BAB II DASAR TEORI. digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

BAB II DASAR TEORI. komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi[1].

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA ARTIFICIAL BEE COLONY

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB II TEORI PENUNJANG

ANALISIS PENGALOKASIAN KANAL PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA SIMULATED ANNEALING

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULAR DENGAN ALGORITMA NEURAL NETWORK

STUDI PENGGUNAAN LOGIKA FUZZY UNTUK PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER

STUDI PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang

Sistem Komunikasi Bergerak Seluler

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Arsitektur Jaringan GSM. Pertemuan XIII


BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

Sistem Komunikasi Modern Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

Pertemuan 2 DASAR-DASAR SISTEM KOMUNIKASI

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

SISTEM SELULAR. Pertemuan XIV

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya Awal Perkembangan Teknologi Selular

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Global System for Mobile Communication ( GSM )

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS. Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh

Wireless Technology atau teknologi nirkabel, atau lebih sering disingkat wireless adalah teknologi elektronika yang beroperasi tanpa kabel.

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH TUGAS AKHIR

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Subsistem base transceiver station (BTS)

Telepon Seluler diyakini sbg gabungan teknologi telepon (Alexander Graham Bell, 1876) & Radio (Nikolai Tesla, 1880; Guglielmo Marconi, 1894)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOPTIMASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA GENETIKA

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Bab 7. Penutup Kesimpulan

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

HASIL PENELITIAN DESAIN DAN PERANCANGAN MULTI SITE OPEN BTS 5 DENGAN USRP N210 DAN B210 OLEH: MUHAMMAD DZAKWAN FALIH

Pengaruh Pilot Pollution terhadap Performansi

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

Code Division multiple Access (CDMA)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MOBILITY MANAGEMENT DALAM SISTIM NIRKABEL BERGERAK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

KARYA ILMIYAH LINGKUNGAN BISNIS. Nama : Ahmad Hermantiyo NIM :

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP TRAFFIC CHANNEL DAN SPEECH QUALITY INDICATOR PADA JARINGAN GSM PT.

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meningkatkan indeks keandalan dengan mengurangi rugi daya nyata pada sistem distribusi Surabaya.

BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK. internasional roaming.. Dengan GSM satelit roaming, pelayanan juga dapat

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

MODUL TEKNOLOGI KOMUNIKASI (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman dan Portugal oleh Siemens, sistem RC-2000 yang dikembangkan di Prancis, sistem NMT yang dikembangkan di Belanda dan Skandinavia oleh Ericsson, serta sistem TACS yang beroperasi di Inggris. Namun teknologinya yang masih analog membuat sistem yang digunakan bersifat regional sehingga sistem antara negara satu dengan yang lain tidak saling kompatibel dan menyebabkan mobilitas pengguna terbatas pada suatu area sistem teknologi tertentu saja (tidak bisa melakukan roaming antar negara) [1]. Teknologi analog yang berkembang, semakin tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Eropa yang semakin dinamis, maka untuk mengatasi keterbatasannya, negara-negara Eropa membentuk sebuah organisasi pada tahun 1982 yang bertujuan untuk menentukan standar-standar komunikasi selular yang dapat digunakan di semua negara Eropa. Organisasi ini dinamakan Group Special Mobile (GSM). Organisasi ini memelopori munculnya teknologi digital selular yang kemudian dikenal dengan nama Global System for Mobile Communication atau GSM. Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua buah terminal dengan salah satu atau

kedua terminal berpindah tempat. Dengan adanya perpindahan tempat ini, sistem komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi. Sebuah sistem komunikasi bergerak selular menggunakan sejumlah besar pemancar berdaya rendah untuk menciptakan sel (daerah geografis) layanan dasar dari sistem komunikasi nirkabel (tanpa kabel). Variabel tingkat daya antena pemancar, memungkinkan sel-sel diubah ukurannya menyesuaikan kepadatan pelanggan dan permintaan dalam suatu wilayah tertentu. Arsitektur komunikasi bergerak dapat dilihat pada Gambar 2.1 [1]. Gambar 2.1 Arsitektur Umum Komunikasi Selular Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa sistem komunikasi seluler terdiri dari komponen berikut [1]: 1. PSTN, tersusun atas local networks, exchange area networks, dan long-haul network. PSTN menginterkoneksikan antara telepon dengan peralatan komunikasi lain. 2. Mobile Switching Center (MSC) atau Mobile Telephone Switching Office (MTSO). Dalam sistem komunikasi seluler, MSC berfungsi untuk menghubungkan antara telepon seluler dengan PSTN. Dalam sistem seluler analog, MSC berfungsi untuk mengatur agar sistem tetap beroperasi. Suatu MSC

dapat menangani 100.000 pelanggan seluler dan 5.000 panggilan dalam waktu yang bersamaan. 3. Base Station, sering disebut juga sebagai Base Transceiver Station (BTS) pada sistem GSM, cell site (site). Pada base station, terdapat beberapa pemancar (seringkali disebut sebagai transmitter atau TX) dan penerima (receiver atau RX). TX dan RX akan megangani komunikasi full duplex secara serempak. Biasanya, TX dan RX dikombinasikan menjadi transceiver (TRX) yang diletakkan di dalam suatu Radio Base Station (RBS). Base station biasanya juga mempunyai menara untuk membantu proses pemancaran atau penerimaan sinyal pada antena. 4. Mobile Station (MS). MS merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pelanggan jasa komunikasi seluler untuk memperoleh layanan. Beberapa komponen yang ada pada MS adalah transceiver, antena, rangkaian pengontrol, dan sebagainya. Selain itu, MS juga dilengkapi dengan kartu Subscriber Identity Module (SIM) yang berisi nomor identitas pelanggan. 5. Visitor Location Register (VLR),penyimpan data-data temporer yang masuk dari MSC lain dan sifatnya resident. 6. Home Location Register (HLR), penyimpan data-data tetap dari pelanggan dalam MSC itu sendiri. Komunikasi selular juga dibedakan antara sistem komunikasi konvensional dan sistem komunikasi modern. Sistem konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Daerah jangkauan luas 2. Daya yang digunakan besar 3. Kapasitas sistem masih rendah

4. Modulasi analog berupa frequency modulation (FM) sehingga memerlukan bandwidth yang besar 5. Belum menggunakan handoff 6. Belum terhubung ke jaringan public service telephone network (PSTN) 7. Untuk suara Komunikasi seluler modern memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Alokasi bandwith kecil 2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, karena penggunaan frequency reuse. 3. Modulasi digital 4. Daerah pelayanan dibagi atas daerah - daerah kecil yang disebut sel, sering disebut sebagai sistem seluler. 5. Kapasitas besar 6. Daya yang dipergunakan kecil 7. Memiliki handoff 8. Efisiensi kanal tinggi karena menggunakan mode akses jamak (multiply access) seperti frequency division multiple access (FDMA), time division multiple access (TDMA), dan code division multiple access (CDMA). 2.2 Konsep Seluler Komunikasi seluler dikatakan sistem seluler karena daerah layanannya dibagi menjadi daerah-daerah kecil yang disebut sel. Setiap sel mempunyai daerah cakupannya masing-masing dan beroperasi secara khusus. Jumlah sel pada suatu daerah geografis adalah berdasarkan pada jumlah pelanggan yang beroperasi di daerah tersebut.

Bentuk jaringan sistem selular berkaitan dengan luas cakupan daerah pelayanan. Bentuk sel yang terdapat pada sistem komunikasi bergerak selular digambarkan dengan bentuk hexagonal dan lingkaran. Semua daerah dapat dicakup tanpa adanya gap sel satu dengan yang lain sehingga kurva hexagonal lebih mewakili, karena cakupan area dapat tergambarkan dengan rapi serta mencakup keseluruhan area. Gambar 2.2 Bentuk Sel Hexagonal dan Lingkaran. Bentuk seperti Gambar 2.2 adalah bentuk ideal, didalam prakteknya bentuk seperti itu tidak pernah di temukan, karena radiasi antena tidak bisa membentuk daerah cakupan seperti itu, disamping itu keadaan geografis (kontur) turut mempengaruhi bentuk sel sehingga bentuk sel sebenarnya bisa digambarkan seperti Gambar 2.3. Gambar 2.3 Bentuk Sel Sebenarnya Pada Gambar 2.4 pada setiap sel-sel dipegang oleh satu BTS pada suatu daerah tertentu, sel-sel ini dapat diubah ukurannya sesuai tingkat daya antena pemancar untuk mencakup daerah-daerah yang padat.

Gambar 2.4 Konsep Sel Sebagai pengguna ponsel yang bergerak dari sel ke sel, percakapan dilakukan dengan teknik handoff antara sel-sel untuk mempertahankan layanan komunikasi agar berjalan lancar (tidak terputus). Saluran frekuensi yang digunakan dalam satu sel dapat digunakan kembali di sel lain yang letaknya agak jauh. Sel dapat ditambahkan untuk mengakomodasi pertumbuhan pelanggan, menciptakan sel-sel baru di daerah yang belum terlayani atau overlay sel di daerah yang telah terlayani. Satu sel akan dilayani oleh site. Dalam satu site bisa memiliki lebih dari satu sel. Setiap site biasanya terdiri atas sebuah menara (tower) antena dan shelter. Ada juga yang hanya menjadi pengulang (repeater) untuk minilink saja. Penempatan site biasanya dilakukan di atas tanah, namun untuk daerah yang padat site ditempatkan di atas gedung-gedung yang tinggi. Dalam selular pola-pola untuk penyusunan kanal frekuensi dalam satu cluster, yaitu dengan aturan bahwa satu cluster tidak boleh menggunakan kanal frekuensi yang sama.

2.2.1 Frekuensi Reuse Konsep frekuensi reuse yaitu memungkinkan penggunaan frekuensi yang sama pada sel yang berbeda, diluar jangkauan interferensinya. Parameter yang menjadi ukuran adalah perbandingan daya sinyal/carrier terhadap daya total interferensinya. Pada frequency reuse, penggunaan kanal tidak tergantung pada frequency carrier yang sama untuk beberapa wilayah cakupan. Pada Gambar 2.5 dapat dilihat penggunaan ulang kanal frekuensi. Pada sel a yang menggunakan kanal radio f1 mempunyai radius R dapat digunakan ulang pada sel yang berbeda dengan jangkauan yang sama pada jarak D dari sel yang sebelumnya. Gambar 2.5 Konsep Frekuensi Reuse Sedangkan jarak pemisah relatif terhadap radius sel dinyatakan dengan D/R yang didefenisikan sebagai [1]: D/R= 3K (2.1) Dimana : D = jarak antara BS dengan BS yang lain R = radius sel K = jumlah pola frekuensi Kluster adalah sekelompok sel yang masing-masing selnya memiliki 1 set frekuensi yang berbeda dengan sel yang lain. Ukuran cluster (dilambangkan = K, sering juga dilambangkan = N) adalah jumlah sel yang terdapat dalam 1

kluster. Ukuran cluster tergantung dari syarat Carrier to Interference (C/I) sistem seluler. Beberapa cluster dapat disusun atau diulang-ulang menjadi suatu kelompok kluster dalam suatu sistem. Pada Gambar 2.6 memperlihatkan gambar kluster 3 dan 4 dimana K=3 maka dalam satu kluster ada terdapat 3 sel demikian dengan K=4 terdapat 4 sel yang berbeda dalam satu kluster. Gambar 2.6 Frekuensi Reuse dengan 3 dan 4 Kluster Kaidah penentuan nomor sel atau kaidah parameter geser yaitu dengan cara lalui sejauh i sel dari sel referensi sepanjang rantai hexsagonal-nya ( garis lurus yang menghubungkan dua pusat sel), lalu berputar 60 berlawanan dengan arah jarum jam, kemudian lalui sepanjang j sel pada arah tersebut. Pada posisi akhir, disanalah letak frekuensi reuse-nya. Pada Gambar 2.7 dapat dilihat garis i dilalui sejauh satu sel dan j sejauh dua sel, pada posisi akhir inilah sel referensi dapat digunakan kembali (reuse). Gambar 2.7 Kaidah Penentuan Nomor Sel

Dimana ukuran cluster dihitung dengan [1]: K = i 2 + j 2 + i.j (2.2) Untuk : i = 1 dan j = 1 K = 3 i = 1 dan j = 2 K = 7 i = 0 dan j = 2 K = 4 i = 1 dan j = 0 K = 4 Interferensi ada 2 yaitu Interferensi Co-channel dan Interferensi Adjancent. Interferensi sangat berpengaruh pada kriteria performansi sistem komunikasi seluler yaitu: kualitas suara (voice quality), kualitas layanan (service quality), dan fasilitas tambahan (special features) [2]. Co-channel Interference ( CCI ) atau interferensi antar kanal disebabkan oleh sel yang menggunakan frekuensi yang sama. Sedangkan interferensi merupakan faktor masalah utama yang membatasi kinerja dari sistem radio selular, dapat disebut dengan crosstalk. Sehingga interferensi co-channel adalah crosstalk dari dua pemancar radio yang berbeda menggunakan frekuensi yang sama. CCI tidak dapat dihilangkan dengan memperbesar daya pembawa di pemancar karena bila daya dinaikkan maka akan menaikkan daya interferensi yang berasal dari sel co-channel. Untuk menghilangkan pengaruh interferensi, maka jarak sel co-channel harus dipisahkan sehigga secara fisik tidak terpengaruh oleh propagasi gelombang. Interferensi co-channel merupakan fungsi dari parameter q yang didefinisikan sebagai [2]: q = D R (2.3) Dimana: D = jarak antara sel-sel yang menggunakan frekuensi yang sama

R = radius sel Nilai q disebut faktor pengurangan interferensi co-channel (co-channel reduction factor) dapat ditentukan untuk setiap level dari perbandingan sinyal terhadap interferensi yang diinginkan. Interferensi Adjacent merupakan interferensi kanal berdekatan. Interferensi ini terjadi karena filter yang digunakan di penerima bukan merupakan suatu filter ideal, sehingga sebagian daya dari kanal lain dapat diterima / menginterferensi sinyal utama. Atau tidak sempurnanya frekuensi operasi dari filter pada receiver. Penggunaan receiver ini mengakibatkan frekuensi yang berdekatan dapat lolos dari filter. Interferensi ini akan menjadi masalah yang serius bila kanal yang bersebelahan. Ada beberapa cara untuk mengurangi pengaruh adjacent channel interference, yaitu [3]: 1. Mempertajam karakteristik peredaman pada filter (Hal ini sulit atau tergantung pada perkembangan teknologi). 2. Memberi jarak / spasi frekuensi operasi dalam satu cakupan yang sama (merupakan paling realistis untuk dilakukan). Efek dari adjacent channel interference dapat diperkecil dengan proses filterisasi yang baik dan pembagian kanal (channel assignment) yang baik. Channel assignment dilakukan dengan memberikan jarak frekuensi pemisah yang cukup besar antara satu kanal dengan kanal yang lainnya.

2.2.2 Konsep Handoff Konsep handoff yaitu memungkinkan seorang pengguna pindah dari suatu sel ke sel yang lain tanpa adanya pemutusan hubungan. Terjadi pemindahan frekuensi/kanal secara otomatis yang dilakukan oleh sistem. 2.3 Penugasan Kanal ( Channel Assignment ) Channel assignment merupakan pengalokasian kanal frekuensi ke setiap sel berdasarkan atas beban trafik yang diketahui. Pengalokasian kanal frekuensi ini bergantung pada kemampuan reuse pada kelompok sel dan trafik yang ada. Secara umum strategi penempatan kanal adalah untuk peningkatan kapasitas kanal dari setiap sel dan meminimalkan interferensi sesuai dengan yang diinginkan. Strategi penempatan kanal yang telah dikembangkan untuk memenuhi tujuan diatas, dapat dikelompokkan menjadi fixed atau dinamic. Pemilihan strategi penempatan kanal dapat mempengaruhi kinerja dari sistem, terutama pengaturan panggilan saat sebuah pengguna berpindah dari satu sel ke sel yang lain. Channel assignment dapat dibagi menjadi Fixed Channel Allocation (FCA) dan Dynamic Channel Allocation (DCA). 2.3.1 Fixed Channel Allocation ( FCA ) Merupakan teknik pengalokasisn kanal secara tetap, pada setiap sel dialokasikan kanal secara tetap. Karena setiap sel dialokasikan secara tetap maka dalam sistem ini diperlukan management kanal yang tetap. Bila seluruh kanal terduduki maka sel akan diblok dan kadang digunakan strategi peminjaman kanal dari sel tetangga [2].

Syarat-syarat fixed channel allocation yaitu: 1. Setiap sel memiliki kelompok kanal yang tetap 2. Bila seluruh kanal terduduki, maka sel akan block. 3. Kadang digunakan strategi peminjaman kanal dari sel tetangga. Kelebihan FCA dibandingkan dengan DCA adalah relatif lebih cepat untuk menangani panggilan yang terjadi dalam sel, lebih murah untuk instalasi dan investasi awal karena tidak dibutuhkan komputer switching yang super cepat untuk pengambilan keputusan saat adanya alokasi kanal baru. Kelemahan dari FCA adalah: 1. Butuh perencanaan alokasi kanal yang sangat matang saat instalasi 2. Butuh pengecekan berkala untuk melihat optimasi pembagian kanal dalam satu klaster atau dalam satu sistem keseluruhan. 3. Operator harus sering mencek perkembangan pelanggan dalam tiap area, perkembangan pelanggan harus diikuti tersediamya kanal di area tersebut, sehingga harus mengatur ulang pola kanal frekuensi. Operator harus mencek keadaan di lapangan apakah ada perkembangan beban trafik atau ada daerah yang banyak pelanggannya tapi tidak tercakup ataupun jelek performasinya. 2.3.2 Dynamic Channel Allocation ( DCA ) Dynamic Channel Allocation (DCA) merupakan salah satu strategi untuk mengatasi penambahan beban trafik dalam sistem seluler. Konsep dasar dari strategi DCA adalah bila beban trafik tidak merata dalam tiap sel maka pemberian kanal frekuensi pada tiap sel akan sering tidak terpakai dalam sel yang kurang

padat, dan terjadi bloking pada sel dengan beban trafik padat. Teknik DCA dapat mengalokasi kanal frekuensi bila hanya beban trafik meningkat dan melepaskan kanal frekuensi bila beban trafik menurun. Beberapa teknik DCA tersebut adalah sebagai berikut [2]: 1. First Avaible (FA) 2. Nearest Neighbour (NN) 3. Hybrid Assigment Strategy 4. Borrowing with Channel Ordering Strategi (BCO) 5. Borrowing with Directional Channel Locking Strategi DCA inilah yang diangkat dalam Tugas Akhir ini, dimana trafik pada setiap sel berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu. 2.4 Perumusan Channel Assignment Channel assignment Problem (CAP) muncul dalam jaringan telepon seluler yakni rentang frekuensi diskrit dengan spektrum frekuensi radio tersedia yang disebut sebagai kanal, diperlukan untuk dialokasikan ke daerah lain guna meminimumkan bentangan frekuensi total, tergantung pada permintaan (demand) dan pembatas bebas interferensi (interference-free constraint). Batasan Electromagnetic compatibility (EMC) ditentukan melalui jarak minimum dimana dua kanal harus dipisahkan agar rasio S/I diterima kuat dapat dijamin dalam wilayah yang salurannya telah ditugaskan, dapat ditunjukkan melalui matrik N x N yang disebut matriks compatibility C. Ada tiga jenis batasan kanal dalam penugasan kanal, yaitu [4] : 1. Co-channel Constraint (CCC) cij dengan nilai = 1

Dimana frekeunsi yang sama tidak dapat dialokasikan pada satu kanal dengan pasangan frekuensi lain secara bersamaan. 2. Adjacent Channel Constraint (ACC) - cij dengan nilai 2 Dimana frekuensi yang berdekatan tidak dapat dialokasikan untuk sel radio yang berdekatan secara bersamaan. 3. Cosite Constraint (CSC) - cii dengan nilai = α Dimana setiap pasangan frekuensi yang ditetapkan dalam sel yang sama harus memiliki jarak frekuensi minimum α. Nilai α merupakan nilai positif mulai dari 0 ditugaskan ke sel i. Nilainya tergantung pada standar komunikasi yang digunakan. Pada umumnya nilai α dimulai dengan 5 untuk menyatakan jarak antar kanal dalam satu sel[4][5]. Dari ketiga hal tersebut dapat dihitung jumlah kanal minimun yang dapat disediakan untuk penugasan kanal, dengan rumus [4]: Kanal minimun yang dibutuhkan = (cii(di 1) + 1) (2.4) Dimana : cii di = nilai maksimum CSC pada matrik C = nilai maksimum demand (kanal tertinggi) Problem (CAP). Ilustrasi pada Gambar 2.8 menunjukan strategi Channel Assignment Matrik Bentuk Layout Sel Gambar 2.8 Matrik dan Bentuk Layout Sel

Dari ilustrasi Gambar 2.8 dapat diperoleh jumlah kanal/frekuensi minimum yang di butuhkan dengan melihat matrik demand dimana c ii = 5, d i = 3. Maka dapat dihitung jumlah kanal minimum, (5 x (3-1) + 1) = 11 kanal. Gambar 2.9 adalah cara penentuan letak kanal pada tiap-tiap sel. c 44 = 5 c 44 = 5 c 43 = 3 c 42 = 2 c 24 = 3 sel kanal/frekuensi Gambar 2.9 Setrategi Fequency Exhaustive Assignment Untuk menugaskan kanal pada Gambar 2.9, langkah pertama adalah terlebih dahulu perlu dilihat pola layout sel bersamaan dengan memperhatikan kendala Electromagnetic Compabily (EMC) yaitu CCC, ACC, dan CSC. Tugaskan/tempatkan demand D terbesar yang ada. Pada ilustrasi Gambar 2.8 demand D terbesar adalah 3 yaitu pada sel ke 4 dengan jarak antara cosite (CCC) adalah 5 yaitu menempati kanal (f 1, f 6, dan f 11 ). Kemudian tempatkan demand D berikutnya yaitu 1 pada sel ke 3 yang menempati kanal (f 4 ). Selanjutnya pada demand yang sama yaitu 1 untuk sel 2 dan demand 1 untuk sel 1 yang menempati kanal (f 3 ) untuk sel 2 dan kanal (f 6 ) untuk sel 1[4]. Berikut ini flowchart struktur dasar untuk setrategi Frequency Exhaustive Assignment (FEA) ditunjukan pada Gambar 2.10[4].

Gambar 2.10 Flowchart Struktur Dasar Strategi Frequency Exhaustive Assignment (FEA) 2.5 Utilisasi Utilisasi disini adalah memanfaatkan kanal yang kosong agar semua kanal dapat dialokasikan secara maksimal. Utilisasi bertujuan mengefisienkan biaya pemakaian kanal dengan cara mengurangi kanal yang tidak terpakai. Dimana untuk mendapatkan nilai pemanfaatan kanalnya dihitung dengan : Pemanfaatan Kanal yang digunakan = Total kanal yang dipakai total kanal x 100% (2.5)

2.6 Algoritma Particle Swarm Optimization Algoritma particle swarm optimization (PSO) adalah teknik optimasi berbasis populasi yang diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhart pada tahun 1995 [6]. Teknik ini diinspirasi oleh perilaku sosial dari kawanan burung yang terbang berduyun-duyun (bird flocking) atau gerombolan ikan yang berenang berkelompok (fish schooling) [7]. Kata partikel menunjukkan misalnya, seekor burung dalam kawanan burung. Setiap individu atau partikel berperilaku secara terdistribusi dengan cara menggunakan kecerdasannya (intelligence) sendiri dan juga dipengaruhi perilaku kelompok kolektifnya. Dengan demikian, jika satu partikel atau seekor burung menemukan jalan yang tepat atau pendek menuju ke sumber makanan, sisa kelompok yang lain juga akan dapat segera mengikuti jalan tersebut meskipun lokasi mereka jauh di kelompok tersebut. Metode optimasi yang didasarkan pada swarm intelligence ini disebut algoritma behaviorally inspired sebagai alternatif dari algoritma genetik, yang sering disebut evolution-based procedures. Dalam konteks optimasi multivariabel, kawanan diasumsikan mempunyai ukuran tertentu atau tetap dengan setiap partikel posisi awalnya terletak di suatu lokasi yang acak dalam ruang multidimensi. Setiap partikel diasumsikan memiliki dua karakteristik : posisi dan kecepatan. Setiap partikel bergerak dalam ruang (space) tertentu dan mengingat posisi terbaik yang pernah dilalui atau ditemukan terhadap sumber makanan atau nilai fungsi objektif. Setiap partikel menyampaikan informasi atau posisi bagusnya kepada partikel yang lain dan menyesuaikan posisi dan kecepatan masing-masing berdasarkan informasi yang diterima mengenai posisi yang bagus tersebut. Sebagai contoh, misalnya perilaku burung-burung dalam dalam kawanan

burung. Meskipun setiap burung mempunyai keterbatasan dalam hal kecerdasan, biasanya ia akan mengikuti kebiasaan (rule) seperti berikut : 1. Seekor burung tidak berada terlalu dekat dengan burung yang lain 2. Burung tersebut akan mengarahkan terbangnya ke arah rata-rata keseluruhan burung. 3. Akan memposisikan diri dengan rata-rata posisi burung yang lain dengan menjaga sehingga jarak antar burung dalam kawanan itu tidak terlalu jauh. Dengan demikian perilaku kawanan burung akan didasarkan pada kombinasi dari 3 faktor simpel berikut: 1. Kohesi - terbang bersama 2. Separasi - jangan terlalu dekat 3. Penyesuaian (alignment) - mengikuti arah bersama Jadi PSO dikembangkan dengan berdasarkan pada model berikut: 1. Ketika seekor burung mendekati target atau makanan (atau bisa minimum atau maksimum suatu fungsi tujuan) secara cepat mengirim informasi kepada burung-burung yang lain dalam kawanan tertentu. 2. Burung yang lain akan mengikuti arah menuju ke makanan tetapi tidak secara langsung. 3. Ada komponen yang tergantung pada pikiran setiap burung, yaitu memorinya tentang apa yang sudah dilewati pada waktu sebelumnya. Model ini akan disimulasikan dalam ruang dengan dimensi tertentu dengan sejumlah iterasi sehingga di setiap iterasi, posisi partikel akan semakin mengarah ke target yang

dituju (minimasi atau maksimasi fungsi). Ini dilakukan hingga maksimum iterasi dicapai atau bisa juga digunakan kriteria penghentian yang lain. Kecerdasan seperti inilah yang diadopsi oleh kedua ilmuan tersebut untuk membangun suatu teknik optimasi, yang mereka namakan particle swarm optimization (optimasi kawanan partikel) [7]. Secara garis besar proses algoritma Particle Swarm Optimiztion terdiri dari tiga tahap yaitu pembangkitan posisi serta kecepatan partikel, update velocity dan update posisi [8]. Ketika tiga tahapan tersebut sudah dilalui maka dilakukan pengecekan apakah hasil sudah optimal atau tidak. Bila hasil sudah optimal maka proses akan berhenti, namun bila hasil belum optimal maka proses akan berulang sampai mendapatkan hasil optimal atau sampai proses pengulangan maksimal. Beberapa istilah umum yang digunakan dalam PSO dapat didefinisikan sebagai berikut [9]: 1. Swarm : populasi dari suatu algoritma. 2. Particle : anggota (individu) pada suatu swarm. 3. Pbest (Personal Best) : posisi Pbest suatu particle yang menunjukkan posisi particle yang dipersiapkan untuk mendapatkan suatu solusi yang terbaik. 4. Gbest (Global Best) : posisi terbaik particle pada swarm atau posisi terbaik diantara Pbest yang ada. 5. Velocity (V) : kecepatan yang menggerakkan proses optimasi yang menentukan arah dimana particle diperlukan untuk berpindah dan memperbaiki posisinya semula.

6. Learning Rates (C1 dan C2) : suatu konstanta untuk menilai kemampuan particle (C1) dan kemampuan sosial swarm (C2) yang menunjukkan bobot dari particle terhadap memorinya. Nilai C1 dan C2 antara 0-2. 7. Inertia Weight (θ) : parameter yang digunakan untuk mengontrol dampak dari adanya velocity. Algoritma dari PSO yaitu [9]: 1. Menentukan ukuran swarm dan menentukan nilai awal masing-masing partikel. 2. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel. 3. Menentukan kecepatan / velocity mula-mula. 4. Menghitung Pbest dan Gbest mula-mula. 5. Menghitung kecepatan pada iterasi berikutnya dengan Persamaan [9]: Vj(i) = V j (i-1) + c 1 r 1 [ P best,j X j (i-1 )] + c 2 r 2 [ G best X j (i-1) ] (2.6) Dengan, i = iterasi ; j = 1,2,3,...,N ; r1 dan r2 adalah bilangan acak 6. Menentukan posisi partikel pada iterasi berikutnya menggunakan persamaan [8]: Xj(i) = Xj(i-1) + Vj(i) ( 2.7 ) 7. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan pada iterasi selanjutnya 8. Memperbarui nilai Pbest dan Gbest

9. Mengecek apakah solusi sudah optimal atau belum. Kalau sudah optimal, maka proses algoritma berhenti, namun bila belum optimal maka kembali ke langkah 5.