BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia akan satelit untuk keperluan komunikasi, navigasi, pengamatan dan sebagainya berkembang semakin pesat. Perkembangan tersebut mendorong pengembangan teknologi untuk mengirimkan wahana antariksa (satelit) dari bumi hingga mencapai lintas orbit operasinya. Wahana antariksa dikirimkan hingga ke lintas orbit yang diinginkan dengan menggunakan roket sebagai wahana peluncur. Pada awalnya roket diluncurkan dari darat dengan membutuhkan gaya dorong yang besar untuk melawan gaya gravitasi bumi sehingga dapat mengantarkan wahana antariksa ketinggian orbit yang diinginkan. Proses peluncuran dari darat tersebut membutuhkan biaya dan sumber daya yang besar, yang meliputi biaya perancangan wahana peluncur hingga biaya operasional pada saat peluncurannya, baik itu dapat digunakan kembali (reuseable) atau sekali pakai (expendable). Peluncuran dengan menggunakan wahana peluncur yang kecil hingga besar berbiaya jutaan hingga ratusan juta US dollar per peluncuran, ditambah dengan biaya pengembangan dan operasional dari wahana antariksa yang dibawa oleh wahana peluncur tersebut. [Ref. 5]. Selain itu, peluncuran dari darat harus dilaksanakan pada lokasi-lokasi yang dapat memenuhi kebutuhan orbit kerja wahana antariksa yang akan diluncurkan. Saat ini tempat peluncuran wahana peluncur berjumlah kurang dari dua lusin, beberapa di antaranya bahkan merupakan tempat peluncuran yang rahasia. Hanya ada sembilan tempat peluncuran di dunia yang sering dijadikan tempat peluncuran wahana peluncur, yaitu Cape Canaveral, Vandenberg, Baikonur, Plesetsk, Kourou, Tanegashima, Jiuquan, Xichang dan Sriharikota. [Ref. 10]. Dengan adanya beberapa batasan-batasan tersebut di atas, maka dikembangkanlah sistem peluncuran yang lain. Sea Launch System (peluncuran dari permukaan laut) dan Air Launch System (peluncuran dari udara). Walaupun pada kedua sistem peluncuran tersebut tempat peluncuran bukan merupakan batasan, namun dari segi biaya air launch system merupakan sistem peluncuran dengan biaya 1
paling rendah,yaitu sekitar US$ 23 juta. Sedangkan sea launch system dan peluncuran dari darat berbiaya sekitar US$ 80 juta dan US$ 100 juta. Air launch system juga memiliki keuntungan dari sistem peluncurannya yang dilakukan di ketinggian tertentu, yaitu berkurangnya loss akibat dari gravitasi dan gaya hambat dan meningkatnya efisiensi mesin roket. [Ref. 9] Dalam Tugas Akhir ini penulis melakukan analisis terhadap prestasi terbang dan lintas terbang wahana peluncur Polyot berbasis air launch system yang dikembangkan oleh Rusia. Analisis terhadap wahana peluncur Polyot akan dilakukan dengan mensimulasikan dan merekonstruksi peluncuran Polyot dari udara agar dapat dipahami lebih jauh sistem peluncuran Polyot hingga mengantar payload yang dibawa ke lintas orbit yang diinginkan. 1.2 Air Launch System Air launch system adalah suatu sistem peluncuran wahana peluncur pembawa wahana antariksa yang proses peluncurannya dilakukan dari udara. Peluncuran wahana peluncur dilakukan dari pesawat pembawa (carrier aircraft) pada ketinggian terbang tertentu. Sistem peluncuran ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem peluncuran dari darat, antara lain biaya peluncuran yang lebih rendah. Sistem peluncuran dari udara dapat menghemat biaya peluncuran hingga 20% dari biaya peluncuran yang dilakukan dari darat. Oleh karena peluncuran dilakukan dari udara, maka peluncuran tidak terbatas pada tempat peluncuran-tempat peluncuran tertentu. Sehingga sistem peluncuran dari udara memiliki rentang inklinasi orbit yang luas dan fleksibilitas operasional yang tinggi. Fleksibilitas operasional mencakup pula pilihan tempat peluncuran yang aman sehingga memiliki kemungkinan yang kecil untuk membahayakan sekitar karena wahana peluncur dapat diluncurkan dari atas laut. [Ref. 11] Tidak seperti sistem peluncuran dari darat, wahana peluncur yang diluncurkan dari udara (air launch vehicle) tidak memberikan energi akustik dari mesin roket karena tidak ada pantulan dari tanah ketika mesin roket dinyalakan. Pada peluncuran dari darat, energi akustik tersebut akan mempengaruhi kekuatan Thermal Protection System (TPS) dan struktur bangunan di sekitar lokasi peluncuran. Sehingga dibutuhkan jarak jangkauan yang aman dalam pelaksanaan peluncuran dari darat, sedangkan pada peluncuran dari udara hal ini tidak dibutuhkan. [Ref. 9] 2
Beberapa keuntungan lain air launch system adalah pengurangan loss akibat gaya gravitasi dan gaya hambat, serta peningkatan efisiensi mesin roket akibat ekspansi gaya dorong yang lebih baik pada nozzle roket [Ref. 9]. Air launch system juga memiliki keterbatasan, yaitu berat payload yang dibawa terbatas karena dipengaruhi oleh kemampuan dari pesawat pembawanya. Oleh karena itu, air launch vehicle hanya dapat membawa payload dengan massa yang lebih kecil dibandingkan dengan yang dapat dibawa oleh wahana peluncur dengan sistem peluncuran dari darat. 1.3 Program Polyot Air Launch Aerospace Corporation dari Rusia didirikan pada Mei 1999 sebagai pelaksana program bersama oleh Polyot Aviation Company dan Khimautomatiki DB dengan tujuan mengembangkan sistem peluncuran roket dari udara (air launch system) yang dapat mengirim satelit hingga lintas orbit yang diinginkan menggunakan Antonov An 124 Ruslan sebagai pesawat pembawa (carrier aircraft).[ref. 7] Di Indonesia, Air Launch Aerospace Corporation (ALAC) sebagai penyedia wahana peluncur antariksa (space launch vehicle) serta sistem penerbangan dan antariksa (aviation and space systems), akan bekerja sama dengan Air Launch Centra Nusa (ALCN) dari Indonesia sebagai penyedia fasilitas persiapan peluncuran di pulau Biak, Indonesia. Program kerjasama tersebut dinamakan Air Launch Biak. Pada tahun 2006, Rusia dan Indonesia telah menandatangani perjanjian G-G untuk Cooperation in the Field of the Exploration and Use of Outer Space for Peaceful Purposes, yang menjadi dasar bagi program Air Launch Biak. Dengan perjanjian tersebut maka implementasi dari program Polyot dapat dilaksanakan dan direalisasikan mulai tahun 2007, kemudian program peluncuran Polyot dapat beroperasi pada tahun 2010.[Ref. 5] Wahana peluncur (launch vehicle) yang digunakan disebut Polyot, akan mengirim satelit dengan massa 1.65 ton hingga Geo Transfer Orbit (GTO), 0.8 ton hingga Geostationary Orbit (GEO), atau 3.5 ton hingga Low Earth Orbit (LEO). Tingkat pertama dari roket Polyot menggunakan mesin NK 43M. Sedangkan pada tingkat kedua roket Polyot digunakan sebuah quad-chamber engine RD0124, yang digunakan pada tingkat pertama roket Soyuz 2. Kemudian mesin RD0158 3
digunakan pada Upper Stage Booster (USB) yang akan mengantarkan payload hingga lintas orbit GEO. Dengan kombinasi teknologi yang tinggi dan tempat peluncuran yang menunjang, diharapkan Air Launch Biak dapat meluncurkan lebih dari 30 satelit ringan untuk negara-negara di Asia Pasifik pada periode 2011 hingga 2015.[Ref. 5] 1.4 Tujuan Penelitian Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk menentukan program peluncuran yang optimal untuk roket Polyot dalam operasinya mengantarkan payload ke lintas orbit yang diinginkan melalui pembuatan simulasi dan rekonstruksi proses peluncuran roket Polyot dengan perhitungan karakteristik aerodinamika, prestasi terbang dan lintas terbang roket Polyot. 1.5 Batasan Masalah Asumsi yang digunakan dalam menganalisis proses peluncuran roket Polyot adalah sebagai berikut: Analisis dilakukan mulai saat roket didorong keluar dari pesawat pembawa (carrier aircraft) hingga akhir pembakaran propelan tingkat ketiga. Roket bergerak pada bidang dua dimensi. Jarak tempuh horisontal yang dilalui roket lebih kecil dibandingkan dengan besar keliling lingkaran bumi, sehingga permukaan bumi diasumsikan datar. Gaya-gaya dan momen aerodinamika hanya bekerja hingga pada akhir pembakaran roket tingkat pertama. Untuk roket tingkat kedua dan ketiga, diasumsikan tidak ada gaya dan momen aerodinamika yang bekerja karena roket beroperasi pada tinggi terbang di luar batas tinggi atmosfer ISA (80000 m). Parameter-parameter aerodinamika roket diprediksi dengan menggunakan perangkat lunak Digital dan Missile DATCOM. Analisis lintasan gerak roket dilakukan dengan menggunakan perangkat Simulink MATLAB. 4
Titik acuan nol pada bidang gerak roket adalah pada titik dimana roket didorong keluar dari pesawat pembawa (carrier aircraft). 1.6 Metodologi Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggunakan metodologi sebagai berikut: 1. Melakukan studi pustaka tentang roket Polyot dan Matlab Simulink. 2. Melakukan pemodelan gerak roket Polyot ke dalam Matlab Simulink dengan data DATCOM. 3. Membuat simulasi gerak roket Polyot dalam Matlab Simulink. 4. Melakukan analisis dari hasil simulasi gerak roket Polyot. 5. Menuliskan hasil riset ke dalam format Tugas Akhir. 1.7 Sistematika Penulisan Laporan Tugas Akhir ini diuraikan dalam enam bab dengan sistematika pengujian sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan metodologi penelitian. Bab 2. Dasar Teori Bab ini berisi dasar-dasar teori persamaan gerak roket yang digunakan untuk membuat simulasi gerak wahana peluncur Polyot. Bab 3. Roket Polyot Bab ini berisi informasi dan data mengenai wahana peluncur Polyot. Bab 4. Perhitungan Parameter Aerodinamika Roket Polyot Bab ini berisi perhitungan parameter-parameter aerodinamika roket Polyot. Bab 5. Simulasi Gerak Wahana Peluncur Polyot Bab ini berisi proses simulasi gerak roket yang dilakukan dan analisis terhadap hasil simulasi tersebut. Bab 6. Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap analisis simulasi gerak wahana peluncur Polyot. 5