Profil Wilayah Heart Of Borneo

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL TOKOH : GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kerjasama trilateral Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

VISI KALTIM BANGKIT 2013

1.1 LATAR BELAKANG MAKSUD, TUJUAN & SASARAN LINGKUP KEGIATAN METODA PENDEKATAN SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN...

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1995 TENTANG PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMATAN TENGAH

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

RENCANA STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. Sejalan...

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

Kajian Hukum Penataan Ruang Berbasiskan Ekosistem dan Peluang Penerapan EU RED (EU Renewable Energy Source Directive)

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN

Provinsi Kalimantan Timur. Muhammad Fadli,S.Hut,M.Si Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REVITALISASI KEHUTANAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PENATAAN RUANG BERBASIS EKOSISTEM DAN PELUANG PENERAPAN EU RED (SATU KAJIAN HUKUM)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Transkripsi:

Profil Wilayah Heart Of Borneo Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan alam. Semangat peduli lingkungan ini telah menjadi kepedulian bersama di berbagai negara, antara lain menjadi tema utama dalam pertemuan United Nation For Climate Change (UNFCC) yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 2007 di Bali, yang dihadiri oleh delegasi negara maju maupun sedang berkembang. Pertemuan ini menunjukkan kampanye cinta lingkungan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia. Salah satu contoh kepedulian terhadap lingkungan di Indonesia yang dijadikan bahan pembahasan adalah keberadaan Heart of Borneo (HoB). Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang utuh dan saling terhubung. Penurunan kualitas lingkungan tersebut antara lain disebabkan oleh pengelolaan lingkungan yang kurang bijaksana, pengambilan kayu secara ilegal dan pengalihan fungsi hutan. Degradasi tutupan hutan di Pulau Borneo dapat dilihat seperti pada Gambar 1. Gambar 1: Peta Tutupan Hutan tahun 1990, 1950, 1965, 2000, dan 2005, serta Peta Proyeksi Tutupan Hutan tahun 2010 dan 2020 berdasarkan kecendrungan tahun 1900-2005 (Sumber : WWF) 1

Dengan latarbelakang permasalahan seperti yang telah disebutkan di atas, inisiatif HoB secara resmi muncul pertama kali pada tanggal 5 April 2005 dalam pertemuan yang bertema Three Countries One Conservation Vision yang menjadi pertemuan cikal bakal HoB. Launching inisiatif HoB sendiri dilakukan pada side event Convention On Biological Diversity (COB 8 CBD) di Curitiba Brazil, berupa pernyataan kesediaan dari tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kesediaan ini kemudian ditindaklajuti dengan penandatanganan deklarasi HoB yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari tahun 2007. Naskah Deklarasi HoB ditandatangani oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (Gambar 2). Gambar 2: Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat; Menteri Kehutanan Republik Indonesia, M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah) Naskah deklarasi HoB secara garis besar berisi tiga butir kesepakatan. Pertama kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan. Kedua inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara. Ketiga, kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Naskah deklarasi HoB secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. 2

Gambar 3: Naskah Deklarasi HoB (Sumber: BKTRN) 3

Adapun luas cakupan wilayah HoB yang menjadi acuan sementara sampai saat ini yaitu meliputi areal seluas kurang lebih 22 juta hektar, yang secara ekologis saling terhubung. Areal tersebut secara administratif terbentang di wilayah tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Deliniasi wilayah HoB yang lebih rinci, masih dalam tahap pembahasan antarnegara untuk mencapai kesepakatan, dibandingkan dengan usulan awal wilayah HoB pada bulan April tahun 2005 dan perkembangan usulan baru dari masing-masing negara tahun 2008 ini. Peta usulan deliniasi wilayah HoB pada awal tahun 2005 serta perkembangan pada pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB pada bulan Januari 2008, dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4: Peta Usulan Awal Batas HoB Bulan April Tahun 2005 dan Peta Usulan Batas HoB Hasil Pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB Bulan Januari Tahun 2008 (Sumber: BKTRN) Pertemuan Tiga Negara yang Kedua (Second Trilateral Meeting), yang diadakan di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, pada tanggal 2-4 April 2008 yang lalu, menghasilkan usulan batas baru wilayah HoB. Usulan dari masing-masing negara tersebut diharmonisasikan dalam suatu peta harmonisasi batas HoB yang dapat dilihat pada Gambar 5. Batas yang diajukan dalam pertemuan ini masih dalam tahap pembahasan, yang diharapkan dapat mencapai suatu kesepakatan batas yang tidak saja sesuai dengan kepentingan masing-masing 4

negara, namun lebih utama adalah kepentingan perwujudan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan utama inisiatif HoB. Gambar 5: Peta Harmonisasi Batas HOB Sesuai dengan Usulan Masing-Masing Negara pada 2 nd Trilateral Meeting Sumber : 2 nd Trilateral Meeting 5

Sejalan dengan deliniasi batas HoB yang sedang dalam proses pembahasan, sampai saat ini juga belum terdapat angka resmi yang telah disepakati oleh tiga negara mengenai luasan definitif wilayah cakupan kerja HoB. Sebagai acuan dalam mendiskusikan program HoB, digunakan cakupan luas sementara wilayah HoB di tiga negara. Berdasarkan data sementara dari Kelompok Kerja HoB Provinsi Kalimantan Tengah, persentase wilayah kerja HoB yaitu 57% berada di Indonesia, 42% di malaysia, dan 1% di Brunei Darussalam, yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pemanfaatan Lahan Heart of Borneo Propinsi/Negara Bagian Negara Total Area HoB (Ha) Persentase Area HoB Kalimantan Tengah Indonesia 2,466,000 11,2 Kalimantan Barat Indonesia 4,010,000 18,2 Kalimantan Timur Indonesia 6,137,000 27,8 Brunei Brunei 131,570 0,6 Serawak Malaysia 5,373,000 24,3 Sabah Malaysia 3,968,000 17,9 Total 22,085,570 100 Sumber : Kelompok Kerja HoB Kalimantan Tengah Wilayah cakupan HoB terdiri dari kawasan lindung (taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung), kawasan budidaya kehutanan (HPH dan HTI) serta kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan, pertambangan, dll). Wilayah HoB Indonesia diperkirakan seluas 12,6 juta hektar yang terdiri dari 2,7 juta hektar hutan konservasi (21,46%), 1,1 juta hektar hutan lindung (9,5%), 4,9 juta hektar hutan produksi (38,9%), serta 3,8 juta hektar (30,17%) areal penggunaan lainnya (Gambar 6). 6

Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya Bapak Moses, Pokja HoB (BPLHD) Kalimantan Tengah Salah satu konsep kegiatan HoB, termasuk di dalamnya adalah tata ruang. Konsep tersebut harus memperhatikan RTRWP dan RTRWK, karena apabila tidak memperhatikan hal itu maka tidak jelas akan dibawa kemana pembangunan ini. Ada satu hal yang saya sarankan yaitu kita menyiapkan tata ruang dikaitkan dengan persoalan global yaitu perubahan iklim. Karena kita melihat kebakaran hutan dan deforestasi salah satu penyebabnya adalah pemanasan global. Ini menjadi visi kita ke depan untuk menyelematkan lingkungan dan mensejahterakan masyarakat. Kesepakatan 3 negara terhadap HoB merupakan langkah awal untuk kita, bagaimana melindungi dan mengelola hutan di kawasan Indonesia, dan Kalimantan pada khususnya. Cara menyelamatkan masalah lingkungan dan bagaimana pengelolaan lingkungan ke depan, merupakan hal yang harus masuk dalam rencana tata ruang. Artinya kalau kita tidak masukan ke dalam rencana tata ruang, maka grand design penyelamatan HoB ini tidak tahu mau dibawa kemana lingkungan kita ini. Untuk Kalimantan Tengah, Bapak Gubernur saat ini sedang mempersiapkan satu kegiatan yaitu bagaimana membawa semua sektor melahirkan satu kebijakan-kebijakan yang berwawasan lingkungan, kebijakan yang berkelanjutan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Sedang dipersiapkan oleh satu pokja untuk menyusun naskah akademis dan naskah kebijakannya. Kita juga mendukung kebijakan pusat berkaitan dengan penetapan beberapa kawasan untuk dijadikan taman nasional. keberagaman pemanfaatan lahan pada usulan wilayah HoB di Indonesia. Pemanfaatan luas cakupan wilayah HoB tersebut terdiri dari 31% kawasan lindung, sementara sebagian besar justru merupakan kawasan budidaya. Hal ini menunjukkan bahwa inisiatif HoB bukan semata-mata merubah keseluruhan kawasan menjadi kawasan lindung, tetapi juga melaksanakan manajemen pengelolaan kawasan budidaya berbasis keberlanjutan lingkungan. Manajemen wilayah HoB perlu dilakukan secara terpadu mengingat pentingnya fungsi HoB sendiri dan terhadap lingkungan sekitarnya. HoB memiliki fungsi penting sebagai sumber keanekaragaman hayati seperti sebagai rumah bagi spesies penting dan langka seperti orang utan dan badak, serta memiliki berbagai jenis serangga yang bahkan belum pernah ditemukan di bagian dunia lainnya. Selain sebagai sumber keanekaragamn hayati, HoB juga berperan sebagai menara air bagi seluruh wilayah Pulau Borneo, yaitu setidaknya merupakan sumber air bagian hulu bagi 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam. Hal ini menunjukkan pentingnya keberadaan wilayah HoB dalam perlindungan hulu sungai, yang menjadi sumber air bagi anak-anak sungai di hampir seluruh wilayah Pulau kalimantan. Lebih lanjut disadari bahwa keberadaan HoB yang juga sebagai daerah resapan air yang akan menjamin ketersediaan cadangan air, dan peningktan kualitas air di Pulau Borneo. Dengan demikian pemanfaatan wilayah HoB harus dikelola sebagai satu kesatuan ekosistem, mulai dari hulu, tengah hingga hilir. Berdasarkan pendekatan ekosistem ini, program-program berkelanjutan dan konservasi yang 7

dilaksanakan dalam kerangka kerjasama tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam, perlu terus dikembangkan. Ruang lingkup kegiatan HoB di tiga negara tersebut antara lain: Melakukan inventarisasi, analisis kesenjangan, merumuskan dan melaksanakan program aksi (action plan) Melanjutkan aktivitas program yang sedang berjalan; Melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan di tiga negara untuk mengidentifikasi prioritas kerja dan kesempatan investasi; Membangun kelembagaan HoB di tiga negara; dan Menentukan prioritas pembangunan lintas batas. Berdasarkan ruang lingkup kegiatan tersebut, disusun program-program kegiatan HoB antara lain: a. Pengelolaan Kawasan Perbatasan, yang meliputi: Penyusunan rencana induk (master plan) pengelolaan kawasan HoB melalui proses-proses yang partisipatif, mengakomodasi praktek dan prakarsa lokal, transparan, dan bertanggung jawab; Pelaksanakan kerjasama pengamanan dan penegakan hukum lebih erat di antara tiga negara; Penyelenggaraan mekanisme komunikasi dan pertukaran informasi yang efektif untuk keselarasan rencana tata ruang perbatasan, kebijakan atau aktivitas yang berdampak penting pada HoB; Pelaksanaan penelitian bersama melalui mekanisme yang berlaku di masing-masing negara. b. Pengelolaan Kawasan Lindung, yang meliputi: Rekomendasi kawasan lindung dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya, ekologi, dan keanekaragaman hayati serta membangun sistem pengelolaan kawasan lindung lintas batas; Pelaksanaan kelanjutan inisiatif pengembangan kawasan konservasi lintas batas dalam kerangka kerjasama bilateral dan multilateral; Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya air lintas batas; Pelaksanaan evaluasi ekonomi untuk skema ekonomi jasa lingkungan; Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan lindung yang rusak. c. Pengelolaan Kawasan Budidaya Penerapan prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan budidaya oleh pihak terkait; Pelaksanaan sertifikasi terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah kelestarian; Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan budidaya yang rusak. 8

Sebagai kelanjutan dari penandatanganan Deklarasi HoB oleh 3 (tiga) negara, seperti disebutkan sebelumnya, telah dilaksanakan Second Trilateral Meeting HoB pada tanggal 4-5 April 2008 di Pontianak. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari masing-masing negara yaitu Delegasi dari Malaysia dipimpin oleh Direktur Kehutanan Sarawak, Delegasi dari Brunei Darussalam dipimpin oleh Direktur Kehutanan Brunei Darussalam, dan Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Direktur Konservasi Kawasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, serta para peserta dari Menko Perekonomian, Bappenas, dan Pemerintah Daerah terkait (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur) dan perwakilan WWF. Sebagai perwujudan deklarasi HoB dan tindak lanjut dari cakupan kegiatan di tiga negara yang telah disebutkan di atas, pada Second Trilateral Meeting HoB tersebut masing-masing negara telah menyusun dan mengajukan program rencana aksi. Dengan menyusun rencana aksi ini, setiap negara khususnya Indonesia mengharapkan agar tercipta prinsip, definisi dan langkah implementasi yang menjadi dasar bagi kebijakan HoB di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, diharapkan terdapat dasar yang terpadu dalam implementasi manajemen sumber daya, pembangunan masyarakat, dan pembangunan ekonomi bagi seluruh pemerintahan di dalam wilayah HoB. Rencana aksi dan strategi juga diharapkan menjadi suatu referensi dalam implementasi program prioritas dan mobilisasi sumberdaya di dalam manajemen HoB oleh seluruh elemen pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adapun program rencana aksi yang disusun oleh setiap negara tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2. 9

Tabel 2. Program Rencana Aksi Heart of Borneo, Negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Brunei Darussalam Program Rencana Aksi Membangun manajemen sumber daya kehutanan dan konservasi alam di kawasan yang dilindungi Meningkatkan kebijakan lokal Mengimplementasikan prinsip pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan penelitian Menyusun dokumen proyek nasional; Menyusun anggaran pembiayaan di tingkat Pusat; dan Merinci alokasi anggaran yang akan disusun oleh pemerintah daerah Melestarikan kawasan hutan, sumber daya air, dan berbagai jenis ekosistem di dalamnya; Memberikan kontribusi melalui diversifikasi ekonomi dengan cara pemanfaatan produksi non kayu dalam rangka meningkatkan kelestarian hutan; Melakukan penghijauan kembali kawasan hutan yang telah mengalami degradasi; dan Melibatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan hutan Sumber: Bappenas, 2008 Berbagai program dan rencana aksi yang dirumuskan di atas merupakan suatu wujud upaya untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan Borneo, melalui manajemen kawasan Heart of Borneo. Instrumen yang sangat penting dalam manajemen kawasan HoB adalah rencana tata ruang di kawasan tersebut. Konsep pengelolaan HoB sebagai suatu ekosistem terpadu turut terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam PP nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN disebutkan penetapan HoB sebagai salah satu kawasan Strategis Nasional (KSN), dengan kriteria sebagai KSN dalam tahapan pengembangan I dengan titik berat pada rehabilitasi/revitalisasi kawasan. Lebih lanjut, secara umum Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi terkait, dan khususnya Rencana Induk (master plan) Heart of Borneo menjadi suatu elemen penting dan dijadikan sebagai acuan bagi pelaksanaan pengelolaan kawasan HoB ke depan. Seperti dikutip dari kalimat pembuka kegiatan sosialisasi ekowisata HoB di Palangkaraya Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan. 10

Heart of Borneo (sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah) 11