PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

dokumen-dokumen yang mirip
PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

BALOK PELAT BERDINDING PENUH (GIRDER PLATE BEAM)

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

3.1 Tegangan pada penampang gelagar pelat 10

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

Analisis Profil Baja Kastilasi. Ni Kadek Astariani

ANALISA SISTEM PENGAKU (STIFFENER) PADA GELAGAR PELAT GIRDER PENAMPANG - I

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

Studi Analisis Tinggi Lubang Baja Kastilasi dengan Pengaku.Ni Kadek Astariani 25

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

LAMPIRAN 1 PRELIMINARY DESAIN

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II STUDI PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

BAB I PENDAHULUAN. atas dan bawah dengan cara digeser sedikit kemudian dilas. Gagasan semacam ini pertama kali dikemukakan oleh H.E.

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

TUGAS AKHIR RC

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

ANALISIS TINGGI LUBANG BAJA KASTILASI DENGAN PENGAKU BADAN PADA PROFIL BAJA IWF 500 X 200

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

STRUKTUR BAJA 2 TKS 1514 / 3 SKS

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

MODUL 6. S e s i 4 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB III METODE PENELITIAN

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR PROYEK PEMBANGUNAN BANK DANAMON JL PEMUDA-JEPARA

DESAIN BATANG TEKAN PROFIL C GANDA BERPELAT KOPEL

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

BAB II STUDI PUSTAKA

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

32 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Permasalahan Yang Akan Diteliti 7

TUGASAKHffi PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR Y.KP.P. DENGAN SISTEM PRACETAK. Luas bagian penampang antara muka serat lentur tarik dan titik berat

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

PERENCANAAN ELEMEN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN SNI 1729:2015

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Komponen Struktur Tarik

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

Struktur Baja 2. Kolom

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

ANALISIS TATA LETAK STIFFENER TERHADAP TEKUK LOKAL BAJA

Modifikasi Perencanaan Gedung Office Block Pemerintahan Kota Batu Menggunakan Struktur Komposit Baja Beton

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Balok Lentur Pertemuan - 6

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

DAFfAR NOTASI. = Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi ( batang. = Luas dari tulangan geser dalam suatu jarak s. atau luas dari tulangan

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi waktu pada proyek konstruksi. Selain memiliki kelebihan baja juga

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

Transkripsi:

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya lintang) yang sangat besar, maka alternatif yang pertama dipilih adalah dengan menambahkan elemen pelat pada salah satu atau kedua sayap (flens) profil. Gaya dalam (momen dan gaya lintang) sangat besar sebagai konsekwensi dari beban yang bekerja intensitasnya sangat besar atau bentangan (jarak tumpuan) yang sangat panjang. Apabila alternatif penambahan elemen pelat pada sayap masih belum cukup untuk menahan gaya dalam, maka digunakan balok berupa profil (penampang) yang terdiri dari beberapa elemen pelat yang disusun menjadi bentuk geometri tertentu. Jenis profil balok semacam itu dikenal dengan istilah plate girder atau balok pelat berdinding penuh (Gambar 1).

Gambar 1. Penampang balok pelat berdinding penuh

Bentuk profil yang sering digunakan terdiri dari sebuah badan (web) dengan dua buah pelat sayap (fens) yang dihubungkan satu sama lain dengan alat sambung tertentu. Fungsi utama dari sayap (atas dan bawah) adalah untuk menahan gaya aksial tekan dan tarik yang timbul dari bekerjanya momen lentur, sedangkan fungsi utama dari pelat badan adalah untuk menahan gaya geser. Bisa juga juga digunakan profil yang terdiri dari dua buah pelat badan dan dua buah pelat sayap sehingga membentuk suatu bentuk geometri kotak (hollow), yang selanjutnya dikenal dengan istilah box girder. Profil jenis ini mempunyai tahanan torsi (puntir) cukup baik dan dapat digunakan untuk struktur balok bentang panjang tak terkekang (tidak ada sokongan lateral).

Untuk efisiensi, pada plate girder dimungkinkan untuk membuat variasi dimensi bagian profil (penampang) di sepanjang bentang. Untuk zona yang dominan gaya geser (tumpuan), maka penampang pelat girder dapat dibuat dengan pelat bagian badan (web) lebih tebal tapi pelat bagian sayap (flens) lebih tipis. Untuk zona yang dominan momen lentur (lapangan), maka penampang plate girder dapat dibuat dengan pelat bagian sayap (flens) lebih tebal tapi pelat bagian badan (web) lebih tipis. Kemungkinan variasi dimensi bagian profil yang lain yaitu untuk zona yang dominan geser (pada bagian tumpuan) dibuat pelat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lapangan (dominan momen lentur).

Gambar 2. Pelat girder dengan variasi pelat bagian badan lebih tebal pada zona tumpuan dan pelat bagian sayap lebih tebal pada zona lapangan

Gambar 3. Pelat girder dengan variasi pelat bagian badan lebih tinggi pada zona tumpuan

Selain variasi dimensi bagian profil (penampang), variasi lain pada pelat girder yaitu perbedaan mutu pelat baja yang digunakan pada bagian sayap (flens) dan badan (web). Untuk zona dominan geser (tumpuan) maka bagian badan digunakan pelat baja yang mutunya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian sayap. Dan untuk zona dominan momen lentur (lapangan) maka bagian sayap digunakan pelat baja yang mutunya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian badan. Jenis pelat girder semacam itu dikenal istilah hybrid girder. dengan

Dalam praktek pembuatannya, alat sambung yang digunakan untuk merangkai pelat girder bisa berupa paku keling, baut dan las. Tapi sekarang metode yang digunakan lebih banyak menggunakan alat sambung las. Hal khusus yang dijumpai pada struktur pelat girder biasanya ialah ada pemasangan pengaku badan (stiffener), yang berfungsi untuk mencegah tekuk lokal (local buckling). Bentuk pengaku badan biasanya berupa pengaku melintang (transverse stiffener) atau ditambah dengan pengaku memanjang (longitudinal stiffener).

Gambar 4. Tekuk lokal pada badan dan pada sayap

h a Pengaku melintang Gambar 4. Pelat girder dengan pengaku melintang

Pengaku melintang Pengaku memanjang Gambar 5. Pelat girder dengan pengaku melintang dan memanjang

B. Aplikasi Pelat Girder Pelat girder digunakan sebagai struktur balok yang menahan gaya dalam (momen lentur dan gaya lintang) yang sangat besar, sebagai konsekwensi dari beban kerja yang intensitasnya besar atau bentang balok (jarak antar tumpuan) yang panjang. Dalam aplikasinya di lapangan pelat girder biasa dipakai sebagai gelagar induk pada konstruksi jembatan, baik jembatan jalan raya maupun jembatan kereta api. Pada jembatan kereta api umumnya digunakan pada bentang 15 meter sampai dengan 40 meter. Sedangkan untuk jembatan jalan raya umunya digunakan pada bentang 24 meter sampai dengan 46 m, namun pada jembatan yang menerus, bentang yang dapat dicapai lebih besar lagi yaitu 61 meter. Pada bangunan gedung pelat girder dijumpai sebagai balok crane atau sebagai balok portal yang memikul beban yang besar.

Gambar 6. Penggunaan pelat girder pada jembatan kereta api

Gambar 7. Penggunaan pelat girder pada jembatan jalan raya

Gambar 8. Penggunaan pelat girder sebagai balok crane

Gambar 9. Penggunaan pelat girder sebagai balok portal gedung

C. Dimensi Pelat Girder Tinggi pelat girder bervariasi antara 1/6 sampai 1/15 kali bentang atau rata-rata adalah 1/10 sampai 1/12 kali bentangan. Keadaan yang membatasi tinggi pelat girder adalah tinggi bebas yang diinginkan dan masalah mobilisasi.

1. Dimensi pelat badan Panel pelat badan adalah mencakup luasan pelat yang tidak diperkaku dengan ukuran dalam arah memanjang adalah a dan ukuran dalam arah tinggi balok adalah h. Sehingga batas-batas pelat badan adalah pelat sayap, pengaku memanjang, pengaku melintang (vertikal) atau tepi bebas. Gambar 10. Dimensi panel pelat badan

a. Pelat badan tidak diberi pengaku Apabila kedua sisi memanjangnya dibatasi oleh pelat sayap harus memenuhi, h 6,36 t E w f y Apabila salah satu sisi memanjangnya dibatasi oleh tepi bebas maka harus memenuhi, h 3,18 t E w f y

b. Pelat badan dengan pengaku melintang Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku melintang harus memenuhi, Bila a/h > 3,0 dianggap tidak diberi pengaku melintang.

c. Pelat badan dengan pengaku melintang dan memanjang Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku melintang dan memanjang yang ditempatkan di salah satu sisi atau di kedua sisi pada jarak 0,2h dari pelat sayap tertekan harus memenuhi,

Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku memanjang tambahan yang ditempatkan di salah satu sisi atau kedua sisi pelat badan pada sumbu netral harus memenuhi, Bila a/h > 3,0 pelat girder tersebut dianggap tidak diberi pengaku. Untuk tujuan praktis ketebalan pelat badan umumnya diambil, Untuk jembatan, t w min = 3/8 inc (9 mm) Untuk gedung, t w min = 1/4-5/16 inc (6 8 mm)

2. Dimensi pelat sayap Secara teoritis kekuatan lentur dari pelat girder merupakan penjumlahan dari kekuatan lentur sayap ditambah dengan kekuatan lentur badannya. Namun sebagai pendekatan kekuatan lentur dari pelat girder semuanya disumbangkan dari kekuatan lentur sayapnya. Maka sebagai perkiraan luas sayapnya adalah : A f. f y. h M u atau, A f M u / (f y. h)

D. Kekuatan Lentur Pelat Girder 1. Kekuatan lentur rencana Kuat lentur rencana (desain) Mu pelat girder dihitung, dengan, Mu = Mn Mn = kuat lentur nominal = faktor resistensi momen lentur = 0,90

2. Kekuatan lentur nominal Komponen struktur dapat dikategorikan sebagai balok biasa atau sebagai balok pelat berdinding penuh, tergantung dari rasio kelangsingan web, h/tw, dengan h adalah tinggi bersih bagian web dan tw adalah tebal dari web. Jika nilai : h/tw < r h/tw > r maka dikategorikan sebagai balok biasa maka dikategorikan sebagai balok pelat berdinding penuh. dimana, λ r 2550 f y Nilai fy dalam MPa, dan untuk balok hibrida maka nilai fy diambil dari nilai fy fens, hal ini disebabkan karena stabilitas dari web untuk menahan tekuk lentur tergantung pada regangan yang terjadi dalam flens.

Momen nominal balok, M n = Kg. S.f cr dimana Kg sebagai koefisien balok berdinding penuh diambil sebesar, Kg 1 dimana, ar 1200300a r h t w 2550 fcr a r = A w /A fc A w = luas pelat badan A fc = luas pelat sayap tertekan h = tinggi bersih balok S = modulus penampang = Inetto/ymax y max = d/2 d = tinggi penampang pelat girder = tegangan kritis f cr

Tegangan kritis Tegangan kritis f cr ditentukan oleh: Kelangsingan berdasar panjang bentang (tekuk torsi lateral) Kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap (local buckling) Kelangsingan berdasar panjang bentang (tekuk torsi lateral) ditentukan sebagai, G = L/r t dengan, L = jarak pengekang lateral r t = jari-jari girasi (pelat sayap + 1/3 pelat badan tertekan) Batas kelangsingan, λ p 1,76 E f y λ r 4,40 E f y

Kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap (local buckling) ditentukan sebagai, Batas kelangsingan, dengan, dan 0,35 k c 0,763

Maka besarnya f cr adalah, 1. Untuk G p (bentang pendek) maka, f cr = f y 2. Untuk p G r (bentang menengah) maka, 3. Untuk r G, (bentang panjang) maka, f cr = f c ( r / G ) 2 dengan, jika ditentukan oleh tekuk torsi lateral f c = f y /2 jika ditentukan oleh tekuk lokal

E. Kuat Geser Pelat Girder 1. Kuat geser rencana Pelat badan yang memikul gaya geser perlu Vu harus memenuhi dengan, Vu Vn Vn = kuat geser nominal pelat badan = faktor resistensi untuk pelat badan yang memikul geser = 0,90

2. Kuat geser nominal Nilai kuat geser nominal (Vn) pelat badan ditentukan dengan ketentuan, a. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi, dengan, maka, Vn = di mana, Aw = 0,6 fy Aw luas bruto pelat badan Gambar 11. Dimensi panel pelat badan

b. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi, maka, Atau, dengan,

c. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi, maka, Atau, dengan,

F. Interaksi Geser dan Lentur Interaksi geser dan lentur diberlakukan pada daerah (titik) yang menderita gaya geser dan momen lentur yatu pada panel lapangan. Untuk pelat girder dengan tumpuan sederhana (sendi roll) panel-panel ujungnya tidak perlu diperiksa terhadap interaksi geser dan lentur. Interaksi geser dan lentur hanya diperiksa jika dipenuhi syarat, 0,6 V M n n V M u u V n 0,75M Kuat geser nominal pelat badan dengan adanya momen lentur harus dihitung dengan ketentuan, a. Jika momen lentur dianggap dipikul hanya oleh pelat sayap maka momen lentur perlu (Mu) memenuhi, Mu Mf dengan Mf adalah kuat lentur nominal dihitung hanya dengan pelat saya saja, Mf = Af. df. fy di mana, Af = luas efektif pelat sayap (mm2) df = jarak antara titik berat pelat-pelat sayap (mm) n

Maka pelat badan harus memenuhi Vu Vn dengan Vn adalah kuat geser nominal pelat badan (butir E.2.a, b, c atau butir 8.8.2 SNI 03 1729 2002) b. Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka pelat girder harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu, dengan, Vn = kuat geser nominal pelat badan akibat geser saja (butir E.2.a, b, c atau butir 8.8.2 SNI 03 1729 2002) Mn = kuat lentur nominal (butir 8.2, 8.3, atau 8.4 SNI 03 1729 2002)

G. Pengaku (Siffener) Tujuan pemasangan pengaku (stiffener) pada pelat girder adalah untuk memperkecil bahaya lipat pada pelat badan. Bentuk pengaku badan biasanya berupa pengaku vertikal atau pengaku melintang (transverse stiffener) atau ditambah dengan pengaku memanjang (longitudinal stiffener). Dalam sistem struktur jembatan pengaku vertikal biasanya di tempatkan pada posisi gelagar-gelagar melintangnya. Namun bila diperlukan lagi (masih kurang), pengaku vertikal dapat ditempatkan lagi diantara gelagar-gelagar melintang tersebut.

Gambar 12. Sistem balok tanpa pengaku melintang

Gambar 13. Pengaku melintang pada posisi balok melintang

Gambar 14. Pengaku melintang pada posisi balok melintang dan diantara balok melintang

1. Pengaku penumpu peban Kekuatan pelat badan (Rb) akibat beban terpusat atau gaya tumpu gelagar melintang (Ru) harus memenuhi, dengan, Ru = beban terpusat atau gaya tumpu gelagar melintang Rb = kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat leleh, kuat tekuk (dihitung berdasarkan butir 8.10.3, 8.10.4, 8.10.5, dan 8.10.6, SNI 03 1729 2002) As = luas tampang pengaku = 0,9 Bila (Ru - Rb) hasilnya negatif (-) maka tidak perlu pengaku badan.

Kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat leleh : Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih besar dari tinggi balok (butir 8.10.3.a), R b = (5k + N) f y t w Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih kecil atau sama dengan tinggi balok (butir 8.10.3.b), R b = (2,5k + N) f y t w Keterangan: k = tebal pelat sayap ditambah jari-jari peralihan (mm) N = dimensi longitudinal pelat perletakan atau tumpuan, minimal sebesar k (mm)

Gambar 15. Posisi beban terpusat pada jarak lebih besar dan lebih kecil dari tinggi balok

Kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat tekuk dukung : Bila beban terpusat dikenakan pada jarak lebih dari d/2 dari ujung balok (8.10.4.a), Bila beban terpusat dikenakan pada jarak kurang dari d/2 dari ujung balok dan untuk N/d 0,20 (butir 8.10.4.b), atau, untuk N/d > 0,20,

Kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat tekuk lateral : Untuk pelat sayap yang dikekang terhadap rotasi dan dihitung bila (h/tw)/(l/bf) 2,3 (butir 8.10.5.a), Untuk pelat sayap yang tidak dikekang terhadap rotasi dan dihitung jika (h/tw)/(l/bf) 1,7 (butir 8.10-5.b), dengan, Cr = 3,25 untuk M My = 1,62 untuk M > My

Kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat tekuk lentur akibat gaya tekan adalah (butir 8.10.6), 2. Lebar pengaku Lebar pengaku pada setiap sisi pelat badan harus lebih besar dari sepertiga lebar pelat sayap dikurangi setengah tebal pelat badan, Gambar 15. Notasi penampang pelat girder

3. Tebal pengaku Tebal pengaku harus lebih tebal dari setengah tebal pelat sayap, dan harus memenuhi syarat kelangsingan Tahanan tumpu dari sebuah pengaku penahan gaya tumpu (penumpu beban) diambil sebesar, R n = 0,75 (1,8. f y. A s ) dengan, As = luas penampang pengaku penahan gaya tumpu (penumpu beban)

4. Kontrol sebagai kolom Gambar 16. Bagian tepi (tumpuan) Gambar 17. bagian tengah Gambar 18. Tinggi pelat badan h sebagai tinggi kolom

Panjang tekuk kolom lk = 0,75 h Untuk, c 0,25 maka = 1 0,25 c 1,2 maka = 1,43/(1,6 0,67c) c 1,2 maka = 1,25c 2 Harus dipenuhi, fy R u A' ω dengan = 0,85

5. Pengaku yang tidak menerima beban Bila kuat geser pelat badan V n tidak memenuhi, maka dipasang pengaku vertikal pada salah satu sisi atau di kedua sisi pelat badan. a. Luas minimum Pengaku vertikal yang tidak menerima beban luar secara langsung atau momen, harus memenuhi: A s 0,5 dengan, D A D = 1,0 untuk sepasang pengaku = 1,8 untuk pengaku tunggal = 2,4 untuk pengaku pelat tunggal A W = luas pelat badan w 1 C v a h a h 1 Cv = perbandingan antara kuat geser pada butur 8.8.4 atau 8.8.5 terhadap kuat geser pada butir 8.8.3 2 a h 2

b. Kekakuan minimum pengaku Pengaku vertikal pada pelat badan yang tidak menerima beban luar secara langsung atau momen harus mempunyai momen inersia (I s ) terhadap garis tengah bidang pelat badan, I s 0,75 h.t W 3 I s 1,5h a 3 2.t 3 W untuk untuk a h a h 2 2 dimana, I 1 12 2 s.ts.bs Gambar 19. Notasi penampang pengaku

H. Desain Pelat Girder Secara umum proses desain balok pelat berdinding penuh adalah sebagai berikut: 1. Tentukan beban terfaktor yang bekrja 2. Tentukan (hitung) gaya dalam (momen lentur, gaya lintang) desain yang timbul 3. Tentukan tinggi dari balok pelat berdinding penuh 4. Tentukan ukuran web 5. Tentukan ukuran dari flens 6. Periksa kuat momen nominal dari penampang 7. Periksa kuat geser, juga tentukan jarak antar pengaku vertikal 8. Periksa interaksi geser-lentur 9. Periksa kekuatan web terhadap gaya tumpu yang bekerja

I. Contoh Soal 1. Suatu plate girder dengan bentang L = 21,00 m memikul bebanbeban sebagai berikut : Beban hidup, W L = 5200 kg/m Beban mati, W D = 3000 kg/m Berat sendiri gelagar (taksir)= 370 kg/m' Rencanakan plate girder tersebut!

2. Suatu elemen struktur sebagai balok pelat berdinding penuh (pelat girder) dengan ukuran dan pembebanan seperti tampak pada gambar di bawah. Pengaku penahan gaya tumpu dipasang pada tumpuan serta pada titik-titik beban terpusat. Tidak ada pengaku vertikal dan sambungan las diasumsikan sudah mencukupi. Periksalah kuat lentur, kuat geser, interaksi geser dan lentur, dan pengaku penahan gaya tumpu, apabila mutu baja yang digunakan St 37 dan beban-beban yang bekerja sebagai berikut : a. Beban mati : beban merata, w D = 15 kn/m (termasuk berat sendiri) beban terpusat, P D = 45 kn b. Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L = 135 kn

P 1 P 2 P 3 w A B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m E 190 25 20 20 20 10 1700 120 400 25

Kuis 1 : Desainlah suatu balok pelat berdinding penuh yang tertumpu sederhana bentangan 18 m. Tinggi balok yang dijinkan adalah 165 cm. Asumsikan balok terkekang lateral menerus dan mutu baja St 37.

Kuis 2 :

THE END