BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua kata Yunani kuno yaitu demos dan cratein yang masingmasing

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

Konferensi Pers Presiden RI tentang RUU Keistimewaan DIY, di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 02 Desember 2010

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

MODEL REKONSTRUKSI TRADISI BERNEGARA DALAM KONSTITUSI PASCAAMANDEMEN UUD 1945

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

RINGKASAN PUTUSAN.

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB 1 PENDAHULUAN. dibuktikan dengan bunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedaulatan

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Mendiskripsikan fungsi NKRI. Menjelaskan tujuan NKRI

BAB I PENDAHULUAN. era orde baru, dimana pada era orde lama dibawah pemerintahan Presiden

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara yang lebih demokratis, berjalannya mekanisme cheks and

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

DEMOKRASI INDONESIA (Pemilu Sebagai Wujud Demokrasi Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

Pendidikan Kewarganegaraan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

4. Salah satu contoh negara yang menganut idiologi terbuka adalah... A. RRC B. Cuba C. Korea Utara D. Indonesia E. Vietnam

Demokrasi juga dapat diterjemahkan sebagai rakyat berkuasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: DEMOKRASI. Syahlan A. Sume. Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

KEWARGANEGARAAN DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Tidak mungkin ada monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi ( Suara Yogya, 26/11/2010). Itulah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih pernyataan SBY ini merupakan sikap pemerintah yang menghendaki agar Gubernur DIY tidak dijabat oleh Sultan Yogyakarta karena merupakan perwujudan dari sistem monarki yang dinilai bertentangaan dengan demokrasi. Padahal dalam pemahaman SBY, demokrasi harus tercermin dalam pengisian jabatan Gubernur yang dilakukan dengan cara pemilihan, bukan dengan cara penetapan atas Sultan Yorgyakarta yang memperoleh jabatan berdasarkan keturunan. Tak urung pernyataan SBY ini menimbulkan reaksi keras di tengah masyarakat Yogyakarta. Mereka menolak pernyataan SBY karena bertentangan dengan sejarah berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tetap menganut sistem monarki dalam lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi masyarakat Yogyakarta sistem monarki di lingkungan Karaton Yogyakarta merupakan keistimewaan Yogyakarta yang bila dihilangkan justru akan mengakibatkan hilangnya keistimewaan Yogyakarta. Selain itu, sikap SBY yang mempertentangkan antara monarki dan demokrasi dianggap tidak tepat karena secara kelembagaan Gubernur 1

DIY melaksanakan pemerintahan di daerah bersama-sama dengan DPRD DIY sebagai representasi kedaulatan rakyat di DIY. Artinya, pemerintahan DIY dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi. Reaksi masyarakat Yogyakarta itu kemudian diungkapkan dengan pernyataan sikap rakyat dan DPRD Yorgyakarta yang menetapkan agar pengisian Gubernur DIY dilakukan dengan penetapan terhadap Sultan Yogyakarta sebagaimana dilakukan selama ini. Sikap rakyat Yogyakarta ini berdasarkan pada aspek sejarah dari keistimewaan Yogyakarta yang diberikan oleh Pemerintah sebagai penghormatan atas peran Sultan Hamengkubhuwono IX yang sangat besar dalam menyokong Republik Indonesia pada masa-masa sulit pada awal kemerdekaan. Bagi rakyat Yogyakarta pemberian status keistimewaan itu bukan hanya penghargaan atas peran individu Sri Sultan Hamengkubhuwono IX, tetapi merupakan sebuah perjanjian atau ijab-kabul antara Pemerintah Republik Indonesia dan Karaton Yogyakarta untuk memberikan keistimewaan bagi DIY untuk melaksanakan sistem pemerintahan monarki dalam lingkungan NKRI. Selain itu, secara normatif sikap rakyat Yogyakarta ini didasarkan pada ketentuan Pasal 18B ayat (1) yang mewajibkan Negara untuk mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat istimewa. Sementara itu, Pemerintah melalui RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta justru bersikukuh untuk melakukan pengisian jabatan Gubernur DIY melalui jalan pemilihan sebagaimana dilakukan di daerah-daerah lain. 2

Pemerintah merancang adanya jabatan Gubernur Utama yang dijabat secara tetap oleh Sultan Yogyakarta dan Gubernur sebagai Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum Kepala Daerah. Sikap Pemerintah ini didasarkan pada ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menghendaki Gubernur sebagai Kepala Pemerintah Daerah dipilih secara demokratis. Atas dasar ketentuan ini, Pemerintah berpendapat bahwa semua Gubernur harus dipilih secara demokratis, sekalipun pada daerah istimewa seperti DIY. Konsekuensinya, keistimewaan DIY tidak terletak pada kedudukan Gubernur DIY yang melekat pada sistem monarki Karaton Yogyakarta, tetapi pada aspek lain terutama kebudayaan Yogyakarta yang bersumber pada Karaton Yogyakarta. Perbedaan sikap antara rakyat dan DPRD Yogyakarta vis-à-vis Pemerintah Pusat dalam menyikapi kedudukan Gubernur DIY itu secara prinsipil dapat dirunut pada perbedaan paradigma mengenai demokrasi yang berkembang dalam amandemen UUD 1945. Rujukan Pemerintah terhadap sistem demokrasi dalam amandemen UUD 1945 cenderung mengacu pada demokrasi-elektoral, yakni demokrasi yang menekankan pada proses pemilihan umum. Secara konseptual, demokrasi elektoral merupakan standar dalam demokrasi liberal yang mengutamakan kebebasan individu untuk memperoleh hak-haknya sebagai warga negara. Dalam pengertian lain, demokrasi liberal bermakna penolakan campur tangan negara terhadap kehidupan individu. Konsekuensinya, kekuasaan 3

negara harus dibatasi agar tidak berkembang menjadi terlalu besar. Mekanisme untuk membatasi kekuasaan itu secara praktis dilakukan melalui mekanisme pemilihan umum yang secara periodik akan membatasi dan menggilir kekuasaan negara. Konsep demokrasi-elektoral dalam amandemen UUD 1945 dapat ditelusri dalam kaitan dengan gejala demokratisasi global yang melatarbelakangi terjadinya amandemen UUD 1945. Gejala demokratisasi yang disebut oleh Samuel P. Huntington sebagai gelombang demokratisasi ketiga ( the third wave of democratization) itu sangat menekankan pada mekanisme pemilihan umum sebagai standar dari berjalannya sistem demokrasi pada suatu negara (Huntington, 1995:4-5). Itulah pula yang terjadi pada amandemen UUD 1945. Salah satu perubahan fundamental dalam amandemen UUD 1945 adalah pengaturan tentang pemilihan umum dalam pasal tersendiri dengan ketentuan yang lebih rinci. Dalam Pasal 22E amandemen ketiga itu disebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarkan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD. Pengaturan tentang pemilihan umum ini sangat penting untuk menandai proses demokrasi elektoral di Indonesia. Dalam prakteknya, ketentuan tentang pemilihan umum tersebut diperluas pelaksanaannya bagi pemilihan kepala daerah, yakni gubernur, bupati, dan walikota. Padahal dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4) Perubahan Kedua UUD 1945 disebutkan 4

bahwa kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Akibatnya, timbul inkoherensi pada beberapa daerah yang tidak dipilih secara langsung seperti Daerah Istimewa Yogyakrta yang dibenarkan oleh ketentuan Pasal 18 ayat (4) Perubahan Kedua UUD 19 45 tetapi secara prinsip dianggap bertentangan dengan demokrasi elektoral. Inkoherensi seperti ini menunjukkan bahwa amandemen UUD 1945 yang menekankan pada demokrasi elektoral memiliki kontradiksi dengan tradisi ketatanegaraan bangsa Indonesia. Dari segi gagasan saja dapat disimpulkan bahwa model demokrasi elektoral merupakan adopsi dan sekaligus bentuk transplantasi dari model demorasi barat yang dipaksakan seiring dengan momentum demokratisasi pasca runtuhnya komunisme di Eropa Timur. Tidak heran bila tidak sensitif terhadap wacana tradisi bernegara Indonesia seperti yang dipraktekkan di Yogyakarta. Hal itu akan berbeda bila kita bandingkan dengan wacana dan praktek sebelum amandemen UUD 1945 yang sangat berorientasi pada tradisi bernegara yang berkembang di tengah masyarakat Indonesia. Wacana tentang tradisi berkembang sejak awal di kalangan para pendiri negara Indonesia dan menjadi konsepsi dasar bagi pembentukan sistem ketatanegaraan dalama UUD 1945. Konsep permusyawaratan yang menjadi konsep dasar dalam sila keempat Pancasila, misalnya, mengacu pada tradisi permusyawaratan yang dipraktekkan selama berabad-abad di tengah masyarakat Indonesia. Demikian pula, konsep kedaulatan rakyat yang oleh 5

Muhammad Hatta disusun sebagai bentuk rekonstruksi tradisi demokrasi yang dipraktekkan pada masyarakat pedesaan di Indonesia (Hatta, 1971:41). Sementara itu dalam praktek negara Indonesia modern, tradisi ketatanegaraan itu dijadikan rujukan terutama pada masa Demokrasi Terpimpin (Orde Lama) dan Orde Baru. Konsepsi Demokrasi Terpimpin yang dirumuskan oleh Presiden Soekarno secara eksplisit mengacu pada bentuk demokrasi asli bangsa Indonesia (Soekarno, 1959:20). Demikian pula konsepsi Demokrasi Pancasila yang dirumuskan oleh rezim Orde Baru mengacu pada konsep negara kekeluargaan yang merupakan bentuk tradisi kolektivitas bernegara bangsa Indonesia (Azhari, 2010:59) Secara umum wacana dan praktek ketatanegaraan tersebut merupakan upaya rekonstruksi tradisi bernegara masyarakat Indonesia ke dalam sistem ketatanegaraan nasional Indonesia. Rekonstruksi tradisi bernegara ini dimaksudkan untuk menyesuaikan tradisi ke dalam bentukbentuk modern agar sistem ketatanegaraan nasional benar-benar bersumber pada nilai-nilai yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Dengan demikian, sistem ketatanegaraan tumbuh dan berkembang dari sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa. Dengan cara itu diharapkan akan mampu mendorong kemajuan bangsa tanpa perlu mengalami disorientasi nilai yang pada gilirannya dapat mendorong konflik dan disintegrasi nasional. 6

Sayangnya acuan bernegara pada tradisi tersebut setelah reformasi dipandang sebagai salah satu faktor yang menyebabkan berkembangnya praktek otoriterisme pada masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru. Tak heran bila amandemen UUD 1945 tidak banyak menjadikan tradisi bernegara bangsa Indonesia sebagai acuan bagi pembentukan sistem ketatanegaraan di Indonesia pascareformasi. Sekalipun ada pengakuan terhadap tradisi bernegara tetapi dipandang sebagai tradisi lokal sebagai bentuk kearifan lokal yang belum sepenuhnya dijadikan sumber acuan utama bagi pembentukan sistem ketatanegaraan di tingkat nasional. Pada tingkat nasional umumnya mengacu pada sistem demokrasi Barat yang lazim dipelajari secara akademis. Penelitian ini hendak mengkaji lebih lanjut tentang rekonstruksi tradisi bernegara dalam konstitusi pascaamandemen UUD 1945. Mengacu pada uraian di atas rekonstruksi tradisi tetap merupakan isu penting dalam konstitusi karena terdapat inkoherensi antara gagasan dasar para pendiri negara dalam menyusun UUD 1945 dan amandemen UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002. Selain itu, terdapat inkoherensi antara norma dalam amandemen UUD 1945 dan tradisi bernegara yang masih dipraktekkan di tengah masyarakat. Dalam konteks kepentingan nasional kedua bentuk inkoherensi itu terbukti mulai menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Karenanya menjadi sangat perlu untuk mengkaji lebih 7

lanjut masalah rekonstruksi tradisi bernegara dalam konstitusi selepas amandemen UUD 1945. Penelitian ini akan dilakukan dengan cara mengkaji teks UUD 1945 beserta risalah penyusunannya baik pada tahun 1945 dan dokumen pendukung lainnya. Hasil analisis teks ini akan diperkuat dengan hasil wawancara di beberapa tempat yang memiliki pengaruh pada rekonstruksi tradisi bernegara, yakni tradisi bernegara di Jawa, Minangkabau, dan Bugis- Makassar. Selain itu akan dilakukan perbandingan dengan rekonstruksi tradisi bernegara di Malaysia yang hingga kini masih tetap mempertahankan tradisi bernegara mereka yang berdampingan dengan praktek parlementer ala Inggris. Hasil analisis atas semua data itu akan ditafsirkan dan disusun menjadi model rekonstruksi tradisi bernegara dalam konstitusi di Indonesia. Model rekonstruksi tradisi bernegara ini diharapkan mampu menjadi dasar bagi proses pengkonsolidasian demokrasi yang belum selesai hingga saat ini. Demokrasi sudah terkonsolidasi apabila sudah terdapat kesepakatan atas aturan main bersama ( the only game in town) yang sayangnya hingga saat ini masih belum tercapai (Huntington, 1995:273). Asumsinya, konsolidasi demokrasi itu belum tercapai karena masih terjadi inkoherensi antara norma konstitusi pascaamandemen yang berorirntasi ke Barat dan praktek tradisi bernegara yang masih hidup di tengah masyarakat. 8