Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
Hilman Mahyuddin, Lutfi Hendriansyah Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Stroke adalah sindroma yang ditandai oleh onset. akut defisit neurologis/ gangguan fungsi otak yang

PROFIL PASIEN TUMOR OTAK DARI 10 RUMAH SAKIT DI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEOGRAM PENDIDIKAN NEUROONKOLOGI PPDS I DEPT-SMF ILMU BEDAH SARAF RS.Dr SOETOMO - FK UNAIR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan

Hubungan Gejala Klinis Dengan Tekanan Intraventrikuler Pada Hidrosefalus Akut

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. WAKTU PENDIDIKAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11. Supratentorial

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTIM PERSARAFAN : STROKE HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan mengobati kecelakaan kerja dan penyakit sudah lama diketahui dan

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB II BRAIN CANCER II. 1. DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. penyakit stroke. Menurut Muttaqin (2008), stroke merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

SINDROM ARNOLD CHIARI/ SIRINGOMIELIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh sebab vaskular (WHO, 2004). Insiden stroke di Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan stroke iskemik sebagai kasus utamanya (Fenny et al., 2014). Penderita penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1

BAB I PENDAHULUAN. nucleus yang terbuat dari material berbentuk gel dalam spinal cord keluar dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Laporan Pengabdian Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Transkripsi:

Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2001 2005 Hilman Mahyuddin, Agus Budi Setiawan Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Abstrak: Latar belakang: data yang pasti tentang insiden tumor otak di Indonesia setiap tahunnya belum ada. Padahal tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam kelompok penyakit neurologis. Tumor infratentorial mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tumor supratentorial. Tujuan: tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik kasus tumor infratentorial di Departemen Bedah Saraf RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: disain penelitian ini adalah studi deskriptif. Penelitian dilakukan selama 5 tahun dari bulan Januari 2001 sampai dengan Desember 2005. Populasi dan subyek penelitian adalah semua pasien tumor infratentorial yang menjalani operasi pemasangan VPS dan atau trepanasi serebelar di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasil: dari 61 kasus tumor infratentorial, sebagian besar datang dengan keluhan muntah dengan atau tanpa sakit kepala. Tiga puluh satu menjalani operasi 2 tahap, 17 menjalani operasi 1 tahap, 6 hanya menjalani pemasangan VPS, dan 7 hanya menjalani trepanasi serebelar. Kemudian dari hasil histopatologi 17 kasus sesuai dengan neurilemomma (neurinoma akustik), 9 kasus dengan meduloblastoma, dan 8 kasus dengan ependimoma. Kesimpulan: Gambaran tumor infratetorial di FKUI/RSCM tidak berbeda dengan hasil yang ada di literatur lain. Sebagian besar pasien datang dengan keluhan umum tumor infratentorial seperti sakit kepala. Tindakan operasi yang dilakukan adalah tindakan 2 tahap berupa pemasangan VPS diikuti dengan trepanasi dalam waktu yang berbeda. Kata kunci: tumor infratentorial, keluhan utama, tatalaksana operasi, histopatologi PENDAHULUAN Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam kelompok penyakit neurologis. 1,2 Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat. 1 Insidensi kasus baru tumor otak di Amerika Serikat saat ini mencapai 18 kasus dalam 100.000 populasi. 1,3 Tumor infratentorial mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tumor supratentorial. 1,2,4,5 Perbedaan karakteristik ini mencakup beberapa faktor antara lain usia pasien, jenis kelamin pasien, manifestasi klinis, histopatologi tumor, dan tindakan operasi. 1,2 Manifestasi klinis yang ditimbulkan tumor infratentorial dapat disebabkan baik akibat penekanan tumor langsung pada serebelum dan batang otak maupun pada ventrikel IV. 2,4,5,6 Data yang pasti tentang insiden tumor otak di Indonesia setiap tahunnya belum ada. Beberapa data yang ada mengenai frekuensi tumor otak umumnya didasari atas pengalaman pribadi para dokter bedah saraf, hasil otopsi, dan angka angka dari beberapa rumah sakit. 1-3 PASIEN DAN METODE Populasi Pasien Populasi dan subyek penelitian adalah semua pasien tumor infratentorial yang menjalani operasi ventrikuloperitoneal shunt dan atau trepanasi serebelar di RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2001 sampai dengan Desember 2005. Dari data tersebut dicatat: usia, jenis kelamin, keluhan utama, jenis dan sifat tindakan operasi, serta histopatologi tumor. Kemudian data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks dan tabel HASIL Karakteristik Responden Dari 61 kasus tumor infratentorial didapati jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki 35 orang dan wanita 26 orang. Berdasarkan usia, kasus tumor infratentorial terbanyak terjadi pada kelompok usia 1-10 tahun yaitu sebesar 15 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 4 Desember 2006 409

Karangan Asli orang, disusul kelompok usia 41 50 dan 51 60 tahun masing masing 10 orang. Dari 61 kasus tumor infratentorial keluhan utama terbanyak adalah muntah tanpa atau disertai sakit kepala yaitu sebanyak 39 orang disusul jalan sempoyongan atau gangguan keseimbangan sebanyak 17 orang. Tabel 1. Keluhan utama pasien Jumlah Jalan sempoyongan 17 Kesadaran menurun 2 Muntah 12 Sakit kepala dan muntah 27 Pandangan kabur 3 Tindakan Operasi Dari 61 kasus tumor infratentorial 31 orang menjalani 2 kali operasi pada waktu yang berbeda yaitu pertama melakukan pintas ventrikuloperitoneal (ventrikuloperitoneal shunt) dan kedua trepanasi serebelar untuk pengangkatan tumor. Tujuh belas orang menjalani kedua jenis tindakan tersebut dalam satu tahap, 6 orang hanya menjalani operasi pintas ventrikuloperitoneal, dan 7 orang menjalani trepanasi serebelar saja. Dipandang dari aspek keluhan utama dan tindakan operasi akan terlihat bahwa sebagian besar pasien dengan keluhan utama muntah dengan atau tanpa sakit kepala menjalani tindakan operasi dalam 2 tahap, yaitu sebesar 26 kasus, sedangkan 6 kasus sisanya dengan keluhan yang sama menjalani tindakan operasi dalam 1 tahap. Hasil selengkapnya terlihat dalam Tabel 4. Tabel 2. Jenis tindakan operasi berdasarkan keluhan utama Operasi 1 Tahap 2 Tahap Trepanasi VP Shunt Jalan sempoyongan 9 1 7 Pandangan kabur 2 1 Muntah 3 8 Sakit kepala dan muntah 3 18 7 Kesadaran menurun 2 Tabel 3. Histopatologi tumor Histopatologi Jumlah Astrositoma pilositik 4 Astrositoma grade 2 7 Ependimoma 8 Meduloblastoma 9 Meningioma 3 Neurilemoma 17 Neuroblastoma 1 Teratoma 1 Hemangioblastoma 1 Hemangioperisitoma 1 Kista dermoid 1 Metastasis adenokarsinoma 1 Tabel 4. Histopatologi tumor berdasarkan usia pasien Usia Histopatologi 1-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 Astrositoma pilositik 2 2 Astrositoma grade 2 2 3 1 1 Ependimoma 1 2 3 2 Meduloblastoma 8 1 Meningioma 1 1 1 410 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 4 Desember 2006

Hilman Mahyuddin dkk. Karakteristik Tumor Infratentorial Neurilemoma 4 7 6 Neuroblastoma 1 Teratoma 1 Hemangioblastoma 1 Hemangioperisitoma 1 Kista dermoid 1 Metastasis adenokarsinoma 1 Histopatologi Tumor Dari 61 kasus tumor infratentorial, data histopatologi menunjukkan 17 kasus sesuai dengan neurilemomma (neurinoma akustik), 9 kasus dengan meduloblastoma, dan 8 kasus dengan ependimoma. Hasil ini terlihat pada Tabel 3. Ditinjau dari aspek histopatologi tumor dan usia pasien terlihat bahwa kasus meduloblastoma sebagian besar terjadi pada kelompok usia 1 10 tahun, ependimoma relatif merata mulai usia 21 50 tahun, dan kasus neurinoma akustik terbagi merata pada kelompok usia 41 50 tahun dan 51 60 tahun. Hasil selengkapnya terlihat dalam Tabel 4. DISKUSI Karakteristik Responden Dilihat dari faktor jenis kelamin terlihat bahwa kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada laki-laki (57%) dibanding wanita (43%) dengan rasio 1,3 : 1. Hasil ini sesuai dengan sebagian besar studi epidemiologi tumor otak. Dari beberapa penelitian internasional tentang insiden tumor otak primer tanpa memandang histopatologi tumor didapat angka rasio laki-laki berbanding wanita adalah 1,4 : 1. 3 Dilihat dari segi usia terlihat bahwa kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada kelompok dewasa dibanding anak-anak. Jika digunakan batasan usia anak-anak adalah 18 tahun maka persentasenya adalah anak-anak 28% dan dewasa 72%. Hasil ini berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa antara 54 70% dari keseluruhan kasus tumor otak pada anak terjadi di daerah infratentorial dibandingkan dengan 15 20% pada orang dewasa. Perbedaan ini dapat disebabkan karena tumor infratentorial pada anak anak umumnya lambat terdeteksi karena lebih sulit mengenali gejala - gejala klinisnya dibanding pada orang dewasa dan jumlah kasus tumor otak secara keseluruhan lebih banyak terjadi pada usia dewasa dibandingkan anak anak. Karakteristik Ditinjau dari aspek keluhan utama terlihat bahwa sebagian besar penderita tumor infratentorial datang dengan keluhan utama muntah dengan atau tanpa sakit kepala disusul gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan penurunan kesadaran. Terlihat bahwa sebagian besar pasien datang dengan gejala klinis peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan gejala umum tumor infratentorial, sedangkan sisanya datang dengan gejala klinis fokal berupa gangguan keseimbangan. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa hampir 100% pasien dengan tumor infratentorial mempunyai keluhan utama sakit kepala. Meskipun sakit kepala sendiri dapat merupakan gejala klinis fokal tumor infratentorial, akan tetapi sulit untuk dibuktikan mengingat hampir sebagian besar pasien datang setelah terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat hidrosefalus (90%). Hal yang menarik adalah tidak terlihatnya ganggguan pendengaran sebagai keluhan utama, sedangkan dalam literatur disebutkan bahwa keluhan ini termasuk dalam kelompok mayoritas keluhan utama yang timbul pada tumor infratentorial, khususnya jenis tumor neurinoma akustik (neurilemoma). 1,2,3,7 Hal ini berarti semua kasus neurilemoma yang dikirim atau dirujuk ke Departemen Bedah Saraf telah memasuki fase lanjut. Kondisi ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan pasien yang rendah, kurangnya informasi kesehatan tentang pentingnya pemeriksaan dini pada gangguan pendengaran, dan tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan pasien cenderung menunda tindakan operasi. Jenis Tindakan Operasi Dari hasil di atas terlihat bahwa sebagian besar pasien menjalani tindakan operasi dalam 2 tahap. Tindakan operasi dalam 2 tahap dilakukan dengan dasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Sudah terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial yang membutuhkan Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 4 Desember 2006 411

Karangan Asli penanganan segera untuk mencegah kematian dan kecacatan saraf lebih lanjut. 2. Tidak selalu tersedianya tempat di unit perawatan intensif untuk perawatan pasca operasi yang mutlak diperlukan bagi pasien pasca tindakan pengangkatan tumor infratentorial. 3. Pihak pasien dengan berbagai alasan tidak selalu setuju untuk dilakukan 2 jenis tindakan operasi dalam 1 tahap. Kelemahan tindakan operasi 2 tahap adalah: risiko terjadinya upward herniation yang dapat memperburuk keadaan dan membutuhkan tindakan operasi segera, jumlah volume intrakranial yang dapat dikurangi pada saat operasi menjadi lebih kecil sehingga secara teknis dapat mempersulit jalannya operasi, dan kurang ekonomis karena otomatis biaya perawatan rumah sakit akan menjadi lebih besar. Namun meskipun upward herniation dapat berakibat fatal akan tetapi dari 31 pasien yang menjalani operasi 2 tahap hanya 1 pasien yang mengalami komplikasi ini. Berdasarkan kondisi di atas, maka keuntungan operasi 1 tahap dibanding 2 tahap dalam aplikasi teknisnya adalah sebagai berikut: 1. Kemungkinan otak bengkak pada saat membuka duramater akan lebih kecil. 2. Meminimalisasi tindakan retraksi otak pada kasus kasus tumor di basis kranii (skull base tumor) atau deep seated tumor. Dari data di atas terlihat bahwa dari 61 kasus tumor infratentorial 62% di antaranya menjalani operasi pemasangan VP Shunt atas indikasi hidrosefalus. Insiden hidrosefalus pada kasus tumor infratentorial ditentukan oleh berbagai faktor yaitu ukuran massa tumor dan letak tumor terhadap ventrikel IV. Histopatologi Tumor Berdasarkan hasil histopatologi di atas tampak angka kejadian tumor intra aksial lebih besar dibanding tumor ekstra aksial, yaitu masing masing 54% dan 36%. Dari 6 kasus tumor infratentorial (10%) yang hanya dilakukan tindakan pemasangan VP Shunt, dapat diperkirakan berdasarkan pemeriksaan radiologis termasuk golongan intra aksial. Dari kelompok intra aksial kasus tumor terbanyak secara berurutan adalah: meduloblastoma, ependimoma, astrositoma grade 2, dan astrositoma pilositik. Adapun dari kelompok ekstra aksial kasus terbanyak secara berurutan adalah neurinoma akustik disusul meningioma. Hasil di atas memang sesuai dengan beberapa literatur yang menyebutkan bahwa meduloblastoma dan astrositoma mempunyai angka kejadian tertinggi untuk kelompok tumor intra aksial infratentorial, sedangkan neurinoma akustik dan meningioma merupakan jenis tersering dalam kelompok tumor ekstrinsik infratentorial. Ditinjau dari aspek keluhan utama dan jenis tumor akan terlihat dari 38 kasus tumor intrinsik ternyata 82% menunjukkan keluhan utama yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan hanya 18% yang menunjukkan keluhan utama yang berhubungan dengan gejala neurologis fokal. Dari 23 kasus tumor ekstrinsik tidak terlalu terlihat perbedaan yang menyolok antara gejala peningkatan tekanan intrakranial dan gejala klinis fokal, yaitu masing-masing sebesar 56% dan 44%. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap kondisi di atas adalah sebagai berikut: 1. Kelompok tumor intrinsik akan lebih lebih berdekatan dengan ventrikel IV dibanding tumor ekstrinsik sehingga dalam ukuran yang tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan obstruksi aliran likuor serebrospinalis. 2. Kelompok tumor intrinsik khususnya pada usia anak-anak lebih banyak terletak di garis tengah dan intraventrikel IV sehingga gejala akibat obstruksi aliran likuor serebrospinalis akan lebih mengemuka dibandingkan gejala neurologis fokal. 3. Adanya keterlambatan diagnosis disebabkan gejala neurologis fokal akibat tumor infratentorial khususnya pada anak lebih sulit terdeteksi sehingga baru terlihat pada fase lanjut akibat peningkatan tekanan intrakranial. 412 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 4 Desember 2006

Hilman Mahyuddin dkk. Karakteristik Tumor Infratentorial Gambaran distribusi jenis tumor tumor terbanyak berdasarkan keluhan utama dapat dijelaskan dalam diagram di bawah ini: Keterbatasan Penelitian Sebagaimana halnya studi deskriptif maka penelitian ini hanya mengemukakan data data beserta hasil analisanya dalam bentuk tabel dan diagram tanpa melakukan uji statistik. Sedangkan dari segi tindakan operasi penelitian ini baru dapat memperlihatkan bahwa insiden komplikasi upward herniation pada tindakan diversi aliran likuor serebrospinalis pada operasi yang dilakukan dalam 2 tahap ternyata jarang terjadi, akan tetapi belum dapat memperlihatkan kelebihan tindakan operasi 1 tahap dibandingkan dengan 2 tahap. KESIMPULAN Kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada kelompok usia dewasa. Hal ini kemungkinan karena sulit mendeteksi adanya defisit neurologis fokal pada anak anak dengan kasus tumor infratentorial. Dilihat dari aspek keluhan utama terlihat bahwa sebagian besar pasien datang dengan gejala klinis peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan gejala umum tumor infratentorial. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien tumor infratentorial berobat pada saat hidrosefalus telah terjadi. Dan masih banyak pasien dengan neurinoma akustik yang berobat bukan dengan keluhan utama gangguan pendengaran akan tetapi akibat peningkatan tekanan intrakranial. Dilihat dari aspek tindakan operasi terlihat sebagian besar pasien menjalani tindakan operasi diversi aliran likuor serebrospinalis dan pengangkatan tumor dalam waktu yang berbeda (2 tahap). Tindakan operasi 2 tahap ini didasari oleh lebih menonjolnya gejala peningkatan tekanan intrakranial dibanding gejala fokal sehingga membutuhkan penanganan segera. Komplikasi upward herniation akibat drainase berlebihan likuor serebrospinalis akut pada hidrosefalus akibat tumor infratentorial masih jarang terjadi. DAFTAR PUSTAKA 1. Morantz RA, Walsh JW. Brain Tumors A Comprehensive Text. New York: Marcel Decker Inc. 1994:1-3, 227-66. 2. Rengachary SS, Ellenbogen RG. Principles of Neurosurgery 2 nd ed. London: Elsevier Mosby. 2005:533-49. 3. Kaye AH, Laws ER Jr, Brain Tumor An Encyclopedic Approach. New York: Churchill Livingstone. 1995:47-51, 577-87. 4. Raimondi AJ. Pediatric Neurosurgery 2 nd ed. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 1998: 252-4 5. Nosko MG, et all. Posterior Fossa Tumors in E Medicine Archieve 2002 6. Lindsay KW. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3 rd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone. 2001: 105-9 7. Schiff D, O Neill BP. Principles of Neuro- Oncology. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.2005:3-5,333-39. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 4 Desember 2006 413