BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa bahagia dalam keseharianya. Bagi manusia, hidup yang baik akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. variabel bebas dengan variabel tergantungnya. selengkapnya dapat dilihat di lampiran D-1.

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir dan dewasa awal. Menurut Monks (dalam Desmita, 2012) remaja akhir

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan salah satu kajian dalam psikologi positif.

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di Desa Rawa Bangun

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia ini. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menjelaskan bahwa kesejahteraan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi hidup manusia. Setiap orang juga memiliki harapanharapan yang ingin dicapai guna pemenuhan kepuasan dalam kehidupannya. Kesejahteraan dan kepuasan dalam hidup merupakan bagian dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif manusia. Konsep kesejahteraan (well-being) mempunyai arti yang hampir sama dengan konsep kebahagiaan (happiness). Kebahagiaan sepertinya juga merupakan dambaan setiap orang dan biasanya menjadi tujuan hidup dari seseorang. Dan pada penelitian ini yang digunakan adalah kesejahteraan subjektif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dari peraturan tersebut harapannya semua warga Negara bisa mendapatkan kesejahteraan pribadi atau subjektifnya masing-masing. Utami (2009) menyebutkan seseorang yang memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi menyatakan bahwa dirinya mengalami kepuasan hidup dan mengalami kegembiraan lebih sering, dan jarang mengalami emosi yang tidak 1

2 menyenangkan, seperti kesedihan dan kemarahan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah menyatakan diri bahwa merasa tidak puas dengan hidupnya, mengalami sedikit afeksi dan kegembiraan, dan lebih sering mengalami emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan. Individu yang memiliki kesejahteraan subyektif tinggi, ternyata merasa bahagia dan senang dengan teman dekat dan keluarga. Individu tersebut juga kreatif, optimis, kerja keras, tidak mudah putus asa, dan tersenyum lebih banyak daripada individu yang menyebut dirinya tidak bahagia (Argyle, dalam Nurhidayah & Rini 2012). Individu yang bahagia cenderung tidak memikirkan diri sendiri, tidak memiliki banyak musuh, akrab dengan individu lain, dan lebih suka menolong (Myers, dalam Nurhidayah & Rini 2012). Menurut Diener dan Pavot (Ningsih, 2013) kesejahteraan subjektif (Subjective Well-Being) merupakan istilah yang digunakan untuk mewadahi fenomena yang menyangkut respon emosional, domain kepuasan dan penilaian global atas kepuasan hidup. Selanjutnya Diener et al. (dalam Ningsih, 2013) mengartikan kesejahteraan subjektif sebagai penilaian pribadi individu mengenai hidupnya, bukan berdasarkan penilaian dari ahli, termasuk di dalamnya mengenai kepuasan (baik secara umum, maupun pada aspek spesifik), afek yang menyenangkan dan rendahnya tingkat afek yang tidak menyenangkan. Hal tersebut yang kemudian oleh Diener dijadikan sebagai komponen-komponen spesifik yang dapat menentukan tingkat kesejahteraan seseorang. Komponenkomponen tersebut yaitu, emosi yang menyenangkan, emosi yang tidak menyenangkan, kepuasan hidup secara global dan aspek-aspek kepuasan.

3 Menurut Park (dalam Nisfiannor, Rostiana dan Puspasari 2004) subjective well-being atau kebahagiaan (happiness) sudah sejak lama dianggap sebagai komponen inti dari hidup yang baik (good of life). Individu dengan level subjective well-being yang tinggi, pada umumnya memiliki sejumlah kualitas yang mengagumkan (Diener, Nisfiannor, 2004). Individu ini akan lebih mampu mengontrol emosinya dan menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup dengan lebih baik. Sedangkan individu dengan subjective well-being yang rendah, memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi sebagai hal yang tidak menyenangkan dan oleh sebab itu timbul emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan, depresi dan kemarahan (Myers & Diener dalam Nisfiannor, 2004). Sebagaimana pemaparan di atas bahwa setiap orang menginginkan hidupnya bahagia dan tidak terkecuali oleh seorang mahasiswa. Mahasiswa adalah remaja yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Masa mahasiswa ini merupakan masa yang penuh tantangan dan kesukaran, masa yang menuntut remaja menentukan sikap dan pilihan, masa yang menuntut kemampuan untuk menyesuaikan diri (Kartono dalam Mira, 2006). Mahasiswa termasuk dalam usia remaja tetapi remaja yang masuk dalam tahap akhir dan menginjak ke dewasa awal berkisar pada usia 18-25 tahun. Piaget (dalam Ormrod, 2009) pada masa ini seorang individu berada di tahap operasional formal yaitu masa dimana seorang individu dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak berhubungan dengan realitas konkret dan realitas yang dapat diamati secara langsung. Hurlock (2007) tugas-tugas

4 seorang dewasa awal adalah sebagai berikut masa pengaturan, masa reproduksi, masa bermasalah, masa ketegangan sosial, masa komitmen, masa perubahan nilai, masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru, dan masa kreatif. Penelitian tentang kebahagian pada dewasa awal yang dilakukan oleh Henny E. Irawan pada 367 mahasiswa yang berusia antara 20-39 tahun yang terdiri dari 119 laki-laki dan 248 perempuan, didapatkan hasil bahwa laki-laki memaknai kebahagiaan sebagai hal yang dapat memuaskan kebutuhannya serta dapat mencapai hal-hal yang di inginkan. Laki-laki tidak terlalu memaknai kebahagiaan sebagai hal yang bersifat sosial, yaitu situasi ketika mereka dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan, namun mereka lebih berpusat pada dirinya dan kepuasan akan pencapaiannya sendiri, bukan kepuasan orang lain. Perempuan juga memaknai kebahagiaan sebagai hal yang ditujukan untuk dirinya sendiri, serta menelaah setiap kejadian dari berbagai sisi, termasuk menarik sisi positif dari setiap kejadian negatife yang dialami. Perempuan juga tidak memandang dari segi sosial dalam pemaknaan intinya, sebab mereka masih lebih mementingkan kebutuhannya sendiri dibandingkan kebutuhan orang lain. Namun dalam hal pemaknaan kebahagiaan, perempuan lebih dapat memaknainya dari segi spiritual dibandingkan laki-laki, yang disebabkan oleh perempuan lebih mementingkan perasaan dibandingkan laki-laki. Penelitian lain tentang kesejahteraan subjektif dilakukan oleh peneliti di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta pada bulan Februari 2014. Dari pengambilan data awal yang sudah dilakukan pada 129 mahasiswa yang terdiri dari 36 laki-laki dan 93 perempuan yang berusia antara 19-25 tahun.

5 Adapun cara mengambilan data awal dengan membagikan angket terbuka yang menanyakan tentang kesejahteraan subjektif. Kemudian dari jawaban subjek, subjek merasa sejahtera ketika keinginan subjek terpenuhi, kebutuhan subjek terpenuhi, hidup damai, nyaman, tentram, dapat mensyukuri dengan yang subjek telah miliki, hidup mandiri, dekat dengan keluarga, ketika kaya (punya uang) dan dapat berguna bagi orang lain/kebermaknaan hidup. Beberapa jawaban di atas dapat di prosentasekan sebagaimana yang dapat dilihat ditabel dibawah ini : Tabel 1. Kesejahteraan Subjektif Mahasiswa Psikologi UMS NO Kategori Jumlah Prosentase 1 Keinginan terpenuhi 39 30.2 2 Kebutuhan terpenuhi 34 26.3 3 Damai, tentram, nyaman, tentram 21 16.3 4 Bersyukur 11 8.6 5 Mandiri 8 6.2 6 Dekat keluarga dan teman 8 6.2 7 Kaya ( punya uang) 6 4.6 8 Kebermaknaan hidup 2 1.6 Total 129 100 Lebih dari 26 persen kesejahteraan subjektif dikaitkan dengan terpenuhinya kebutuhan. Kemudian 30,2 persen menyebutkan kesejahteraan subjektif tercapai jika keinginan terpenuhi, 16,3 persen jika damai, 8,6 persen jika dapat bersyukur dengan yang diberikan Alloh, 6,2 persen jika sudah mandiri dan dekat dengan keluarga, 4,6 persen jika sudah kaya dan 1,6 persen kesejahteraan subjektif ketika hidupnya dapat bermakna bagi orang lain. Berdasarkan data tersebut mayoritas responden menyebutkan kesejahteraan subjektif mengacu pada hal-hal nyata dan emosional yang dapat dilihat secara langsung. Padahal harapannya seorang mahasiswa dapat berfikir secara lebih mendalam, tidak hanya berdasarkan apa yang diamati saja dan mengartikan

6 tentang kesejahteraannya berdasarkan konsep eudaimonia. Konsep ini mengartikan bahwa kesejahteraan subjektif tidak hanya bersumber dari emosional semata melainkan sesuatu yang lebih bersifat kompleks. Konsep eudaimonia menyebutkan bahwa kesejahteraan subjektif adalah bagaimana seseorang dapat berguna bagi orang lain, berbuat mulia, dan bisa mengembangkan potensi dasar manusia yang tujuan akhirnya menjadi orang yang berbudi dalam kehidupannya. Konsep ini juga mengartikan kesejahteraan bersumber pada kehidupan spiritual seorang individu. Konsep eudaimonia mengajak manusia untuk hidup selaras dengan diri yang sebenarnya (Abdulah dan Zainal, 2006). Kesejahteraan subjektif mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor genetik, kepribadian, faktor demografis, hubungan sosial, dukungan sosial, masyarakat atau budaya, proses kognitif dan tujuan (goals). Dalam hal ini faktor dukungan sosial menjadi salah satu faktor yang diteliti seberapa besar peranannya dalam menentukan kesejahteraan subjektif. Menurut Sarason (dalam Latifah, 2012) bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Sarason berpendapat bahwa dukungan sosial itu mencakup dua hal yaitu jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia dan tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima Kemudian Sarason, Levine, dan Baasham (dalam Kirana, 2010) menambahkan bahwa dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan salah satu faktor atau lebih dari karakteristik berikut ini : afeksi (ekspresi menyukai, mencintai, mengagumi dan menghormati), penegasan

7 (ekspresi persetujuan, penghargaan terhadap ketepatan, kebenaran dari beberapa tindak pernyataan, pandangan) dan bantuan (transaksi-transaksi dimana bantuan dan pertolongan dapat langsung diberikan seperti barang, uang, informasi dan waktu). Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil rumusan masalah yang akan dijadikan landasan penelitian adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiwa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta? B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta harapannya dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan kepada fakultas psikologi untuk mengembangkan pengetahuan yang berkaitaan dengan kesejateraan subektif dan dukungan sosial. 2. Bagi subjek, memberikan informasi tentang kesejahteraan subjektif pada mahasiswa.

8 3. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat memberikan dan memperkaya kerangka pemikiran bagi penelitian yang sejenis.