KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 2 Kerusakan kawasan TNBBS akibat aktivitas ilegal masyarakat

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

Hubungan Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ristianasari, Pudji Muljono, & Darwis S. Gani Pusat Penyuluhan Kehutanan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Kehutanan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

PEDOMAN KRITERIA DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MAYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DALAM KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN KAWASAN RAWA JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

G. Tindak Lanjut. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

KESIMPULAN DAN SARAN

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setiap kegiatan program pembangunan tersebut. dengan sebutan pembangunan partisipatif. Pembangunan partisipatif yaitu

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BABl PENDAHULUAN. Upaya pembangunan nasional jangka panjang lebih mengandalkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilaksanakan/diterapkan dalam rangka peningkatan produksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

Transkripsi:

33 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Adanya fakta bahwa fungsi dan pengelolaan kawasan taman nasional sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat terhadap sumberdaya di taman nasional mengindikasikan pentingnya pengelolaan yang mempertimbangkan masyarakat. Perilaku mereka merupakan komponen paling krusial dalam melestarikan hutan. Pickering dan Owen (1994) dan Welford (1996) sebagaimana diacu dalam Agbogidi dan Ofuoku (2009) mengemukakan bahwa daya dukung lingkungan semakin berkurang akibat kerusakan oleh manusia telah menyebabkan terancamnya berbagai bentuk kehidupan, untuk itu perlu pendidikan dan penyadaran bagi masyarakat. Salah satu cara terbaik dalam pengelolaan hutan adalah menciptakan kesadaran masyarakat lokal tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam proses tersebut (Agbogidi, Okonta, dan Dolor 2005). Hal itu tidak dapat dilakukan tanpa proses penyuluhan, salah satunya melalui pemberdayaan masyarakat. Pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi berimplikasi pada berubahnya paradigma fungsi kawasan, dari semata-mata hanya sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati menjadi kawasan yang sekaligus mempunyai fungsi sosial ekonomi masyarakat. Dengan adanya penekanan masyarakat sebagai titik sentral maka pemberdayaan masyarakat memegang peran strategis. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi bukan sekedar untuk menghentikan kerusakan kawasan namun diarahkan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan, kemudahan dan fasilitasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitarnya agar mereka mandiri. Sesuai dengan tujuan pemberdayaan tersebut maka pemberdayaan dianggap efektif atau berhasil apabila masyarakat mandiri dalam arti mau dan mampu mengembangkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilannya, guna memanfaatkan sumberdaya alam hayati untuk kesejahteraan dan memperhatikan upaya pelestarian sumberdaya alam tersebut dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Sebagai kegiatan yang erat kaitannya dengan penyuluhan, pemberdayaan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut mencapai tujuannya yaitu perubahan perilaku, yang mencakup aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (ketrampilan). Pengetahuan dan sikap masyarakat lokal terhadap taman nasional akan mempengaruhi bentuk interaksi antara masyarakat lokal dengan taman nasional termasuk partisipasi mereka. Interaksi ini dapat berdampak positif atau negatif terhadap taman nasional, yang selanjutnya akan mempengaruhi efektifitas pengelolaannya (Ormsby dan Kaplin 2005). Terdapat kaitan erat antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri. Menurut Mubyarto (1984) sebagaimana dirujuk oleh Yumi (2002), kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri berkorelasi positif dengan kemampuannya untuk berpartisipasi, dan kemampuan untuk meningkatkan taraf hidupnya sendiri.

34 Partisipasi merupakan bentuk perilaku. Perilaku, lingkungan dan individu saling berhubungan satu sama lain bahkan saling mempengaruhi (Bandura 1977). Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa perilaku seseorang dapat disebabkan oleh faktor internal (organism/person) dan disebabkan oleh faktor eksternal (enviroment). Hal ini berarti pula bahwa perilaku sangat tergantung atau ditentukan oleh karakteristik/kepribadian individu yang bersangkutan dan oleh faktor lingkungan/eksternal yang bersifat situasional. Hasil penelitian Setyowati (2010) memperkuat hal tersebut, bahwa partisipasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang secara nyata mempengaruhi partisipasi adalah tingkat pendidikan formal dan non formal, serta luas lahan garapan. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah intensitas pendampingan, dan aktifitas kelompok. Faktor lain seperti kegiatan penyuluhan, pelatihan dan kelompok juga berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat (Siswiyanti dan Ginting 2006; Guthiga 2008; Brännlund, Sidibe dan Gong 2009). Yelkouni (2004) sebagaimana diacu dalam Brännlund, Sidibe dan Gong, (2009) mengemukakan adanya indikasi bahwa umur berpengaruh dalam partisipasi, semakin tua umur seseorang maka akan semakin berkurang partisipasi mereka dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini sejalan dengan FAO (2003) yang mengemukakan bahwa semakin tua umur maka partisipasi mereka dalam aktivitas konservasi hutan akan semakin berkurang. Jumlah tanggungan keluarga mempunyai dapat berpengaruh positif maupun negatif. Di satu sisi semakin banyak jumlah anggota keluarga maka terdapat ketersediaan tenaga untuk berpartisipasi, sementara itu di sisi lain, semakin banyak yang harus tercukupi kebutuhannya (Brännlund, Sidibe dan Gong 2009). Banyak konflik yang terjadi dalam hal penggunaan lahan dalam pengelolaan kawasan hutan berkaitan dengan etnis ataupun status migran (Yukio 2001; Vuong 2001; Writenet 2006 diacu dalam Bossiere et al. 2009). Masyarakat di sekitar kawasan TNBBS pada umumnya cukup beragam baik dari segi etnis maupun sosial budaya akibat perpindahan penduduk baik akibat program pemerintah (transmigrasi) maupun perpindahan karena kemauan sendiri. Status migrasi atau asal etnis merupakan faktor yang perlu diteliti di TNBBS karena anggapan adanya perbedaan antara penduduk asli dan pendatang, dimana penduduk asli dipandang lebih berperilaku konservatif daripada pendatang. Geoghehan dan Renard (2002) mengemukakan bahwa kondisi masyarakat lokal yang tidak homogen dan memiliki tata nilai yang mungkin tidak sama akan menyebabkan relasi dan sikap bervariasi terhadap sumberdaya alam atau taman nasional, dengan demikian, asal etnis pemukim atau status migrasi berpengaruh secara nyata terhadap aspek kognitif masyarakat (Adiprasetyo et al. 2009). Sementara itu, dalam hal faktor eksternal, pendekatan penyuluhan partisipatif (pendampingan) memiliki pengaruh yang kuat terhadap kemandirian (Yumi 2002). Pemberdayaan masyarakat akan efektif bila ditunjang oleh adanya pendampingan dan akan lebih efektif lagi dengan adanya pengembangan kelembagaan pendukung, ditunjang oleh karakteristik masyarakat yang mendukung, seperti motivasi, pendidikan, kekosmopolitan, dan status sosial. Lebih lanjut Yumi (2002) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara partisipasi dengan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Untuk mencapai partisipasi yang optimal dari masyarakat dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: proses dan pendekatan pemberdayaan masyarakat, kebijakan pemerintah, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat (Nopriyanto 2011). Adamson (2009) mengemukakan bahwa faktor yang seringkali menjadi penghalang bagi partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yaitu kapasitas masyarakat sasaran, kapasitas pemberdaya sebagai agen peningkatan keterampilan, peraturan/kebijakan, keterbatasan anggaran, dan pendekatan pemberdayaan. Pendekatan pemberdayaan dalam hal ini adalah bahwa agen pemberdayaan belum memahami sepenuhnya makna pemberdayaan bottom up. Geoghegan (2002) mengemukakan bahwa keberhasilan pengelolaan hutan partisipatif berhubungan erat dengan manfaat yang diterima/dirasakan dan pengembangan keterampilan kewirausahaan serta teknis. Selain faktor-faktor tersebut, berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh TNBBS, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan adalah jumlah pendamping, keterampilan aplikatif pendamping, aktifitas pendampingan, koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, perencanaan, dukungan anggaran, cakupan sasaran, pelatihan, serta pendekatan kelompok dan keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan pemberdayaan selain dipengaruhi oleh faktor internal/karakteristik masyarakat juga dipengaruhi faktor eksternal berupa pendekatan pemberdayaan yang dilakukan. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan pemberdayaan dapat mencapai tujuan sebagai upaya pembentukan perilaku positif masyarakat. Selanjutnya, faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor yang dianggap berhubungan dalam efektifitas pemberdayaan masyarakat di TNBBS. dalam konteks penelitian ini, faktor-faktor yang dianggap berhubungan dalam efektifitas pemberdayaan masyarakat di TNBBS terdiri dari faktor internal berupa karakteristik sosio-demografi masyarakat sasaran, interaksi dan akses masyarakat terhdap sumber daya taman nasional dan pendekatan pemberdayaan yang dilakukan leh TNBBS dalam program Model Desa Konservasi (MDK). Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan dalam skema berikut: 35

36 Pengelolaan TNBBS Konservasi - Perlindungan - Pengawetan - Pemanfaatan - Paradigma Forest Resources Based Management berbasis Community Development dan pengelolaan kawasan konservasi ke arah pemberdayaan partisipasi - Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi Masyarakat - Sebagai ancaman: interaksi dengan kawasan (perambahan, eksploitasi flora fauna dilindungi, penebangan liar) untuk pemenuhan kebutuhan - Sebagai sumberdaya potensial dalam pengelolaan TNBBS Pemberdayaan Masyarakat di sekitar kawasan TNBBS Efektifitas Pemberdayaan Masyarakat melalui MDK Karakteristik demografi dan sosial masyarakat sasaran Interaksi dan akses terhadap taman nasional Pendekatan pemberdayaan masyarakat di TNBBS Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan MDK Kemandirian dalam mengembangkan perilaku (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam bidang ekologi, ekonomi dan sosial budaya Kelestarian kawasan TNBBS Kesejahteraan masyarakat Keterangan Faktor yang tidak diteliti Faktor yang diteliti Gambar 1 Kerangka konseptual penelitian Kerangka operasional penelitian meliputi variabel-variabel yang dipilih dan diduga berhubungan dengan efektifitas pemberdayaan masyarakat di TNBBS dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut:

37 Pemberdayaan Masyarakat MDK di sekitar kawasan TNBBS Karakteristik sosio-demografi (x1) (1) Umur (2) Pendidikan (3) Pendidikan non formal/pelatihan (4) Mata pencaharian (5) Pendapatan (6) Kepemilikan lahan (7) Jumlah tanggungan keluarga (8) Etnis pemukim (9) Keikutsertaan dalam kelompok (10) Keterdedahan terhadap informasi Interaksi dan akses terhadap taman nasional (x2) (1) Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya TNBBS (2) Tingkat manfaat langsung keberadaan TNBBS yang dirasakan (3) Tingkat keterlibatan dalam program MDK (4) Tingkat akses dalam kegiatan TNBBS Pendekatan Program Pemberdayaan (x3) (1) Kesepahaman (2) Kelembagaan (3) Fasilitator (4) Pendampingan (5) Bentuk kegiatan pemberdayaan (6) Jejaring kerja dan kemitraan (7) Monitoring dan evaluasi Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan MDK (y1) Kemandirian dalam mengembangkan periku (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) (y2) dalam: (1) bidang ekologi. (2) bidang ekonomi. (3) bidang sosial budaya. Gambar 2 Kerangka operasional penelitian Hipotesis Mengacu pada permasalahan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik sosio-demografi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan MDK. (2) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik sosio-demografi dengan kemandirian masyarakat. (3) Terdapat hubungan nyata antara interaksi dan akses terhadap TNBBS dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan MDK. (4) Terdapat hubungan nyata antara interaksi dan akses terhadap TNBBS dengan kemandirian masyarakat. (5) Terdapat hubungan nyata antara pendekatan program pemberdayaan yang dilaksanakan di TNBBS dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan MDK. (6) Terdapat hubungan nyata antara pendekatan program pemberdayaan yang dilaksanakan di TNBBS dengan kemandirian masyarakat. (7) Terdapat hubungan nyata antara partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dengan kemandirian masyarakat.