III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di perairan pantai Pulau Tujuh Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah dengan tiga stasiun sampling yang ditempatkan sejajar garis pantai. Stasiun I terletak di Pulau Besar bagian timur dengan posisi 02 0 44 09,74 LS 128 0 59 28,14 BT, stasiun II terletak di Pulau Besar bagian barat dengan posisi 0,2 0 43 64,92 LS 128 0 58 54,93 BT, stasiun III terletak di Pulau Air dengan posisi 02 0 45 51,00 LS 129 0 01 25,05 BT (gambar 1). Pengambilan data menggunakan metode transek garis (transect line methods) dan analisis laboratorium. Setiap stasiun diletakan tiga transek secara tegak lurus garis pantai dengan ukuran 150 meter x 150 meter dari batas pasang tertinggi ke arah laut. Jarak antara transek adalah 300 meter dan pada masing-masing transek diletakan empat buah petak kuadran dengan ukuran 1,5 meter x 1,5 meter secara berseling. Jarak antara kuadran adalah 20 meter (gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Januari 2014. 16
B. Deskripsi Lokasi Pulau Tujuh merupakan gugusan pulau-pulau yang berada pada wilayah perairan Kecamatan Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah. Pulau Tujuh terpisah dari daratan Pulau Seram bagian utara dengan posisi 2 0 49 48, 2 0 46 12, 2 0 42 36 LS dan 128 0 57 56, 129 0 01 32, 129 0 04 28 BT memanjang arah timur barat dan berhadapan dengan Negeri Adat Pasanea, Negeri Administratif Labuan, Negeri Administratif Gale- Gale, Kampung Sapola dan Negeri Adat Latea. Pulau Tujuh dalam tatanan sejarah adalah nama dari tujuh buah pulau dengan luas, letak, tutupan vegetasi dan kondisi fisik yang berbeda namun masing masing memiliki nama tersendiri yaitu Pulau Besar, Pulau Tua, Pulau Air, Pulau Alei, Pulau Tengah, Pulau Sauh dan Pulau Kairore. Vegetasi utama adalah mangrove, Casuarina equisetifolia, Barringtonia asiatica, Terminalia catappa L, Calophyllum inophyllum, Pongamia pinnata dan Cocus nucifera. Profil pantai landai dengan panjang rataan pasang surut lebih dari 200 meter dimulai dari hutan bakau, padang lamun sampai terumbu karang. Substrat di rataan pasang surut terdiri dari lumpuran, pasir lumpuran, pasir karang, puing karang. 17
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. Sumber : Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon (2013) Coral Reefs Kedalaman ±5m Batas Surut Tertinggi Batas Plot Samping 150 m 1,5 20m Seagrass Beds 1,5 Mangrove Garis Pantai 300 m Vegetasi Pantai Batas Pasang Tertinggi Gambar 2. Plot Pengambilan Sampel Penelitian 18
C. Alat Dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Alat Dan Bahan Penelitian No Alat / Bahan Kegiatan 1 Petak kuadran 1,5 m x 1,5 m. Mengamati/menghitung lamun 2 Meteran roll (100 m) Membuat transek di lapangan. 3 GPS (Global Positioning System) Pengukuran lokasi /garis pantai. 4 Alkohol/ Formalin Mengawetkan spesimen biota. 5 Kantung plastik Spesimen biota 6 Perahu motor/speed boat Transportasi antar stasiun penelitian. 7 Termometer Hg Suhu perairan. 8 Kertas indikator ph universal Keasaman perairan. 9 Hand Salino-Refraktometer Salinitas perairan. 10 Titrasi /DO - meter Oksigen terlarut. 11 Parasute/ Stop wact Kecepatan arus perairan. 12 Tongkat berskala Kedalaman perairan. 13 Parang/pisau/linggis Sampel lamun/biota. 14 Botol ukuran 1 liter Sampel air untuk dianalisis. 15 Pipa paralon 30 cm Sampel sedimen untuk dianalisis 16 Ember Sampel lamun/spesimen biota. 17 Kertas lebel Tanda pada sampel 18 Secchi disk Kecerahan perairan. 19 Spektrofotometer Analisis nitrat air, fosfat air, C-organik 20 Beach seine dan gill net Sampling ikan, reptilia, mamalia 21 Kolorimeter filter 693 milimikron Analisis fosfat sedimen 22 ph-meter Analisis ph sedimen 23 Hidrometer Analisis tekstur sedimen 24 Labu Kjeldahl 100 cc Analisis nitrat sedimen 19
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Lamun Pengamatan dan pengambilan data lamun dilakukan secara visual pada saat air surut menggunakan metode transek kuadran berukuran 1,5 meter x 1,5 meter. Parameter yang diamati dan diteliti adalah jenis lamun, kerapatan/kepadatan jenis, frekuensi kehadiran, persen penutupan jenis, dan indeks nilai penting (English et al. 1997). Sampling dilakukan secara sistematis dari arah pantai menuju ke laut dengan jarak 15 meter untuk setiap kuadran. Jenis lamun yang terdapat dalam petak kuadran diambil dan diidentifikasi jenisnya. Identifikasi jenis lamun berpedoman pada Fortes (1989). 2. Air Dan Sedimen Pengambilan sampel air untuk dianalisis dilakukan pada titik sampling saat pasang dengan menggunakan botol ukuran 1 liter. Pengambilan sampel sedimen untuk dianalisis dilakukan pada titik sampling dekat mangrove dan dekat terumbu karang saat surut dengan menggunakan pipa ukuran 30 cm. 3. Ikan, Reptilia, Mamalia Pengambilan sampel ikan, reptilia, dan mamalia menggunakan metode swept area dengan dua bentuk jarring yang berbeda yaitu 1 set jarring pantai (beach 20
seine) berukuran panjang sayap masing-masing 15 meter, tinggi 1,45 meter, mata jarring 1,87 cm, panjang kantong 1,50 meter dengan mata jarringnya 0,63 cm dan 1 set jarring ingsan (gill net) dengan mata jarring 2,5 cm, lebar 2,5 meter, panjang 105 meter. Sampling dilakukan pada waktu siang maupun malam hari saat pasang tertinggi, menjelang surut, dan menjelang pasang. Jaring ditarik vertikal dan horizontal sejauh penutupan lamun dengan jumlah tarikan sebanyak tiga kali. Jumlah individu yang tertangkap diambil dan diidentifikasi. 4. Moluska, Ekhinodermata, Krustasea Pengambilan sampel moluska, ekhinodermata, krustasea dilakukan dengan menggunakan metode transek yang dilakukan pada saat air surut. Pengambilan spesimen dilakukan dengan cara koleksi bebas pada setiap transek berukuran 150 meter x 150 meter di dalam stasiun. Semua biota yang ditemukan diambil dan diidentifikasi. 5. Parameter Ekologis Lamun Pengukuran parameter fisika-kimia air dan sedimen padang lamun perairan Pulau Tujuh Seram Utara Barat dilakukan secara in-situ dan analisis laboratorium seperti pada tabel 2 berikut: 21
Tabel 2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Air Dan Sedimen Padang Lamun Perairan Pulau Tujuh Seram Utara Barat N o Parameter Satuan Alat/Metode Keterangan A. Kimia Air 1 ph ph - meter In situ 2 Salinitas 0 / 00 Refraktrometer In situ 3 DO g/l Titrasi/ DO Meter In situ 4 Nitrat mg/l Spektrofotometer Laboratorium 5 Fosfat mg/l Spektrofotometer Laboratorium B. Fisika Air 1 Suhu 0 C Termometer Hg In Situ 2 Kedalaman Meter Tongkat berskala In Situ Kecepatan 3 arus m/det Parasute In Situ 4 Kecerahan % Secchi disk In Situ C.Kimia Sedimen 1 ph - Pelarut H 2O (1:5) Laboratorium Kjeldahl dan pereduksi 2 Nitrat Ppm (Devarda s Alloy) Laboratorium 3 Fosfat Ppm Ekstraks HCl 25% Laboratorium 4 C-Organik % Kadar unsur C (Spektrofotometri) Laboratorium D. Fisika Sedimen 1 Tipe Sedimen In Situ 2 Tekstur % Bouyoucos (Hidrometer) Laboratorium 22
E. Analisis Data 1. Air Dan Sedimen Sampel air dianalisis di Laboratorium Balai Konservasi Biota Laut LIPI Ambon untuk mengetahui konsentrasi fosfat dan nitrat. Sampel sedimen dianalisis untuk mengetahui konsentrasi nitrat, fosfat, ph, C- organik, dan tekstur di Laboratorium Tanah-Pupuk Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 2. Struktur Komunitas Lamun. Untuk mengetahui struktur komunitas lamun pada perairan pantai Pulau Tujuh Seram Utara Barat maka parameter yang digunakan meliputi: a. Kepadatan spesies (Di) adalah jumlah individu (tegakan) per satuan luas. Kepadatan masing-masing spesies pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus (Brower et al. 1989) : Di=Ni/A (1). Keterangan : Di = jumlah individu (tegakan) ke-i per satuan luas (m 2 ). Ni = jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek kuadran. A = luas transek kuadran (m 2 ). b. Kepadatan relatif (RDi) adalah perbandingan antara jumlah individu spesies dan jumlah total individu seluruh spesies : 23
Keterangan :.... (2). RDi : Kepadatan relatif. Ni :Jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek kuadran. = Jumlah total individu seluruh spesies x 100%. c. Frekuensi jenis (Fi) adalah peluang suatu spesies ditemukan dalam titik contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus: (3). Keterangan : Fi : Frekuensi spesies ke- i. Pi : Jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke- i. : Jumlah total petak contoh yang diamati. d. Frekuensi relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies: ( ). ` (4). Keterangan : RFi : Frekuensi relatif. Fi : Frekuensi spesies ke-i. : Jumlah frekuensi seluruh spesies x 100%. 24
e. Penutupan (Ci) adalah luas area yang tertutupi oleh spesies-i..(5). Keterangan : Ci :Luas area yang tertutupi spesies-i. : Luas total penutupan spesies ke-i. A : Luas total pengambilan contoh. f. Penutupan relatif (RCi) adalah perbandingan antara penutupan individu spesies ke-i dengan jumlah total penutupan seluruh spesies...(6). Keterangan : RCi : Penutupan relatif. Ci : Luas yang tertutupi. : Penutupan seluruh spesies. 3. Indeks Nilai Penting (INP) INP digunakan untuk menghitung dan menduga secara keseluruhan peranan suatu spesies dalam suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies lainnya maka semakin tinggi peranan spesies tersebut pada komunitasnya. Rumusan yang digunakan dalam menghitung INP adalah (Brower et al. 1989 ) : INP = RFi + RDi + RCi (7). Dimana : INP : Indeks nilai penting. RDi : Kepadatan ralatif. RFi : Frekuensi relatif. RCi : Penutupan relatif. 25
4. Indeks Ekologi a. Keanekaragaman menunjukan keberagaman spesies dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Legendre, 1983) dengan rumus : H = - Pi = (Proporsi jenis ke-i) Keterangan : H = Indeks Keanekaragaman Shannon. ni= Jumlah individu spesies ke-i. N= Jumlah total individu seluruh spesies. Nilai indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai sebagai berikut (Brower et al.1989) Nilai H 1 = Keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologi tinggi. Nilai 1<H 3 = Keanekaragaman spesies sedang, tekanan ekologi sedang. Nilai H > 3 = Keanekaragaman spesies tinggi, tekanan ekologi rendah, terjadi keseimbangan ekosistem. b. Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap spesies digunakan indeks keseragaman dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, dengan rumus : E = Keterangan: 26
E H = Indeks keseragaman Evenness dengan kisaran 0-1. = Indeks keanekaragaman Shannon. H maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log S dimana S adalah jumlah spesies. Nilai Indeks keseragaman berkisar antara 0 sampai 1. Nilai E < 0,4= ekosistem berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai keseragaman rendah. Nilai E antara 0,4-0,6 = ekosistem berada dalam kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman sedang. Nilai E > 0,6 = ekosistem berada dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi. c. Untuk menggambarkan spesies yang paling banyak ditemukan dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya yang dinyatakan dalam indeks dominasi Simpson (Brower et al. 1989). D = ( ) Keterangan D = Indeks dominasi Simpson. ni = Jumlah individu spesies ke-i. N = Jumlah total individu seluruh spesies. Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai indeks maka semakin besar kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi 27