38. Pada tabel 8 di atas diketahui bahwa RRT merupakan produsen baja terbesar dunia dengan volume produksi sebesar 779 Juta Ton di tahun 2013. Sementara itu, produsen terbesar kedua yaitu Jepang dengan volume produksinya sebesar 110,6 Juta Ton. Melihat perkembangan produksi dunia dengan RRT merupakan produsen baja terbesar dengan tren yang terus meningkat sebesar 6,42%, maka RRT sangat berpotensi untuk tetap menjadi negara pemasok baja terbesar dunia dengan produksi yang terus meningkat. Tabel 9: Persediaan Baja RRT Sumber: My Steel; BNP Paribas. 14

Tabel 10: Kapasitas Produksi, Utilisasi Kapasitas dan Konsumsi Baja RRT Sumber: My Steel; BNP Paribas 39. Tingginya volume produksi baja RRT juga diiringi dengan meningkatnya persediaan baja, meningkatnya kapasitas produksi, dan menurunnya utilisasi kapasitas di negara tersebut seperti yang terlihat pada Tabel 9 dan 10 diatas. Hal ini mengakibatkan RRT mencari pasar di luar negeri untuk mengurangi persediaan baja di dalam negeri. 40. Disaat yang bersamaan, pada tahun 2010-2013 negara pengimpor baja section terbesar mengalami pergeseran. Importasi baja section yang semula didominasi oleh beberapa negara di benua Amerika dan Eropa beralih ke beberapa negara di benua Asia yang salah satunya adalah Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada perubahan posisi negara pengimpor baja section terbesar dimana pada tahun 2010 Indonesia masih berada di posisi ke-8, dan pada tahun 2013 Indonesia sudah menempati peringkat pertama sebagai importir terbesar baja section. Tabel 11: Negara Pengimpor Baja Section 15

(HS 7228.70) Terbesar 2010 dan 2013 Sumber: Trade Map. 41. Konsumsi nasional Indonesia untuk baja section yang mengalami peningkatan cukup signifikan ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang cukup tinggi dan stabil, sehingga menyebabkan meningkatnya konsumsi di sektor konstruksi. 42. Adanya peningkatan kapasitas produksi dan produksi yang sangat tinggi di RRT, namun tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan baja RRT menyebabkan RRT perlu mencari pasar ke luar negeri antara lain ke Indonesia, sehingga terjadi peningkatan ekspor ke Indonesia dalam jumlah yang besar, dimana hal ini tidak dapat diduga sebelumnya, menyebabkan terjadinya lonjakan volume impor baja section di Indonesia sebagaimana terlihat dalam Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12: Volume Impor Indonesia dari Dunia dan dari RRT, dan Pangsa Impor dari RRT untuk HS. 7228.70.10.00 dan 7228.70.90.00 No. Deskripsi Satuan 2010 2011 2012 2013 1. Volume Impor Indonesia dari Dunia Ton 20.331 104.083 348.477 395.814 2. Volume impor Indonesia dari RRT Ton 12.153 62.663 330.025 382.424 3. Pangsa Impor dari RRT % 59,8 60,2 94,7 96,6 Sumber: BPS. 16

B.5. Kinerja Pemohon Tabel 13: Konsumsi Nasional, Volume Impor, dan Pangsa Pasar No. Uraian Satuan 2010 2011 2012 2013 1. Konsumsi Nasional Indeks 100 124 169 167 20 2. Volume Impor Ton 20.331 104.083 348.477 395.814 175 3. Pangsa Pasar Pemohon Indeks 100 95 77 71 (12) 4. Pangsa Pasar Non-Pemohon Indeks 100 73 57 40 (26) 5. Pangsa Pasar Impor Indeks 100 129 190 218 31 Tren (%) Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 43. Selama periode penyelidikan, konsumsi nasional I dan H Section mengalami tren peningkatan sebesar 20%. Peningkatan konsumsi nasional tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 45 poin indeks walaupun pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan sebesar 2 poin indeks jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dilain pihak, impor Barang Yang Diselidiki mengalami peningkatan dengan tren sebesar 175% selama periode penyelidikan, yang berarti peningkatan impor Barang Yang Diselidiki jauh lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan konsumsi nasional. Dalam periode yang sama pangsa pasar impor I dan H Section meningkat dengan tren sebesar 31%, sedangkan pangsa pasar Pemohon mengalami penurunan dengan tren sebesar 12%, demikan juga pangsa pasar non-pemohon mengalami penurunan dengan tren sebesar 26%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi nasional tidak dapat dimanfaatkan oleh IDN untuk meningkatkan penjualannya. Tabel 14: Produksi, Penjualan Domestik, dan Pangsa Pasar Pemohon Satuan: Indeks Tren No. Uraian 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Konsumsi Nasional 100 124 169 167 20 2. Produksi 100 111 138 120 8 3. Penjualan Domestik 100 118 131 118 6 4. Pangsa Pasar Pemohon 100 95 77 71 (12) Sumber: Hasil verifikasi. 17

44. Sebagaimana terlihat pada Tabel 14, peningkatan produksi selama periode penyelidikan dilakukan sejalan dengan upaya Pemohon untuk meningkatkan penjualan domestik dikarenakan adanya peningkatan konsumsi nasional. Dalam periode yang sama, penjualan domestik mengalami peningkatan dengan tren sebesar 6%, namun pangsa pasar Pemohon justru mengalami penurunan dengan tren sebesar 12%. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi nasional lebih banyak diisi oleh barang impor. Tabel 15: Laba/Rugi Uraian Satuan: Indeks 2010 2011 2012 2013 Laba/Rugi (100) 234 356 (383) Sumber: Hasil verifikasi. 45. Sebagaimana terlihat pada Tabel 15, Pemohon mengalami kerugian terbesar yang terjadi pada tahun 2013 yaitu (383) poin indeks, karena Pemohon terpaksa menjual dibawah biaya produksi agar dapat bersaing dengan harga impor. Tabel 16: Harga Jual Pemohon, Biaya Produksi Dan Harga Jual Impor No. Uraian Satuan: Indeks Tren 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Harga Jual Pemohon 100 119 121 111 3 2. Biaya Produksi 99 112 111 115 4 3. Harga Jual Impor 116 112 94 101 (6) Sumber: Hasil verifikasi. 46. Berdasarkan Tabel 16, selama periode penyelidikan harga jual Pemohon terus mengalami peningkatan dengan tren sebesar 3% dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi dengan tren sebesar 4%. Di saat yang bersamaan, harga jual impor mengalami penurunan dengan tren sebesar 6%. Walaupun harga jual Pemohon lebih tinggi dari harga jual impor tahun 2013, 18

namun Pemohon terpaksa menjual barangnya dibawah biaya produksi karena adanya tekanan harga impor yang jauh lebih murah. Tabel 17: Tenaga Kerja, Produktivitas, dan Produktivitas Yang Diharapkan No. Uraian Satuan: Indeks Tren 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Tenaga Kerja 100 108 138 102 3 2. Produktivitas 100 103 100 118 5 3. Produktivitas yang Diharapkan 106 111 99 153 11 Sumber: Hasil verifikasi. 47. Akibat adanya kerugian yang sangat besar di tahun 2013 tersebut, Pemohon melakukan efisiensi dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja sebesar 36 poin indeks dari tahun sebelumnya sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Pengurangan tenaga kerja di tahun 2013 ini menyebabkan peningkatan produktivitas sebesar 18 poin indeks dari 100 poin indeks di tahun 2012 menjadi 118 poin indeks di tahun 2013, namun angka produktivitas di tahun 2013 ini masih jauh dari angka target produktivitas yang diharapkan yaitu sebesar 153 poin indeks. Tabel 18: Persediaan, Produksi, dan Pangsa Pasar No. Uraian Satuan: Indeks Tren 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Persediaan 100 61 168 201 36 2. Produksi 100 111 138 120 8 3. Pangsa Pasar Pemohon 100 95 77 71 (12) 4. Pangsa Pasar Impor 100 129 190 218 31 Sumber: Hasil verifikasi. 48. Sebagaimana terlihat pada Tabel 18, persediaan Pemohon mengalami tren peningkatan sebesar 36% selama periode penyelidikan. Meningkatnya persediaan tersebut sebagai akibat dari hasil proses produksi yang tidak 19

dapat terjual seluruhnya, akibat tergerusnya pangsa pasar Pemohon oleh pangsa pasar impor. Tabel 19: Kapasitas Terpasang, Utilisasi Kapasitas, Target Utilisasi Kapasitas No. Uraian Satuan: Indeks Tren 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Kapasitas Terpasang 100 100 100 100-2. Target Produksi 100 113 129 148 14 3. Produksi 100 111 138 120 8 4. Utilisasi Kapasitas 100 111 139 121 8 Sumber: Hasil verifikasi. 49. Sebagaimana terlihat pada Tabel 19, selama periode penyelidikan tidak ada penambahan kapasitas terpasang yang dilakukan oleh Pemohon. Produksi selama 2010 sampai 2012 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2013 menurun sebesar 18 poin indeks jika dibandingkan tahun sebelumnya. Target produksi yang ditetapkan Pemohon tidak pernah dapat dicapai kecuali pada tahun 2012. Hal ini disebabkan karena biaya produksi pada tahun tersebut mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2012 target produksi dapat dilampaui karena terjadi penurunan biaya produksi. Di lain pihak, harga jual impor selama tahun periode penyelidikan mengalami penurunan dengan tren sebesar 6%, bahkan pada tahun 2012 dan 2013 harga jual impor berada dibawah biaya produksi, sehingga pada tahun 2013 Pemohon terpaksa melakukan penyesuaian harga dengan menjual dibawah biaya produksi yang pada akhirnya menyebabkan kerugian. Apabila dilihat secara keseluruhan, produksi Pemohon mengalami peningkatan dengan tren sebesar 8%, namun demikian peningkatan tersebut masih tidak dapat memenuhi target produksinya kecuali pada tahun 2012. 20

B.6. Dampak Harga B.6.1. Price Undercutting No Tabel 20: Price Undercutting Satuan: Indeks Uraian 2010 2011 2012 2013 1. Harga Impor 100 97 81 87 2. Harga Jual Pemohon 86 103 104 96 3. Price Undercutting 14 (6) (23) (9) Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 50. Pada tahun 2011-2013 harga jual impor selalu berada di bawah harga jual Pemohon. Walaupun harga impor terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2010 hingga 2013 dengan tren sebesar 6%, namun harga impor masih berada jauh di bawah harga jual Pemohon, kecuali pada tahun 2010. Selama periode 2011-2013 terjadi Price Undercutting yang cukup besar dan yang terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar (23) indeks poin dan pada tahun 2013 terjadi Price Undercutting sebesar (9) indeks poin. B.6.2. Price Depression Tabel 21: Price Depression Satuan: Indeks No Uraian 2010 2011 2012 2013 1. Harga Jual Pemohon 86 103 104 96 2. Price Depression 17 1 (8) Sumber: Pemohon, dan diolah. 51. Pada tahun 2013 harga Pemohon mengalami tekanan dari harga impor sehingga harga jualnya menurun sebesar 8 poin indeks, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemohon mengalami Price Depression pada tahun tersebut. 21

B.7. Faktor Lain 52. Selain faktor-faktor kerugian diatas, KPPI juga menganalisa apakah ada faktor lain yang menyebabkan kerugian Pemohon selain oleh lonjakan impor, yaitu sebagai berikut: a. Dampak penjualan ekspor Dari hasil verifikasi terhadap Pemohon diketahui bahwa Pemohon juga melakukan penjualan ekspor selama periode tahun 2010-2013, sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 22: Penjualan Domestik, dan Penjualan Ekspor Satuan: % No. Uraian 2010 2011 2012 2013 1. Penjualan Domestik 96 94 99 99 2. Penjualan Ekspor 4 6 1 1 3. Total Penjualan 100 100 100 100 Sumber: Hasil verifikasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa meskipun penjualan ekspor menurun selama periode tahun 2012-2013, disaat yang sama penjualan domestik juga menurun, namun pangsa penjualan ekspor Pemohon tidak besar, hanya sekitar 1% dari total penjualan selama tahun tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kerugian yang dialami Pemohon pada tahun 2013 bukan disebabkan oleh menurunnya penjualan ekspor, oleh karena peran ekspor yang kecil. b. Dampak Persaingan dengan IDN Non-Pemohon Tabel 23: Pangsa Impor, Pangsa Pemohon, Pangsa Non-Pemohon Satuan: Indeks No. Uraian 2010 2011 2012 2013 1. Pangsa Impor Paduan dan Non Paduan 100 129 190 218 2. Pangsa Pemohon 100 95 77 71 3. Pangsa Non-Pemohon 100 73 57 40 Sumber: BPS, Pemohon, Non-Pemohon, dan diolah. 22

Dari Tabel 23 di atas, terlihat jelas bahwa Pangsa Pemohon dan Non- Pemohon keduanya mengalami penurunan, sedangkan pangsa impor terus mengalami peningkatan selama periode penyelidikan. Tergerusnya pangsa IDN (Pemohon dan Non-Pemohon) oleh pangsa impor ini membuktikan bahwa tidak ada persaingan antara Pemohon dengan Non- Pemohon. c. Kualitas Pemohon memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Japan International Standard (JIS). Dengan demikian, produk dalam negeri dapat dikatakan mampu bersaing dengan produk impor dalam segi kualitas, karena sudah sesuai dengan standar yang diakui secara nasional dan internasional. 53. Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian serius Pemohon selain dari melonjaknya impor Barang Yang Diselidiki. C. HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT 54. Berdasarkan penjelasan pada B.3 sampai dengan B.6, tebukti bahwa terjadinya lonjakan impor mengakibatkan kerugian serius bagi Pemohon: a. Berdasarkan penjelasan pada B.3, telah terbukti adanya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki baik secara absolut maupun relatif selama periode penyelidikan. b. Selama periode penyelidikan terjadi peningkatan konsumsi nasional, namun peningkatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pemohon karena terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki. c. Sebagai dampak dari adanya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki menyebabkan menurunnya penjualan domestik yang mengakibatkan produksi juga mengalami penurunan dan peningkatan persediaan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan pangsa Pemohon terhadap konsumsi nasional. 23

d. Penurunan penjualan domestik dan penurunan pangsa Pemohon menyebabkan Pemohon mengalami kerugian finansial yang cukup signifikan di tahun 2013 sehingga memaksa Pemohon untuk mengurangi jumlah tenaga kerjanya sebagaimana telah diuraikan pada B.6. e. Terjadi Price Undercutting dan Price Depression yang dialami oleh Pemohon sebagai akibat terjadinya lonjakan volume impor Barang Yang Diselidiki. 55. Sehubungan dengan recital 54 dan bab B.7 di atas, KPPI membuktikan bahwa lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki merupakan penyebab utama kerugian serius yang dialami oleh Pemohon dan bukan diakibatkan oleh faktor lain. 24