DAFTAR PUSTAKA Achadiati Ikram. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Agus Aris Munandar. 2015. Seminar Naskah Nusantara : Mahabharata Epos Kepahlawanan Sepanjang Zaman. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI. Ani Rostiyati, dkk. 1994/1995. Fungsi Upacara Tradisional: Bagi Masyarakat Pendukungnya dan Masa Kini. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. B. Soelarto. 1993. Garebeg di Kesultanan Yogyakarta. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia. Budiono Herusatoto. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Darusuprapta. 1984. Naskah-naskah Nusantara Beberapa Gagasan Penanganannya. Yogyakarta: Javanologi. Edi S. Ekadjati. 1992. Cara Kerja Filologi (Bahan Penataran di Universitas Pajajaran). Bandung. Edy Sedyawati. 1998. Naskah: artinya sebagai sasaran kajian dan sebagai warisan budaya bangsa. Edward Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta : CV Manasco. Emuch Hermansoemantri. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi Dalem Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. Hartini. 2012. Membaca Manuskrip. Surakarta: Program Buku Teks LPP UNS. H. B. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Herry Lisbijanto. 2013. Sekaten. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. 132
133 Mifedwil Jandra, dkk. 1989-1990. Perangkat / Alat-alat dan Pakaian Serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nancy K Florida. 1991. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts: Manuscripts of the Mangkunegaran Palace. New York: South East Asia Program, Cornel University. Noeng Muhadjir. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Yogayakarta: Rakesarasin. Nunik Umiyati. 2008. Tinjauan Filosofis Terhadap Makna Simbol Upacara Gunungan Dalam Sekaten Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Skripsi. Surakarta: Jurusan Usluhuddin Prodi Aqidah Filsafat STAIN. Paina Partana, dkk. 2011. Adiluhung Kajian Budaya Jawa (Marsudi: Makna Simbol Keraton Surakarta). Surakarta: Cakra Books untuk Institut Javanologi. Panuti Sudjiman. 1995. Filologi Melayu: Kumpulan Karangan. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolteras Uitgevers Maatschappij. Robson, S.O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL. S. Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Santoso. 2010. Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Grebeg Maulud Di Kraton Surakarta.Salatiga : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Soeharso dan Ana Retnoningsih. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Semarang: Grand Media Pustaka. Soepanto, dkk. 1991-1992. Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Siti Baroroh Baried, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Siti Chamamah Soeratno. 1997. Naskah Lama dan Relevansinya dengan Masa Kini, dalam Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia 4-6 Juni 1996. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara. Halaman 7-33.
134 Sri Wulan Rujiati Mulyadi. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok: Fakultas Sastra UI. Sudarmanto. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Jawa (Jawa-Indonesia, Indonesia- Jawa). Semarang: Widya Karya. Sudibyo. (2007). Kembali Ke Filologi: Filologi Indonesia dan Tradisi Orientalisme (Versi Elektronik). Jurnal Penelitian Humaniora, 19 (2), 107-118. Diperoleh pada 24 Mei 2016, dari http://jurnal.ugm.ac.id/jurnalhumaniora/article/view/896. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suwardi Endraswara. 2012a. Agama Jawa: Menyusuri Jejak Spiritualitas Jawa. Yogyakarta: LEMBU Jawa (Lembaga Budaya Jawa).... 2012b. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Gajah Mada University Press. Suwito. 1992. Unsur-Unsur Agama Islam Dalam Adat Garêbêg Mulud di Karaton Kasunanan Surakarta. Surakarta: UNS. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Tim Redaksi edisi ketiga. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Wahmuji. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama. Waldiya. 1981.Gamelan dalam Sekaten : Suatu Studi tentang Peranan Gamelan Dalam Upacara Sekaten. Skripsi.Surakarta :UNS, Fakultas Sastra Budaya. Pustaka Sumber: Serat Garebeg Mulud PB VII Tulisan Tangan Koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan Nomor Katalog H42.
135
136 Lampiran 2: HASIL WAWANCARA 1. Bagaimana sejarah Garebeg Mulud atau sekaten? Untuk sejarah Garebeg Mulud atau Sekaten saya kira bisa dicari di buku karena sudah banyak buku yang membahas tentang itu. 2. Apa perbedaan upacara Garebeg Mulud dengan Sekaten? Sebenarnya upacara Garebeg Mulud dan Perayaan Sekaten merupakan upacara yang sama. 3. Mengapa Garebeg Mulud P.B. VII merupakan upacara yang paling meriah? Tahun Dal diyakini merupakan tahun kelahiran KN Muhammad SAW, pastilah selama 27 tahun SISKS PBVII bertahta melewati tahun Dal sehingga perayaan Garebeg Mulud kala itu dilakukan dengan sangat meriah. Selain itu, Kangjeng Sinuhun Paku Buwono VII merupakan seseorang yang pandai menghitung Pranata Mangsa. Sehingga kemungkinan pada saat perayaan garebeg mulud dirayakan secara besarbesaran karena hasil pertanian melimpah berkat kepandaiannya menghitung waktu. 4. Makna gendhis kalapa dan mayang sarakit? Gendhis itu berarti Gula berwarna merah yang memiliki arti berani secara simbol belambangkan laki-laki, sedangkan kalapa memiliki arti putih suci secara simbol melambangkan wanita.
137 5. Apa makna dari penamaan Gamelan Kyai Kumba Kinumba? Kumba itu artinya beradu. Jadi, kumba-kinumba artinya saling beradu. 6. Bagaimana prosesi pemindahan Gunungan dari Keraton menuju Masjid Agung? Gunungan Dalem akan dibawa ke Masjid Agung setelah abdi dalem Bupati puteri menerima dhawuh atau perintah. Gungungan itu dikeluarkan dari Keraton dengan diiringi para abdi dalem dengan urutan kepangkatan yaitu: Jajar - Manteri Panewu Bupati Anom Bupati Sepuh Para Sentana dalem yang sudah mendapatkan kedudukan dan sesuai dengan urutan kepangkatan. Prosesi pemindahan Gunungan tersebut melalui kori kamandhungan bale rata kori brajanala lor kori renteng menuju Sitinggil Pagelaran Sumewa melalui tengah-tengah alun-alunsebelum Ringin kurung belok kiri menuju Masjid Agung- Gunungan diletakkan di serambi masjid. 7. Gunungan dalem ada dua yakni Gunungan lanang dengan Gunungan wadon? Dahulunya gunungan jumlahnya banyak dan pada setiap perayaan semua gunungan ada. Pada masa sekarang memang gunungan Dalem hanya ada dua yakni gunungan lanang dan gunungan wadon, karena Keraton sekarang tidak memiliki daerah kekuasaan, sehingga tidak ada yang menyetor bahan-bahan yang akan dijadikan gunungan pada setiap perayaan garebeg. Jika gunungan dilengkapi jumlahnya seperti jaman dahulu maka dana yang digunakan sangat banyak sekali dan tidak memungkinkan.
Lampiran 3: Dokumen wawancara 138
Lampiran 4: Sampul depan naskah SGM 139
Lampiran 5: SGM halaman 1 140
Gambar 6: SGM halaman kosong 141
Lampiran 7: SGM halaman 2 142
Lampiran 8: SGM halaman 3 143
Lampiran 9: SGM halaman 4 144
Lampiran 10: SGM halaman 5 145
Lampiran 11: SGM halaman 6 146
Lampiran 12: SGM Halaman 7 147
Lampiran 13: SGM halaman 8 148
Lampiran 14: SGM halaman 9 149
Lampiran 15: SGM halaman 10 150
Lampiran 16: SGM halaman 11 151
Lampiran 17: SGM halaman 12 152
Lampiran 18: SGM halaman 13 153
Lampiran 19: SGM halaman 14 154
Lampiran 20: SGM halaman 15 155
Lampiran 21: SGM halaman 16 156
Lapiran 22: SGM halaman 17 157
Lampiran 23: SGM halaman 18 158
Lampiran 24: SGM halaman 19 159
Lampiran 25: SGM sampul belakang 160