BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten.

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan homeostasis tubuh.penelitian mengenai peran imunostimulan

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI FORMULA SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : NYANTI MUHAROMAH NIM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PEMBAHASAN. I. Definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) banyak diteliti sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Sugita dkk.,2010). Ketoprofen memiliki keuntungan yaitu tidak menimbulkan efek sedasi dan berpotensi rendah terhadap ketergantungan (Tsvetkova dan Peikova, 2013). Namun, ketoprofen memiliki nilai pka yang rendah (± 4,00) yang menyebabkan ketoprofen memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan cairan lambung (Tettey-Amlalo, 2005; Ren ҫber dkk., 2009). Peningkatan kelarutan ketoprofen dapat dilakukan dengan memformulasikan ketoprofen menjadi bentuk nanoemulsi dengan metode SNEDDS. SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung (Gupta dkk., 2011). SNEDDS dapat meningkatkan kelarutan obat-obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air (Zakia dkk., 2013). bat-obat BCS kelas II seperti ketoprofen yang diformulasikan dalam bentuk SNEDDS diharapkan dapat meningkat kelarutannya dalam cairan lambung sehingga dapat mempercepat onset dan menurunkan tmax obat (Pol dkk., 2013; Ren ҫber dkk., 2009). SNEDDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki keterbatasan dari segi stabilitasnya. Berdasarkan hal tersebut dikembangkan metode S-SNEDDS (Solid Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) sebagai alternatif baru 1

2 penggunaan per oral. S-SNEDDS merupakan solidifikasi sistem SNEDDS menggunakan solid carrier tertentu. Solidifikasi dilakukan dengan menggunakan aerosil yang merupakan jenis hidrophobic solidifying agent berupa koloid silika yang biasa digunakan karena mampu meningkatkan disolusi partikel obat lewat mekanisme pembasahan partikel dalam matriks bersama dengan koloid silika (Abbaspour dkk., 2014; h dkk., 2011). Pada penelitian ini, dilakukan formulasi ketoprofen dengan metode S- SNEDDS menggunakan minyak nabati, surfaktan, ko-surfaktan, dan aerosil sebagai solidifying agent. Hasil formulasi tersebut selanjutnya dioptimasi melalui karakterisasi ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi, kejernihan, emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) dan AIF (artificial intestinal fluid), stabilitas dalam AGF dan AIF, dan morfologi kristal S-SNEDDS. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan ketoprofen formula SNEDDS optimum yang dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari 5 menit, stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam? 2. Bagaimanakah ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum? 3. Apakah penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan S- SNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih?

3 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui komposisi minyak, surfaktan, ko-surfaktan dan ketoprofen formula SNEDDS optimum yang dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari 5 menit, stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam. 2. Mengetahui ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum. 3. Mengetahui apakah penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan S-SNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang formulasi nanoemulsi ketoprofen dengan metode S-SNEDDS sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam formulasi ketoprofen terutama untuk aplikasi secara oral.

4 E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen Gambar 1. Struktur ketoprofen Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat berbentuk kristal putih atau hampir putih tidak berbau dan memiliki rasa yang tajam. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% zat aktif dihitung terhadap berat serbuk keringnya (Worachun, 2010). Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal lini pertama yang biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Sugita dkk., 2010). Ketoprofen merupakan kelompok obat-obatan kelas II dalam klasifikasi BCS yang mempunyai kelarutan yang rendah namun permeabilitas yang baik, selain itu ketoprofen juga memiliki bioavailabilitas yang baik yaitu 90% (Renҫber dkk., 2009). Seperti kebanyakan jenis anti-peradangan nonsteroidal ketoprofen memiliki keuntungan yaitu tidak menimbulkan efek sedasi dan berpotensi rendah terhadap ketergantungan (Tsvetkova dan Peikova L, 2013).Ketoprofen mudah diabsorbsi lewat pemakaian oral dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (Patil, 2010). Ketoprofen praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter. Kelarutan ketoprofen dalam etanol 1 : 5 sedangkan dalam air

5 <1 : 10000. Kelarutan ketoprofen akan meningkat dengan cara menaikkan ph medium diatas pka ketoprofen (± 4,00) ((Depkes RI, 1995; Tettey-Amlalo, 2005). 2. SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) Nanoemulsi adalah tipe emulsi o/w dengan kisaran droplet size kurang dari 100 nm. Nanoemulsi adalah campuran isotropik dari minyak, air, surfaktan dan kosurfaktan yang stabil dan jernih (Thakur dkk., 2013). Sebagai sistem penghantaran obat, nanoemulsi mempunyai beberapa keuntungan yaitu kejernihan, stabilitas yang tinggi, dan mudah dalam preparasinya (Debnath dkk., 2011). Nanoemulsi dapat menghindari problem klasik emusi yaitu creaming, flokulasi dan sedimentasi yang biasanya dijumpai pada makroemulsi.bentuk emulsi ini juga dapat diaplikasikan dalam berbagai formulasi yaitu foam, spray, cairan, dan krim untuk rute transdermal karena tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan juga tidak toksik. Nanoemulsi untuk rute penggunaan oral juga dapat dipastikan aman karena surfaktan yang digunakan memenuhi standar konsumsi manusia (Shah dkk., 2010). Droplet size yang sangat kecil membuat nanoemulsi berwujud cairantransparan yang stabil (Thakur dkk., 2013). Selain itu, ukuran yang kecil ini juga mengakibatkan Gerak Brown yang dimiliki nanoemulsi mencegahnya dari sedimentasi atau creaming sehingga meningkatkan stabilitas emulsi (Fernandez dkk., 2004). SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung dengan ukuran tetesan emulsi

6 berkisar nanometer (Mahmoud dkk., 2013). Selain meningkatkan kelarutan dan disolusi, sistem SNEDDS dapat meningkatkan ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah (Gupta dkk., 2011). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjagaan stabilitas lapisan film antarmuka, dan ko-surfaktan untuk membantu tugas surfaktan sebagai pengemulsi.karakteristik formula SNEDDS dipengaruhi oleh rasio minyak dan surfaktan, kepolaran dan muatan tetesan emulsi. Formula SNEDDS juga dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan ko-surfaktan, rasio masing-masing komponen, ph dan suhu saat emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (bitte dkk., 2011). Metode SNEDDS lebih dipilih daripada metode nanoemulsi yang mengandung air karena lebih stabil dan lebih kecil volumenya sehingga memungkinkan untuk dijadikan bentuk sediaan hard atau soft gelatin capsule. Metode SNEDDS juga dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dengan melewati tahapan disolusi obat (Gupta dkk., 2011). Komponen utama SNEDDS adalah sebagai berikut: a. Minyak Karakteristik fisikokimia fase minyak seperti kepolaran dan viskositas sangat mempengaruhi formula SNEDDS dalam beberapa hal yaitu kemampuan untuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat dalam sistem.lipofilisitas dan konsentrasi fase minyak dalam SNEDDS proporsional terhadap ukuran tetesan nanoemulsi yang didapat.

7 Penggunaan satu jenis fase minyak jarang memberikan respon emulsifikasi dan penghantaran obat yang optimum (Makadia dkk., 2013). leh karena itu, dalam formulasi dapat juga digunakan campuran minyak dan trigliserida rantai medium (6-12 karbon) untuk mendapatkan emulsifikasi dan drug loading yang bagus. Trigliserida rantai medium ini mempunyai solvent capacity yang tinggi dan resisten terhadap oksidasi (Debnath dkk., 2011). Sehinggacampuran minyak dan trigliserida akan menghasilkan karakteristik fase minyak yang dibutuhkan dalam sistem SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Umumnya, minyak dengan rantai trigliserida yang panjang (13-21 karbon) yang mempunyai berbagai derajat saturasi digunakan untuk formulasi SNEDDS.Trigliserida rantai panjang memiliki keunggulan berupa kemampuan meningkatkan transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama, sementara trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai medium memiliki kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik.namun, trigliserida rantai panjang sulit untuk teremulsifikasi dibandingkan dengan trigliserida rantai menengah, digliserida atau ester asam lemak. (Sapra dkk., 2012) Selain menggunakan campuran, minyak nabati juga banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah lingkungan. Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS yaitu olive oil, corn oil, soya bean oil, dan virgin coconut oil (VC) (Patel dkk., 2010).

8 1). Virgin Coconut il (VC) VC memiliki komposisi yang terdiri dari asam lemak, trigliserida, dan senyawa fenolik.asam lemak utama dalam VC adalah asam laurat sebanyak 43-53%. Asam laurat (C12H242) merupakan suatu asam lemak jenuh dengan 12 rantai karbonnyang memiliki efek antimikroba khususnya terhadap Listeriamonocytogenes. Struktur asam laurat adalah sebagai berikut: H Gambar 2. Stuktur asam laurat Kandungan fenolik dalam VC berupa asam protokatekuat, asam vanilat, asam kafeat, asam siringat, asam ferulat, dan asam p-kumarat. Asam-asam tersebut merupakan komponen yang bermanfaat sebagai antioksidan (Mansor dkk., 2012). b. Surfaktan Selain minyak, surfaktan juga merupakan komponen vital dalam formulasi SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Surfaktan yang berasal dari alam lebih aman dalam penggunaannya dibanding surfaktan sintetis. Namun, surfaktan alami mempunyai kemampuan self-emulsification yang lebih rendah sehingga jarang digunakan untuk formulasi SNEDDS (Singh dkk., 2009). Komposisi surfaktan dalam formulasi SNEDDS tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengakibatkan iritasi saluran cerna. Surfaktan yang bersifat amfifilik dapat melarutkan dalam jumlah banyak jenis obat hidrofobik (Sapra dkk., 2012). Surfaktan dengan nilai HLB < 10 bersifat hidrofobik (ex. sorbitan monoester) dan dapat membentuk nanoemulsi air dalam minyak (w/o). Sedangkan

9 surfaktan dengan nilai HLB > 10 bersifat hidrofilik (ex. polisorbat 80) dan dapat membentuk nanoemulsi minyak dalam air (o/w). Dalam beberapa formulasi, dapat digunakan campuran surfaktan hidrofobik dan hidrofilik untuk membentuk nanoemulsi dengan karakteristik yang diinginkan (Debnath dkk., 2011). Kemampuan emulsifikasi surfaktan menentukan kemampuan SNEDDS terdispersi secara cepat dalam kondisi pengadukan ringan. Surfaktan juga meningkatkan kemampuan minyak dalam melarutkan obat (Patel dkk., 2010). Surfaktan nonionik yang larut air (ex. polioksietilen-20-sorbitan monooleat) banyak digunakan dalam formulasi SNEDDS. Surfaktan jenis ini juga lebih aman, biokompatibel dan tidak terpengaruh oleh ph jika dibandingkan dengan jenis surfaktan ionik (Singh dkk., 2009). Konsentrasi surfaktan berperan dalam pembentukan tetesan berukuran nanoemeter.banyaknya jumlah obat hidrofobik yang ingin dilarutkan dalam sistem SNEDDS membutuhkan surfaktan dalam konsentrasi yang besar juga. leh karena itu, konsentrasi surfaktan dalam sistem SNEDDS harus disesuaikan agar tidak terlalu besar dan menimbulkan efek yang tidak baik pada kulit dan saluran cerna (Singh dkk., 2009). 1). Polioksietilen-20-sorbitan monooleat (Tween 80) Struktur rantai alkil surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti yang dimiliki oleh Tween, suatu turunan polioksi sorbitol dan asam oleat.

10 w H z y H x H w+x+y=20 Gambar 3. Struktur kimia Tween 80 Tween 80 atau polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate (C64H12426) memiliki HLB 15 dan dikategorikan sebagai generally regarded as nontoxicandnonirritant dengan LD50pemberian secara oral bagi tikus sebesar 25 g/kg BB(Rowe dkk., 2006; Zhao dkk., 2009). c. Ko-surfaktan Molekul rantai pendek atau ko-surfaktan dapat membantu menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi (Debnath dkk., 2011). Alkohol rantai pendek yang biasa digunakan sebagai kosurfaktan tidak hanya mampu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak saja, namun juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon surfaktan sehingga lebih mudah terlarut dalam minyak (Debnath dkk., 2011; Thakur dkk., 2013). Ko-surfaktan dalam formulasi SNEDDS juga berfungsi untuk meningkatkan drug loading dalam sistem SNEDDS. Ko-surfaktan mempengaruhi emulsification time dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem (Makadia dkk., 2013).Namun, ko-surfaktan alkohol memiliki keterbatasan yaitu dapat menguap keluar

11 darishell dalam sediaan soft gelatin capsule sehingga menyebabkan presipitasi obat (Singh dkk., 2009). Ko-surfaktan yang umum digunakan adalah solven organik dan alkohol rantai pendek (etanol sampai butanol), propilen glikol, alkohol rantai medium, dan amida (Patel dkk., 2010). Ko-surfaktan berupa senyawa amfifilik seperti propilen glikol, polietilen glikol, dan glikol ester memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia, dkk., 2013). 1). Polietilen Glikol 400 (PEG 400) PEG 400 berupa cairan kental, tidak berwarna dan transparan. Struktur PEG 400 adalah sebagai berikut : H H n Gambar 4. Struktur kimia PEG 400 PEG dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air. PEG tergolong dalam nontoxic andnonirritant materials (Rowe dkk., 2006). 3. S-SNEDDS (Solid Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) Metode S-SNEDDS dikembangkan sebagai modifikasi dari sistem SNEDDS untuk meningkatkan stabilitas SNEDDS dan juga sebagai alternatif baru untuk aplikasi per oral. S-SNEDDS menggabungkan keuntungan sistem SNEDDS dan sediaan padat (Abbaspour dkk., 2014; Singh dkk., 2009; Sudheer dkk., 2012). Sistem SNEDDS yang konvensional memiliki keunggulan dapat meningkatkan kelarutan obat-obat yang tidak larut dalam air. Sementara sediaan padat memberi

12 keuntungan dari segi stabilitas dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien (h dkk., 2011). Beberapa teknik solidifikasi yang dapat diterapkan untuk mengubah SNEDDS menjadi S-SNEDDS diantaranya adalah spray dring, melt granulation,melt extrusion, rotary evaporator, freeze dry, dan adsorption to solid carrier (Mohanrao dkk., 2011). Solidifying agent yang biasa digunakan ada yang bersifat hidrofobik berupa koloid silika seperti aerosil, ada juga yang bersifat hidrofilik berupa polimer glukosa seperti dextran. Aerosil merupakan solidifying agent yang banyak digunakan karena dapat meningkatkan disolusi obat lewat mekanisme pembasahan partikel obat dalam matriks bersama koloid silika (h dkk., 2011). S-SNEDDS menghasilkan nanoemulsi minyak dalam air (o/w) secara spontan ketika bertemu dengan cairan lambung dengan ukuran tetesan < 100 nm (Shanmugam dkk., 2011). Ukuran partikel yang kecil ini memiliki keuntungan yaitu dapat membentuk obat dalam bentuk terlarut dengan luas permukaan antarmuka yang luas untuk penyerapan obat dan menghasilkan bioavailabilitas yang reprodusibel (h dkk., 2011). F. Landasan Teori Ketoprofen merupakan obat kelas II dalam klasifikasi BCS yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan cairan lambung. ҫber (Ren dkk., 2009). Nilai pka ketoprofen yang rendah (± 4,00) menjelaskan bahwa ketoprofen sukar terlarut dalam cairan lambung (Tettey-Amlalo, 2005). Mahalaxmi dkk. (2011)

13 memformulasikan ketoprofen dalam bentuk mikropartikel untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi ketoprofen. Nanoemulsi adalah tipe emulsi o/w dengan kisaran droplet size kurang dari 100 nm. Nanoemulsi adalah campuran isotropik dari minyak, air, surfaktan dan ko-surfaktan yang stabil dan jernih (Thakur dkk., 2013). Nanoemulsi dapat menghindari problem klasik emusi yaitu creaming, flokulasi dan sedimentasi yang biasanya dijumpai pada makroemulsi. Nanoemulsi untuk rute penggunaan oral juga dapat dipastikan aman karena surfaktan yang digunakan memenuhi standar konsumsi manusia (Shah dkk., 2010). SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung dengan ukuran tetesan emulsi berkisar nanometer (Mahmoud dkk., 2013). Selain meningkatkan kelarutan dan disolusi, sistem SNEDDS dapat meningkatkan ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah (Gupta dkk., 2011). Minyak merupakan komponen yang penting dalam formulasi karena mempengaruhi kemampuan untuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat dalam sistem (Makadia dkk., 2013). Selain menggunakan campuran, minyak nabati juga banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah lingkungan. Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS yaitu olive oil, corn oil, soya bean oil, dan virgin coconut oil (VC) (Patel dkk., 2010).

14 Selain minyak, surfaktan juga merupakan komponen vital dalam formulasi SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Surfaktan juga meningkatkan kemampuan minyak dalam melarutkan obat (Patel dkk., 2010). Surfaktan nonionik yang larut air (ex. polioksietilen-20-sorbitan monooleat) banyak digunakan dalam formulasi SNEDDS. Surfaktan jenis ini juga lebih aman, biokompatibel dan tidak terpengaruh oleh ph jika dibandingkan dengan jenis surfaktan ionik (Singh dkk., 2009). Molekul rantai pendek atau ko-surfaktan dapat membantu menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi.kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS juga bekerja untuk meningkatkan drugloading dalam sistem SNEDDS.Ko-surfaktan mempengaruhi emulsification time dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem. Surfaktan nonionik yang relatif tidak toksik dapat dikombinasikan dengan penambahan ko-surfaktan dan bekerja secara sinergis untuk mendispersikan minyak menjadi tetesan nanoemulsi (Debnath dkk., 2011). Metode S-SNEDDS dikembangkan sebagai modifikasi dari sistem SNEDDS untuk meningkatkan stabilitas metode SNEDDS dan juga sebagai alternatif baru untuk penggunaan per oral. S-SNEDDS menggabungkan keuntungan sistem SNEDDS dan sediaan padat (Abbaspour dkk., 2013; Singh dkk., 2009; Sudheer dkk., 2012). Metode spray drying banyak digunakan untuk solidifikasi. Penggunaan metode spray drying memerlukan optimasi terkait dengan banyaknya hal yang mempengaruhi karakteristik serbuk yang dihasilkan (Guterres dkk., 2008). Adaptasi fluid bed granulator merupakan metode yang paling sederhana. Adsorbsi ketoprofen oleh aerosil dihasilkan dari proses mixing yang sederhana antara

15 SNEDDS dengan solidifying agent (Sudheer dkk., 2012). Chavda dkk.(2013) menggunakan mortar dan stamper sebagai pengganti fluid bed granulator untuk memformulasikan S-SNEDDS. Keberhasilan pembentukan nanoemulsi dapat diamati dari parameter ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi.ukuran tetesan yang dikategorikan sebagai nanoemulsi bernilai <100 nm.distribusi ukuran partikel yang sempit menunjukkan keseragaman tetesan nanoemulsi yang terbentuk dan reliabilitas metode pembuatan.kecepatan SNEDDS membentuk nanoemulsi dikarakterisasi melalui uji emulsification time. SNEDDS yang baik akan cepat mendispersikan fase minyaknya di dalam air. Sebagai indikator kemampuan nanoemulsi bertahan dalam ukuran nanometer diperlukan pengamatan stabilitas dalam AGF dan AIF. Keberhasilan pembentukan S-SNEDDS dikarakterisasi melalui kecepatan pembentukan nanoemulsi atau emulsification time, drug content, dan morfologi kristal yang diamati dengan SEM. G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini berupa: 1. Formulasi SNEDDS optimum dengan minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari limamenit serta stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam. 2. Distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum bernilai kurang dari 100 nm.

16 3. Penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan S- SNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi dengan nilai transmitan > 90%.