PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
NOVITA PUJI HANDAYANI

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

Kuesioner. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Ketepatan Pemberian MPASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. terdapat 14% ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sampai

pengenceran dengan air matang dan kemudian diberikan pada bayi sedangkan dalam bahasa Inggris juga terdapat hal yang serupa misalnya artificial

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0 6 bulan adalah ASI. Keunggulan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN PURWOSARI KECAMATAN LAWEYAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerima bahan makanan dari lingkungan hidupnya dan. menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan berbagai aktifitas

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. pada berbagai bidang, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

PENDAHULUAN. dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita. jangkauan maupun kualitas pelayanan (Novia ika, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan fisik maupun mental sehingga proses tumbuh. kembang dapat berlangsung secara optimal. Kebutuhan dasar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan ibu hamil dan balita sangatlah penting, sehingga Notoatmodjo (2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pola menyusui yang dianjurkan (Suradi, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksklusif dan praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif merupakan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. Setiap 25 tahun negara dengan angka pertambahan penduduk 2,5%

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia masih tergolong tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran seseorang hingga berusia 18 atau 24 bulan. Masa-masa bayi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. sehat dan berkembang dengan baik (Kemenkes, 2010). sebagai makanan dan minuman utama (Kemenkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI DI PUSKESMAS NGUTER

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. penting yaitu memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN. berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman (Depkes, 2004). ASI

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya, program pemberian ASI ekslusif tidak berlansung secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan

Naili Nur Meifanna. Kata kunci : motorik halus, ASI, susu formula. Kepustakaan : 30 ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kebutuhan gizi secara kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik tangguh, mental kuat dan kesehatan prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu faktor yang dapat merusak kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kekurangan gizi (Atmarita 2004). Menurut Atmarita (2004), pada saat ini sebagian besar atau 50 % penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan hidup. Dalam siklus kehidupan manusia, bayi berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat. Bayi yang dilahirkan dengan sehat, pada umur 6 bulan akan mencapai pertumbuhan atau berat badan 2 kali lipat dari berat waktu dilahirkan. Oleh karena itu peralihan ASI kepada makanan tambahan harus dilakukan sesuai dengan kondisi anatomi dan fungsional alat pencernaan bayi (Notoatmodjo 2003). Status gizi yang kurang baik atau buruk pada bayi dan anak dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pada pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas kerja. Keadaan ini berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Oleh karenanya gizi merupakan unsur yang penting bagi pembentukan tubuh manusia yang berkualitas. Pertumbuhan dimulai sejak dalam kandungan sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan pangan dan zat gizi di samping pemenuhan kebutuhan kebutuhan lainnya. Makanan bayi sangat penting diperhatikan karena mereka merupakan generasi yang akan mengisi masa depan bangsa ini. Anak dapat berkembang dengan normal bila pertumbuhannya tidak terganggu. Salah satu penyebab gangguan pertumbuhan yang penting adalah tidak tepatnya pola penyapihan seperti waktu, jumlah, kualitas dan metode metode pemberian makanan tambahan pendamping ASI. Kebutuhan gizi secara

kuantitatif dan kualitatif bagi bayi sangat berbeda dengan kebutuhan bagi anak dan orang dewasa (Launer 1989). Data kasus kekurangan gizi di Indonesia pada tahun 2010 tidak terjadi penurunan prevalensi gizi kurang dari tahun 2007 ke tahun 2010 yaitu dengan prevalensi sebesar 13 %, sedangkan untuk gizi buruk terjadi penurunan prevalensi dari 18.4 % pada tahun 2007 menjadi 17.9% pada tahun 2010. Prevalensi nasional balita pendek (stunting) tahun 2010 adalah sebesar 35.7 % dan prevalensi nasional balita kurus (wasting) sebesar 13.3 % (Riskesdas 2010). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan indikator BB/U di provinsi Jawa Barat. 3.1 % dan 9.9%. Prevalensi balita sangat pendek dan pendek berdasarkan indikator TB/U di provinsi Jawa Barat adalah sebesar 16.6 % dan 17.1%, sedangkan prevalensi balita sangat kurus dan kurus berdasarkan indikator BB/TB di provinsi Jawa Barat adalah 4.6 % dan 6.4%. Dilihat dari kebutuhan gizi, kematangan fisiologis dan keamanan immunologi, pemberian makanan selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat membahayakan karena kemampuan kemampuan pencernaan bayi masih terbatas, dan juga kondisi bayi yang baru lahir masih lemah dan belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan kehidupan diluar rahim ibu. Banyak resiko resiko yang akan terjadi pada anak apabila telah diberikan makanan pelengkap terlalu dini diantaranya adalah meningkatkan terjadinya diare, meningkatkan resiko infeksi dan alergi pada bayi dan obesitas yang berupa efek jangka panjang (Akre 1993). Peneilitian yang dilakukan di Bangladesh, India menujukkan sebanyak 28 responden yang diteliti (48.1%) memberikan ASI kepada anaknya ketika baru lahir sisanya sekitar 28 ibu (51.9%) menyatakan telah memberikan madu, susu sapi, dan air gula sesaat setelah melahirkan bayinya (Kamruzzaman et al. 2009). Pada tahun 2003 WHO menetapkan bahwa ASI eksklusif yang semula hanya sampai 4 bulan ditingkatkan sampai bayi berusia 6 bulan (Robinson et al. 2007). Berdasarkan SK Menkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 maka Departemen kesehatan mulai pada bulan April 2004 menetapkan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dan bayi mendapatkan MP-ASI pada umur 6 bulan (Depkes 2004). Tarwotjo (1983) dalam Prihartono (1994) menyebutkan bahwa timbulnya masalah kurang gizi pada anak dan bayi diakibatkan oleh 3 faktor utama, yaitu

penghentian ASI (penyapihan) sementara bayi belum siap menerima makanan pendamping ASI atau tambahan yang terlalu dini yang mengakibatkan kurangnya konsumsi jumlah ASI untuk bayi dan pengenalan makanan pendamping atau tambahan yang terlambat terutama bila produksi ASI sudah tidak seimbang dengan kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Dr M. Abdus Shalam Khan di Dhaka (2007) menunjukkan bahwa hanya sebanyak 59% ibu di sana yang memiliki pengetahuan yang kurang dalam pola penyapihan anak. Hal ini disebabkan karena status ekonomi keluarga yang rendah sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan dalam pola penyapihan pada anak. Semakin tinggi status ekonomi keluarga maka pengetahuan dalam pola penyapihan anak akan semakin baik dan sebaliknya. Saat ini di Indonesia ada kecenderungan penurunan penggunaan ASI dan meningkatnya pemberian susu formula pada sebagian besar masyarakat terutama di kota kota besar. Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Data SDKI tahun 1986 terdapat 86%, tahun 1991 menjadi 53.8% tahun 1997 tinggal 52% dan tahun 2002 hanya 39.5%. Pada kenyataannya di lapangan pemberian ASI eksklusif atau pemberian hanya ASI tanpa tambahan cairan lain/makanan lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan masih belum sesuai target yang diharapkan. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, didapati data jumlah pemberian ASI pada bayi di bawah usia dua bulan sebesar 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5 bulan, yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Lukman 2007). Data UNICEF tahun 2006 menyebutkan bahwa kesadaran ibu untuk memberikan ASI di Indonesia baru 14%, itupun diberikan hanya sampai bayi berusia empat bulan. Berdasarkan data tersebut ada kurang lebih 86% ibu yang gagal ASI eksklusif, dengan kata lain ada 86% ibu yang memberi makanan/minuman lain selain ASI kepada bayinya sebelum usia 6 bulan (UNICEF 2007). Kebanyakan ibu balita menyatakan alasan bahwa mereka memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini atau sebelum usia 6 bulan karena anaknya rewel dan menangis ketika melihat orang lain makan, alasan

lainnya karena ASI tidak keluar sehingga sang ibu merasa sang anak butuh makanan tambahan (Maseta dkk 2008). Adanya penurunan prevalensi ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif sangat disayangkan, hal ini tentu akan menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penyapihan yang terlalu dini dan pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan bayi dan anak tentunya akan berdampak pada kehidupan mereka selanjutnya. Kebanyakan ibu yang tinggal di daerah pinggiran kota yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sampai usia 6 bulan sedangkan ibu- ibu yang tinggal diperkotaan sebagian besar tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya dan telah memberikan makanan pendamping seperti bubur susu, buah dan susu formula ( Batal et al. 2005). Dari kenyataan tersebut diatas, tampak bahwa keberhasilan pembangunan, kemajuan teknologi dan modernisasi yang terjadi pada masyarakat di Indonesia akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pola pemberian ASI dan pemberian makanan tambahan pada balita. Dampak tersebut pastinya akan sangat berpengaruh di kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor dan Bekasi. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik untuk melihat secara langsung bagaimana karakteristik keluarga yang mempunyai anak balita tentang umur penyapihan dan praktek pemberian makanan pendaping ASI dan dihubungkan dengan status gizinya. Tujuan Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga dengan umur penyapihan, praktek pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi balita. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik keluarga (pendidikan,pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga). b. Mengetahui umur penyapihan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI pada balita. c. Mengetahui status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. d. Mengetahui kejadian infeksi internal serta kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal balita.

e. Mengetahui hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi balita. f. Mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga dengan umur penyapihan balita g. Mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan pendapatan dan jumlah anggota keluarga),dengan status gizi balita. Hipotesis 1. Terdapat hubungan hubungan antara karakteristik keluarga dengan umur penyapihan, praktek pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi balita di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar pemikiran pelaksana program terutama dalam menyusun penyuluhan gizi kepada masyarakat di daerah penelitian. Bagi penulis penelitian ini dapat memberikan suatu pengalaman dan menambah wawasan penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemberian makanan tambahan dan status gizi balita.