Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-osik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH VARIASI WAKTU RETENSI HIDROLIS REAKTOR ANOKSIK TERHADAP BIODEGRADASI ZAT WARNA AZO REAKTIF MENGGUNAKAN BIOREAKTOR MEMBRAN AEROB- ANOKSIK

PENGARUH UMUR LUMPUR TERHADAP KINERJA BIOREAKTOR MEMBRAN DALAM BIODEGRADASI ZAT WARNA AZO REMAZOL BLACK-5

HASIL DAN PEMBAHASAN

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH FREKUENSI DAN WAKTU BACKWASH MEMBRAN TERHADAP PENINGKATAN BIOMASSA PADA BIOREAKTOR MEMBRAN

JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN. Dini Adyasari 1 dan Agus Jatnika Effendi 2

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

KARAKTERISASI PRODUK BIOMASSA SELULER DALAM BIOREAKTOR MEMBRAN PADA BIODEGRADASI ZAT WARNA AZO REMAZOL BLACK 5

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Sagu Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Pada Kondisi Start-up

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

Pengaruh Waktu Detensi Terhadap Efisiensi Penyisihan COD Limbah Cair Pulp dan Kertas dengan Reaktor Kontak Stabilisasi ABSTRACT

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber

PERTUMBUHAN BAKTERI Pseudomonas aeruginosa DAN DEKOLORISASI SENYAWA PEWARNA STRAWBERRY RED DAN ORANGE YELLOW DALAM KONDISI CURAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

PENGARUH LAJU ALIR UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN PADATAN DALAM LIMBAH CAIR PULP DAN KERTAS DENGAN REAKTOR KONTAK STABILISASI

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH KONSENTRASI SLUDGE, BEBAN COD DAN BACK FLUSHING TERHADAP KINERJA PENGOLAH LIMBAH CAIR SISTEM MEMBRAN TERENDAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

I. PENDAHULUAN. Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

STUDI PEROMBAKAN ZAT WARNA TEKSTIL REMAZOL RED RB SECARA AEROB MENGGUNAKAN BAKTERI ENTEROBACTER AEROGENES YANG DIISOLASI DARI LUMPUR LIMBAH TEKSTIL

Pengaruh Cell Residence Time (Crt) Terhadap Kualitas Efluent Pada Pengolahan Limbah Cair Sintetik Tapioka

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

BIOREAKTOR MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN ZAT WARNA AZO DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI PANGAN

KINERJA MEMBRAN TERENDAM DENGAN PENAMBAHAN KARBON AKTIF SEBAGAI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit

PENURUNAN KADAR COD AIR LIMBAH INDUSTRI PERMEN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR LUMPUR AKTIF. Titiresmi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob dengan Media Batu untuk Pengolahan Air Buangan yang Mengandung Molase

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

PENGARUH WAKTU TINGGAL HIDROLIK TERHADAP PENYISIHAN PADATAN PADA PENGOLAHAN SLUDGE IPAL PULP AND PAPER MENGGUNAKAN BIOREAKTOR HIBRID ANAEROBIK

I. PENDAHULUAN. 2006), menjadi peluang besar bagi industri ini dalam pemanfaatan limbah untuk

PENYISIHAN KANDUNGAN PADATAN LIMBAH CAIR PABRIK SAGU DENGAN BIOREAKTOR HIBRID ANAEROB PADA KONDISI START-UP

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

PENURUNAN KADAR COD AIR LIMBAH INDUSTRI PERMEN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR LUMPUR AKTIF

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYISIHAN ORGANIK PADA REAKTOR AEROB

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHU MENGGUNAKAN BIOREAKTOR ANAEROB-AEROB BERMEDIA KARBON AKTIF DENGAN VARIASI WAKTU TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. orang yang pertama kali mempopulerkan celana jeans di Amerika. Sejarah

Kata kunci: Anaerob; Bioreaktor hibrid; Penyisihan COD; Waktu tinggal hidrolik

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PEWARNA SINTETIS DENGAN MENGGUNAKAN REAGEN FENTON

EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH

PERENCANAAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PG TOELANGAN, TULANGAN-SIDOARJO

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

PENGGUNAAN MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) PADA ACTIVATED SLUDGE DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila

UNJUK KERJA MODIFIKASI SBR AEROB TERHADAP PENYISIHAN COD

Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

Effect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate Algae Reactor (HRAR) for Organic Matter Removal of Domestic Urban Wastewater

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

Penggunaan lumpur aktif sebagai material untuk biosorpsi...(dewi Yuanita, dkk)

Transkripsi:

Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo 2010 Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-osik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo 1,2 Puti Sri Komala, 2 Agus Jatnika Effendi, 3 IG. Wenten & 2 Wisjnuprapto 1 Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas 2 Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 3 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung 1 Kampus Limau Manis Universitas Andalas, Padang 2,3 Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 email: putisrikomala@ft.unand.ac.id Abstrak. Dalam penelitian ini konsentrasi limbah tempe optimum untuk biodegradasi zat warna azo Remazol Black-5 sebagai ko-substrat dalam percobaan batch aerob dibandingkan dengan bioreaktor membran (BRM) anoksik-oksik kontinu. Bioreaktor terdiri dari kontak-stabilisasi serta reaktor anoksik yang dikombinasikan dengan membran ultrafiltrasi eksternal yang beroperasi dengan waktu retensi hidrolis tangki anoksik, kontak dan stabilisasi konstan yaitu 4, 2 dan 4 jam. Penggunaan limbah tempe optimum pada proses batch tanpa dan dengan penambahan zat warna secara aerob nilainya tidak jauh berbeda, demikian juga pada proses kontinu menggunakan bioreaktor membran anoksikoksik yaitu sekitar 2080-2400 mg/l dengan penyisihan warna dan senyawa organik sebesar 63% dan 81%. Pada percobaan seeding secara batch aerob selama waktu percobaan 48 jam tidak terjadi penyisihan warna yang signifikan, meskipun pertumbuhan biomassa cukup tinggi. Namun dengan kombinasi anoksik-oksik dengan waktu retensi hidrolis yang lebih singkat sehingga penyisihan warna dan senyawa organik terjadi sekaligus, lebih efektif dibandingkan proses aerob yang dilakukan pada waktu yang jauh lebih panjang. Terdapat korelasi yang erat antara besarnya zat warna yang disisihkan dengan ko-substrat yang dibutuhkan biomassa untuk proses penyisihan warna tersebut. Diperkirakan bahwa metabolit yang terbentuk pada fase anoksik berperan pada penggunaan ko-substrat pada fase aerob di tangki kontak dan stabilisasi berikutnya. Kata kunci: batch, kontinu, ko-substrat, bioreaktor membran, kontak-stabilisasi, zat warna azo. 1 Pendahuluan Salah satu zat warna yang sering digunakan pada industri tekstil adalah zat warna azo. Zat warna azo mempunyai karakteristik utama yaitu terdapatnya gugus nitrogen yang berikatan ganda dengan nitrogen, yang dikenal sebagai rantai azo (- N = N -). Di dalam satu jenis zat warna gugus ini bisa terdiri dari satu atau lebih rantai ini. Masuknya komponen ini ke dalam lingkungan tidak diinginkan, tidak hanya karena warna yang ditimbulkan tetapi juga karena beberapa zat warna azo dan produk penguraiannya bersifat toksik dan/atau mutagenik bagi kehidupan. Pengolahan senyawa toksik seperti zat warna azo secara biologi umumnya dilakukan dengan kombinasi proses anaerob-aerob (Tan et al., 2000; Isik dan Sponza, 2004; Ong, 2005; Van der Zee, 2005), namun proses anaerob

Puti Sri Komala, Agus Jatnika Effendi, IG. Wenten & Wisjnuprapto memerlukan volume hidrolis yang sangat tinggi khususnya untuk air buangan tekstil yang mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar. Sementara itu juga dibutuhkan peralatan khusus untuk menjaga kondisi anaerob. Sebaliknya pengolahan dengan sistem aerobanoksik atau fakultatif anaerob lebih mudah dilakukan, karena pengolahan anoksik dapat dilakukan pada kondisi operasi yang sama dengan pengolahan aerob (Smith, 2007). Zat warna hanya mengandung sedikit senyawa karbon, sehingga biodegradasi tanpa penambahan senyawa karbon ekstra akan sulit (Padmavaty, 2003). Limbah tempe digunakan dalam percobaan ini sebagai ko-substrat, karena mempunyai kandungan sumber karbon organik dan nutrient yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme (Komala, 2009). Dalam penelitian tersebut limbah tempe dibandingkan dengan yeast extract, terlihat bahwa beberapa parameter organik dan anorganik dalam limbah tempe seperti COD, BOD, nitrat, K, Na, Mg, Ca, Fe dan Al menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Dengan demikian limbah tempe dianggap layak untuk menggantikan yeast extract sebagai sumber karbon dan nutrient yang digunakan dalam biodegradasi zat warna azo. Kosubstrat limbah tempe berperan untuk menginduksi azoreduktase, enzim yang berperan dalam pemutusan warna yang aktif dalam keadaan anaerob untuk pengolahan zat warna azo RO16 dengan menggunakan proses kontak-stabilisasi (Wisjnuprapto, 1999). Dalam penelitian ini akan dibandingkan berbagai konsentrasi limbah tempe pada proses seeding secara batch aerob, kemudian setelah ditambahkan zat warna ke dalam medium dan terakhir dibandingkan dengan penggunaan limbah tempe pada percobaan kontinu yaitu proses kontak-stabilisasi yang dihubungkan dengan tangki anoksik yang dikombinasikan dengan membran eksternal pada kondisi HRT dan SRT konstan. Konsentrasi biomassa maksimum, penurunan senyawa organik dan zat warna terhadap waktu dalam proses seeding secara batch maupun dalam bioreaktor diamati. Kinerja penyisihan warna dan senyawa organik bioreaktor membran juga dibandingkan pada berbagai variasi konsentrasi limbah tempe. 2 Metoda 2.1 Mikroorganisme Percobaan ini menggunakan mikroorganisme tercampur yang berasal dari instalasi pengolahan air buangan industri tekstil dan industri zat warna. Mikroorganisme ditumbuhkan dalam campuran air limbah industri tempe sebagai ko-substrat dan zat warna secara aerob. 2.2 Zat warna Zat warna yang digunakan adalah zat warna azo reaktif Remazol Black-5 yang mempunyai panjang gelombang 609 nm dengan konsentrasi berkisar antara 110-120 mg/l.

Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo 2.3 Seeding Proses seeding dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme yang berasal dari campuran lumpur dari pengolahan biologis instalasi pengolahan air limbah industri tekstil dan industri warna. Mikroorganisme sebanyak 10%v/v ini kemudian dibiakkan menggunakan limbah tempe sebagai sumber karbon dan zat warna secara aerob dalam reaktor batch dengan volume 5 L. Pembubuhan NaOH diberikan sedemikan rupa, sehingga diperoleh ph umpan yang diinginkan. Variasi konsentrasi limbah tempe antara sebesar 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% v/v (10 % limbah tempe dari 5L volume media keseluruhan) dimasukkan ke dalam 5 buah reaktor yang mengandung larutan biomassa dan diaerasi secara batch. Percobaan dilakukan selama 24 jam, sampel diambil setiap empat jam untuk pemeriksaan VSS dan COD. Salah satu kriteria pemilihan ko-substrat optimum adalah, COD di akhir percobaan tidak terlalu tingg dibandingkan standard efluen yang diijinkan (150 mg COD/L, menurut Kep.51/MenLH/10/1995 Baku mutu limbah cair industri tekstil). 2.4 Optimasi ko-substrat Limbah Tempe secara Batch Percobaan optimasi ko-substrat limbah tempe dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ko-substrat optimum untuk mencapai pertumbuhan biomassa tertinggi dalam medium yang mengandung zat warna. Dalam percobaan ini ko-substrat limbah tempe pada rentang di bawah optimum yang diperoleh pada percobaan seeding sebelumnya, ditambahkan ke dalam reaktor yang mengandung zat warna Remazol Black 5 120 ppm dan 10% larutan biomassa kemudian ditambahkan aquadest sampai volume 5 L kemudian diaerasi secara batch. Rentang konsentrasi ko-substrat di bawah optimum digunakan untuk menghindari COD setelah pengolahan berada di atas standard effluent yang diijinkan. Konsentrasi ko-substrat optimum pada percobaan selanjutnya akan digunakan sebagai dasar penambahan ko-substrat dalam percobaan BRM anoksik-oksik kontinu. Percobaan dilakukan selama 48 jam, sampel diambil setiap empat jam untuk pemeriksaan VSS, COD dan warna. COD terolah yaitu COD pada jam tertentu diamati penurunannya, serta COD akhir yaitu COD setelah akhir percobaan (48 jam) juga dievaluasi. 2.5 Bioreaktor membran Instalasi BRM dengan kapasitas 1 L/jam dioperasikan secara kontinu. Bioreaktor terdiri dari tangki anoksik, tangki kontak dan tangki stabilisasi yang terbuat dari acrylic. Membran eksternal berada di antara tangki kontak dan stabilisasi. Waktu retensi hidrolis pada tangki kontak, stabilisasi dan anoksik konstan yaitu 2, 4 dan 4 jam. Umpan berupa campuran zat warna dan limbah tempe dialirkan ke dalam tangki anoksik yang dilengkapi dengan pengaduk mekanis berkecepatan 40-60 rpm. Ke dalam umpan ditambahkan NaOH sampai kondisi netral. Kemudian secara gravitasi larutan biomassa dari tangki anoksik dialirkan ke dalam tangki kontak dan diaerasi. Dari tangki kontak larutan dipompakan ke membran eksternal sesuai dengan tekanan operasi membran, menghasilkan permeate sebagai hasil penyaringan dan retentate berupa konsentrasi biomassa yang kemudian dialirkan ke tangki stabilisasi. Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran hollow fiber polysulfone (PS) jenis ultrafiltrasi dengan aliran crossflow. Pada aliran masuk membran diberikan udara yang berasal dari kompresor, tekanan aerasi dari kompresor dikontrol agar tidak terjadi aliran balik ke arah pompa umpan jika terlalu besar namun sebaliknya jika terlalu kecil turbulensi tidak

Puti Sri Komala, Agus Jatnika Effendi, IG. Wenten & Wisjnuprapto terjadi sehingga fouling mudah terjadi. Retentate berupa konsentrat biomassa dialirkan melalui lumen membran ke dalam tangki stabilisasi kemudian dari tangki ini biomassa diresirkulasi ke tangki anoksik. Pada dasar tangki kontak dan stabilisasi dilengkapi dengan diffuser yang dihubungkan dengan kompresor untuk mencampur biomassa dan larutan dalam tangki. Setelah kondisi tunak VSS, konsentrasi warna, dan COD berturutturut di setiap reaktor diukur. Skema instalasi bioreaktor membran aerob-anaerob dapat dilihat pada Gambar 1. 2.6 Metoda Analisis Kinerja bioreaktor membran aerob-anaerob dimonitor melalui hasil analisis sampel dari tangki umpan, anoksik, kontak, stabilisasi dan permeat membran. Parameter yang diukur adalah ph, konsentrasi warna, COD dan MLVSS. ph diukur langsung dari sampel yang diambil dari masing masing tangki bioreaktor, sedangkan pengukuran warna dan COD dari sampel supernatan hasil pemisahan dengan kertas saring, dan MLVSS berasal dari filtrat hasil penyaringan. Pengukuran COD dilakukan dengan metoda refluks tertutup, MLVSS secara gravimetri dan warna dengan spektrofotometer UV-vis, sesuai dengan Standard Method for the Examination of Water and Wastewater (APHA, 1995). 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Seeding Dari percobaan penambahan konsentrasi limbah tempe 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% v/v, terlihat bahwa konsentrasi limbah tempe lebih besar dari 15% v/v mengandung COD awal > 6.000 mg/l, setelah 24 jam diaerasi secara batch umumnya menghasilkan konsentrasi COD akhir yang relatif masih tinggi (sekitar 3000 mg/l). Tingkat pertumbuhan biomassa dengan penambahan konsentrasi limbah tempe tinggi 20% dan 25% hampir mencapai 2.000 mg/l VSS. Pada konsentrasi ko-substrat rendah (10% dan 15%) pertumbuhan biomassa mencapai nilai maksimum setelah 9 jam percobaan, sedangkan pada konsentrasi ko-substrat 20% dan 25% pertumbuhan biomassa maksimum setelah 15 jam. Penambahan ko-substrat yang terlalu tinggi bagi mikroorganisme tidak memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan bahkan dapat bersifat toksik. Variasi konsentrasi ko-substrat, COD yang dihasilkan dan konsentrasi biomassa terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 1.

Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo Resirkulasi Biomassa Udara dari kompresor permukaan air Retentate S Filter Glass S permeate STABILISASI MEMBRAN S backwash S umpan Drain ANOKSIK Regulator udara Kompresor Tangki Umpan Udara dari kompressor Filter Glass KONTAK Gambar 1 Skema Instalasi Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Tabel 1 Konsentrasi biomassa, efluent yang dihasilkan oleh berbagai konsentrasi kosubstrat pada proses seeding COD (mg/l) Efisiensi VSS (mg/l) % konsentrasi penurunan ko-substrat Jam COD Jam awal terolah terolah COD (%) maksimum VSS maks 10% 5,416 2,083 21 62 2,613 9 15% 6,249 1,250 18 80 2,590 9 20% 9,582 2,916 24 70 2,797 15 25% 15,831 2,916 24 82 3,213 18 30% 15,831 2,916 24 82 3,357 9 Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa untuk seeding dengan pertumbuhan biomassa maksimum, konsentrasi limbah tempe antara 10% dan 15%v/v merupakan konsentrasi ko-substrat optimum, dimana COD akhir yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan kosubstrat lainya. Kisaran yang digunakan dalam rentang 10%-15% karena limbah tempe yang dihasilkan pabrik dapat berfluktuasi tergantung kekentalan yang dihasilkan. Dalam percobaan seeding dengan zat warna digunakan variasi limbah tempe antara 3-15% v/v dengan kandungan COD < 6000 mg/l, diharapkan COD akhir tidak terlalu tinggi, namun pertumbuhan bomassa optimum.

Puti Sri Komala, Agus Jatnika Effendi, IG. Wenten & Wisjnuprapto 3.2 Optimasi ko-substrat Limbah Tempe secara batch Dari percobaan variasi ko-substrat dengan 3%, 4%, 5%, 6%, 8%, 10%, 12% dan 15% dengan konsentrasi COD awal di antara 3142 mg/l sampai 4934 mg/l menghasilkan VSS yang tinggi yaitu 2100 mg/l (pada ko-substrat 6%) sampai 3727 mg/l (pada kosubstrat 15%) dari VSS awal 673-1300 mg/l. COD minimum yang dihasilkan antara 700 mg/l (ko-substrat 6%) sampai 1000 mg/l (ko-substrat 15%). Maka, pemberian kosubstrat 8% sampai 15% kurang ekonomis, karena COD akhir masih cukup tinggi yaitu di atas 800 mg/l meskipun dihasilkan VSS yang tinggi. Penurunan COD yang signifikan pada seluruh percobaan penambahan ko-substrat umumnya terjadi setelah jam ke-32. Selanjutnya ditinjau pemberian ko-substrat 3%, 4%, 5% dan 6% (COD awal berkisar antara 2080 mg/l-3140 mg/l), dengan pertimbangan pemberian ko-substrat ini akan menghasilkan COD akhir yang rendah. COD terolah yang dihasilkan setelah jam ke-32 pada pemberian ko-substrat 3-5% berkisar antara 576-823 mg COD/L, dibandingkan dengan pemberian ko-substrat 6% yaitu 700 mg COD/L. Dengan demikian, pemberian ko-substrat 6% tidak terlalu efektif dibandingkan pemberian ko-substrat yang lebih rendah (3-5%). Perbandingan nilai VSS, COD awal dan terolah serta konsentrasi warna terhadap waktu pada penambahan ko-substrat antara 3%, 4% dan 5 % dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan 4. VSS awal yang digunakan pada penambahan ko-substrat antara 3%, 4% dan 5% (COD awal 2080-2720 mg/l) relatif lebih rendah (20-160 mg/l) jika dibandingkan percobaan variasi ko-substrat 6%-15%. Namun pada VSS yang rendah ini, umumnya setelah jam ke-8 terjadi kenaikan VSS yang drastis 10 sampai 18 kalinya, bahkan pada ko-substrat 4% (COD 2400 mg/l) sampai 120 kalinya dari 60 mg/l menjadi 720 mg/l. VSS maksimum yang dicapai pada konsentrasi ko-substrat 3-5% masih berada di bawah 1000 mg/l. Dilihat dari segi kenaikan biomassa, waktu berkembang biak yang singkat dan COD terolah yang relatif rendah, maka konsentrasi ko-substrat optimum berada pada rentang 3%-4% yaitu COD pada rentang antara 2080 mg/l- 2400 mg/l. Penurunan warna yang terjadi selama 48 jam percobaan ini tidak terlalu signifikan yaitu sekitar 1,2% - 3,1% dari konsentrasi warna awal yaitu 110 mg/l 120 mg/l. COD (mg/l) 1,200 1,000 800 600 400 200 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 48 VSS COD 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 VSS (mg/l) (a) (b) Gambar 2 a dan b. Ko-substrat limbah tempe 3% v/v dalam percobaan batch (a); konsentrasi warna selama percobaan (b) Warna (ppm) 129 124 119 114 109 104 0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 48

Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo COD (mg/l) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 48 VSS COD 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 - VSS (mg/l) Warna (ppm) 129 124 119 114 109 104 0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 (a) (b) Gambar 3 a dan b. Ko-substrat limbah tempe 4% v/v dalam percobaan batch (a); konsentrasi warna selama percobaan (b) Apabila dibandingkan pada proses seeding (Tabel 1) terdapat persamaan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi biomassa tertinggi yaitu dari 8-12 jam. Hal ini memperlihatkan bahwa selama substrat tersedia dalam medium, biomassa dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik. Hal ini bertolak belakang dengan Kim (2006) yang melaporkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob pada pengolahan Reactive Black 5 dengan glukosa sebagai sumber karbon baik dengan/tanpa penambahan zat warna memperlihatkan pola penurunan glukosa yang sama, meskipun pertumbuhan biomassa terganggu secara signifikan akibat zat warna dan turunannya. Zat warna azo merupakan senyawa xenobiotik rekalsitran, sehingga proses pengolahan air buangan konvensional aerobik biasanya tidak efisien untuk mendegradasi efluen yang mengandung zat warna azo (Barragán, 2007), oleh karena itu kombinasi pengolahan anerob/anoksik-aerob lebih efektif untuk penghilangan warna. COD (mg/l) 700 600 500 400 300 200 100-0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 48 VSS COD 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 - VSS (mg/l) Gambar 4 a dan b. Ko-substrat limbah tempe 5% v/v dalam percobaan batch (a); konsentrasi warna selama percobaan (b) Warna (ppm) 129 124 119 114 109 104 0 4 8 12 16 20 24 28 32 40 44 48 Dengan pertimbangan COD minimum yang dihasilkan serta jam terpendek untuk menghasilkan konsentrasi biomassa terbesar, maka rentang COD ko-substrat antara 2080-2400 mg/l (8%-10%) merupakan nilai konsentrasi ko-substrat limbah tempe optimum

Puti Sri Komala, Agus Jatnika Effendi, IG. Wenten & Wisjnuprapto yang ditambahkan pada percobaan pengolahan zat warna Remazol Black 5 selanjutnya, meskipun pada kosentrasi tersebut COD minimum masih relatif tinggi. Kesulitannya adalah menentukan konsentrasi awal limbah tempe secara tepat, karena konsentrasi limbah tempe dari pabrik berfluktuasi. 3.3 Optimasi ko-substrat limbah tempe pada BRM anoksik-oksik kontinu Pada percobaan menggunakan BRM anoksik-oksik kontinu dengan HRT kontak, stabilisasi, dan anoksik optimum yaitu 2, 4 dan 4 jam yang dijaga konstan selama percobaan. Waktu total HRT pada reaktor kontinu adalah 10 jam untuk melakukan penyisihan warna dan senyawa organik sekaligus, dibandingkan pada percobaan batch dalam waktu yang sama penyisihan warna pada waktu tersebut belum terjadi. Pada proses batch secara aerob biomassa dapat tumbuh secara signifikan demikian juga penyisihan senyawa organik, namun penyisihan warna yang terjadi sangat kecil. Hal ini diperkirakan terjadi, karena sifat penarik elektron yang kuat dari senyawa azo, sehingga senyawa ini sulit diuraikan dengan proses pengolahan air limbah konvensional aerob (Supaka, 2004), namun jika mikroorganisme aerob dipaparkan pada kondisi mikroaerofilik mereka dapat memutuskan warna lebih cepat (Padmavaty, 2003). Percobaan variasi konsentrasi ko-substrat limbah tempe antara 3-5% (COD antara 1607 mg/l 2869 mg/l) digunakan pada kombinasi proses anoksik-oksik kontinu (Tabel 2). Pada rentang COD antara 1928-2869 mg/l dari sisi penyisihan warna tidak memberikan nilai yang jauh berbeda (60-63%) (Tabel 3), namun dari penyisihan organik pada permeate memperlihatkan nilai yang cukup berbeda. Konsentrasi ko-substrat optimum diperoleh sebesar 4% atau COD 2465 mg/l dengan penyisihan warna dan senyawa organik yang tertinggi yaitu 63% dan 81%. Terdapat korelasi yang kuat antara besarnya zat warna yang disisihkan dengan ko-substrat yang dibutuhkan biomassa untuk proses penyisihan warna tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Lodato (2007) menggunakan internal loop airlift bioreactor dengan siklus aerob-anaerob berturut-turut 20 dan 100 jam dengan mikroorganisme Pseudomonas sp. OX1, bahwa dekolorisasi maksimum pada fase anaerob berhubungan erat dengan jumlah substrat pertumbuhan yang dikonversi pada fase aerob. Hubungan ini didefinisikan sebagai kuota dekolorisasi yaitu tingkat dekolorisasi maksimum yang dapat dicapai pada fase anaerob per unit massa substrat yang dikonversi selama fase aerob. Dalam percobaan ini diperkirakan bahwa metabolit yang terbentuk pada fase anoksik berperan pada penggunaan ko-substrat pada fase aerob di tangki kontak dan stabilisasi berikutnya. Tabel 2 Ko-substrat (%) Konsentrasi COD pada bioreaktor yang dihasilkan oleh berbagai konsentrasi kosubstrat menggunakan bioreaktor membran anoksik-oksik COD (mg/l) Umpan Anoksik Kontak Stabilisasi Permeate Efisiensi 1% 1607 1182 990 480 758 53 2% 1754 1439 1045 524 718 59 3% 1928 1262 652 428 489 75 4% 2465 865 512 179 473 81 5% 2869 2138 1387 491 711 75

Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo Tabel 3 Ko-substrat (%) Konsentrasi warna pada bioreaktor yang dihasilkan oleh berbagai konsentrasi kosubstrat menggunakan bioreaktor membran anoksik-oksik Warna (mg/l) Umpan Anoksik Kontak Stabilisasi Permeate Efisiensi 1% 125 74 73 57 56 56 2% 114 73 68 35 51 55 3% 113 67 63 34 46 60 4% 114 62 59 46 42 63 5% 123 85 77 50 47 62 Konsentrasi ko-substrat 4% tersebut dapat menumbuhkan biomassa pada tangki anoksik, kontak dan stabilisasi sebesar 956 mg/l, 1464 mg/l dan 1127 mg/l dengan SRT antara 1-2 hari (Tabel 4). Rendahnya nilai SRT ini, dikarenakan konsentrasi VSS pada permeate yang cukup tinggi yaitu antara 53-360 mg/l. Meskipun konsentrasi biomassa di tangki anoksik yang terkecil, namun pada tangki ini terjadi penyisihan warna dan COD yang signifikan, sedangkan pada tangki kontak penyisihan COD yang terjadi cukup signifikan dibanding penyisihan warna. Di tangki stabilisasi dan membran baik penyisihan warna dan organik besarnya cukup signifikan. Kinerja penyisihan warna dan COD meningkat seiring dengan meningkatnya umur lumpur, Cirja (2008) menyatakan beberapa aktivitas enzimatis meningkat sebanding dengan luas permukaan spesifik MLSS yang lebih tinggi yang berbanding langsung dengan struktur flok. Penurunan konsentrasi biomassa di tangki stabilisasi diakibatkan dari ditribusi aliran retentate yang tidak lancar pada lumen membran akibat tekanan yang tinggi dan aerasi membran kurang besar, sehingga aliran lumpur biomassa dari tangki kontak tidak seluruhnya masuk. Tabel 4 Konsentrasi VSS pada bioreaktor yang dihasilkan oleh berbagai konsentrasi kosubstrat menggunakan bioreaktor membran anoksik-oksik Ko-substrat VSS (mg/l) (%) Anoksik Kontak Stabilisasi 1% 452 799 940 2% 489 691 902 3% 588 887 983 4% 778 1163 923 5% 893 1127 1300 Seperti pada proses seeding peningkatan ko-substrat pada umpan meskipun dapat meningkatkan biomassa dalam bioreaktor keseluruhan, namun tidak dapat meningkatkan penyisihan warna. Pada konsentrasi ko-substrat optimum, COD yang dihasilkan di permeat masih melebihi standard efuen yang diijinkan. Hal ini diperkirakan karena umur lumpur selama percobaan masih rendah, yaitu sekitar 1-2 hari. Perlu diupayakan peningkatan biomassa untuk menaikkan umur lumpur, sehingga kinerja bioreaktor dapat ditingkatkan.

Puti Sri Komala, Agus Jatnika Effendi, IG. Wenten & Wisjnuprapto 4 Kesimpulan Penggunaan limbah tempe optimum pada proses batch tanpa dan dengan penambahan zat warna secara aerob nilainya tidak jauh berbeda, demikian juga pada proses kontinu menggunakan bioreaktor membran anoksik-oksik yaitu sekitar 2080-2400 mg/l dengan penyisihan warna dan senyawa organik sebesar 63% dan 81%. Pada percobaan seeding secara batch aerob selama waktu percobaan 48 jam tidak terjadi penyisihan warna yang signifikan. Namun dengan kombinasi anoksik-oksik dengan waktu retensi hidrolis yang lebih singkat sehingga penyisihan warna dan senyawa organik terjadi sekaligus, lebih efektif dibandingkan proses aerob yang dilakukan pada waktu yang jauh lebih panjang. Terdapat korelasi yang erat antara besarnya zat warna yang disisihkan dengan ko-substrat yang dibutuhkan biomassa untuk proses penyisihan warna tersebut. Diperkirakan bahwa metabolit yang terbentuk pada fase anoksik berperan pada penggunaan ko-substrat pada fase aerob di tangki kontak dan stabilisasi berikutnya. 5 Notasi COD awal COD terolah COD akhir = COD awal percobaan batch pada jam ke- = COD yang dihasilkan percobaan batch pada jam ke- = COD yang dihasilkan percobaan batch pada akhir percobaan 6 Daftar Pustaka [1] American Public Health Association, Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, A.D. Eaton, L.S. Clesceri, A.E.Greenberg (Eds.), 19th ed., Washington D.C. 1995. [2] Barragán, B.E. Costa, C. Ma rquez, M.C., Biodegradation of azo dyes by bacteria inoculated on solid media. Dyes and Pigments, 75, pp. 73-81, 2007. [3] Cirja, M. Ivashechkin, P. Schäffer, A. & Corvini, P.F.X., Factors affecting the removal of organic micropollutants from wastewater in conventional treatment plants (CTP) andmembrane bioreactors (MBR), Rev. Environ. Sci. Biotechnol. 7 (1), pp 61 78, 2008 [4] Kementerian Lingkungan Hidup, Kep.51/MenLH/10/1995, Baku mutu limbah cair industri tekstil, 1995. [5] Kim, S.Y. An J.Y. & Kim, B.W., The effects of reductant and carbon source on the microbial decolorization of azo dyes in an anaerobic sludge process. Dyes and Pigments xx, pp 1-8, 2006. [6] Komala, P.S. Effendi, A.J. & Wisjnuprapto, Penggunaan Limbah Tempe dalam Biodegradasi Zat Warna Azo Menggunakan Bioreaktor Membran Aerob-anaerob, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20 Oktober 2009, Peran Teknik Kimia dalam Menjamin Ketahanan Pangan dan Energi Nasional. [7] Lodato, A. Alfieri, F. Olivieri, G. Di Donato, A. Marzocchella, A. & Salatino, P., Azo-dye conversion by means of Pseudomonas sp.ox1, Enzyme and Microbial Technology, doi:10.1016/j.enzmictec. 2007.05.017. [8] Padmavathy, S. Sandhya, S. Swaminathan, K. Subrahmanyam, Y. V. Chakrabarti, T. & Kaul,S. N., Aerobic Decolorization of Reactive Azo Dyes in Presence of Various Cosubstrates, Chem. Biochem. Eng. Q. 17, 2, 147 151, 2003.

Perbandingan Ko-substrat Optimum pada Sistem Batch dan Bioreaktor Membran Anoksik-oksik Kontinu dalam Biodegradasi Zat Warna Azo [9] Smith, B. O Neal, G. Boyter, H. & Pisczek, J., Decolorizing textile dye wastewater by anoxic/aerobic treatment, Journal of Chemical Technology and Biotechnology, 82, pp. 16 24, 2007. [10] Van der Zee, F.P. & Villaverde, S., Combined anaerobic-aerobic treatment of azo dyes a short review of bioreactor studies. Water Research, 39, pp 1425 1440, 2005. [11] Wisjnuprapto. Kardena, E. & Artha, W., Penyisihan zat warna azo CIRO-16 dalam modifikasi proses kontak-stabilisasi menggunakan limbah cair industri tempe, Jurnal Biosains, 4 (1), pp 26-30, ISSN 02159333, 7 PAU Biosains., 1999.