STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA TN. D DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA TN. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

Koping individu tidak efektif

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN DICINTAI PADA

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGONDANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGONDANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG AYODYA RSJD SURAKARTA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

STUDI KASUS. ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn.N DENGAN HALUSINASI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

PENDIDIKAN KESEHATAN JUS SELEDRI KOMBINASI WORTEL DAN MADU TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB III TINJAUAN TEORI

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

NURSING CARE PLAN (NCP)

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB II TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

HESTI CATUR HANDAYANI NIM. P.09081

DODY SAKTI OKTAVIANTO P.09013

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

NUR INDAH LESTARI NIM.P.11103

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. A DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI DI BANGSAL AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

NASKAH PUBLIKASI. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. W DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

Transkripsi:

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA DISUSUN OLEH : SUGIYARTI NIM P.08036 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : SUGIYARTI NIM P. 08036 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Sugiyarti NIM : P.08036 Program Studi : DIII Keperawatan Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, April 2012 Sugiyarti NIM. 08036

HALAMAN PERSETUJUAN Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh : Nama : Sugiyarti NIM : P.08036 Program Studi : DIII Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Tanggal : 4 Mei 2012 Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep., Ns (...) NIK. 201189090

HALAMAN PENGESAHAN Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh : Nama : Sugiyarti NIM : P.08036 Program Studi : DIII Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Tanggal : 9 Mei 2012 DEWAN PENGUJI Penguji I : Amalia Senja, S.Kep., Ns (...) NIK. 201189090 Penguji II : Setiyawan, S.Kep., Ns (...) NIK. 201084050 Penguji III : Noor Fitriyani,S.Kep., Ns (...) NIK. 201187085 Mengetahui Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Setiyawan, S.Kep., Ns NIK. 201084050

KATA PENGANTAR Puji syukur penguji panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Amalia Senja, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing dan penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Noor Fitriyani,S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Penulis menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis membuka saran demi penelitian selanjutnya. Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, April 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 2 C. Manfaat Penulisan... 3 BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien... 5 B. Pengkajian... 6 C. Perumusan Masalah Keperawatan... 8 D. Perencanaan Keperawatan... 8 E. Implementasi Keperawatan... 12 F. Evaluasi Keperawatan... 13

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan... 15 B. Kesimpulan... 28 C. Saran... 29 Daftar Pustaka Lampiran

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Log Book Lampiran 3 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 6 Asuhan keperawatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gangguan jiwa menurut WHO adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisik, atau kimiawi. (Notosoedirjo,2002). Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan permusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2005). Marah adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah yang bisa membahayakan diri dan orang lain. Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang yang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang (Rasmun, 2004 ). Marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural marah tidak diperbolehkan. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Menurut Azwar (2003), setiap orang ingin menjadi bagian dari keluarga atau anggota kelompok sosial.

Menurut Maslow (2003), individu didominasi oleh kebutuhan yang dipuaskan yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat begitu tingkat kebutuhan ini terpenuhi ia tidak lagi memotivasi perilaku, kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis untuk dilindungi dari bahaya ancaman fisik, kebutuhan mencakup memberi dan menerima, mencintai, cinta kasih, rasa memiliki. Terganggunya hubungan interpersonal dapat mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan mencintai dan memiliki karena Menurut Stuard dan Sudden (2009), afiliasi dalam kelompok, hubungan teman, teman sebaya dan masyarakat merupakan komponen dalam mencintai dan memiliki. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Studi Kasus pemenuhan Kebutuhan Mencintai dan Memiliki pada Tn.P dengan Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. B. Tujuan Penulisan 1. Umum Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta 2. Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pemenuhan kebutuan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan. f. Penulis mampu menganalisa pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan. C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan memperoleh pengalaman khususnya dibidang keperawatan jiwa. 2. Bagi Institusi Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan jiwa pada perilaku kekerasan.

4. Keluarga pasien Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang keperawatan gangguan jiwa pada anggota keluarga khususnya dengan klien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.

BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini merupakan ringkasan Asuhan keperawatan jiwa dengan pengelolaan studi kasus pada klien Tn.P dengan perilaku kekerasan diruang abimanyu RSJD Surakarta pada tanggal 2-4 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Identitas Klien Klien bernama Tn.P, tinggal di Wonogiri, umur 41 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SD, beragama Islam, status belum meikah, pekerjaan petani, rujukan pasien rujukan dari IGD terus dibawa kebangsal Abimanyu, diagnosa medis: f.208 (skizofrenia),tangal masuk 25 januari 2012. Identitas penanggung jawab klien bernama Tn. S, tinggal di Wonogiri, umur 49 tahun pekerjaan petani hubungan dengan klien adalah sebagai kakak. Klien datang ke IGD, dengan keluhan 10 hari yang lalu klien tampak bingung, sering mengamuk dan marah-marah. Kakak klien mengatakan bahwa klien tidak bisa tidur, akhir-akhir ini klien sering berbicara kacau dengan nada yang keras dan mondar-mandir. Akhirnya Tn. P dibawa ke RSJD Surakarta untuk dirawat lagi. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2x. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi

klien tidak mau minum obat. Klien dibawa lagi ke RSJD Surakarta karena bingung, mengamuk, membanting barang, berbicara kacau dengan nada keras dan mondar-mandir. Klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan, tetapi klien pernah mengalami kegagalan yang tidak menyenangkan yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi. Analisa genogram: kilen merupakan anak ke-7 dari 7 bersaudara. Klien tinggal serumah dengan orang tua dan kakak pertamanya sedangkan keenam kakaknya sudah menikah. B. Pengkajian Dalam pengkajian penulis akan menjelaskan hasil pengkajian pola koping toleransi stress dapat dijelaskan sebagai berikut : Tn. P mengatakan jika klien memiliki masalah selalu membicarakan dengan kakaknya. Mekanisme koping klien adaptif :Klien suka membantu orang tuanya berkerja disawah tiap hari sedangkan mekanisme koping maladaftif klien mengatakan mudah marah ketika berbeda pendapat dengan lawan bicaranya (kakaknya) kemudian klien mengamuk dan membanting barang. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaftif karena klien mengamuk dan membanting barang. Stressor yang terjadi tahun terakhir masalah yang membuat klien stress adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor, sekarang klien mengalami gangguan jiwa Tn.P tampak mondar mandir, bicara terdengar keras (membentak), mata melotot,

respon klien yang sekarang adalah klien tidak menyadari kalau dirinya sakit jiwa, klien selalu menganggap orang lain yang salah. Tn.P mengatakan setiap ada masalah selalu kakak klien yang membantu menyelesaikan, klien dapat mengambil keputusan dengan sendiri saat diberikan keputusan, misalnya klien memilih mandi dahulu sebelum makan biar segar. Hasil pemeriksaan klien keadaan umum composmentis, tanda tanda vital Tekanan darah 112/66 mmhg, Nadi 103menit/menit, Suhu 36 o C, RR 20 menit/ menit.tinggi badan 161cm, Berat badannya 60 kg selama sakit klien mengalami kenaikan berat badan 2 kg. Dari hasil pemeriksaan Head to toe adalah sebagai berikut : rambut hitam lurus, pendek, tidak ada uban. Mata konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik, simetris kanan dan kiri. Hidung mancung simetris dan bersih. Mulut simetris, atas bawah tidak ada sariawan. Telinga simetris kanan kiri dan bersih. Dada tidak ada lesi, simetris kanan dan kiri. Ektremitas lengkap, tidak ada fungsi alat gerak yang terganggu. Penilaian yang dilakukan penulis pada klien yaitu: klien tampak mondar - mandir, klien tampak melotot, mata klien tampak merah, klien tampak kesal, klien tampak jengkel, saat penulis melakukan pengkajian klien stabil dan kooperatif. Klien tidak tampak tersenyum sendiri. Klien sudah tidak tampak marah-marah seperti saat dibawa ke RSJD 2 minggu yang lalu.selain itu, klien menunjukkan sikap mudah tersinggung saat penulis menanyakan sesuatu mengenai gangguan jiwa yang dialami klien.

Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium adalah sebagai berikut : Tn.P Pada tanggal 28 maret 2012 Segmen 78%,Bancl 2%,Lymp 17%. Adapun data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan terapi medis berupa Risp 3X1 mg, Trihexipenidril 3X2 mg dan Clorpromazine 3X100 mg. C. Daftar Perumusan Masalah Dari data yang diperoleh ditemukan masalah yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan ditandai dengan data subyektif klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya sedangkan data obyektif : meliputi klien tampak melotot, mata klien tampak merah klien tampak kesal, tampak jengkel. Pohon masalah yang muncul dari kasus dapat dijelaskan sebagai berikut : Isolasi sosial/menarik diri sebagai (penyebab), resiko perilaku kekerasan sebagai core problem, sedangkan halusinasi sebagai efek (akibat ). Resiko perilaku kekerasan sebagai core problem adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang membahayakan orang lain diri sendiri dan lingkungan dan penyebab resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi/efek. Namun pada saat penulis melakukan interaksi terdapat data menarik diri. D. Perencanaan Dari data yang diperoleh pada tanggal 2-4 April 2012 ditemukan data permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan. Adapun yang menjadi diagnosa keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan,

tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar dapat mengontrol perilaku kekerasan yang dialami, tujuan khususnya klien dapat membina hubungan saling percaya. Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi : setelah 1X interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan. Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan: beri salam setiap berinteraksi, perkenalan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan masalah klien yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Kriteria evaluasi : setelah 1x pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya : menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari sendiri maupun lingkungannya. Intervensi : Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya : motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan tanya mengela atau memberi penilaian setiap ungkapan klien. TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan : Klien mampu mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel, klien mampu menyimpulkan tanda-tanda jengkel/marah.

Intervensi : Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya : ajarkan klien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, observasi tanda-tanda perilaku kekerasan, simpulkan bersama klien tandatanda jengkel yang dialami pasien. TUK 4 : Klien mengidentifikasi perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi : setelah 1x pertemuan klien menjelaskan : Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, klien mengetahui cara yang benar dalam menyelesaikan masalah. Intervensi : Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini : motivasi klien menceritakan jenisjenis tindakan kekerasan tersebut yang terjadi, diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi. TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien menjelaskan akibat tindakan kekerasan yang dilakukannya : Diri sendiri, luka-luka, dijauhi teman-teman, orang lain keluarga : luka tersinggung, ketakutan, lingkungan : barang atau beda rusak. Intervensi : Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) yang dilakukan pada : Diri sendiri, orang lain/keluarganya, lingkungannya. TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien : Menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah. Imtervensi : Diskusikan dengan klien : apakah klien mampu mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan barbagai aternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat

untuk mengungkapkan marah : cara fisik, nafas dalam, pukul bantal/kasur, verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal, spiritual : sembahyang atau doa, dzikir, meditasi sesuai dengan agamanya. TUK 7 : Klien dapat mendemostrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara mengotrol perilaku kekerasan: fisik : tarik nafas dalam, memukul kasur, verbal : mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual : dzikir/doa, meditasi sesuai agamanya. Intervensi : Diskusikan cara yang mungkin dipilih dianjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan latih klien memperagakan cara yang dipilih : Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, beri penguatan pada klien perbaiki cara yang masih belum sempurna. TUK 8 : Klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan : menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi : Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukumg klien untuk mengatasi perilaku kekerasan : Jelaskan pengertian penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dilaksanakan oleh keluarganya, peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan), beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang, beri pujian kepada keluarga setelah mencoba peragaan, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan.

TUK 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien menjelaskan : Manfaat minum obat. kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna oba,dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang dirasakan, setelah 1x pertemuan klien menggunakan obat sesuai program. Intervensi : jelaskan manfaat menggunakan obat cara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat. Menjelaskan kepada klien : jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat) dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien, anjurkan klien : minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa. E. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan dilaksanakan 3 hari pada tanggal 2-4 April 2012. Pada tanggal 2 april 2012 dengan SP 1 : Klien dapat membina hubugan saling percaya ( BHSP), mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan: nafas dalam, pukul bantal, secara verbal, berdoa (spritual), minum obat, mengajarkan untuk mempraktekan nafas dalam, menganjurkan klien untuk pukul bantal. Pada tanggal 3 April 2012 dengan SP2 : mengevaluasi pukul bantal,mengevaluasi cara mengontol perilaku kekerasan dengan nafas dalam, mengajarkan untuk mempraktekan

secara verbal, menganjurkan pasien untuk mempraktekkan pukul bantal. Pada tanggal 4 April 2012 dengan SP 3:mengevaluasi pukul bantal, melatih mempraktekkan nafas dalam, menganjurkan pasien untuk mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. F. Evaluasi Evaluasi keperawatan penulis lakukan setiap hari pada akhir pertemuan, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan hari pertama senin 2 April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara subyektif : Klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya. Klien mengatakan setelah diajari cara nafas dalam klien menjadi tahu cara mengontrol marahnya.secara obyektif : Klien kooperatif saat diwawancarai, klien mampu mempraktekkan nafas dalam. Analisis: Masalah teratasi sebagaian. Rencana selanjutnya untuk perawat : Evaluasi Sp 1 lanjutkan Sp 2 (pukul bantal). Sedangkan untuk Klien : anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam Sp 2 (pukul bantal). Hari kedua selasa 3 April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara subyektif : Klien mengatakan sudah mencoba mempraktekkan nafas dalam. Klien mengatakan mau berlatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Klien mngatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal.secara obyektif : Klien tampak tenang, Klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, Klien mampu mempraktekkan cara perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Analisis : Masalah teratasi sebagaian. Rencana selanjutnya untuk perawat sedangkan untuk klien : Evaluasi Sp 2 lanjutkan Sp 3 (secara verbal).

Klien : anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam dan pukul bantal. Hari ketiga 4 April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara subyektif : Klien mengatakan sudah bisa cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Klien mengatakan mau berlatih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. Klien mengatakan mau memasukan latihan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. Secara obyektif : Klien tampak tenang, klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal, klien mampu mempraktekan cara perilaku kekerasan cara verbal. Analisis : Masalah teratasi. Rencana selanjutnya untuk perawat sedangkan untuk klien : Evaluasi Sp3 lanjutkan Sp4 berdoa (spiritual). Klien: anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam, pukul bantal dan secara verbal.

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada konsep dasar (teori) dan studi kasus pada klien dengan resiko perilaku kekerasan yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. A. Pembahasan Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005). Dalam pengkajian pasien, penulis melakukan pengkajian meliputi : identitas klien, identitas penanggung jawab, pola fungsional gordon, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi medis. Data yang penulis kumpulkan tersebut sudah mencakup data pengkajian jiwa dalam teori tersebut karena penilaian terhadap stressor, faktor predisposisi, faktor presipitasi, sumber koping dan

kemampuan koping yang dimiliki klien sudah terkaji dalam pola koping toleransi stress didalam pola fungsional gordon. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode auto anamnese terhadap klien perawat yang merawatnya, observasi langsung terhadap penampilan dan perilaku klien. Teori genetika menurut Direja (2011), adalah individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak memiliki faktor herediter. Pada kasus Tn.P ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Menurut Nursalam (2002 : 19), data dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data obyektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur. Adapun data yang diperoleh setelah melakukan pengkajian pada klien Tn. P yang berupa data subyektif antara lain klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya, klien mengatakan saat merasa marah rasanya ingin memukul orang dan barang disekitarnya dan data obyektif antara lain : tampak tegang, bingung, nada bicara agak tinggi, mata sedikit melotot, bicara kotor, terlihat gelisah. Dari hasil observasi penulis, emosi klien akan tampak bila ada stimulus yang kuat. Disini yang dimaksud stimulus yang kuat adalah pada saat mengingatkan klien pada masa lalu (Keliat, 2005: 21). Pada kasus ini stimulus yang dimaksud adalah masalah yang terjadi tahun terakhir masalah yang membuat klien stress adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor.

Faktor presipitasi menurut Direja (2011), adalah seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Sedangkan faktor presipitasi pada kasus klien adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor, klien mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu tidak klien menyenangkan yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Faktor predisposisi menurut Stuart (2005), adalah konflik emosional yang terjadi di antara faktor psikologis, faktor sosial budaya, faktor biologis. Sedangkan faktor predisposisi klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan, tetapi klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan ini kedua kalinya klien dirawat di RSJ. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Pada kasus ini klien mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Peran keluarga disini tidak terlaksana dengan baik. Pola koping toleransi stress menurut Stuart dan Sudden (2002), disebutkan upaya perilaku dan kognitif seseorang dalam menghadapi ancaman fisik dan psikososial. Menurut Heather (2009), koping toleransi

stress adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan, atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia. Pada pola koping toleransi stress dapat dijelaskan sebagai berikut : Mekanisme koping klien adaptif Tn. P mengatakan jika memiliki masalah dia selalu membicarakan dengan kakaknya. Mekanisme koping maladaftif klien mengatakan mudah marah ketika berbeda pendapat dengan lawan bicaranya (kakaknya) kemudian klien mengamuk dan membanting barang. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaptif karena klien mengamuk dan membanting barang. Stressor yang terjadi 1 tahun terakhir stress adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor. Sekarang klien mengalami gangguan jiwa Tn.P tampak bingung, bicara terdengar keras (membentak), mata melotot, bicara kotor, tampak mondar - mandir,daya tilik diri. Klien tidak menyadari kalau dirinya sakit jiwa, klien selalu menganggap orang lain yang salah. Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal yang bertujuan melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Iyus, 2009). Teori di atas sama dengan kasus yang di angkat dilihat dari stressor yang mengakibatkan stress sehingga mengakibatkan perilaku kekerasan, sebab perilaku kekerasan itu adalah salah satu akibat dari koping toleransi stress yang tidak efektif.

Dari penilaian masalah menurut Videbeck (2008), adalah kemampuan penilaian dalam menggunakan pemikiran abstrak atau membuat asosiasi tentang suatu situasi. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang muncul biasanya adalah muka merah, mata melotot, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir bicara keras, suara tinggi membentak dan berteriak, menyerang atau memukul benda, menyerang orang lain, melukai diri sendiri, merusak lingkungan amuk (Iyus, 2009). Ada beberapa tanda gejala resiko perilaku kekerasan pada Tn.P meliputi : Klien membentak, muka merah, klien jalan mondar-mandir, mata melotot. Bila dibandingkan dengan teori diatas ada beberapa tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan pada Tn.P yang sesuai dengan teori. Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium adalah sebagai berikut : Tn.P pada tanggal 28 Maret 2012 Segmen 78%, Bancl 2%, Lymp 17%. Adapun data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan terapi medis berupa Rispenidol (Risp) 3X1 mg, Trihexipenidril 3X2 mg (untuk mengendalikan anti depresi, dan Clorpromazine 3X1mg (untuk penenang). Dari pohon masalah menurut Keliat (2005 : 27) disebutkan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh faktor psikologis, sosial budaya, bioneurologis, faktor klien dan lingkungan. Pada kasus nyata yang terjadi pada klien yaitu disebabkan faktor dari klien, lingkungan dan sosial budaya. Faktor dari klien yaitu klien merasa tidak berguna karena tidak memilki sepeda motor. Faktor sosial budaya yaitu klien tidak merasa diejek di remehkan dan

dikucilkan masyarakat. Faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga yang tidak mendukung kesembuhan klien dan lingkungan masyarakat menganggap rendah klien. Pada pohon masalah dapat dijelaskan bahwa yang menjadi core problem yaitu resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan orang lain, diri sendiri dan lingkungan serta penyebab dari resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi (Stuard dan Sudden, 2005). Dibandingkan dengan kasus yang diangkat penulis ada sedikit perbedaan antara teori dan kasus yang diangkat penulis dapat dilihat dari pohon masalah pada teori hanya ada resiko perilaku kekerasan sebagai core problem dan halusinasi sebagai etiologinya itu sedikit berbeda dengan pohon masalah pada kasus, sebab penulis mencantumkan halusinasi sebagai etiologi, resiko perilaku kekerasan sebagai core problem dan isolasi sosial/menarik diri sebagai efek. Data yang diperoleh dari Tn. P sesuai dengan teori yang ada diatas yaitu resiko perilaku kekerasan yang dilakukan Tn. P disebabkan oleh halusinasi yang menimbulkan isolasi sosial. Keadaan pasien sering mengamuk dan membanting barang dan menyebabkan resiko perilaku kekerasan pada Tn. P dapat muncul ketika dirinya sedang marah. Setelah klien mengamuk,membanting barang klien menarik diri dari lingkungan dan mengisolasi diri sehingga pada pohon masalah pada kasus klien,penulis menjadikan isolasi sosial sebagai akibat. Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi dan merubah. (Nursalam, 2002). Diagnosa keperawatan dirumuskan setelah data-data yang dapat dikumpulkan dari tahap pengkajian. Menurut Gordon, diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Ali Z, 2001). Schutz dan Videbeck (dalam Intansari Nurjanah, 2004). Menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Pernyataan diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu atau lebih faktor yang berhubungan yang mempengaruhi atau berkontribusi pada masalah atau respon klien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik adalah pengkajian subyektif dan obyektif yang mendukung diagnosa keperawatan, ini biasanya ditulis sebagai bagian dari pernyataan diagnosis. Bagian kedua dari pernyataan diagnosa ditulis untuk mengkomunikasikan persepsi perawat dari faktor yang berhubungan atau berkontribusi untuk etiologinya (Nurjannah, 2004). Tetapi pada kasus penulis sudah menggunakan diagnosa tunggal yang telah disepakati sejak Konas III di Semarang menyatakan rumusan diagnosa keperawatan jiwa hanya menyebutkan problem

tanpa dituliskan etiologi. Rumusan diagnosa tanpa menyebutkan etiologi atau dikenalkan sebagai diagnosa tunggal keperawatan jiwa ini mengacu pada North American Diagnosis Association (NANDA) 2005-2006. Data yang memperkuat penulis penulis mengangkat diagnosa resiko perilaku kekerasan yaitu data subyektif: Klien mengatakan mengamuk dan membanting barang di rumah. Klien mengatakan saat merasa marah rasanya ingin memukul orang dan barang sekitarnya. Sedangkan data obyektif: tampak tegang, bingung, nada bicara keras (membentak), tampak mondar- mandir, mata sedikit melotot, bicara kotor. Kebutuhan mencintai dan memiliki merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi berdasarkan hirarki maslow. Kebutuhan mencintai dan memiliki meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok, hubungan dengan teman, keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. (Hidayat, 2008). Sehingga dalam kasus ini penulis akan menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi untuk mengatasi core problem yaitu resiko perilaku kekerasan agar masalah resiko perilaku kekerasan dapat teratasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan mencintai dan memiliki. Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa keperawatan. Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien dapat diatasi (Ali Z, 2002). Dalam kasus ini penulis merencanakan 9 TUK tetapi yang terlaksana hanya TUK 1, TUK 2,

TUK 3, TUK 5, TUK 6, dan TUK 7, karena ada beberapa hambatan yang pertama penulis mengalami keterbatasan waktu sehingga tidak dapat menyelesaikan ke 9 TUK yang di rencanakan dan yang ke dua penulis tidak dapat bertemu dengan keluarga sehingga penulis tidak dapat berdiskusi dengan keluarga klien sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku kekerasan pada klien. Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia atau standar keperawatan Amerika yang membagi karakteristik tindakan berupa: tindakan konseling/ psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri dari aktivitas hidup sehari-hari, tetapi modalitas keperawatan, perawatan berkelanjutan (continuity-care), tindakan kolaborasi (terapisomatik dan psikofarmaka). Pada dasarnya tindakan keperawatan terdiri dari tindakan observasi dan pengawasan (monitoring), terapi keperawatan, pendidikan kesehatan tindakan kolaborasi (Kurniawati, 2004). Namun pada rencana yang dibuat oleh penulis tidak mencantumkan pendidikan kesehatan, yang penulis cantumkan meliputi observasi dan pengawasan (monitoring), tetapi keperawatan dan tindakan kolaborasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang sudah penulis jabarkan dalam Bab II, hal ini karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan. Kekuatan dari intervensi pada SOP menurut Keliat (2006) tersebut telah disusun untuk memudahkan penulis dalam

melaksanakan intervensi tersebut dimana perencanaan yang ada pada konsep sesuai dengan kondisi klien. Implementasi adalah tahap dimana perawat memulai kegiatan dan melakukan tindakan-tindakan perawatan dalam mengatasi klien. Tugas perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan pada tahap pra interaksi dan melanjutkan tahap orientasi (Rasmun, 2001). Implementasi yang dilaksanakan adalah : Implementasi tanggal 02 April 2012 pukul 12.00 WIB melakukan interaksi untuk TUK 1 yang mempunyai tujuan klien dapat membina hubungan saling percaya. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Stuart & Sudden, 2002). Penulis melakukan kontak dengan klien, duduk berhadapan dengan klien, mempertahankan kontak mata, mengucapkan salam dan berjabat tangan, memperkenalkan diri, menanyakan nama klien dan nama panggilannya yang disukai. Melakukan interaksi untuk TUK 2 yang mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan. Klien cukup kooperatif dalam mendiskusikan tentang penyebab marah yang dialami klien. Hal ini dikarenakan penulis menggunakan teknik pertanyaan terbuka menurut Stuart (2006 : 16) yaitu mendorong pasien untuk memilih topik diskusi. Melakukan interaksi untuk TUK 3 yang mempunyai tujuan klien dapat

mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku kekerasan. Dalam interaksi ini klien mampu mengungkapkan tanda-tanda saat klien marah atau jengkel karena penulis menggunakan teknik komunikasi pengulangan pernyataan yaitu mengulangi pikiran utama yang telah diungkapkan klien. (Stuart, 2006: 16). Selanjutnya penulis melakukan TUK 4 yang mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, TUK 5 yang mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. TUK 6 yang mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kamarahan. Implementasi tanggal 03 April 2012 pukul 11.00 WIB. Pada TUK 7 (Sp 1) Klien kooperatif karena bersedia mendemonstrasikan cara mengontrol marah yaitu dengan tarik nafas dalam sebanyak lima kali. Dengan memberi contoh terlebih dahulu dan memberi kesempatan klien untuk mencoba. Implementasi tanggal 04 April 2012 pukul 11.00 WIB. (Sp II) klien kooperatif karena bersedia mendemonstrasikan cara mengontrol marah yaitu dengan cara memukul bantal. Dengan memberi contoh terlebih dahulu dan memberi kesempatan klien untuk mencoba. Intervensi dan implementasi yang belum dapat dilaksanakan adalah TUK 8 dan 9 yang mempunyai tujuan yaitu klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan dan dapat menggunakan obat dengan benar sesuai program pengobatan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu penulis dalam melakukan proses keperawatan. Alasan lain yang menyebabkan tindakan keperawatan TUK 8 keluarga tidak menjenguk klien sehingga tindakan keperawatan ini belum dapat dilakukan karena sasaran

utamanya adalah keluarga. Tindakan keperawatan pada keluarga sangat penting untuk dilakukan karena keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses perubahan perilaku klien. Keluarga berperan penting dalam peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaianya kembali setiap klien. Oleh karena itu peran serta keluarga dalam proses pemulihan dan pencegahan kambuh kembali klien gangguan jiwa sangat diperlukan. (Keliat, 2005: 15). Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nurjannah, 2005: 64). Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan subyektif, obyektif, analisa, perencanaan diantaranya sebagai berikut subyektif : Respons subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang tela dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan: Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan nafas dalam? Obyektif : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien

pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi. Analisa : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakan masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. Perencanaan : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat (Direja, 2011). Dalam proses evaluasi penulis sudah melakukan evaluasi sesuai dengan teori yang di atas. Pada evaluasi Tn. P tanggal 4 April 2012, S: klien mengatakan sering mengamuk dan membanting barang. O: Klien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara nafas dalam dan pukul bantal dan pasien tampak mau mempraktekannya. A: sehingga disimpulkan masalah pada Tn.P sudah teratasi. P: untuk planning penulis menyerahkan tindak lanjut kepada perawat jaga yang berada di rumah sakit agar melanjutkan SP yang selanjutnya. Karena keterbatasan waktu penulis dalam melakukan asuhan keperawatan maka untuk TUK 8 dan 9 diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan didelegasikan pada perawat ruangan untuk melanjutkan proses keperawatan pada klien Tn.P. Hal tersebut penulis lakukan agar asuhan keperawatan yang penulis terapkan pada klien

terdapat kesinambungan, sehingga asuhan keperawatan tersebut dapat terselesaikan. Menurut Nursalam (2002) delegasi dapat diartikan penyelesaian suatu pekerjaan melalui orang lain dan sebagai kolaborasi untuk mencapai suatu tujuan. Yang dimaksud disini yaitu melakukan pendelegasian kepada perawat untuk melanjutkan tindakan keperawatan. B. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan penulis didapatkan setelah melakukan asuhan keperawatan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan resiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1. Pengkajian didapatkan data meliputi data subyektif dan data obyektif. Data yang berfokus pengkajian pada kasus adalah pola koping toleransi stress bahwa klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya, klien tampak tegang, bingung, nada bicara keras (membentak), mata sedikit melotot, klien tampak mondar-mandir. 2. Dari data subyektif dan obyektif dapat diambil diagnosa keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan. 3. Perencanaan sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah di tetapkan ada 9 TUK tetapi yang dapat terselesaikan penulis hanya TUK 1 sampai TUK 7, tidak dapat diselesaikan semua karena keterbatasan waktu. 4. Dari implementasi di atas penulis dapat menyelesaikan 3 SP saja yaitu SP I (nafas dalam) dan SP II (pukul bantal) dan SP III (secara verbal). 5. Setelah dilakukan implementasi didapatkan hasil evaluasi, pada hari terakahir masalah yang teratasi. Klien mampu mengungkapkan resiko

perilaku kekerasan yang dialami dan klien mampu mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal, secara verbal masalah teratasi sebagian. 6. Dalam analisa kebutuhan mencintai dan memiliki didapatkan bahwa masalah pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pasien dengan perilaku kekerasan ditandai dengan kecemasan, sudah dapat dipenuhi. C. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang diharapkan bermafaat antara lain: 1. Bagi rumah sakit Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 2. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan pembuatan laporan. 3. Bagi Penulis Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA Ali Z. 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Casmita.T. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Perilaku Kekerasan. www. jurnal. perilaku kekerasan.com diakses tanggal 10 April 2012. Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Herdman, Heather. 2009. Diagnosis Jakarta: EGC. Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Hufad Ahmad, 2003, Perilaku Kekerasan Analisis Menurut Sistem Budaya dan Implikasi Edukatif, http://e.journal/22003.pdf diakses pada tanggal 30 April 2012. Julianto Saleh. 2003. Hirarki Kebutuhan Manusia. Menurut Abraham Maslow : Aplikasi terhadap Klasifikasi Mad'u dalam Proses Dakwah. Al Bayan, Vol 7 No 7. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/77035774.pdf jurnal. Diakses tanggal 14 April 2012. Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Keliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC. Nurjannah, Intasari, 2004. Pedoman penanganan pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Mocamedia. Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Jakarta : PT.Fajar Interpratamia. Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 2006 Definisi Dan Klasifikasi. Bandung: Penerbit Prima Medika. Stuart dan Sudden. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Alih Bahasa: Achir Yani, Editor Yasmi Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Stuart dan Sudden. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Alih Bahasa: Achir Yani, Editor Yasmi Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.